You are on page 1of 10

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 13-22

EFEK ANTI MALARIA EKSTRAK BROTOWALI (Tinospora crispa) PADA MENCIT YANG DI
INFEKSI PLASMODIUM BERGHEI
Oleh :
Sianny Suryawati dan Herni Suprapti,
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Suranaya
ABSTRAK
Telah dilakukan suatu penelitian yang bertujuan membuktikan bahwa ekstrak brotowali
(Tinospora crispa) dapat menurunkan jumlah plasmodium pada mencit yang di infeksi Plasmodium
berghei.
Mencit sejumlah 24 ekor secara acak dibagi menjadi 4 kelompok sebagai berikut : Kelompok
Kontrol (6 ekor mencit dinfeksi dengan P. berghei 105 dan diberi Aquadest), Kelompok Perlakuan I
(6 ekor mencit diinfeksi dengan P. berghei 105 dan diberi ekstrak brotowali dengan dosis 100
mg/kg BB), Kelompok Perlakuan II
(6 ekor mencit diinfeksi dengan P. berghei 105 dan diberi
ekstrak brotowali dengan dosis 200 mg/kg BB), Kelompok Perlakuan III (6 ekor mencit diinfeksi
dengan
P. berghei 105 dan diberi ekstrak brotowali dengan dosis 400 mg/kg BB). Ekstrak
brotowali (Tinospora crispa) diberikan setiap hari sebanyak dua kali sehari selama empat hari.
Selanjutnya pada hari keempat setelah pemberian ekstrak dilakukan pemeriksaan darah untuk
mengetahui jumlah P.berghei.
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap.
Data dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan Analisa Varian yang dilanjutkan dengan
Uji LSD.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hanya pemberian ekstrak brotowali (Tinospora crispa)
dengan dosis 400 mg/kg BB yang dapat menurunkan jumlah plasmodium pada mencit yang
diinfeksi P. berghei.
Berdasarkan hasil penelian ini disarankan untuk menggali lebih dalam tanaman brotowali
(Tinospora crispa) ke dalam proses isolasi bahan aktifnya.
Kata kunci : ekstrak brotowali, P. berghei.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Malaria sampai saat ini masih
merupakan
masalah
kesehatan
dunia,
khususnya di daerah tropis seperti di
Indonesia. Pada tahun 1997 sebanyak 93.7
juta penduduk Indonesia terancam kena
penyakit malaria (WHO, 2001). Di Pulau Jawa
dan Bali, walaupun terjadi tendensi penurunan
jumlah kasus penyakit malaria (Depkes RI,
1994), tetapi masih ditemukan beberapa fokus
malaria yang perlu mendapatkan perhatian
(Kuntarijanto, 1999).
Penyakit malaria disebabkan oleh
parasit yang disebut plasmodium, yang
merupakan suatu protozoa darah yang
termasuk golongan sporozoa. Telah dilaporkan
terdapat 4 (empat) spesies Plasmodium
penyebab
malaria
yaitu
Plasmodium
falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium

malariae dan Plasmodium ovale. Di antara


keempat macam parasit tersebut yang paling
banyak ditemukan adalah Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax, sedangkan
yang paling berbahaya adalah Plasmodium
falciparum (Noerhajati, 1990).
Berbagai upaya telah dilakukan
untuk menanggulangi parasit malaria tetapi
prevalensinya masih tetap tinggi. Hal ini
karena adanya resistensi vektor terhadap
insektisida dan adanya resistensi plasmodium
terhadap obat anti malaria terutama
kloroquin (Marwoto, 1988; Simanjutak, 1989;
Sungkar et al.,1992). Oleh karena itu perlu
upaya untuk mencari dan mengembangkan
obat malaria baru sebagai obat alternatif
yang efektif, aman, sedikit efek samping,
murah dan mudah didapatkan terutama yang
berasal dari tanaman.
Indonesia secara alamiah dikaruniai
kekayaan alam berupa flora (tumbuhan) dan

