You are on page 1of 2

Orientasi hidup dengan mengutamakan pemenuhan keinginan dengan

mengesampingkan kebutuhan, berakumulasi berupa kerapuhan moral. Keadaan


seperti ini sangat berarti bagi kaum kapitalis pemilik alat-alat teknologi dan industri
untuk semakin bisa leluasa melipatgandakan keuntungan, yang selanjutnya
semakin memperkuat posisi dan fungsinya sebagai penguasa di dalam masyarakat,
bangsa dan Negara secara internasional. Sehingga pada waktu yang bersamaan
mereka semakin tidak kuasa melepaskan ketergantungannya terhadap pihak
penguasa (kaum kapitalis) itu tadi. Kini orientasi perekonomian berubah
substansinya dari pertumbuhan menjadi hasil berupa sejumlah uang. Selanjutnya
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup berubah dari process oriented
menjadi result oriented. Melalui jalan manapun ditempuh, asal menjadi uang untuk
memenuhi ambisi keinginannya.

Hidup di bawah kekuasaan ekonomi jauh lebih berat dibandingkan dengan politik.
Karena ekonomi mempunyai tingkat persoalan yang lebih dekat dengan
kelangsungan hidup. Fakta membuktikan bahwa secara politik banyak bangsa
merdeka, tetapi secara ekonomi ternyata semakin banyak bangsa dan Negara yang
terjajah. Celakanya, penjajahan dewasa ini berjenjang-jenang politis structural,
mulai dari tingkat pemerintahan, RT, RW, kelurahan, kecamatan, kabupaten,
provinsi, sampai jenjang nasional (negara) dan bahkan internasional (Negara lain).
Karena begitu kuat sistem jenjang ambisi untuk memenuhi keinginan itu maka
moralitas individual dan sosial hancur dan akibatnya merusak sistem lingkungan
alam ini sendiri.

Lebih daripada masalah ekonomi, teknologi dan perindustrian seharusnya dapat


difungsikan sebagai suatu jalan menuju pertumbuhan masyarakat terdidik. Karena
memang teknologi dan perindustrian adalah lahir dan berkembang dari kegiatan
sistematis kependidikan. Jadi secara etis wajarlah jika teknologi dan perindustrian
justru bertanggung jawab terhadap pendidikan dalam kegiatan memproduksi dan
memasarkan hasil produksinya. Produsen, harus secara cerdas dan bijaksana
memproduksi dan memasarkan barang-barang yang memang secara real
dibutuhkan oleh masyarakat konsumen. Untuk itu, pembagian keuntungan secara
target seharusnya bukan secara sepihak bagi para produsen saja melainkan juga
bagi seluruh konsumen. Jika produsen meraup keuntungan maka keuntungan itu
haruslah juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas sebagai konsumen, agar
kehidupan mereka menjadi semakin adil, cerdas, sehat, tenteram dan damai.

Perindunstrian yang berorientasi mendidik konsumen, haruslah etis terhadap


masyarakat konsumen. Seperti misalnya menjelaskan secara rinci kegunaan dan
manfaat barang produksinya, lengkap dengan kondisi pemakaiannya dan sekaligus
kelemahannya. Produsen seharusnya juga melakukan kontrol pemasaran. Sebab
sering terjadi di pasar, nilai jual jauh lebih tinggi daripada harga dasar (pabrik).
Sering terjadi manipulasi dengan tetap memasarkan barang yang sudah tidak layak
jual, terutama bahan makanan dan minuman. Sistem pemasaran dengan

propaganda sistem kredit ringan. Sistem kredit dalam pemasaran barang,


mungkin menurut pertimbangan tertentu bisa menguntungkan. Tetapi menurut
pertimbangan berbeda bisa juga merugikan konsumen, yaitu ketika kredit sudah
menjadi watak konsumen. Dalam keadaan begini, jika tidak terkendali maka
konsumen bisa dalam jeratan kredit sepanjang masa. Begitulah mungkin yang
disebut era masyarakat industri dengan kecenderungan pembodohan
masyarakat.

Dari uraian panjang-lebar tentang hubungan antara manusia dan pendidikan, dapat
disimpulkan beberapa hal penting, berikut ini:
1. Titik temu antara asal mula kehidupan dan pendidikan,
2. Titik temu antara tujuan hidup dan pendidikan, dan
3. Titik temu antara eksistensi kehidupan dan pendidikan
Dari titik temu itu, muncul satu kelompok persoalan seperti:
1.
2.
3.
4.

Bagaimanakah sifat hubungan diantaranya?


Adakah hubungan fungsional antara kehidupan dan pendidikan?
Tanpa pendidikan, seperti apakah model kehidupan ini?
Tanpa problematika kehidupan, masihkah pendidikan diperlukan?

Secara akumulatif, persoalan itu dapat diatasi dengan suatu asumsi yang
cenderung meyakini bahwa:
1. Hubungan antara hakikat asal mula dan tujuan kehudipan manusia dengan
pendidikan bersifat menentukan. Secara fungsional keduanya mendasari arah
proses pendidikan kearah dimensi spiritual (pencerdasan spiritual)
2. Sedangkan hubungan antara eksistensi kehidupan manusia dengan
pendidikan bersifat menentukan pula, yaitu mendasari proses pendidikan ke
arah pencerdasan intelektual berupa keahlian dan kecakapan hidup dan
pencerdasan emosional berupa perilaku terkendali.

You might also like