You are on page 1of 25

PRESENTASI KASUS

D I AR E

Oleh :
Dian Purwantini
Novi Diah P

G0099062
G0002113

Pembimbing :
dr. Pudjiastuti, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK LAB / UPF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2006

DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI RINGAN SEDANG

PENDAHULUAN
Diare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara
berkembang, angka kesakitannya adalah sekitar 200 400 kejadian diare diantara
1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan
penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (7080%)
dari penderita ini adalah anak di bawah lima tahun. Kelompok ini setiap tahunnya
mengalami lebih dari satu kejadian diare . Episode diare pada bayi adalah rata-rata
sekali setahun, sedangkan anak balita (1-5 tahun) rata-rata 2- 3 kali setahun
bahkan ada yang melaporkan 20 kali setahun. Sebagian dari penderita (1 2%)
akan jatuh ke dalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50 60% di
antaranya dapat meninggal dunia. Mortalitas diare disebabkan oleh dehidrasi
berat, dengan penanganan yang benar maka dapat menghindarkan 95% kematian
baru sebagai akibat diare akut. Setelah ditemukan cara penggunaan cairan
rehidrasi maka mortalitas dapat diturunkan. Penelitian pada negara sedang
berkembang lainnya, kematian karena diare akut mencapai puncaknya setelah
umur 6-24 bulan, sedikit menurun setelah umur 2-3 tahun dan lebih berkurang
setelah umur 5 tahun.
Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat,
dengan konsistensi tinja cair, bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu
kurang dari satu minggu pada bayi atau anak yang sebelumnya sehat.
Prevalensi diare tinggi pada usia 6 (enam) bulan sampai 2 (dua) tahun
pada stadium penyapihan., pada daerah dengan hygiene dan sanitasi buruk, tinggi
pada bulan-bulan tertentu, kadang-kadang dijumpai KLB. Di Indonesia kejadian
diare masih terdapat 60 juta episode setiap tahun, dimana 1 5 % daripadanya
akan menjadi diare kronik .
Penyebab diare akut :
1. Virus : rotavirus (penyebab terbanyak), enterovirus.

2. Bakteri : E. coli, salmonela, shigella, vibrio El Tor,

clostridium,

staphyllococcus, bakteroides.
3. Penyebab lain : parasit (entamoeba histolitika, cryptosporodium).
4. Alergi susu sapi, laktase defisien (primer, sekunder ok infeksi virus).
Makanan/minum/obat yg dpt menyebabkan diare oleh karena osmolaritas
tinggi (laksansia).
5. Obat tertentu dapat menyebabkan diare, seperti amoksisilin, ampisilin, obat
laksansia.
Tujuan disajikannya kasus ini adalah untuk mengetahui penatalaksanaan
penderita diare secara tepat dan cepat sehingga dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas akibat diare.

KASUS
Pada anamnesis kasus yang didapatkan dari alloanamnesis ibu penderita
tanggal 2 November 2006. Penderita An. R, laki-laki, usia 8 bulan, anak ketiga
dari tiga bersaudara, alamat Bayan 02/VIII Surakarta, dengan keluhan utama
muntah dan mencret. Penderita mulai muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Muntah 5 kali sehari sebanyak gelas belimbing. Pasien muntah tiap kali
makan dan minum serta batuk. Mencret 3x sehari, konsistensi cair, banyaknya
gelas belimbing, nyemprot, warna kuning, lendir (-), darah (-). Setiap kali mencret
penderita menangis. 1 minggu sebelum muntah dan mencret penderita mulai
panas, diobati sendiri oleh ibu penderita, turun setelah minum obat tapi kemudian
panas lagi. Batuk (+), Pilek (+). Sejak penderita muntah dan mencret, penderita
sudah dibawa ke dokter dan diberi obat. Keluhan berkurang tetapi pada hari MRS,
frekuensi muntah dan mencret bertambah serta penderita nampak makin lemas.
Menurut anamnesis tidak ada riwayat ganti merk susu yang diminum atau makan
makanan yang tidak biasa dimakan atau makanan basi. Penderita minum ASI,
dengan tambahan susu formula dan makanan pendamping ASI. Setelah mulai
diare, frekuensi minum bertambah, penderita menjadi lebih rewel dari biasanya.

