Professional Documents
Culture Documents
EFEK ANTI MALARIA EKSTRAK BROTOWALI (Tinospora crispa) PADA MENCIT YANG DI
INFEKSI PLASMODIUM BERGHEI
Oleh :
Sianny Suryawati dan Herni Suprapti,
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Suranaya
ABSTRAK
Telah dilakukan suatu penelitian yang bertujuan membuktikan bahwa ekstrak brotowali
(Tinospora crispa) dapat menurunkan jumlah plasmodium pada mencit yang di infeksi Plasmodium
berghei.
Mencit sejumlah 24 ekor secara acak dibagi menjadi 4 kelompok sebagai berikut : Kelompok
Kontrol (6 ekor mencit dinfeksi dengan P. berghei 105 dan diberi Aquadest), Kelompok Perlakuan I
(6 ekor mencit diinfeksi dengan P. berghei 105 dan diberi ekstrak brotowali dengan dosis 100
mg/kg BB), Kelompok Perlakuan II
(6 ekor mencit diinfeksi dengan P. berghei 105 dan diberi
ekstrak brotowali dengan dosis 200 mg/kg BB), Kelompok Perlakuan III (6 ekor mencit diinfeksi
dengan
P. berghei 105 dan diberi ekstrak brotowali dengan dosis 400 mg/kg BB). Ekstrak
brotowali (Tinospora crispa) diberikan setiap hari sebanyak dua kali sehari selama empat hari.
Selanjutnya pada hari keempat setelah pemberian ekstrak dilakukan pemeriksaan darah untuk
mengetahui jumlah P.berghei.
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap.
Data dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan Analisa Varian yang dilanjutkan dengan
Uji LSD.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hanya pemberian ekstrak brotowali (Tinospora crispa)
dengan dosis 400 mg/kg BB yang dapat menurunkan jumlah plasmodium pada mencit yang
diinfeksi P. berghei.
Berdasarkan hasil penelian ini disarankan untuk menggali lebih dalam tanaman brotowali
(Tinospora crispa) ke dalam proses isolasi bahan aktifnya.
Kata kunci : ekstrak brotowali, P. berghei.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Malaria sampai saat ini masih
merupakan
masalah
kesehatan
dunia,
khususnya di daerah tropis seperti di
Indonesia. Pada tahun 1997 sebanyak 93.7
juta penduduk Indonesia terancam kena
penyakit malaria (WHO, 2001). Di Pulau Jawa
dan Bali, walaupun terjadi tendensi penurunan
jumlah kasus penyakit malaria (Depkes RI,
1994), tetapi masih ditemukan beberapa fokus
malaria yang perlu mendapatkan perhatian
(Kuntarijanto, 1999).
Penyakit malaria disebabkan oleh
parasit yang disebut plasmodium, yang
merupakan suatu protozoa darah yang
termasuk golongan sporozoa. Telah dilaporkan
terdapat 4 (empat) spesies Plasmodium
penyebab
malaria
yaitu
Plasmodium
falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
fauna
(hewan)
dengan
berbagai
keanekaragaman yang merupakan sumber
bahan baku untuk dijadikan obat tradisional
maupun obat modern. Salah satu tanaman
yang sering digunakan oleh masyarakat untuk
obat tradisional adalah tanaman brotowali
(Tinospora
crispa).
Brotowali
banyak
mengandung alkaloid, damar lunak, pati,
glikosida pikroretosid, zat pahit pikroretin,
harsa, berberin, palmatin dan kolumbin (Umi
and Noor., 1995; Pachaly et al., 1992).
Masyarakat Indonesia secara turun-temurun
menggunakan tanaman brotowali untuk
pengobatan rematik artritis, rematik sendi
pinggul
(sciatica),
memar,
demam,
merangsang nafsu makan, demam kuning,
kencing manis dan malaria (Perry, 1980;
Pushpangadan dan Atal, 1984). Namun masih
belum ada penelitian yang membuktikan
secara ilmiah tentang khasiat, konsentrasi dan
efek samping dari tanaman brotowali ini
sebagai obat malaria. Oleh karena itu sangat
perlu dilakukan penelitian mengenai efek anti
malaria dari tanaman brotowali pada mencit
yang diinfeksi Plasmodium berghei. Gingras
and Jensen (1993) melaporkan bahwa
Plasmodium berghei adalah jenis parasit
malaria pada rodent yang mempunyai siklus
hidup maupun morfologi seperti parasit malaria
pada manusia, sehingga Plasmodium berghei
ini oleh para peneliti digunakan sebagai model
penelitian untuk mencari dan mengembangkan
obat anti malaria baru. Dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat ditemukan obat antimalaria
baru yang berasal dari tanaman yang murah,
aman dan mudah didapatkan.
Identifikasi Masalah
Kulit kayu tanaman brotowali banyak
mengandung alkaloid, damar lunak, pati,
glikosida pikroretosid, zat pahit pikroretin,
harsa, berberin, palmatin dan kolumbin.