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 13-22

fauna
(hewan)
dengan
berbagai
keanekaragaman yang merupakan sumber
bahan baku untuk dijadikan obat tradisional
maupun obat modern. Salah satu tanaman
yang sering digunakan oleh masyarakat untuk
obat tradisional adalah tanaman brotowali
(Tinospora
crispa).
Brotowali
banyak
mengandung alkaloid, damar lunak, pati,
glikosida pikroretosid, zat pahit pikroretin,
harsa, berberin, palmatin dan kolumbin (Umi
and Noor., 1995; Pachaly et al., 1992).
Masyarakat Indonesia secara turun-temurun
menggunakan tanaman brotowali untuk
pengobatan rematik artritis, rematik sendi
pinggul
(sciatica),
memar,
demam,
merangsang nafsu makan, demam kuning,
kencing manis dan malaria (Perry, 1980;
Pushpangadan dan Atal, 1984). Namun masih
belum ada penelitian yang membuktikan
secara ilmiah tentang khasiat, konsentrasi dan
efek samping dari tanaman brotowali ini
sebagai obat malaria. Oleh karena itu sangat
perlu dilakukan penelitian mengenai efek anti
malaria dari tanaman brotowali pada mencit
yang diinfeksi Plasmodium berghei. Gingras
and Jensen (1993) melaporkan bahwa
Plasmodium berghei adalah jenis parasit
malaria pada rodent yang mempunyai siklus
hidup maupun morfologi seperti parasit malaria
pada manusia, sehingga Plasmodium berghei
ini oleh para peneliti digunakan sebagai model
penelitian untuk mencari dan mengembangkan
obat anti malaria baru. Dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat ditemukan obat antimalaria
baru yang berasal dari tanaman yang murah,
aman dan mudah didapatkan.
Identifikasi Masalah
Kulit kayu tanaman brotowali banyak
mengandung alkaloid, damar lunak, pati,
glikosida pikroretosid, zat pahit pikroretin,
harsa, berberin, palmatin dan kolumbin.
Masyarakat Indonesia secara turun-temurun
menggunakan tanaman brotowali untuk
pengobatan rematik artritis, rematik sendi
pinggul
(sciatica),
memar,
demam,
merangsang nafsu makan, demam kuning,
kencing manis dan malaria (Perry, 1980;
Pushpangadan dan Atal, 1984). Namun masih
belum ada penelitian untuk membuktikan
secara ilmiah tentang khasiat, konsentrasi dan
efek samping dari tanaman brotowali ini
sebagai obat malaria. Oleh karena itu sangat

perlu dilakukan penelitian mengenai efek anti


malaria dari tanaman brotowali pada mencit
yang diinfeksi Plasmodium berghei.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang dan
identifikasi diatas maka ada beberapa
masalah yang perlu dilakukan penelitian yaitu
:
a. Apakah ekstrak tanaman brotowali
(Tinospora crispa) dapat menurunkan
jumlah plasmodium darah mencit yang
diinfeksi Plasmodium berghei ?
b. Apakah besarnya konsentrasi dari ekstrak
tanaman brotowali (Tinospora crispa)
dapat mempengaruhi jumlah plasmodium
darah mencit yang diinfeksi Plasmodium
berghei?
Tujuan Penelitian
a. Untuk membuktikan bahwa ekstrak
tanaman brotowali (Tinospora crispa)
dapat menurunkan jumlah plasmodium
darah mencit yang diinfeksi Plasmodium
berghei.
b. Untuk membuktikan bahwa besarnya
konsentrasi
dari
ekstrak
tanaman
brotowali
(Tinospora
crispa)
yang
diberikan dapat mempengaruhi jumlah
plasmodium darah mencit yang diinfeksi
Plasmodium berghei.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
digunakan untuk :
a. Memberikan informasi bahwa ekstrak
tanaman brotowali (Tinospora crispa)
dapat
digunakan
sebagai
obat
antimalaria.
b. Mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa
aktif dari tanaman brotowali (Tinospora
crispa)
yang
mempunyai
efek
antimalaria.
c. Mengembangkan senyawa aktif dari
tanaman brotowali yang mempunyai efek
antimalaria lebih lanjut ke dalam proses
semi sintesa.
Hipotesis
a. Ekstrak tanaman brotowali (Tinospora
crispa)
dapat menurunkan jumlah
plasmodium darah mencit yang diinfeksi
Plasmodium berghei.

