You are on page 1of 20

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Data Awal
Upaya peningkatan mutu pendidikan telah banyak dilakukan oleh
pemerintah maupun guru. Pemerintah telah menempuh cara untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dengan mengadakan buku paket di
sekolah-sekolah, sedangkan berbagai metode telah dilakukan guru dalam
pembelajaran. Sehingga guru merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan dalam proses pembelajaran. Dalam konteks ini guru berperan,
bertugas dan bertanggung jawab serta sebagai penilai. Guru sebagai penilai
harus menyimpulkan, menganalisis, menafsirkan dan harus memberikan
pertimbangan atas keberhasilan pembelajaran tersebut,

berdasarkan

kriteria yang telah ditetapkan.


Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional atau bahasa negara.
Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonsia berorientasi pada
hakikat pembelajaran bahasa bahwa belajar bahasa adalah belajar
berkomunukasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan
nilai-nilai kemanusiaannya (Depdiknas, 2004:2). Pembelajaran bahasa
Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis serta
menimbulkan penghargaan terhadap hasil cipta manusia.
Secara umum mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar
peserta didik mamiliki kemampuan antara lain: 1) menghargai dan bangga
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa
negara, 2) memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan
fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai
tujuan, keperluan, dan keadaan, 3) menggunakan bahasa Indonesia untuk
meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan
sosial, 4) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai denga etika yang
berlaku, baik secara lisan maupun tulis, 5) menikmati dan memanfaatkan
karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, 6) menghargai dan


membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia (Depdiknas, 2006:2).
Kesenjangan antara harapan dan kenyataan seperti itu menandai
adanya masalah terkait dengan pengelolaan pembelajaran yang dilakukan
guru. Kalaulah pembelajaran ini dikelola dengan baik, kecil kemungkinan
untuk gagal. Ini disadari benar mengingat guru yang dimaksud adalah
peneliti sendiri. Oleh karena itu peneliti bermaksud memperbaikinya
dengan menerapkan konsep belajar aktif sebagai solusinya. Besar harapan
melalui konsep belajar ini aktivitas belajar siswa makin bermakna
sehingga kekurangmampuannya di masa lalu mengalami peningkatan yang
sangat berarti.
Dalam pembelajaran yang berhubungan dengan penyampaian
pesan yang diterima melalui telepon sesuai dengan isi pesan, menunjukkan
ahasil yang kurang memuaskan. Hal ini karena kurangnya siswa dalam
pengalaman dan membaca buku. Dengan banyak membaca pasti banyak
informasi bisa diketahui. Ada istilah lain membaca adalah pintu masuk
menuju dunia. Hal tersebut tidak berlebihan, memang benar jika dengan
membaca kita seolah-olah masuk dalam dunia yang kita baca. Membaca
merupakan kunci pokok untuk mencapai suatu keberhasilan.
Dari tes formatif yang peneliti lakukan, ternyata hasilnya tidak
sesuai dengan yang peneliti harapkan. Hasil tes formatif menunjukkan
penguasaan siswa terhadap materi tersebut masih rendah. Karena hanya
12 siswa (26,66%) yang mencapai tingkat 80 % ke atas dari 45 siswa.
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian sebagaimana latar belakang masalah di atas,
peneliti meminta bantuan supervisor dan teman sejawat untuk membantu
mengidentifikasi kekurangan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Dari
hasil

diskusi

terungkap

pembelajaran, yaitu :

beberapa

masalah

yang

terjadi

dalam

a. Kurangnya motivasi belajar siswa


b. Siswa kurang menguasai materi pembelajaran
c. Siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran.
d. Kurangnya kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang
disajikan oleh guru.
e. Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran masih sangat
kurang
f. Ketidakberanian siswa dalam menanyakan materi pelajaran yang belum
jelas atau belum dikuasai.
g. Situasi pembelajaran yang kurang menarik dan menyenangkan sehingga
terkesan kaku.
3. Analisis Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis merasa perlu untuk
merefleksi diri sejauhmana kemampuan pribadi di dalam proses
pembelajaran. Selain itu juga melakukan diskusi dengan teman sejawat,
melakukan kegiatan literatur mengenai masalah yang dihadapi dalam
proses pembelajaran sehingga diketahui kemungkinan adanya kelemahan
dalam proses pembelajaran sebagai berikut :
a. Kurang tepatnya metode pembelajaran yang digunakan guru dalam
pembelajaran
b. Guru dalam menjelaskan tidak menggunakan media pembelajaran yang
sesuai.
c. Guru tidak melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
d. Metode penyajian materi yang digunakan guru tidak sesuai dengan
karakteristik dan tahap perkembangan siswa sekolah dasar
e. Guru kurang mampu mengelola kelas dan ini berdampak pada proses
edukatif yang diharapkan kurang berhasil
Atas dasar itulah, peneliti merasa termotivasi untuk melakukan
perbaikan pembelajaran agar hasil belajar siswa dapat meningkat. Upaya
perbaikan yang peneliti lakukan dengan mengadakan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) di Kelas III SD Negeri Bantarmangu 03 Kecamatan Cimanggu

