You are on page 1of 3

BAB III

ANALISIS KASUS
Tn. R, 52 tahun, buruh tenda, dirawat di bagian Neurologi RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang karena pusing berputar disertai penurunan
keseimbangan tubuh sejak tiga jam sebelum masuk rumah sakit. terjadi saat
penderita sedang bekerja. Penderita masih sadar. Penderita merasa benda-benda
disekitarnya berputar. Keadaan yang dialami pasien dikenal juga sebagai
dizziness. Menurut Fauci et al, keadaan dizziness dapat diklasifikasikan dalam 3
kategori yaitu, faintness yang mengarah pada syncope, vertigo, dan sensasi kepala
lainnya.13 Pada kasus ini penderita tidak terjadi penurunan kesadaran sejak onset
keluhan hingga penderita dirawat di RSMH, sehingga faintness dan syncope dapat
disingkirkan. Kemudian, keluhan penderita berupa pusing berputar yang
dilengkapi dengan keterangan merasa benda-benda disekitarnya berputar secara
khas menggambarkan keadaan vertigo.
Seperti yang telah dibahas pada bab 2, vertigo dapat diklasifikasikan
secara garis besar menjadi 2 yaitu vertigo fisiologis (motion sickness, space
sickness, dan height vertigo) dan vertigo patologis (sentral dan perifer). 7 Pada
kasus ini height vertigo dapat dipikirkan, berhubung vertigo muncul saat penderita
tengah bekerja di ketinggian, namun gejala tetap tidak hilang sampai penderita
datang ke RS,karena itu keadaan penderita merupakan suatu vertigo patologis.
Untuk membedakan vertigo patologis yang dialami penderita tipe sentral atau
perifer, dilakukan anamnesis dan pemeriksaan lebih lanjut seperti yang tertera
dalam tabel 7.
Pada tabel 7 didapatkan gejala dan tanda yang dialami penderita mengarah
pada suatu vertigo sentral. Vertigo sentral dapat terjadi akibat lesi pada batang
otak atau pada cerebellum. Pada kasus ini tidak terdapat gejala diplopia,
parestesia, perubahan sensibilitas, gangguan fungsi motorik, dan disartria,
sehingga kecurigaan lesi pada batang otak dapat disingkirkan, selain itu pada
follow up didapatkan penderita jatuh ke kanan baik dengan mata terbuka maupun
mata tertutup, hal ini menunjukkan kecenderungan lesi berada pada cerebellum.

39

40

Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Tn. R


Yang dialami Penderita
Anamnesis
- timbul secara perlahan
- Pusing berputar tidak dipengaruhi posisi
- mual dan muntah
- Riwayat trauma saat kejadian (-)
- Tinitus (-)
- Diplopia
- Hemiparese
- Riwayat trauma listrik
- Rekurensi
Pemeriksaan Fisik
Fikasi mata
- nervus VIII
Arah nistagmus: berubah-ubah ke segala arah
Latens : singkat (<3s)
Intensitas (sulit diperiksa)
Gangguan pendengaran (-)
Gejala SSP (diplopia, parestesia, perubahan
sensibilitas, fungsi motorik, disartria)
Follow Up
Romberg Sign
Penderita jatuh ke kanan baik dengan mata
terbuka maupun mata tertutup

Perifer

Terhambat

Sedang-berat

Sentral

Tidak
terpengaruh

Ringan-sedang

+
(pada lesi
batang otak)

Untuk itu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT-scan. Dari


gambaran CT-scan didapatkan daerah hipodens pada tingkat cerebellum dengan
kesan infark cerebellum. Hal ini menyokong diagnosa klinis vertigo tipe sentral
dengan diagnosis topik cerebellum dan diagnosis etiologi infark cerebellum.
Pada vertigo tipe perifer biasa diberikan analog histamin untuk mengatasi
gejala vertigo dengan meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, yang sering
digunakan adalah Betahistin Mesylate. Pada kasus ini, vertigo yang dialami
penderita didiagnosa sebagai vertigo tipe sentral, karena itu analog betahistine
tidak perlu diberikan. Pengobatan yang dipilih untuk kasus ini adalah

41

promethazine, scopolamine, dan diazepam. Promethazine merupakan golongan


fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo, selain itu memiliki sifat
antiemetik, sesuai untuk gejala mual dan muntah yang dialami pasien. Selain itu,
diberikan skopolamin yang merupakan antikolinergik yang aktif di sentral
menekan aktivitas sistem vestibular untuk mengurangi gejala vertigo. Kombinasi
skopolamin dengan golongan fenotiazin mempunyai khasiat sinergistik. Selain itu,
pada pasien ini diberikan diazepam untuk mengurangi kecemasan penderita yang
sering menyertai gejala vertigo. Hal penting lainnya dalam penatalaksanaan
adalah merujuk ke Spesialis Saraf untuk evaluasi lebih lanjut karena topik kasus
ini merupakan sistem saraf pusat.
Prognosis Tn R baik vitam maupun fungsionam adalah dubia karena
cedera vaskular dan infark pada sirkulasi posterior dapat menyebabkan kerusakan
permanen dan kecacatan. Infark di daerah yang disuplai oleh arteri posterior
inferior serebelar sering terkait dengan efek massa dan penekanan batang otak dan
ventrikel ke-empat. Dalam satu seri, infark serebelum sendiri memiliki tingkat
kematian sebesar 7%.

You might also like