Masyarakat Indonesia secara turun-temurun
menggunakan tanaman brotowali untuk
pengobatan rematik artritis, rematik sendi
pinggul
(sciatica),
memar,
demam,
merangsang nafsu makan, demam kuning,
kencing manis dan malaria (Perry, 1980;
Pushpangadan dan Atal, 1984). Namun masih
belum ada penelitian untuk membuktikan
secara ilmiah tentang khasiat, konsentrasi dan
efek samping dari tanaman brotowali ini
sebagai obat malaria. Oleh karena itu sangat
j.
Besarnya
sample
masing-masing
kelompok pada penelitian ini adalah
4 (n-1) > 15
n = 4.25
Untuk mendapatkan data yang lebih
homogen maka n
pada penelitan ini
diperbesar n = 6 sehingga jumlah sample
yang digunakan pada penelitian ini adalah 24
ekor mencit
Persiapan Penelitian
Pembuatan ekstrak brotowali
Ekstraksi serbuk brotowali dilakukan
dengan mengeringkan daun dan batangh
dibuat serbuk. Serbuk brotowali yang kering
sebanyak 1 kg diekstraksi dengan etanol
secara maserasi pada temperatur kamar
selama 3 hari. Pelarut etanol diuapkan pada
temperatur 40C dan tekanan rendah memakai
alat rotavapor sampai mendekati kering.
Selanjutnya
perkolat
diambil
dengan
menggunakan air (150 ml) dan eter (100 ml).
Setelah dikocok fase eternya dibuang, Fase air
dikocok kembali dengan kloroform (5 x 100
ml).
Fase
kloroform diuapkan
hingga
menghasilkan
ekstrak
yang
terutama
mengandung alkaloid (Harbone, 1987).
Penyediaan Plasmodium berghei
Plasmodium berghei diperoleh dari
Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Perlakuan Terhadap Hewan Coba
24 ekor mencit setelah diadaptasikan
selama satu minggu, ditimbang berat
badannya dan secara acak dibagi menjadi 4
kelompok sebagai berikut :
Kelompok Kontrol :
6 ekor mencit dinfeksi dengan P. berghei 105
dan diberi larutan Aquadest
Kelompok Perlakuan I :
6 ekor mencit diinfeksi dengan P. berghei 105
dan diberi ekstrak brotowali dengan dosis 100
mg/kg berat badan
Kelompok Perlakuan II :
6 ekor mencit diinfeksi dengan P. berghei 105
dan diberi ekstrak brotowali dengan dosis 200
mg/kg berat badan
Kelompok Perlakuan III :
6 ekor mencit diinfeksi dengan P. berghei 105
dan diberi ekstrak brotowali dengan dosis 400
mg/kg berat badan
Infeksi P. berghei pada mencit dilakukan
dengan cara menyuntikan P. berghei 105
Kontrol
Ektrak brotowali (Tinospora
crispa) 100 mg/kg BB
Ektrak brotowali (Tinospora
crispa) 200 mg/kg BB
Ektrak brotowali (Tinospora
crispa) 400 mg/kg BB
Penurunan
Jumlah
Plasmodium
(%)
X SD
51.17 3.82 a
49.17 3.81a
48.00 4.47a
42.50 2.35b
50
Jumlah Plasmodium (%)
Kelompok
60
40
30
20
10
0
A (Kontrol)
DAFTAR PUSTAKA
Dutta SC. 1986. Flower alkaloid of Alstonia
scholaris. Planta Medica. 30: 85 -89
Gingras BA and Jensen JB. 1993. Antimalarial
activity
of
azithromycin
and
erythromycin
against
Plasmodium
berghei in mice. Am. J. Trp. Med. Hyg. 49:
101-105.
Harbone JB. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan
Padmawinata dan Soediro. Penerbit ITB
Bandung
Kuntarijanto 1999. Program pemberantasan
malaria
dan
permasalahannya
di
propinsi Jawa Timur. Proceeding Seminar
Malaria, Surabaya
Noerhayati S. 1990. Penyakit parasit khususnya
malaria dan filariasis dan dampaknya
terhadap kesehatan masyarakat di
Indonesia. Seminar parasitologi, Yogyakarta
Pachaly P., Adnan AZ and Will G. 1992. NMR
assignments
of
N-acetylaporphine
alkaloids from Tinospora crispa. Planta
Medica 58(2): 184-187
Perry LM. 1980. Medicinal plants of southeast
Asia. The Mitt Press, Cambridge USA
Peters W. 1970. Techniques for the study of
drugs response in experimental malaria.
Academic New York, pp 64-136
Pushpangadan P and Atal CK. 1984. Ethno-Medico
Botanical Investigation in Kerala. J.
Ethnopar. 2: 59 - 77
Simanjutak CH. 1989. Status malaria di
Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. 55: 37
Sungkar S dan Pribadi W. 1992. Resistensi
Plasmodium falsiparum terhadap obat
malaria. Majalah Kedokteran Indonesia. 42 :
155 162
Umi K Y and Noor H. 1995. Flavone-O-glycosides
from Tinospora crispa. Fitoterapia 66(3):
280
WHO 2001. Malaria in Indonesia: Prevention and
Treatment