Professional Documents
Culture Documents
Untuk beberapa kasus basah, terapi laser bisa membersihkan pembuluh darah abnormal
sehingga kekaburan penglihatan dapat dicegah. Tetapi, tidak semua kasus bisa diatasi dengan
terapi laser. Saat ini sedang dikembangkan berbagai obat dan prosedur operasi baru antara
lain terapi foto dinamik.
Faktor resiko gangguan ini selain karena usia tua, juga riwayat keluarga (genetik), ras
kaukasia serta merokok.
ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA
Anatomi Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima
rangsang cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri
atas lapisan:
1.
Lapisan
epitel
pigmen
2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai
bentuk
3.
ramping,
Membran
limitan
dan
eksterna
yang
sel
merupakan
kerucut.
membrane
ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor
dengan
sel
bipolar
dan
sel
horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar,
sel
amakrin
dengan
sel
ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optic.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil.
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi
bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir
sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrata.
Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada
system temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina
sensorik bertumpuk dengan membran Bruch, khoroid, dan sclera. Retina menpunyai tebal 0,1
mm pada ora serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina posterior
terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan cekungan
yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.
Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar membrana
Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan
inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri retina
sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam.
Fisiologi Retina
Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor
kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang
dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks
penglihatan.
Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan
warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan
hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal
ini menjamin penglihatan yang paling tajam.
Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan
diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah
bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna ( penglihatan
fototopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor
batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina
sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses
penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung redopsin, yang merupakan suatu
pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung
dengan 11-sis-retinal.
Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi
menjadi bentuk ali-trans. Redopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuh terbenam
di lempeng membram lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan cahaya
puncak oleh terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah biruhijau pada spektrum cahaya.
Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak
penyerapan panjang gelombang di 430, 540, dan 575 nm masing-masing untuk sel kerucut
peka-biru, -hijau, dan merah. Fotopigmen sel kerucut terdiri dari 11-sis-retinal yang terikat
ke berbagai protein opsin.
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk
penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak
dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya, sensitivitas
spektral retina bergeser dari puncak dominasi rodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan
muncul sensasi warna.
Suatu benda akan berwarna apabila benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap
panjang-panjang gelombang dan secara selektif memantulkan atau menyalurkan panjangpanjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400-700 nm). Penglihatan siang
hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan
batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.
PATOFISIOLOGI
Degenerasi makula yang terkait usia tipe kering ditandai oleh adanya atrofi dan degenerasi
retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat
yang bervariasi. Dari perubahan-perubahan di epitel pigmen retina dan membran Bruch yang
dapat dilihat secara oftalmoskopi adalah drusen yang sangat khas.
Drusen adalah endapan putih kuning, bulat, diskret, dengan ukuran bervariasi di belakang
epitel pigmen dan tersebar di seluruh makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu,
drusen dapat membesar, menyatu, mengalami kalsifikasi dan meningkat jumlahnya. Secara
histopatologis sebagian besar drusen terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinifilik yang
terletak di antara epitel pigmen dan membran Bruch; drusen mencerminkan pelepasan fokal
epitel pigmen.
Walaupun pasien dengan degenerasi makula biasanya hanya memperlihatkan kelainan non
eksudatif, sebagian besar pasien yang menderita gangguan penglihatan berat akibat penyakit
ini mengalami bentuk eksudatif akibat terbentuknya neovaskularisasi subretina dan
makulopati eksudatif terkait. Cairan serosa dari koroid di bawahnya dapat bocor melalui
defek defek kecil di membran Bruch sehingga mengakibatkan pelepasan-pelepasan lokal
epitel pigmen.
Peningkatan cairan tersebut dapat semakin menarik retina sensorik di bawahnya dan
penglihatan biasanya menurun apabila fovea terkena. Pelepasan epitel pigmen retina dapat
secara spontan menjadi datar dengan bermacam-macam akibat penglihatan dan meninggalkan
daerah geografik depigmentasi pada daerah yang terkena.
Dapat terjadi pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah baru ke arah dalam yang meluas ke
koroid sampai ruang subretina dan merupakan perubahan histopatologik terpenting yang
memudahkan timbulnya pelepasan makula dan gangguan penglihatan sentral yang bersifat
ireversivel pada pasien dengan drusen. Pembuluh pembuluh darah ini akan tumbuh dalam
konfigurasi roda-roda pedati datar atau sea-fan menjauhi tempat masuk ke dalam ruang sub
retina.
