Professional Documents
Culture Documents
A.
f.
g. Lain-lain/Tandus/Pasir : 417 ha
B.
Hasil Penelitian
1. Analisa Univariat
a. Lingkungan Fisik Rumah
Ventilasi Rumah
Tidak Standar
Standar
Total
Sumber : Data Primer Tahun 2011
f
42
65
107
%
39,3
60,7
100
2) Dinding Rumah
Keadaan dinding rumah di wilayah kerja Puskesmas Cisaga
Kabupaten Ciamis dikelompokkan berdasarkan kategori standar dan
tidak standar seperti terlihat pada tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Lingkungan Fisik Rumah Responden
Berdasarkan Dinding Rumah di Wilayah Kerja
Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis
Tahun 2011
No
1
2
Dinding Rumah
Tidak Standar
Standar
Total
Sumber : Data Primer Tahun 2011
f
26
81
107
%
24,3
75,7
100
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Lingkungan Fisik Rumah Responden
Berdasarkan Atap Rumah di Wilayah Kerja
Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis
Tahun 2011
No
1
2
Atap Rumah
Tidak Standar
Standar
Total
Sumber : Data Primer Tahun 2011
f
24
83
107
%
22,4
77,6
100
Lantai Rumah
Tidak Standar
Standar
Total
Sumber : Data Primer Tahun 2011
f
29
78
107
%
27,1
72,9
100
Standar
f
%
65
60,7
81
75,7
83
77,6
78
72,9
77
72.0
Kejadian ISPA
Ya
Tidak
Total
Sumber : Data Primer Tahun 2011
f
32
75
107
%
29,9
70,1
100
2. Analisa Bivariat
a. Hubungan Antara Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA
Hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA di wilayah
kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis Tahun 2011 dapat dilihat pada
tabel 4.7 sebagai berikut:
Tabel 4.7
Hubungan Antara Ventilasi Rumah Dengan Kejadian ISPA
Di Wilayah Kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis
Tahun 2011
Kejadian ISPA
Ventilasi Rumah
Ya
Tidak
JUMLAH
F
%
F
%
F
%
Tidak Standar
30 71,4 12 28,6 42 100
Standar
2
3,1
63 96,9 65 100
Total
32 29,9 75 70,1 107 100
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2011
p-value
0,000
Tabel 4.8
Hubungan Antara Dinding Rumah Dengan Kejadian ISPA
Di Wilayah Kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis
Tahun 2011
Kejadian ISPA
Dinding Rumah
Ya
Tidak
JUMLAH p-value
F
%
F
%
F
%
Tidak Standar
23 88,5
3
11,5 26 100
Standar
9
11,1 72 88,9 81 100 0,000
Total
32 29,9 75 70,1 107 100
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2011
Berdasarkan data pada tabel 4.8 terlihat bahwa dari 26 responden
yang dinding rumahnya tidak standar paling banyak mengalami kejadian
ISPA yaitu 23 orang (88,5%) dan yang tidak hanya 3 orang (11,5%).
Sedangkan responden yang mempunyai dinding rumah standar paling
banyak tidak mengalami ISPA yaitu 72 orang (88,9%) dan yang mengalami
ISPA hanya 9 orang (11,1%). Hasil uji hipotesis dengan menggunakan chi
square diperoleh p-value sebesar 0,000 < 0,05. Angka ini menunjukkan
bahwa Ha diterima yang berarti ada hubungan antara dinding rumah
dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten
Ciamis.
Ya
Ya
C. Pembahasan
1. Lingkungan Fisik Rumah
a. Ventilasi Rumah
Berdasarkan data pada tabel 4.1 terlihat bahwa ventilasi rumah
responden di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis lebih
banyak yang standar yaitu 65 orang (60,7%), dan yang tidak standar
sebanyak 42 orang (39,3%).
Menurut Sukar (2001), ventilasi adalah proses pergantian udara
segar kedalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup
secara alamiah maupun buatan.