Buang air kecil terakhir 4 jam yang lalu, kurang lebih gelas belimbing. Di
keluarga tidak ada yang diare selain penderita.
Status imunisasi penderita sesuai jadwal, yaitu pada 0 bulan mendapatkan
imunisasi BCG, polio I dan hepatitis B I, usia 2 bulan mendapat imunisasi DPT I,
polio II, hepatitis B II, usia 3 bulan mendapat imunisasi DPT II dan polio III, usia
4 bulan imunisasi DPT III dan polio IV, sedangkan imunisasi yang kurang adalah
imunisasi campak dan hepatitis B III. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
baik, mulai senyum usia 1 bulan, mulai miring usia 2 bulan, mulai tengkurap usia
3 bulan, dan mulai duduk usia 6 bulan
Sampai sekarang penderita minum ASI dilengkapi dengan susu formula
dan makanan pendamping ASI (SUN) sejak usia 1 bulan. Riwayat kelahiran
ditolong bidan, umur kehamilan cukup bulan, lahir spontan, berat badan lahir
3500 gram, panjang badan 48 cm, menangis kuat setelah lahir. Pemeriksaan
kehamilan di bidan dengan frekuensi trimester I-II 1x seminggu, trimester III 2
kali seminggu, penyakit kehamilan (-), obat-obatan yang diminum (-).
Pemeriksaan post natal di bidan tiap bulan. Ibu menggunakan KB suntik.
Pemeriksaan tanggal 31 Oktober 2006 pukul 10.00 WIB, keadaan umum
anak tampak gelisah, somnolen, gizi kesan cukup dengan nadi 156x/menit reguler,
isi cukup, respiration rate 36x/menit tipe thoracoabdominal, suhu 39,2 oC. Tampak
kehausan. Berat badan anak 7 kg, tinggi badan 66 cm, lingkar kepala 50 cm,
lingkar lengan atas 13,5 cm. Derajat gizi :
BB/U = 7/8,8 X 100%

= 79,55% (BB rendah)

TB/U = 66/70 X 100%

= 94,23 % (TB normal)

BB/TB= 7/7,6 X 100%

= 92,11% (BB normal)

Z score -1 < Z score < Median


Interpretasi antropometrik

: gizi baik

Kebutuhan kalori : 7 x 110 = 770 kal/hari, kebutuhan karbohidrat : x 50% x 770


= 96 gr, kebutuhan lemak : 1/9 x 35% x 770 = 30 gr, kebutuhan protein : x 15%
x 770 = 29 gr
Kulit sawo matang, kelembaban baik, ujud kelainan kulit (-). Kepala
bentuk normocephal, ubun-ubun besar cekung (+), rambut hitam, sukar dicabut.

Mata cekung (+/+), air mata (+/+) jumlah berkurang., bulu mata hitam, rontok
(-/-), palpebra oedem (-/-), konjunctiva anemis (- / -), sclera ikterik (- / -), pupil
isokor, diameter 3 mm / 3 mm, bulat, ditengah, refleks cahaya (+ / +), kornea
jernih, iris coklat, air mata (+/+). Hidung bentuk normal, nafas cuping hidung (-),
sekret (+), darah (-). Mulut : mukosa basah bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah
kotor (-), lidah tremor (-), lidah tepi hiperemis (-). Telinga bentuk normal, sekret
(-), mastoid pain (-), tragus pain (-), retroauricular pain (-). Tenggorokan uvula di
tengah, tonsil T1 T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-), pseudomembran (-).
Leher normocolli, kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening (-), trakea
ditengah.
Thorak bentuk normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan = kiri
Cor
: Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi

ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi

batas jantung tidak melebar


Kanan atas

: SIC II linea parasternalis dextra

Kiri atas

: SIC II linea parasternal sinistra

Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra


Kiri bawah : SIC V linea medioclavicularis
sinistra
Auskultasi:

Bunyi jantung I-II intensistas normal, regular,


bising (-)

Pulmo

: Inspeksi

pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi

fremitus raba kanan=kiri

Perkusi

sonor / sonor di seluruh lapang paru


Batas paru hepar

: SIC VI dextra

Batas paru lambung : SIC VII sinistra

Auskultasi :

Redup relatif

: SIC V dextra

Redup absolut

: SIC VI dextra (hepar)

suara dasar vesikuler (+/+)


Suara tambahan RBK (+/+)

Abdomen :
Inspeksi

dinding perut > dinding dada, petechi (-)

Auskultasi :

peristaltik (+) meningkat

Palpasi

supel, nyeri tekan (sde), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

timpani (+)