ETIOLOGI
Degenerasi macula dapat disebabkan oleh beberapa factor dan dapat diperberat oleh beberapa
factor resiko, diantaranya:
1. Umur, faktor resiko yang paling berperan pada terjadinya degenerasi makula adalah umur.
Meskipun degenerasi makula dapat terjadi pada orang muda, penelitian menunjukkan bahwa
umur di atas 60 tahun beresiko lebih besar terjadi di banding dengan orang muda. 2% saja
yang dapat menderita degenerasi makula pada orang muda, tapi resiko ini meningkat 30%
pada
orang
yang
berusia
di
atas
70
tahun.
2. Genetik, penyebab kerusakan makula adalah CFH, gen yang telah bermutasi atau faktor
komplemen H yang dapat dibawa oleh para keturunan penderita penyakit ini. CFH terkait
dengan
bagian
dari
sistem
kekebalan
tubuh
yang
meregulasi
peradangan.
3.
Merokok,
Merokok
dapat
meningkatkan
terjadinya
degenrasi
makula.
4. Ras kulit putih (kaukasia) adalah sangat rentan terjadinya degenerasi makula di banding
dengan
orang
Afrika
atau
yang
berkulit
hitam.
5. Riwayat keluarga, resiko seumur hidup terhadap pertumbuhan degenerasi makula adalah
50% pada orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga penderita dengan degenerasi
makula, dan hanya 12 % pada mereka yang tidak memiliki hubungan dengan degenerasi
makula.
6.
Hipertensi
dan
diabetes.
Degenerasi Makula menyerang para penderita penyakit diabetes, atau tekanan darah tinggi
gara-gara mudah pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil (trombosis) sekitar retina.
Trombosis mudah terjadi akibat penggumpalan sel-sel darah merah dan penebalan pembuluh
darah
7.
halus.
Paparan
terhadap
sinar
Ultraviolet
terletak di antara epitel pigmen dan membran Bruch; drusen mencerminkan pelepasan fokal
epitel pigmen.
Drusen dapat di bagi berdasarkan klinik dan histopatologi yakni drusen keras ( nodular),
drusen diffus ( konfluent), drusen halus ( granular ), dan drusen kalsifikasi . Selain drusen,
dapat muncul secara progresif gumpalan-gumpalan pigmen yang tersebar secara tidak merata
di daerah-daerah depigmentasi atrofi di seluruh makula.
2. Degenerasi Makula tipe eksudatif (tipe basah)
Degenerasi makula tipe ini adalah jarang terjadi namun lebih berbahaya di bandingkan
dengan tipe kering. Kira kira didapatkan adanya 10% dari semua degenerasi makula terkait
usia dan 90% dapat menyebabkan kebutaan. Tipe ini ditandai dengan adanya neovaskularisasi
subretina dengan tanda-tanda degenerasi makula terkait usia yang mendada atau baru
mengalami gangguan penglihatan sentral termasuk penglihatan kabur, distorsi atau suatu
skotoma baru.
Pada pemeriksaan fundus, terlihat darah subretina, eksudat, lesi koroid hijau abu-abu di
makula. Neovaskularisasi koroid merupakan perkembangan abnormal dari pembuluh darah
pada epitel pigmen retina pada lapisan retina. Pembuluh darah ini bisa mengalami perdarahan
dan menyebabkan terjadinya scar yang dapat menghasilkan kehilangan pusat penglihatan.
Scar ini disebut dengan Scar Disciform dan biasanya terletak di bagian sentral dan
menimbulkan gangguan penglihatan sentral permanen.
GEJALA KLINIS
Gejala-gejala klinik yang biasa didapatkan pada penderita degenerasi makula antara lain:
1.
Distorsi
penglihatan,
obyek-obyek
terlihat
salah
ukuran
atau
bentuk
Kehilangan
4.
Ada
5.
Kesulitan
kemampuan
daerah
kosong
membaca,
membedakan
atau
gelap
kata-kata
terlihat
warna
di
kabur
dengan
pusat
atau
jelas
penglihatan
berbayang
6. Secara tiba-tiba ataupun secara perlahan akan terjadi kehilangan fungsi penglihatan tanpa
rasa nyeri.