Kabupaten Cilacap mata pelajaran Bahasa Indonesia materi pokok dialog


melalui telepon, dengan menggunakan metode bermain peran
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan kajian masalah sebagaimana terpapar pada latar belakang,
maka dapat dirumuskan masalahnya untuk menjadi fokus perbaikan
pembelajaran adalah
1. Apakah dengan menggunakan model bermain peran dapat meningkatkan
minat

siswa III SD Negeri Bantarmangu 03 Kecamatan Cimanggu

Kabupaten Cilacap pada pelajaran Bahasa Indonesia materi pokok dialog


melalui telepon.
2. Apakah dengan menggunakan model bermain peran dapat meningkatkan
hasil belajar siswa III SD Negeri Bantarmangu 03 Kecamatan Cimanggu
Kabupaten Cilacap pada pelajaran Bahasa Indonesia materi pokok dialog
melalui telepon.
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan

penelitian tindakan

kelas ini, adalah :


1. Untuk meningkatan minat belajar siswa III SD Negeri Bantarmangu 03
Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap pembelajaran mata pelajaran
bahasa Indonesia, materi pokok

dialog melalui telepon

dengan

menggunakan metode bermain peran.


2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa III SD Negeri Bantarmangu 03
Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap pembelajaran mata pelajaran
bahasa Indonesia, materi pokok

dialog melalui telepon

dengan

menggunakan metode bermain peran.


D. Manfaat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat
yang luas bagi :

1. Guru
a. Guru dapat memperbaiki kinerjanya, berkembang secara profesional,
dan dapat meningkatkan rasa percaya diri.
b. Untuk memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya karena memang
sasaran akhir PTK adalah perbaikan pembelajaran
c. Guru mendapat kesempatan untuk berperan aktif mengembangkan
pengetahuan dan ketrampilan sendiri.
2. Siswa
a. Siswa dapat meningkatkan hasil belajar
b. Siswa dapat mengetahui cara melakukan percakapan melalui telepon
dengan baik
c. Siswa dapat mempergunakan telepon dengan tepat dan hemat
3. Sekolah
a. Meningkatkan sekolah untuk berkembang
b. Mengembangkan mutu dan hasil belajar siswa
c. Menciptakan hubungan koleginal yang sehat
d. Menumbuhkan iklim kerjasama yang kondusif
e. Mempunyai kesempatan yang besar untuk berubah secara menyeluruh.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk beromunikasi
dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun
secara tulisan, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya
kesastraan manusia Indonesia. Standar kompetensi mata pelajaran bahasa
Indonesia merupakan kulalifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan
siap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kopetensi ini
merupakan dasar bagi pesrta didik untuk memahami dan merspon situasi
lokal, regional, nasional, dan global (Depdiknas, 2003)

Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup


komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastera yang
meliputi aspek - aspek sebagai berikut : (1). Mendengarkan, (2). Berbicara,
(3). Membaca dan (4). Menulis.
Menurut Halliday, siswa itu belajar berbahasa, belajar melalui
bahasa, dan belajar tentang bahasa. Pengembangan bahasa pada anak
merupakan kesempatan menggunakan bahasa. Oleh karena itu, kita
membutuhkan lingkungan pendidikan yang memberikan kesempatan yang
banyak atau upaya bagi siswa untuk menggunaan bahasa di dalam caracara yang fungsional (Puskur, 2007 : 2)
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa Degeng
(1989). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat
mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang
dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa,
analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi
pembelajaran,

menetapkan

strategi

penyampaian

pembelajaran,

menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur


pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar harus
memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap
jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi
pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran,
diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi. Gilstrap dan Martin
(1975) juga menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan
keberhasilan pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar
dalam menetapkan strategi pembelajaran.
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh
karena

itu,

pembelajaran

bahasa

diarahkan

untuk

meningkatkan

kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis


(Depdikbud, 1995). Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa
kompetensi pebelajar bahasa diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu
membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan.

Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999)


adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi.
Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya
tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya
itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan.
Sementara itu, dalam kurikulum 2004 untuk SMA dan MA, disebutkan
bahwa tujuan pemelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia secara umum
meliputi (1) siswa menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara, (2) siswa
memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi,serta
menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan,
keperluan, dan keadaan, (3) siswa memiliki kemampuan menggunakan
Bahasa

Indonesia

untuk

meningkatkan

kemampuan

intelektual,

kematangan emosional,dan kematangan sosial, (4) siswa memiliki disiplin


dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis), (5) siswa mampu
menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan
kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan (6) siswa menghargai dan
membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia.
Untuk mencapai tujuan di atas, pembelajaran bahasa harus
mengetahui prinsip-prinsip belajar bahasa yang kemudian diwujudkan
dalam kegiatan pembelajarannya, serta menjadikan aspek-aspek tersebut
sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya. Prinsip-prinsip belajar
bahasa dapat disarikan sebagai berikut. Pebelajar akan belajar bahasa
dengan baik bila (1) diperlakukan sebagai individu yang memiliki
kebutuhan dan minat, (2) diberi kesempatan berapstisipasi dalam
penggunaan bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas,
(3) bila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk,
keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa,
(4) ia disebarkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung

dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran, (5) jika menyadari
akan peran dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik
yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan (7) jika diberi kesempatan
untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994).
2. Belajar
Belajar merupakan proses perkembangan hidup manusia. Dengan
belajar manusia melakukan perubahan yang bersentuhan dengan aspek
kejiwaan dan mempengaruhi tingkah laku individu sehingga tingkah
lakunya berkembang. Dengan demikian tidak semua perubahan tingkah
laku adalah hasil belajar seperti tingkah laku akibat tabrakan, akibat gila,
dan sebagainya (Abu Ahmadi dan Widodo,2003:127).
3. Pembelajaran
Tugas guru adalah menciptakan suasana dalam proses pembelajaran
agar terjadi interaksi belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk
belajar dengan baik dan sungguh-sungguh. Untuk itu guru seyogianya
memiliki kemampuan untuk melakukan interaksi belajar mengajar dengan
baik. Salah satu kemampuan yang sangat penting adalah kemampuan
mengatur proses pembelajaran.
Dalam kegiatan proses pembelajaran terdapat dua hal yang turut
menentukan berhasil tidaknya proses pembelajaran dan pengajaran itu
sendiri. Keberhasilan pengajaran, dalam arti tercapai tujuan intruksional,
sangat bergantung pada kemampuan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Sebab Proses pembelajaran yang baik dapat menciptakan
situasi yang memungkinkan anak belajar sehingga merupakan titik awal
keberhasilan pembelajaran (Wijaya, 1987:197).
Siswa dapat belajar dengan baik dalam suasana yang wajar tanpa
tekanan dalam kondisi yang merangsang untuk belajar. Dalam kegiatan
belajar mengajar diperlukan sesuatu yang memungkinkan siswa
berkomunikasi baik dengan guru, temannya maupun lingkungan sekitar.
Untuk menciptakan suasana gairah dalam belajar dan meningkatkan
prestasi belajar siswa, maka guru harus memperhatikan dan
mempertahankan organisasi proses pembelajaran yang efektif dengan cara
menyusun rencana pembelajaran.

