You are on page 1of 16

KONSEP AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA

A. DEFINISI
Leukemia adalah keganasan yang berasal dari sel-sel induk sistem
hematopoietik yang mengakibatkan ploriferasi sel-sel darah putih tidak terkontrol
dan pada sel-sel darah merah namun sangat jarang (Gale, 2000). Sehingga terjadi
ekspansi progresif dari kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang,
kemudian sel leukemia beredar secara sistemik dan mempengaruhi produksi dari
sel-sel darah normal lainnya (Bakta, 2007).
Akut Limfoblastik Leukimia (ALL) adalah penyakit yang berkaitan dengan
sel jaringan tubuh yang tumbuhnya melebihi dan berubah menjadi ganas tidak
normal

serta

bersifat

ganas,

yaitu

sel-sel

sangat

muda

yang

serharusnya membentuk limfosit berubah menjadi ganas.


Akut Limfoblastik Leukimia (ALL) adalah proliferasi maligna / ganas
limphoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang
dapat bersifat sistemik. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Tucker, 1997;
Reeves & Lockart, 2002).
Akut Limfoblastik Leukimia (ALL) merupakan tipe leukemia paling sering
terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama
telah berumur 65 tahun atau lebih. Leukemia limfositik akut dapat berakibat fatal
karena sel-sel yang dalam keadaan normal akan berkembang menjadi limfosit,
pada ALL berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel
normal di dalam sumsum tulang. Intinya, leukemia limfositik akut merupakan
proliferasi maligna/ganas limphoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh
sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik.
B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi ALL adalah 1/60.000 orang per tahun dengan 75 % berusia 15
tahun, insidensi puncaknya usia 3 5 tahun. ALL lebih banyak di temukan pada
pria dari pada perempuan. Anak perempuan menunjukkan prognosis yang lebih
baik daripada anak laki-laki. Saudara kandung dari pasien ALL mempunyai resiko

4 kali lebih besar untuk berkembang menjadi, ALL, sedangkan kembar monozigot
dari pasien ALL mempunyai resiko 20% untuk berkembang menjadi ALL.
C. ETIOLOGI
Penyebab Akut Limfoblastik Leukimia (ALL) sampai saat ini belum jelas, diduga
kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin
berperan, yaitu:
1. Faktor Predisposisi
a) Penyakit defisiensi imun tertentu, misalnya agannaglobulinemia;
kelainan kromosom, misalnya sindrom Down (risikonya 20 kali lipat
populasi umumnya); sindrom Bloom.
b) Virus
Virus sebagai penyebab sampai sekarang masih terus diteliti. Sel
leukemia mempunyai enzim trankriptase (suatu enzim yang diperkirakan
berasal dari virus). Limfoma Burkitt, yang diduga disebabkan oleh virus
EB, dapat berakhir dengan leukemia.
c) Radiasi ionisasi
Terdapat bukti yang menyongkong dugaan bahwa radiasi pada ibu
selama kehamilan dapat meningkatkan risiko pada janinnya. Baik
dilingkungan kerja, maupun pengobatan kanker sebelumnya. Terpapar
zat-zat kimiawi seperti benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan
agen anti neoplastik.
d) Herediter
Faktor herediter lebih sering pada saudara sekandung terutama pada
kembar monozigot.
e) kelainan kromosom, misalnya pada down syndrom atau sindroma fanconi
f) Obat-obatan
Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
2. Faktor Lain
a) Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia
(benzena, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri), obat obat
imunosupresif, obat-obat kardiogenik seperti diethylstilbestrol.
b) Faktor endogen seperti ras
c) Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang
dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).
D.