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan hasil pemeriksaan oftalmoskopi
yang mencakup ruang lingkup pemeriksaan sebagai berikut:
1. Test Amsler Grid, dimana pasien diminta suatu halaman uji yang mirip dengan kertas
milimeter grafis untuk memeriksa luar titik yang terganggu fungsi penglihatannya. Kemudian
retina
diteropong
melalui
lampu
senter
kecil
dengan
lensa
khusus.
2. Test penglihatan warna, untuk melihat apakah penderita masih dapat membedakan warna,
dan tes-tes lain untuk menemukan keadaan yang dapat menyebabkan kerusakan pada makula.
3. Kadang-kadang dilakukan angiografi dengan zat warna fluoresein. Dokter spesialis mata
menyuntikan zat warna kontras ini ke lengan penderita yang kemudian akan mengalir ke
mata dan dilakukan pemotretan retina dan makula. Zat warna ini memungkinkan melihat
kelainan pembuluh darah dengan lebih jelas.
DIAGNOSIS BANDING
Degenerasi macula khususnya tipe eksudat dapat di diagnosis banding dengan:
1.
2.
3.
Makroneurisme
Vaskulopati
koroid
Khorioretinopati
4.
serous
Kasus
polipoid
sentral
inflamasi
PDT dilakukan dengan menyuntikkan secara intravena bahan kimia serupa porfirin yang
diaktivasi oleh sinar laser nontermal saat sinar laser berjalan melalui pembuluh darah di
membrane subfovea. Molekul yang teraktivasi menghancurkan pembuluh darah namun tidak
merusak fotoreseptor. Sayangnya kondisi ini dapat terjadi kembali bahkan setelah terapi laser.
Apabila tidak ada neovaskularisasi retina, tidak ada terapi medis atau bedah untuk pelepasan
epitel pigmen retina serosa yang terbukti bermanfaat. Pemakaian interferon alfa parenteral,
misalnya, belum terbukti efektif untuk penyakit ini. Namun apabila terdapat membrane
neovaskular subretina ekstrafovea yang berbatas tegas (200 um dari bagian tengah zona
avaskular fovea), diindikasikan fotokoagulasi laser.
Dengan angiografi dapat ditentukan dengan tepat lokasi dan batas-batas membrane
neovaskular yang kemudian diablasi secara total oleh luka-luka bakar yang ditimbulkan oleh
laser. Fotokoagulasi juga menghancurkan retina di atasnya tetapi bermanfaat apabila
membrane subretina dapat dihentikan tanpa mengenai fovea.
Fotokoagulasi laser krypton terhadap neovaskularisasi subretina avaskular fovea (? 200 um
dari bagian tengah zona avaskular fovea) dianjurkan untuk pasien nonhipertensif. Setelah
fotokoagulasi membrane neovaskular subretina berhasil dilakukan, neovaskularisasi rekuren
di dekat atau jauh dari jaringan parut laser dapat dapat terjadi pada separuh kasus dalam 2
tahun.
Rekurensi sering disertai penurunan penglihatan berat sehingga pemantauan yang cermat
dengan Amsler grid, oftalmoskopi dan angiografi perlu dilakukan. Pasien dengan gangguan
penglihatan sentral di kedua matanya mungkin memperoleh manfaat dari pemakaian berbagai
alat bantu penglihatan kurang.
Selain itu terapi juga dapat dilakukan di rumah berupa pembatasan kegiatan dan follow up
pasien dengan mengevaluasi daya penglihatan yang rendah. Selain itu dengan
mengkomsumsi multivitamin dan antioksidan ( berupa vitamin E , vitamin C, beta caroten,
asam cupric dan zinc), karena diduga dapat memperbaiki dan mencegah terjadinya degenerasi
makula. Sayuran hijau terbukti bisa mencegah terjadinya degenerasi makula tipe kering.
Selain itu kebiasaan merokok dikurangi dan dan pembatasn hipertensi.
PROGNOSIS
Bentuk degenerasi makula yang progresif dapat menyebakan kebutaan total sehingga
aktivitas dapat menurun. Prognosis dari degenerasi makula dengan tipe eksudat lebih buruk
di banding dengan degenerasi makula tipe non eksudat. Prognosis dapat didasarkan pada
terapi, tetapi belum ada terapi yang bernilai efektif sehingga kemungkinan untuk sembuh
total sangat kecil.