Kesuksesan suatu pembelajaran bergantung pada pondasinya, yaitu


guru dengan kemampuannya dalam merancang bangun perencanaan
pembelajaran dan ia memiliki kesanggupan untuk melaksanakan segala
sesuatunya yang telah direncanakannya dalam perencanaan pembelajaran.
Di samping itu yang tidak kalah pentingnya, adalah guru memiliki
kesiapan fisik dan mental untuk melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan yang telah direncanakan dan mengadakan evaluasi untuk
mengetahui perubahan kemampuan siswa.
Sehubungan dengan pernyataan di atas, Hidayat (1999:98)
mengemukakan bahwa merencanakan kegiatan belajar mengajar
merupakan langkah penting yang harus ditempuh guru sebelum
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Suatu pembelajaran
tanpa ditunjang dengan perencanaan yang matang, mustahil akan berjalan
dengan lancar.
4. Prestasi Hasil Belajar
Menurut Syaiful Bahri Djamarah, prestasi adalah hasil dari suatu
kegiatan yang telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun
secara kelompok Pendapat ini berarti prestasi tidak akan pernah
dihasilkan apabila seseorang tidak melakukan kegiatan. Hasil belajar atau
prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah
melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu prestasi belajar bukan ukuran,
tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan
seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari
prestasi belajar seseorang tersebut.
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan
siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya
seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya
untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar
mengajar berlangsung. Adapaun prestasi dapat diartikan hasil diperoleh
karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. Namun banyak orang
beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu
dan menuntut ilmu. Ada lagi yang lebih khusus mengartikan bahwa belajar
adalah menyerap oengetahuan. Belajar adalah perubahan yang terjadi
dalam tingkah laku manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi apabila
tidak ada suatu yang mendorong pribadi yang bersangkutan.

10

Menurut Gagne, prestasi belajar dapat dikelompokkan ke dalam


5 (lima) kategori yaitu : 1) keterampilan intelektual, 2) informasi verbal, 3)
strategi kognitif, 4) keterampilan motorik, dan 5) sikap . Prestasi belajar
Gagne di atas hampir sejalan dengan pemikiran Bloom. Menurut Bloom,
prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga) kawasan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan
prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian
prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian
belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang
berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari
pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan.
Sehubungan dengan prestasi belajar, Poerwanto (1986:28) memberikan
pengertian prestasi belajar yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam
usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.
Selanjutnya Winkel (1996:162) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah
suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam
melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.
Sedangkan menurut S. Nasution (1996:17) prestasi belajar adalah:
Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan
berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek
yakni: kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi
kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam
ketiga kriteria tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa
prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam
menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam
proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat
keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan
dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami
proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah
diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi
atau rendahnya prestasi belajar siswa.
5. Metode Bermain peran

11

Metode bermain peran adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan


pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.
Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan
memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada
umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa
yang diperankan.
Menurut Drs. H. Martinis Yamin (166 : 2007), Metode bermain
peran adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau
lebih tentang suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing
sesuai dengan tokoh yang ia lakoni, mereka berinteraksi sesama meraka
melakukan peran terbuka. Metode ini dapat dipergunakan di dalam
mempraktik isi pelajaran yang baru, mereka diberi kesempatan seluasluasnya untuk memerankan sehingga menemukan kemungkinan masalah
yang akan dihadapi dalam pelaksanaan sesungguhnya. Metode ini
menuntutkan guru untuk mencermati kekurangan dari peran yang
diperagakan siswa.
Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk
menghadirkan peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu
pertunjukan peran di dalam kelas yang kemudian dijadikan sebagai
bahan refleksi agar siswa memberikan penilaian terhadap isi peran
tersebut. Misalnya : menilai keunggulan maupun kelemahan masingmasing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran atau alternatif
pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini lebih
menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam pertunjukan dan
bukan pada kemampuan pemain atau siswa dalam melainkan permainan
peran.
Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan
bagi anak. Apa yang dilakukan siswa adalah suatu bentuk permainan,
untuk itu bermain peran juga sangat mendukung kemampuan dan daya
pikir siswa, karena dengan bermain peran siswa dapat merasakan perasaan

12

orang lain, tenggang rasa, dan toleransi yang menimbulkan diskusi yang
hidup karena siswa menghayati sendiri perannya. (Roetiyah, NK : 1998).
Metode ini biasanya digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai
berikut :
a) Agar pelajar dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain.
b) Agar pelajar dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.
c) Agar dapat belajar bagaimana mengambil keputusan secara spontan
dalam situasi kelompok.
d) Untuk merangsang kelas agar berpikir dan memecahkan masalah.
Sunarto. A, (2008 : 145) mendeskripsikan metode bermain peran
adalah

suatu

cara

penguasaan

bahan-bahan

pelajaran

melalui

pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi


dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh
hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari
satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Bermain
peran dan bermain peran pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku
dalam hubungannya dengan masalah sosial. Metode ini biasanya
digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut :
1. Agar pelajar dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain.
2. Agar pelajar dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.
3. Agar dapat belajar bagaimana mengambil keputusan secara spontan
dalam situasi kelompok.
4. Untuk merangsang kelas agar berpikir dan memecahkan masalah.
Kelebihan metode pembelajar dengan menggunakan Bermain
peran antar lain :
1. Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan
untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
2. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
3. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan
dalam situasi dan waktu yang berbeda.