Turgor

kembali lambat

Ekstremitas :
akral dingin -

sianosis -

CRT < 2
Neurologi :
Koordinasi

oedem

: baik

Sensorik

: baik

Tonus

: baik

Refleks fisiologis

Biceps

: +2/+2

Triceps

: +2/+2

Patella

: +2/+2

Achilles

: +2/+2

Reflek patologis

: (-)

Kaku kuduk

: (-)

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diatas


ditegakkan diagnosis diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang, dengan diagnosis
gizi baik.
Penatalaksanaan pasien ini meliputi :
Mondok bangsal
Pemberian cairan Ringer Lactat 75 cc/kgBB/4 jam (32 tpm makro selama 4 jam)
Jika sudah terrehidrasi dilanjutkan maintenance dengan KaEN 3A 100
ml/kgBB/20 jam (8 tpm makro selama 20 jam)
Pemberian Oralit 80 cc ( 1/3 gelas ) tiap muntah/mencret
Domperidon 3x 1,5 mg
6

Probiotik 2 x I sachet
Paracetamol syrup 4 x 100 mg (k/p)
Ambroxol 3x3 mg
Diet ASI on demand
Monitoring status hidrasi post rehidrasi
Edukasi keluarga : Minum oralit jika mencret/muntah
Kompres hangat jika panas
Banyak minum
Cuci tangan setelah membersihkan kotoran bayi
Untuk perencanaan diagnostik selanjutnya direncanakan pemeriksaan
Darah Rutin 2 meliputi Hb, AE, AL, jenis lekosit, AT, MCV, MCH, MCHC;
pemeriksaan elektrolit, dan pemeriksaan urine dan faeces rutin
Monitoring tiap 6 jam terhadap keadaan umum penderita, vital sign, dan
tanda-tanda terjadinya syok (akral dingin, nadi kecil, lemah, cepat, CRT >2 ).
Sehingga prognosis pasien ini secara ad vitam baik, secara ad sanam baik,
dan ad fungsionam baik.
Status hidrasi post rehidrasi 31 Oktober 2006 jam 14.00 WIB.
-

Kesadaran : CM

Rasa haus (+):

UUB cekung (+)

Mata cekung (+) air mata sedikit

Mukosa mulut basah (+)

Turgor kembali lambat

BAB mencret (-)

BAK (+) 2x

Muntah (+) 1x
Akral dingin
CRT < 2

Terapi dilanjutkan dengan maintenance KaEN 3A 100 ml/kgBB/20 jam (8 tpm


makro selama 20 jam).

Follow up tanggal 1 November 2006 jam 07.00 WIB. Keluhan : mencret


(-), BAB 1x, spt bubur, warna kuning, darah dan lendir (-), muntah (+) 1x gelas
belimbing. badan panas (-), batuk pilek (+), minum ASI kuat.. Keadaan umum :
CM, baik, gizi kesan cukup. BB 7 kg. Vital Sign : Nadi 116 kali/menit kuat, isi
cukup; Respirasi 40 kali/menit; Suhu 36,6 oC. Kepala : UUB Cekung (+), mata :
cekung (-/-), air mata (+/+), konjunctiva anemis (-/-), hidung : nafas cuping
hidung (-), sekret (+), mulut : mukosa basah (+), bibir kering (-), bibir sianosis (-).
Thorax retraksi (-), cor : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-), pulmo :
suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK (+/+). Abdomen : supel,
peristaltik (+) normal, tympani, hepar/lien tak teraba, turgor baik. Extremitas :
akral dingin (-), sianosis (-), CRT <2.
Pemeriksaan penunjang 1 November 2006 Na = 141 mEq/L, K = 5,3 mEq/L, Cl
= 112 mEq/L.
Assessment: Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang dalam perbaikan,
common cold
Planning :
Diagnosis : urine feces rutin
Monitoring
KU & VS / 12 jam
Terapi :
Pemberian Oralit 80 cc ( 1/3 gelas ) tiap muntah/mencret
Domperidon 3x 1,5 mg
Probiotik 2 x I sachet
Paracetamol syrup 4 x 100 mg (k/p)
Ambroxol 3x3 mg
Diet ASI on demand
Edukasi keluarga : Minum oralit jika mencret/muntah, kompres hangat jika
panas, banyak minum, cuci tangan setelah membersihkan kotoran bayi, keluarga
diharapkan untuk mengumpulkan sampel urine dan feces untuk pemeriksaan rutin