Banyaknnya balita yang tinggal diruangan yang mempunyai
ventilasi yang sesuai standar dapat mengurangi terjadinnya penularan
penyakit melalui udara. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan
kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat
racun akan meningkat. Tidak cukupnya ventilasi juga akan menyebabkan
kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Pertukaran hawa (ventilasi)
yaitu proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor secara
alamiah atau mekanis harus cukup.
b. Dinding Rumah
Berdasarkan data pada tabel 4.2 terlihat bahwa dinding rumah
responden di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis lebih
banyak yang standar yaitu 81 orang (75,7%), dan yang tidak standar
sebanyak 26 orang (24,3%).
Dinding merupakan salah satu bahan bangunan rumah untuk
mendirikan sebuah rumah (Anonim, 2003). Dinding rumah yang baik
menggunakan tembok, tetapi dinding rumah didaerah tropis khususnya di
pedesaan banyak yang berdinding papan, kayu dan bambu.
Banyaknya dinding rumah yang sesuai standar dapat mencegah
terjadinya ISPA. Dinding rumah selain berfungsi sebagai penyangga
atap juga untuk melindungi rumah dari gangguan serangan hujan dan
angin, juga melindungi dari pengaruh panas. Konstruksi dinding yang
tidak permanen dan terbuat dari anyaman bambu dapat merupakan faktor
yang berpengaruh terjadinya ISPApada bayi dan balita.
Bahan untuk dinding yang baik adalah dari pasangan batu bata.
Selain tahan api juga dapatmencegah hawa/udara dingin masuk ke dalam
rumah terutama pada malam hari yang dapat menimbulkan masuk angin
untuk balita dapat dihindari dari kedinginan yang lama kelamaandapat
menimbulkan batuk atau pilek (Prabu, 2008).
c. Atap Rumah
Berdasarkan data pada tabel 4.3 terlihat bahwa atap rumah
responden di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis lebih
banyak yang standar yaitu 83 orang (77,6%), dan yang tidak standar
sebanyak 24 orang (22,43%).
Salah satu fungsi atap rumah yaitu melindungi masuknya debu
dalam rumah. Atap sebaiknya diberi palfon atau langit-langit, agar debu
tidak langsung masuk ke dalam rumah (Nurhidayah, 2007). Menurut
Suryanto (2003), atap juga berfungsi sebagai cahaya alamiah dengan
menggunakan genting kaca. Genting kacapun dapat dibuat secara
sederhana, yaitu denggan melubangi genting, bisanya dilakukan pada
waktu pembuatannya, kemudian lubang pada genting ditutup oleh kaca.
Banyaknya rumah yang mempunyai atap standar dapat mengurangi
masuknya debu ke dalam rumah. Oleh karena itu rumah yang sehat
hendaknya mempunyai plafon. Plafon yang memenuhi sarat kesehatan
adalah yang terbuat dari bahan triplek. Plafon yang tidak memenuhi sarat
adalah yang terbuat dari bahan geribik dan rumah yang tidak memiliki
plafon. Tinggi minimum 2,4 meter, sebaiknya 3-4 meter (WHO) berfungsi
agar matahari tidak dirasakan langsung. Jenis atap yang baik adalah atap
yang tidak menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit serta suhu
panas didalam rumah.
d. Lantai Rumah
Berdasarkan data pada tabel 4.4 terlihat bahwa lantai rumah
responden di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabupaten Ciamis lebih
banyak yang standar yaitu 78 orang (72,9%), dan yang tidak standar
sebanyak 29 orang (27,1%). Banyaknya balita yang tinggal dirumah yang
memiliki jenis lantai yang sesuai standar dapat mengurangi penularan
penyakit yang diakibatkan kelembaban lantai.