ANATOMI FISIOLOGI

Tubuh kita mempunyai suatu sistem khusus untuk memberantas bermacammacam bahan yang infeksius dan toksik. Sistem ini terdiri dari Leukosit (sel darah
putih) dan sel-sel jaringan yang berasal dari leukosit. Pertahanan tubuh melawan
infeksi adalah peranan utama dari leukosit atau sel darah putih. Jumlah normal sel
darah putih berkisar dari 4000 sampai 10.000/mm. Lima jenis sel darah putih
yang sudah diidentifikasikan dalam darah perifer adalah: netrofil(62,0%) dari
total); eosinofil (2,3%); basofil (0,4%); monosit (5,3%); limfosit(30,0%). Leukosit
ini sebagian dibentuk dalam sum-sum tulang belakang (granulosit dan monosit
dan sebagian limfosit). Granulosit dan monosit hanya ditemukan dalam sum-sum
tulang. Limfosit dan sel plasma diproduksi dalam berbagai organ limfogen,
termasuk kelenjar limfe, limpa, timus tonsil dan berbagai kantong jaringan limfoid
dimana saja dan dalam tubuh, terutama dalam sum-sum tulang dan plak Peyer di
bawah epitel dinding usus. Setelah dibentuk sel-sel ini diangkut dalam darah
menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel
darah putih adalah bahwa kebanyakan ditranspor secara khusus kedaerah yang
terinfeksi dan mengalami peradangan serius, jadi menyediakan pertahanan yang
cepat dan kuat terhadap setiap bahan infeksius yang mungkin ada.
Masa hidup granulosit setelah dilepaskan dari sum-sum tulang, normalnya
adalah 4-8 jam dalam darah sirkulasi, dan 4-5 hari berikutnya dalam jaringan.
Pada keadaan infeksi jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan seringkali
berkurang sampai hanya beberapa jam, karena granulosit dengan cepat menuju
daerah infeksi, melakukan fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu
sendiri dimusnahkan. Monosit juga mempunya masa edar yang singkat, yaitu 1020 jam, berada dalamdarah sebelum mengembara melalui membrane kapiler ke
dalam jaringan. Begitu masuk kedalam jaringan, sel-sel ini membengkak sampai
ukurannya menjadi besar sekali untuk menjadi makrofag jaringan, dan dalam
bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup berbulan-bulan atau bahkan bertahuntahun, kecuali kalau mereka dimusnahkan karena melakukan fungsi fagositik.
Trombosit dalam darah akan diganti kira-kira setiap 10 hari; atau dengan kata lain,
setiap hari terbentuk kira-kira 30.000 trombosit permikroliter darah (Gayton &
Hall, 1997).
1. Granulosit

Granulosit memiliki granula kecil di dalam protoplasmanya. Granulosit


memiliki diameter 10-12 m, dengan demikian lebih besar daripada eritrosit.
Dengan bertambah tuanya granulosit, nukleus terbagi menjadi beberapa
lobus: sesuai dengan namanya leukosit polimorfonuklear (polimorf)
2. Limfosit
Limfosit memiliki nukleus besar bulat atau agak berindentasi, dengan
menempati sebagian besar sel. Limfosit berkembang di dalam jaringan limfe.
Ukuran bervariasi dari 7-15 m.
3. Monosit
Monosit adalah sel besar, berdiameter sampai 20 m, dengan nucleus oval
atau berbentuk ginjal. Monosit dibentuk di dalam sum-sum tulang.
4. Trombosit
Adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sum-sum tulang, dan hidup
sekitar 10 hari. Sekitar 30-40% terkonsentrasi di dalam limpa; sisanya
bersirkulasi da dalam darah, di dekat endotel (bagian terdalam lapisan
pembuluh darah) John Gibson (2002)
E.

KLASIFIKASI

1. Leukemia Lyphoblastic Akut (ALL)


ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anakanak, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4
tahun, setelah usia 15 tahun ALL jarang terjadi. Limfosit immatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga
mengganggu perkembangan sel normal.
Secara morfologik menurut FAB ALL dibagi menjadi tiga yaitu:
L1 : ALL dengan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan 84% dari ALL.
L2 : sel lebih besar, inti regular, kromatin bergumpal, nucleoli prominen
dan sitoplasma agak banyak. Merupakan 14% dari ALL
L3 : ALL mirip dengan limfoma Burkitt, yaitu sitoplasma basofil dengan
banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL
2. Leukemia Nonlymphoblastik Akut (ANLL)
Secara morfologik yang umum dipakai adalah klasifikasi dari FAB :
M0 - myeloblastic without differentiation
2M1 - myeloblastic without maturation

M2 - myeloblastic with maturation


M3 - acute promyelocytic
M4 - acute myelomonocytic
M5 monocytic
o Subtipe M5a: tanpa matures
o

Subtipe M5b: dengan maturasi

M6-erythroleukemia
M7-acute megakaryocytic leukemia
F. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan
leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel
darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh
sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah
(myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi
sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan
terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang
dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah
dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya
dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang
mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat
kementahannya

merupakan

petunjuk

untuk

menentukan/meramalkan

kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan
biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit
neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil
pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan.
Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem
limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan
sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi
sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi
sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.

Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular


sehingga

anak-anak

menderita

pembesaran

kelenjar

limfe

dan

hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada
susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah, seizures dan gangguan
penglihatan (Price Sylvia A, Wilson Lorraine Mc Cart, 1995).
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum
tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu
perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat,
akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.
Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembesaran hati, limpa,
limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan
jumlah

eritrosit

menimbulkan

anemia,

penurunan

jumlah

trombosit

mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.).


Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami
infeksi. Adanya sel kanker juga mengganggu metabolisme sehingga sel
kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita
Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).

G. PATOFLOW
1. Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya
sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu
sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositipenia.
2. Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan
sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.
3. Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi
organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi

sumsum tulang yangt akan berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit,


faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan.
4. Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran
hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendian. (Suriadi, & Yuliani R, 2001:
hal. 175)
Proliferasi sel kanker
Sel kanker bersaing dengan sel normal
Untuk mendapatkan nutrisi
Infiltrasi
Sel normal digantikan dengan
Sel kanker
Depresi sumsum

metabolisme

Tulang

infiltrasi
SSP

Sel kekurangan meningitis


makanan

leukemia

infiltrasi
ekstra medular
pembesaran limpa,
liver,nodus limfe,
tulang

Eritrosit leukosit

faktor
Pembekuan

Anemia infeksi

tekanan
jaringan

nyeri tulang

tulang

& persendian

mengecil&

perdarahan

Demam trombositopeni
fisiologis
H. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik Akut Limfoblastik Leukimia (ALL) antara lain:

lemah

fraktur

1. Pilek tak sembuh-sembuh


2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3. Demam, anoreksia, mual, muntah
4. Berat badan menurun
5. Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
6. Nyeri tulang dan persendian
7. Nyeri abdomen
8. Hepatosplenomegali, limfadenopati
9. Abnormalitas WBC
10. Nyeri kepala
I.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan Leukemia


Limfositik Akut adalah:
1. Pemeriksaan sumsum tulang Leukemia Limfositik Akut (BMP / Bone
Marrow Punction):
a. Ditemukan sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan protein
2. Pemeriksaan darah tepi Leukemia Limfositik Akut
a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan asam urat serum
c. Peningkatan tembaga (Cu) serum
d. Penurunan kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 200.000 / l) tetapi dalam
bentuk sel blast / sel primitif
3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel
kanker ke organ tersebut
4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5. Pungsi Lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat
6. Sitogenik : 50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a),
hiperploid (2n+a)
b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan
komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang
sangat kecil
J.

PENATALAKSANAAN

1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah
dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin,
arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan
sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat
samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau
kandidiagis. Hendaknya lebih berhaiti-hati bila jumiah leukosit kurang dari
2.000/mm3.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar
yang suci hama).
5. Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum tulang
yang rusak digantikan dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang
yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi.
Selain itu transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel
darah yang rusak karena kangker.
6. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai
diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi
BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk
antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik
dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan
cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel
leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga
diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
7. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya.
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan
mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut,
pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:

a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai
obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel
blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika
separuh dosis biasa.

d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama
10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500
rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi
ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan
dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna. (FKUI,
1985)
8. Pelaksanaan Kemoterapi, terdapat 3 fase pelaksanaan kemoterapi:
a. Fase induksi. Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase
ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan Lasparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit
berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel
muda kurang dari 5%

b. Fase Profilaksis. Sistem saraf pusat Pada fase ini diberikan terapi
methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk
mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan
hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf
pusat.
c. Konsolidasi. Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang
beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan
pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang
terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka
pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1.

Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh

Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi


Intervensi :
a. Pantau suhu
Rasionalnya : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
b. Tempatkan anak dalam ruangan khusus
Rasionanya : untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
c. Anjurkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum menyentuh pasien
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
d. Menggunakan masker setiap kali kontak dengan pasien
Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko
infeksi
e. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
f. Melakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
2.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia

Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas


Intervensi :
a. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dala aktifitas sehari-hari
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan

b. Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan


Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau
penyambungan jaringan
c. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau
dibutuhkan
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu
pemilihan intervensi
d. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
3.

Resiko terhadap perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah

trombosit
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda perdarahan
Rasional : Mengetahui tanda-tanda perdarahan
b. Anjurkan keluarga untuk memberitaukan apabila ada tanda perdarahan
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
c. Anjurkan keluarga untuk pergerakan pasien
Rasional : Keterlibatan keluarga dapat membantu untuk mencegah
terjadinya perdarahan lebih lanjut
d. Kolaborasi dalam monitor trombosit
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh
darah
4.

Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual)


Tujuan : - Tidak terjadi kekurangan cairan melalui feses
Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda dehidrasi
Rasional : Untuk mengetahui tindakan ang akan dilakukan
b. Berikan cairan oral dan parinteral
Rasional : sebagai upaya untuk mengatasi cairan yang keluar
c. Pantau intake dan output
Rasional : dapat mengetahui keseimbangan cairan
d. Kolaborasi Pemberian obat anti diare
Rasional : menghentikan diare
5.

Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan

efek samping agen kemoterapi

Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral


Intervensi :
a. Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional : untuk mendapatkan tindakan yang segera
b. Hindari mengukur suhu oral
Rasional : untuk mencegah trauma
c. Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari
yang dibalut kasa
Rasional : untuk menghindari trauma
d. Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau
tanpa larutan bikarbonat.
Rasional : untuk menuingkatkan penyembuhan
e. Gunakan pelembab bibir
Rasional : untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecahpecah (fisura)
f. Berikan diet cair, lembut dan lunak
Rasional : agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak
g. Inspeksi mulut setiap hari
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
h. Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional : untuk membantu melewati area nyeri
i. Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
Rasional : dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan
gigi, memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat
mengeringkan mukosa
j. Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
Rasional : untuk mencegah atau mengatasi mukositis
k. Berikan analgetik
Rasional : untuk mengendalikan nyeri
6.

Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia,

malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis Tujuan :
pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi :
a. Anjurkan orang tua untuk tetap memberikan asi
Rasional : Mempertahankan asupan nutrisi
b. Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional : Karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
c. Timbang berat badan pasien
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori.
d. Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian nutrisi
Rasional : Membantu proses penyembuhan dalam kebutuhan nutrisi
7.

Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia

Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang
dapat diterima anak.
Intervensi :
a. Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan atau keefektifan intervensi
b. Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non
invasif, alat akses vena.
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
c. Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu
pemberian atau obat
d. Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
e. Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri
8.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens

kemoterapi, radioterapi, imobilitas.


Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
a. Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah
perianal.
Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi
b. Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
c. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
d. Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional : efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat
terjadi dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi
e. Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit
f. Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negative
g. Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional : untuk meminimalkan iritasi tambahan
9.

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat

pada penampilan.
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
Intervensi :

a. Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan
warna rambut anak sebelum rambut mulai rontok.
Rasional : untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut
terhadap kerontokan rambut.
b. Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar
matahari, angin atau dingin.
Rasional : karena hilangnya perlindungan rambut
c. Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek
dan halus.
Rasional : untuk menyamarkan kebotakan parsial
d. Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan
mungkin warna atau teksturnya agak berbeda.
Rasional : untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan
penampilan rambut baru.
e. Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin ,
misalnya wig, skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik.
Rasional : untuk meningkatkan penampilan
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang
menderita leukemia.
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur
diagnostik atau terapi.
Intervensi :
a. Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pda anak
Rasional : untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu
b. Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari
staff
Rasional : untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan
c. Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu
anak menjalani kehidupan yang normal
Rasional : untuk meningkatkan perkembangan anak yang optimal
d. Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai
kehidupan anak sebelum diagnosa dan prospek anak untuk bertahan
hidup
Rasional : memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi
rasa takut secara realistis.
e. Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu anak
tentang hasil tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan
kemungkinan terapi tambahan.

Rasional : untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur


f. Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada.
Rasional : untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga
11.

Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan

anak.
Tujuan : pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian
anak.
Intervensi :
a. Kaji tahapan berduka terhadap anak dan keluarga
Rasional : pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas
perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami dan dapat membantu
pasien dan keluarga lebih efektif menghadapi kondisinya.
b. Berikan kontak yang konsisten pada keluarga.
Rasional : untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong
komunikasi.
c. Bantu keluarga merencanakan perawatan anak, terutama pada tahap
terminal
Rasional : untuk meyakinkan bahwa harapan mereka diimplementasikan
d. Fasilitasi anak untuk mengespresikan perasaannya melalui bermain
Rasional : memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa
yang dialami
12. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan penurunan jumlah leukosit
Intervensi keperawatan
Tujuan : peningkatan suhu tubuh dapat teratasi dengan Sb:36oC
a. Observasi tanda vital
Rasional : Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien
b. Anjurkan keluarga untuk memberi pasien minum
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
c. Berikan kompres air hangat
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang
mempercepat penurunan suhu tubuh.
d. Kolaborasi dalam pemberian obat
Rasional :Mempercepat penurunan suhu tubuh

You might also like