Follow up tanggal 2 November 2006 jam 07.00 WIB. Keluhan : BAB 1x


warna kuning, darah dan lendir (-) ampas (+) banyak, sudah berbentuk, muntah
(+) 1x gelas belimbing, berupa cairan jernih.Batuk pilek berkurang. Keadaan
umum : baik, CM, gizi kesan cukup BB 7 kg. Vital Sign : Nadi 120 kali/menit
kuat, isi cukup; Respirasi 36 kali/menit; Suhu 37 oC. Kepala : UUB Cekung (-),
mata : cekung (-/-), air mata (+/+), konjunctiva anemis (-/-), hidung : nafas cuping
hidung (-), sekret (+), mulut : mukosa basah (+), bibir kering (-), bibir sianosis (-).
Thorax retraksi (-), cor : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-), pulmo :
suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK (+/+). Abdomen : supel,
peristaltik (+) normal, tympani, hepar/lien tak teraba, turgor baik. Extremitas :
akral dingin (-), sianosis (-), CRT <2.
Assessment: Diare akut tanpa dehidrasi , common cold
Planning :
Diagnosis : Monitoring
KU & VS / 8 jam
Terapi :
Pemberian Oralit 80 cc ( 1/3 gelas ) tiap muntah/mencret
Domperidon 3x 1,5 mg
Probiotik 2 x I sachet
Paracetamol syrup 4 x 100 mg (k/p)
Ambroxol 3x3 mg
Calcidol 2 x 1 cth
Diet ASI on demand

Edukasi keluarga : Minum oralit jika mencret/muntah, kompres hangat jika


panas, banyak minum, cuci tangan setelah membersihkan kotoran bayi,
keluarga diharapkan untuk mengumpulkan sampel urine dan feces untuk
pemeriksaan rutin

TINJAUAN PUSTAKA
DIARE
1. Definisi
Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang lunak atau cair tiga
kali atau lebih dalam satu hari, atau lebih praktis mendefinisikan diare
sebagai meningkatnya frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih
lunak sehingga dianggap abnormal oleh ibunya 1.
Diare secara umum dihubungkan dengan peningkatan volume dan
perubahan kosistensi tinja. Pada anak kurang dari dua tahun, diare
didefinisikan sebagai pengekuaran tinja lebih dari 10ml/kgBB/hr. Sedangkan
pada anak lebih dari 2 tahun, diare didefinisikan pengeluaran tinja lebih dari
200 gram/hari atau dapat dikatakan adanya berak cair empat kali atau lebih
dalam satu hari. 2
2. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi menjadi beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
Infeksi enteral ini meliputi:
-

Infeksi

bakteri:

Vibrio,

E.

Coli,

Salmonella,

Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebangainya.


-

Infeksi

virus:

Enterovirus

(virus

ECHO,

Coxsackie,

Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.


-

Infestasi

parasit:

Cacing

(ascaris,

Trichiuris,

Oxyuris,

Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,


Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).
2) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat
pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis,
Bronchopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak di bawah umur 2 tahun.

10

b. Faktor malasorbsi
1) Malasorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Pada bayi dan anak terpenting dan sering adalah intoleransi laktosa.
-

Malasorbsi lemak.

Malasorbsi protein.

1) Faktor makanan: Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.


2) Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pad anak yang lebih besar3.
3. Epidemiologi
Penyebaran kuman yang menyebabkan diare berkaitan erat dengan
perilaku pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Perilaku
tersebut diantaranya adalah:
a. tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan.
b. Menggunakan

botol

susu.

Penggunaan

botol

ini

memudahkan

pencemaran oleh kuman yang berasal dari tinja dan sukar dibersihkan.
Sewaktu susu dimasukkan ke dalam botol yang tidak bersih akan terjadi
kontaminasi kuman dan bila tidak segera diminum kuman akan tumbuh.
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, oleh karena kuman dapat
berkembang biak.
d. Menggunakan air minum yang tercemar oleh tinja.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
atau sebelum memasak makanan.
Sedangkan faktor host (pejamu) yang menyebabkan diare antara lain adalah:
a. Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun. ASI mengandung antibodi
yang melindungi kita terhadap kuman penyebab panyakit diare seperti
Shigella dan Vibrio cholera.
b. Kurang gizi.
c. Campak. Hal ini akibat penuruna kekebalan pada penderita.
d. Imunodefisiensi/imunosupresi