Lantai merupakan salah satu bangunan rumah untuk melengkapi
sebuah rumah (Dinata, 2007). Lantai rumah dapat mempengaruhi
terjadinya penyakit ISPA krena lantai yang tidak memenuhi standar
merupakan media yang baik untuk perkembangan bakteri atau virus
penyebab ISPA. Lantai yang baik lantai yang dalam keadaan kering dan
tidak lembab. Bahkan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, jadi
paling tidak lantai perlu di plester dan akan lebih baik kalau dilapisi ubin
atau keramik yang mudah dibersihan.
Jenis lantai setengah plester dan tanah akan banyak mempengaruhi
kelembaban rumah. Lantai yang tidak rapat air dan tidak didukung
dengan ventilasi yang baik dapat menimbulkan peningkatan kelembaban
dan kepengapan yang akan memudahkan penularan penyakit.
Berdasarkan data pada tabel 4.8 terlihat bahwa ada hubungan antara
dinding rumah dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cisaga
Kabupaten Ciamis dengan p-value sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa risiko balita terkena ISPA akan meningkat jika tinggal
di rumah yang kondisi dinding rumahnya tidak memenuhi syarat.
Kondisi dinding rumah yang tidak memenuhi syarat ini disebabkan
karena status sosio ekonomi yang rendah, sehingga keluarga hanya mampu
membuat rumah dari dinding yang terbuat dari anyaman bambu atau belum
seluruhnya terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar. Dinding rumah
yang yang terbuat dari anyaman bambu maupun dari kayu umumnya
banyak berdebu yang dapat menjadi media bagi virus atau bakteri untuk
terhirup penghuni rumah yang terbawa oleh angin.
Hal ini terlhat juga dari hasil penelitian yaitu dari 26 responden yang
dinding rumahnya tidak standar paling banyak mengalami kejadian ISPA
yaitu 23 orang (88,5%) dan yang tidak hanya 3 orang (11,5%). Sedangkan
responden yang mempunyai dinding rumah standar paling banyak tidak
mengalami ISPA yaitu 72 orang (88,9%) dan yang mengalami ISPA hanya
9 orang (11,1%). Selanjutnya nilai odds ratio sebesar 61,333 yang
menunjukkan bahwa dinding rumah yang tidak standar mempunyai resiko
61,333 kali terkena ISPA daripada yang dinding rumahnya standar.
Dinding rumah selain berfungsi sebagai penyangga atap juga untuk
melindungi rumah dari gangguan serangan hujan dan angin, juga
juga
hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Retno
ini
Menurut
dikarenakan lantai rumah yang terbuat dari tanah yang tidak dipadatkan,
pada musim kemarau lantai tersebut berdebu, hal tersebut dapat menjadi
sarang dan berkembangbiaknya penyakit. Jenis lantai rumah tidak
permanen (misalnya lantai dari tanah) cenderung mengakibatkan balita
yang tinggal di rumah tersebut akan menderita ISPA. Karena lantai rumah
yang terbuat dari tanah akan menyebabkan kondisi dalam rumah menjadi
berdebu. Keadaan berdebu ini sebagai salah satu bentuk terjadinya polusi
udara dalam rumah (indoor air poolution). Debu dalam udara apabila
terhirup akan menempel pada saluran nafas bagian bawah. Akumulasi
penempelan debu tersebut akan menyebabkan balita sulit bernafas ataupun
sesak nafas.
Seperti dalam penelitian ini dari 29 responden yang lantai rumahnya
tidak standar paling banyak mengalami kejadian ISPA yaitu 22 orang
(75,9%) dan yang tidak hanya 7 orang (24,1%). Sedangkan responden yang
mempunyai lantai rumah standar paling banyak tidak mengalami ISPA
yaitu 68 orang (87,2%) dan yang mengalami ISPA hanya 10 orang (12,8%).
Selanjutnya nilai odds ratio sebesar 21,371 yang menunjukkan bahwa
lantai rumah yang tidak standar mempunyai resiko 21,371 kali terkena
ISPA daripada yang lantaii rumahnya standar.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Duni
Ramdani di Kabupaten Majalengka menunjukkan bahwa jenis lantai