13

4. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan


pada waktu melakukan permainan.
5. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi
anak.
Sebagaimana dengan metode-metode yang lain, metode bermain
peran dan bermain peranan memiliki sisi-sisi kelemahan. Namun yang
penting disini, kelemahan dalam suatu metode tertentu dapat ditutupi
dengan memakai metode yang lain.
Mungkin sekali kita perlu memakai metode diskusi, ausid visual,
tanya jawab dan metode-metode lain yang dapat dianggap melengkapi
metode bermain peran.
Kelemahan metode bermain peran ini terletak pada :
a. Bermain peran dan bermain peranan memelrukan waktu yang relatif
panjang/banyak
b. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru
maupun murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya
c. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk
memerlukan suatu adegan tertentu
d. Apabila pelaksanaan bermain peran dan bermain pemeran mengalami
kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi
sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai
e. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini
E. Kerangka Berpikir

Kondisi Awal

Pembelajaran
menggunakan
role play

tidak Minat dan hasil belajar siswa belum maksimal


metode

Pembelajaran
Siklus I
Tindakan
menggunakan
metode Salah satu siswa diminta memperagakan di depan kel
Guru memperagakan cara berdialog melalui telepon dengan peragaan.
Siswa memperhatikan.
role play

14

Siklus II
Guru menentukan tokoh dan peran, kemudian membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok memperagakan cara berdialo

Siklus III
Siswa melaksanakan kegiatan role play di depan kelas, siswa lain memperhatikan dengan seksama. Guru berperan sebagai pengamat dan pengambi

Kondisi Akhir

Minat belajar dan hasil belajar siswa meningkat


sehingga tingkat ketuntasan belajar dapat tercapai
secara maksimal sesuai dengan kriteria yang
ditentukan

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas


F. Hipotesis Tindakan
1. Penggunaan model bermain peran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
materi pokok dialog melalui telepon akan dapat meningkatkan minat
belajar siswa kelas III SDN Bantarmangu 03 Kecamatan Cimanggu
Kabupaten Cilacap.
2. Peningkatan hasil belajar siswa akan berdampak positif terhadap terhadap
peningkatan hasil belajar siswa kelas III SDN Bantarmangu 03 Kecamatan
Cimanggu Kabupaten Cilacap.

15

G. Kriteria Keberhasilan
Kriteria untuk mengukur tingkat keberhasilan upaya perbaikan
pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil jika

siswa dapat

menguasai materi pembelajaran minimal 80% atau mendapat nilai 80.


2. Proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil jika 85% dari jumlah
siswa tuntas dalam belajar.
3. Proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil jika 85% dari jumlah
siswa berminat dalam mengikuti pelaksananaan proses pembelajaran.
III. METODE PENELITIAN
a. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Dalam penilitian ini penulis mengambil lokasi di SD Negeri
Bantarmangu 03 UPT Disdikpora Kecamatan Cimanggu Kabupaten
Cilacap Tahun Pelajaran 2010/2011. Penulis mengambil lokasi atau
tempat ini dengan pertimbangan bekerja pada sekolah tersebut, sehingga
memudahkan dalam mencari data, peluang waktu yang luas dan subyek
penlitian yang sangat sesuai dengan profesi penulis
2. Waktu penelitian
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2011 s.d
April 2011, dengan perincian sebagai berikut:

1. Tahap persiapan, minggu pertama, bulan Maret 2011.


2. Tahap pelaksanaan, minggu kedua, ketiga dan keempat bulan Maret
dan minggu pertama dan kedua bulan April 2011
3. Tahap laporan, minggu ketiga dan keempat bulan April 2011.