11

Kebanyakan episode diare terjadi pada umur 2 tahun pertama


kehidupan. Insiden tertinggi pada umur 6-11 bulan, pada masa diberikan
makanan pendamping. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penuruna
kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan
yang kemungkinan terpapar bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja
manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
Pada daerah subtropik diare karena bakteri banyak terjadi pada
musim panas sedangkan diare karena virus banyak terjadi pada musim
dingin. Di daerah tropik diare rotavirus, diare terjadi sepanjang tahu,
frekuensinya meningkat pada musim kemarau,sedangkan puncak diare
karena bakteri adalah pada musim hujan. Sedangkan kejadian luar biasa dan
epidemi untuk diare sering disebabkan oleh dua kuman usus patogen, yaitu
Vibrio cholera 0,1 dan Shigella disentri tipe 1.1
4. Patogenesis
Terjadinya diare bisa disebabkan oleh salah satu mekanisme di bawah ini:
a. Diare osmotik:
Substansi hipertonik nonabsorbsi peningkatan tekanan osmotik
intralumen usus cairan masuk ke dalam lumen diare.
Diare osmotik terjadi karena:
1) pasien memakan substansi non absorbsi antara lain laksan magnesium
sulfat atau antasida mengandung magnesium.
2) pasien mengalami malabsorbsi generalisata sehingga cairan tinggi
konsentrasi seperti glukosa tetap berada di lumen usus.
3) pasien dengan defek absorbtif, misalnya defisiensi disakaride atau
malasorbsi glukosa-galaktosa.
b. Diare sekretorik:
Peningkatan sekresi cairan elektrolit dari usus secara aktif dan penurunan
absorbsi diare dengan volume tinja sangat banyak.
1) Malasorbsi asam empedu dan asam lemak:
2) Pada diare ini terjadi pembentukan micelle empedu.
3) Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit:

12

4) Terjadi penghentian mekanisme transport ion aktif pada Na K ATPase di enterosit dan gangguan absorbsi Na dan air.
5) Gangguan motilitas dan waktu transit usus:
6) Hipermotilitas usus tidak sempat di absorbsi diare.
7) Gangguan permeabilitas usus:
8) Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel spesifik
gangguan permeabilitas usus.
9) Diare inflamatorik:
10) Kerusakan sel mukosa usus eksudasi cairan, elektrolit dan mukus
yang berlebihan diare dengan darah dalam tinja.4
11) Diare pada infeksi:
-

Virus :
Virus berkembang biak dalam epitel vili usus halus, menyebabkan
keruskan sel epitel dan pemendekan villi yang secara normal
mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian sementara oleh sel
epitel bertbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus
mensekresi air dan elektrolit. Kerusakan villi dapat juga
dihubungkan dengan hilangnya enzim disakaridase, menyebabkan
berkurangnya absorbsi disakarida terutama laktosa. Penyembuhan
terjadi jika villi mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi
matang.

Bakteri :

Penempelan di mukosa.
Bakteri yang berkembang biak di dalam usus halus
pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan
diri dari penyapuan. Penempelan terjadi melalui antigen yang
menyerupai rambut getar, disebut fimbria, yang melekat pada
reseptor di permukaan usus. Pada beberapa keadaan,
penempela di mukosa dihubungkan dengan perubahan epitel
usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan
atau menyebabkan sekresi cairan.

13

Toksin yang menyebabkan sekresi.


Toksin akan mengurangi absorbsi natrium melalui vili
dan mungkin meningkatkan sekresi chlorida dari kripta yang
menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan terjadi
jika sel yang sakit diganti dengan sel yang sehat setelah 2-4
hari.

Invasi mukosa.
Invasi sering terjadi di kolon dan distal dari ileum.
Invasi mungkin diikuti pembentukan mikroabses dan ulkus
superfisialis yang menyebabkan adanya sel darah merah dan
sel darah putih atau terlihat adanya darah dalam tinja.