16

b. Subyek Penelitian
Subyek pelaksanaan perbaikan pembelajaran melalui penelitian
tindakan kelas ini adalah siswa kelas III SD Negeri Bantarmangu 03 UPT
Disdikpora Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran
2010/2011.

c. Data dan Sumber Data


1. Data
Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dan kuantitatif yang
terdiri atas:
a. Proses belajar mengajar
b. Data Hasil Belajar / tes formatif
c. Data keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan kegiatan
2. Sumber Data
Sumber Data dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SD Negeri
Bantarmangu 03 UPT Disdikpora Kecamatan Cimanggu Kabupaten
Cilacap Tahun Pelajaran 2010/2011 dengan jumlah siswa sebanyak 45
orang terdiri dari siswa laki-laki sebanyak 20 orang dan perempuan 25
orang.

d. Teknik Pengumpulan Data


1. Data proses belajar mengajar diambil saat pelaksanaan perbaikan tindakan
kelas dengan menggunakan lembar observasi.
2. Data hasil belajar diambil dengan mengadakan tes formatif
3. Data tentang keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan diambil
dari RPPP dan lembar observasi
4. Dari hasil pengambilan data baik data proses belajar mengajar, tes formatif
dan data keterkaitan kemudian dianalisis untuk mencari alternatif
pemecahan pada perbaikan pembelajaran berikutnya.

17

e. Validitas Data
Untuk menjamin kebenaran data yang dikumpulkan dan dicatat dalam
penelitian maka dipilih dan ditentukan cara-cara yang tepat untuk
mengembangkan validitas data yang diperolehnya. Dalam penelitian ini akan
digunakan teknik triangulasi.
Menurut Lexy Moeleong (2000:178) Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut. Validitas data dimaksudkan agar data yang dikumpulkan untuk
keperluan penelitian ini nantinya adalah data yang valid. Menurut Nasution
(1998 : 144) ada beberapa cara yang dilakukan agar kebenaran has'il
penelitian dapat dipercaya, yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Memperpanjang masa observasi
2. Pengamatan yang terus menerus
3. Trianggulasi
Dalam penelitian ini Validitas data dilakukan dengan teknik triangulasi.
Triangulasi dilakukan dengan maksud untuk mengecek kebenaran data yang
diperoleh dan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber
lain. Kebenaran hasil wawancara dengan wali kelas dapat dibandingkan
dengan arsip atau dokumen maupun melalui pengarnatan ketika proses belajar
berlangsung. Triangulasi sumber data dilakukan untuk mengecek kebenaran
data dari guru kelas maupun anak. Sedangkan triangulasi metode dilakukan
dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda untuk
mendapatkan data yang sama. Observasi dapat dicek kebenarannya dari arsip
atau dokumen dan wawancara.

f. Teknik Analisa Data


Pada penelitian tindakan kelas, data dianalisis sejak tindakan
pembelajaran dilakukan, dilambangkan selama proses refleksi sampai proses
penyusunan laporan. Analisis data ini dilakukan secara kualitatif melalui tiga
alur. Menurut Miles dan Hubermen (1992: 15-20) alur yang meliputi reduksi

18

data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Sedang


menurut Sutama (2000:104) reduksi adalah proses pemilihan pemusatan
perhatian pada penyederhanaan dan transportasi data kasar yang muncul dari
catatan tertulis di lapangan. Dalam penelitian ini data diperoleh dari tes,
observasi dan wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait langsung dalam
proses belajar mengajar, hasil reduksi berupa uraian singkat yang telah
digolongkan dalam suatu kegiatan tertentu.
Penyajian data berupa sekumpulan infomasi dalam bentuk teks naratif
yang disusun, diatur serta diringkas dalam bentuk kategori sehingga mudah
dipahami makna yang terkandung didalamnya. Sedangkan penarikan
kesimpulan dilaksanakan secara bertahap yaitu dari kumpulan makna setiap
kategori disimpulkan sementara, kemudian diadakan vertifikasi untuk
menyimpulkan dengan tepat melalui diskusi bersama mitra kolaborasi agar
memperoleh derajat kepercayaan yang tinggi. Analisis data menggunakan
analisis deskriptif komperatif dengan grafik yaitu membandingkan kondisi
nilai tes awal siklus I, siklus II dan nilai tes setelah siklus III.

g. Kriteria Keberhasilan
Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini dapat ditetapkan sebagai
berikut.
1. Proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil jika

siswa dapat

menguasai materi pembelajaran minimal 80% atau mendapat nilai 80.


2. Proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil jika 85% dari jumlah
siswa tuntas dalam belajar.
3. Proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil jika 85% dari jumlah
siswa berminat dalam mengikuti pelaksananaan proses pembelajaran.
h. Prosedur Penelitian
Menurut Wardani, dkk. (2006 : 4), perbaikan pembelajaran dilaksanakan
melalui proses pengkajian berdaur, yang terdiri dari empat tahap yaitu

19

perencanaan (plan), pelaksanaan (action), mengamati (observation), dan


refleksi (reflection) sebagaimana gambar 3.1 di bawah ini :
Perencanaan
Refleksi

Pelaksanaan
Mengamati

Gambar 3.1. Tahap-tahap Penelitian Tindakan Kelas (Wardani, 2006 : 4)

1. Perencanaan
Perencanaan selalu mengacu kepada tindakan apa yang
dilakukan, dengan mempertimbangkan keadaan dan suasana obyektif
dan subyektif. Dalam perencanaan tersebut, perlu dipertimbangkan
tindakan khusus apa yang dilakukan, apa tujuannya. Mengenai apa, siapa
melakukan, bagaimana melakukan, dan apa hasil yang diharapkan.
Setelah pertimbangan itu dilakukan, maka selanjutnya disusun gagasangagasan dalam bentukk rencana yang dirinci. Kemudian gagasangagasan itu diperhalus, hal-hal yang tidak penting dihilangkan, pusatkan
perhatian pada hal yang paling penting dan bermanfaat bagi upaya
perbaikan yang dipikirkan. Sebainya perencanaan tersebut didiskusikan
dengan Guru yang lain untuk memperoleh masukan.
2. Pelaksanaan Tindakan
Jika perencanan yang telah dirumuskan sebelumnya merupakan
perencanaan yang cukup matang, maka proses tindakan semata-mata
merupakan pelaksanaan perencanaan itu. Namun, kenyataan dalam
praktik tidak sesederhana yang dipikirkan. Oleh sebab itu, pelaksanaan
tindakan boleh jadi berubah atau dimodifikasi sesuai dengan keperluan
di lapangan. Tetapi jangan sampai modifikasi yang dilakukan terlalu jauh
menyimpang.

Jika

perencanaan

yang

telah

dirumuskan

tidak

dilaksanakan, maka Guru hendaknya merumuskan perencanaan kembali


sesuai dengan fakta baru yang diperoleh.
3. Pengamatan

20

Hal yang tidak bisa dilupakan, bahwa sambil melakukan tindakan


hendaknya juga dilakukan pemantauan secara cermat tentang apa yang
terjadi. Dalam pemantauan itu, lakukan pencatatan-pencatatan sesuai
dengan form yang telah disiapkan. Catat pula gagasan-gagasan dan
kesan-kesan yang muncul, dan segala sesuatu yang benar-benar terjadi
dalam proses pembelajaran. Secara teknis operasional, kegiatan
pemantauan dapat dilakukan oleh Guru lain. Di sinilah letak kerja
kolaborasi antar profesi. Namun, jika petugas pemantau itu bukan
rekanan peneliti, sebaiknya diadakan sosialisasi materi pemantauan
untuk menjaga agar data yang dikumpulkan tidak terpengaruh minat
pribadinya. Untuk memperoleh data yang lebih obyektif, Guru dapat
menggunakan alat alat optik atau elektronik, seperti kamera, perekam
video, atau perekam suara. Pada setiap kali akan mengakhiri penggalan
kegiatan, lakukanlah evaluasi terhadap hal-hal yang telah direncanakan.
Jika observasi berfungsi untuk mengenali kualitas proses tindakan, maka
evaluasi berperanan untuk mendeskripsikan hasil tindakan yang secara
optimis telah dirumuskan melalui tujuan tindakan.
4. Refleksi
Refleksi adalah suatu upaya untuk mengkaji apa yang telah
terjadi, yang telah dihasilkan, atau apa yang belum dihasilkan, atau apa
yang belum tuntas dari langkah atau upaya yang telah dilakukan. Dengan
perkataan lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan
atau kegagalan pencapaian tujuan. Untuk maksud ini, Guru hendaknya
terlebih dahulu menentukan kriteria keberhasilan.

You might also like