Protozoa

Penempelan mukosa (Giardia lamblia dan Cryptosporidium)


Menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan
pemendekan vili yang kemungkinan menyebabkan diare

Invasi mukosa (Entamoeba histolitica).1

5. Klasifikasi
Berdasarkan derajat dehidrasi, diare dibagi sebagai berikut:
a. Dehidrasi berat
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut ini:
1) Lesu, lunglai atau tidak sadar
2) mata sangat cekung dan kerin
3) tidak bisa minum atau malas minum
4) cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat
b. Dehidrasi ringan sedang
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut:
1) gelisah, rewel, mudah marah
2) mata cekung
3) haus, minum dengan lahap
4) cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat
c. Tanpa dehidrasi:

14

Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi


berat atau ringan/sedang.
Sedangkan jika diare lamanya sampai 14 hari atau lebih maka
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Diare persisten berat.
Jika terdapat dehidrasi.
b. Diare persisten (saja).
Jika tidak terdapat dehidrasi.
Jika dalam tinja pada diare terdapat darah maka disebut sebagai disentri.5
6. Gejala klinis
a. dehidrasi:
ditandai adanya letargi, penurunan kesadaran, fontanela anterior cekung,
membran mukosa (mulut) kering, mata cekung, pnurunan turgor kulit,
capilar refill time memanjang
b. gagal tumbuh dan malnutrisi:
ditandai dengan penurunan massa otot dan lemak serta udem perifer
sebagai manifestasi adanya malabsorbsi karbohidrat, vitamin dan
mineral.
Giardia lamblia bisa menyebabkan diare intermittent dan malasorbsi
lemak.
c. nyeri perut:
sifat nyerinya tidak meningkat pada penekanan. Nyeri tersebut
berhubungan dengan organisme tertentu.
d. borborygmi:
yaitu peningkatan aktivitas peristaltik yang bisa didengar ataupun diraba,
yang terjadi oleh karena peningkatan aktivitas usus.
e. eritema pada daerah peri anal:
berak yang sering akan menyebabkan lecet pada daerah peri anal
terutama terjadi pada anak-anak. Bisa juga adanya malasorbsi karbohidrat
sekunder akan menghasilkan tinja yang bersifat asam yang akan
mengiritasi daerah perianal. Selain itu malasorbsi asam empedu sekunder

15

juga dapat menyebabkan dermatitis daerah perianal dengan gambaran


seperti terbakar.2
7. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis. pH dan kadar gula
dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest bila diduga terdapat
intoleransi gula. Bila perlu dilakukan biakan dan uji resistensi
b. pemeriksaan kadar ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
c. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan
fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
d. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan dilakukan
pada penderita diare kronik. 3
e. Proktosigmoidoskopi: pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis
adanya inflamasi mukosa atau keganasan.
f. Pemeriksaan kadar lemak tinja kuantitatif: tinja dikumpulkan (biasanya
72 jam) harus diperiksa kadar lemak tinja jika dicurigai malasorbsi
lemak.
g. Pemeriksaan volume tinja 24 jam: volume lebih dari 500ml/hari jarang
ditemukan pada sindrom usus iritabel.4
8. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat
terjadi berbagai macam komplikasi seperti:
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Hipokalemi

(dengan

gejala

meteorismus,

hipotoni

otot,

lemah,

bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram).


d. Hipoglikemi
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

16

g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.3
9. Pengobatan1
Pengobatan penderita diare dibagi sebagai berikut:
a. Rencana pengobatan A untuk mengobati diare di rumah:
Prinsipnya adalah:
1) Pemberian cairan lebih banyak dari biasanya
a) Cairan yang diberikan harus memenuhi kritria:
-

aman bila diberikan dalam jumlah besar

mudah menyiapkannya

dapat diterima

efektif

b) Jumlah yang dapat diberikan adalah sebanyak yang anak mau dan
meneruskan penggunaan URO sampai diarenya berhenti. Sebagai
petunjuk pemberian cairan yang diberikan di rumah setiap kali
buang air besar adalah sebagai berikut:
-

anak di bawah umur 1-4 tahun: 100-200 ml

>5 tahun: 200-300ml

dewasa:300-400ml

2) Pemberian makanan yang cukup pada anak


a) jenis makann yang dapat diberikan:
-

ASI terus diberikan tanpa selingan

Untuk anak yang sudah mendapt makanan lunak dan padat,


makanan harus diberikan paling tidak setengah dari kalori
dietnya. Bila mungkin makanan yang asin harus diberikan
juga.

b) jumlah dan frekwensi pemberian makanan:


-

berikan makanan sebanyak yang anak mau

menawarkan makanan tiap 3-4jam. Pemberian makanan


sedikit-sedikit tapi sering lebih mudah diterima oleh anak

17

setelah diare berhenti makanan diberikan paling tidak satu kali


lebih banyak daripada biasa setiap hari selama 2 minggu

c) Obat-obatan:
-

beberapa obat anti diare tidak mempunyai efek yang nyata


dan beberapa diantaranya dapat membahayakan. Obat-obat
tersebut tidak boleh diberikan pada anak di bawah 5 tahun.
Obat-obt tersebut antara lain: antimotilitas (loperamide,
diphenoxylate, codein, opium), adsorben (norit, kaolin,
attapulgit, smectie) dan biakan bakteri hidup (lactobacillus,
streptococcus faecalist).

Antibiotik juga tidak boleh digunakan secara rutin, kecuali


pada penderita disentri, kolera dan pada beberapa penderita
diare persisten

d) Membawa anak ke sarana kesehatan


b. Rencana pengobatan B untuk mengobati dehidrasi ringan sedang
1) memberikan oralit 75 ml/kg BB dalam 3 jam pertama,
bila berat badan anak tidak diketahui atau untuk memudahkan di
lapangan pemberian oralit paling sedikit sesuai dengan di bawah ini:
a) umur < 1 tahun jumlah oralit 300ml
b) umur 1-5 tahun jumlah oralit 600ml
c) >5 tahun jumlah oralit 1200ml
d) dewasa jumlah oralit 2400ml.
Tetapi bila anak masih mau minum lagi boleh diberikan lebih.
ASI tetap diberikan.
2) Memantau pengobatan
a) cek secara teratur bahwa ibu memberikan larutan oralit dengan
benar
b) catat jumlah larutan yang diminum dan berapa kali buang air
besar perhatikan bila ada masalah seperti tanda-tanda dehidrasi
atau meningkatnya volume tinja

18

c) perhatikan adanya sembab pada kelopak mata tanda adnya


overhidrasi., pengobatan oralit harus dihentikan tetapi ASI dan
penberian air harus terus.
3) Menilai kembali penderita:
a) bila tidak ada dehidrasi lagi, ganti ke rencana A.
b) Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi rencana
B tetapi penderita ditawarkan makanan, susu dan sari buah
seperti rencana A.
c) Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti rencana C.
4) Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana pengobatan B:
a) tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam pengobatan
3 jam di rumah.
b) Berikan bungkus oralit untuk rehidrasi dn untuk 2 hari lagi
seperti seperti dijelaskan dalam rencana A
c) Tunjukkan cara menyiapkan larutan oralit.
d) Jelaskan 3 cara dalam rencana A untuk mengobati anak di rumah.
e) Memberikan oralit atau cairan lain hingga diare berhenti.
f) Memberi makan anak.
g) Membawa anak ke petugas kesehatan bila perlu.
c. Rencana Pengobaan C, pengobatan penderita dengan dehidrasi berat:
Tugas utama dalam rencana C adalah:
1) Menentukan bagaimana cara pemberian cairan:
a) Penggantian cairan melalui intra vena
b) memilih cairan intra vena yang tepat:
larutan yang lebih disukai adalah larutan Ringer laktat. Larutan iv
yang mengandung hanya glukosa tidak diperkenankan.
c) Memberikan tetesan iv:
Vena yang sering digunakan adalah vena ante cubiti. Pada
keadaan syok hipovolemik bisa dipasang pada 2 vena untuk
mengembalikan volume darah dalam jumlah yang cepat.
Penggantian cairan melalui selang nasogastrik.

19

Penderita dehidrasi berat harus menerima paling sedikit 20


ml/kgBB larutan oralit selama 6 jam, dimasukkan dengan
kecepatan konstan 20ml/kgBB perjam, dan harus dikurangi bila
ada muntah berulang-ulang atau perut kembung.
d) Penggantian cairan melalui oral.
Bila pengobatan iv dan NGT tidak memungkinkan atau akan
terlambat sedangkan anak dapat minum diberikan oralit oral
20m/kgBB/jam
2) Menentukan jumlah cairan yang harus diberikan.
a) kehilangan cairan pada dehidrasi berat setara dengan 10% berat
badan (100ml/kg).
b) Bayi harus diberikan cairan 30ml/kgBB pad 1 jam pertama,
diikuti 70ml/kgBB pada 5 jam berikutnya, jadi seluruhnya
100ml/kgBB dalam 6 jam.
c) Anak yang lebih besar dan dewasa harus diberi 30 ml/kgBB
dalam 30 menit pertama, diikuti dengan 70ml/kgBBbdalam 2,5
jam berikutnya sehingga seluruhnya 100ml/kgBB selama 3 jam.
d) Bila nadi masih lemah pada pemberian 30ml/kg pertama maka
harus diulang lagi dalam waktu yang sama.
e) Larutan oralit dalam jumlah kecil harus juga diberikan melalui
mulut segera setelah penderita dapat minum untuk memberi
tambahan kalium dan basa.
3) Menilai kembali penderita
Yang harus diperhatikan adalah:
a) tanda-tanda dehidrasi
b) jumlah dan sifat tinja yang dikeluarkan
c) setiap kesulitan dalam pemberian cairan
10. Pencegahan1
a.

Upaya mencegah penyebaran kuman patogen

20

Berbagai kuman penyebab diare disebarkan melalui jalan orofekal


seperti air, makanan dan tangan yang tercemar. Upaya pemutusan
penyebaran kuman penyebab harus difokuskan pad cara penyebaran ini.
Upaya yang terbukti efektif adalah:
1) Pemberian ASI saja pada bayi umur 4-6 bulan
2) Menghindarkan penggunaan susu botol
3) Memperbaiki cara penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping
ASI (untuk mengurangi perkembangbiakan bakteri).
4) Penggunaan air bersih untuk minum
5) Mencuci tangan ( sesudah buang air besar dan membuang tinja bayi,
sebelum menyiapkan makanan atau makan)
6) Membuang tinja termasuk tinja bayi secara benar.
b.

Cara memperkuat daya tahan tubuh pejamu.


1) melaksanakan pemberian ASI paling tidak sampai 2 tahun pertama
kehidupan
2) memperbaiki status gizi (dengan memperbaiki nilai gizi makanan
pendamping ASI dn memberikan anak lebih banyak makanan)
3) imunisasi campak

21

ANALISIS KASUS
1.

Diare akut pada kasus ini ditegakkan atas dasar :


Anamnesis :
-

Defekasi encer lebih dari 3x sehari, yang terjadi mendadak, kurang dari 14
hari pada anak yang sebelumnya sehat.

2. Derajat dehidrasi ditentukan dengan kriteria :


Penilaian

A (tanpa
dehidrasi)

B (dehidrasi ringan C (dehidrasi berat)


sedang)

Lihat :
1

Keadaan
umum

baik/sadar

Gelisah/rewel

lesu, lunglai atau


tidak sadar

Mata

normal

Sedikit cekung

sangat cekung dan


kering

Air mata

ada

Tidak ada

tidak ada

Mulut & lidah basah

Kering

sangat kering

Rasa haus
5

minum biasa
tidak haus

Periksa Turgor
Kulit
kembali cepat

Hasil
pemeriksaan

tanpa dehidrasi

Haus ingin minum malas


hangat
minum/tidak bisa
minum
Kembali lambat

kembali sangat
lambat

Dehidrasi
ringan/sedang
1 tanda di (+) 1/>
tanda lain

dehidrasi berat
1 tanda di (+) 1/>
tanda lain

Pada kasus ini ada penderita gelisah/rewel, mata cekung dan mukosa
basah, turgor kulit kembali lambat, sehingga termasuk dalam derajat dehidrasi
ringan/sedang.
Pada kasus di atas lebih mengarah pada diare yang disebabkan virus, yaitu
dari anamnesis panas tinggi, diare tanpa lendir darah, dan pemeriksaan antal
lekosit masih dalam batas normal.

22

Pemberian terapi pada kasus ini, sudah sesuai dengan penatalaksanaan


diare akut dengan derajat dehidrasi ringan sedang, yaitu pemberian cairan Ringer
Lactat 75 cc/kgBB/4 jam (36 tpm makro selama 4 jam) dilanjutkan maintenance
100 ml/kgBB/20 jam (8 tpm makro selama 20 jam), pemberian CRO 100 cc setiap
kali muntah / diare, untuk pemberian antipiretik, anti mual disesuaikan dengan
klinis penderita.

23

DAFTAR PUSTAKA
1.

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit


Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman.1999. Buku Ajar Diare.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

2.

Richard E. 2005. Diarrhea. Departement of Pediatrics, Shands Hospital,


University of Florida, Florida.

3.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.

4.

Departemen

Kesehatan

RI.

2005.

Muntah

dan

DiareAkut.

www.pediatrik.com
5.

Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan WHO dan UNICEF. 1997.


Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

24

25

You might also like