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 13-22

b. Besarnya konsentrasi dari ekstrak tanaman


brotowali (Tinospora crispa)
yang
diberikan dapat mempengaruhi jumlah
plasmodium darah mencit yang diinfeksi
Plasmodium berghei.
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Tentang Tanaman Brotowali
Tanaman brotowali merupakan tumbuhan
liar di hutan, ladang atau ditanam dekat pagar.
Biasa ditanam sebagai tumbuhan obat.
Menyukai tempat panas, termasuk golongan
perdu, memanjat, tinggi batang sampai 2.5 m.
Batang sebesar jari kelingking, berbintil rapat,
rasanya pahit. Daun tunggal bertangkai
berbentuk seperti jantung atau agak bulat telur
berujung lancip panjang 7- 12 cm, lebar 5-10
cm. Bunga kecil warna hijau muda berbentuk
tandan semu. Diperbanyak dengan stek.

Gambar 1. Tanaman Brotowali

Sifat dan Khasiat Brotowali


Tanaman brotowali dapat untuk mengatasi:
rematik artritis, rematik sendi pinggul
(sciatica), memar, demam, merangsang nafsu
makan, demam kuning, kencing manis dan
malaria (Perry, 1980; Pushpangadan dan Atal,
1984).
Kandungan Kimia Tanaman Brotowali
Tanaman
brotowali
banyak
mengandung bahan seperti alkaloid, damar
lunak, pati, glikosida pikroretosid, zat pahit
pikroretin, harsa, berberin, palmatin dan
kolumbin) (Umi et al., 1995; Pachaly et al.,
1992).; C
Tinjauan Tentang Plasmodium berghei
Plasmodium berghei merupakan salah
satu dari empat spesies plasmodium yang
menginfeksi rodent yang berasal dari Afrika

Barat. Spesies lain yang dapat menginfeksi


rodent adalah : P. vinckei, P. chabandi dan P.
voelii.
Plasmodium berghei mempunyai siklus
hidup maupun morfologi seperti parasit
malaria pada manusia. Oleh karena itu
Plasmodium berghei ini oleh para peneliti
digunakan sebagai model penelitian untuk
mencari dan mengembangkan
obat anti
malaria (Gingras and Jensen, 1993). Pada
mencit , P. berghei lebih cepat berkembang
dari pada rodent jenis lainnya.
Klasifikasi Plasmodium berghei
Plasmodium berghei diklasifikasikan
sebagai berikut :
Divisi
: Protozoa
Subdivisi : Sporozoa
Kelas
: Telosporea
Bangsa
: Haemosporina
Suku
: Plasmodidae
Marga
: Plasmodium
Jenis
: Plasmodium berghei.
Morfologi Plasmodium berghei
Dalam
darah
rodensia
bentuk
Plasmodium berghei yang bisa diketemukan
ada 4 (empat) yaitu : bentuk cincin,
tropozoit, skizon dan gametosit.
a. Bentuk cincin : tampak sebagai cincin
dengan sitoplasma biru dengan nucleus
kromatin merah seperti titik , terlihat
dengan pengecatan Giemsa dari hapusan
darah tepi.
b. Bentuk tropozoit : berbentuk amuboid
atau seperti pipa
c. Bentuk skizon : ukuran kira-kira 27
m
pada hari keempat setelah infeksi dan
pada eritrosit tampak sebagai titik-titik
kasar berwarna merah gelap yang
tampak jelas.
d. Bentuk gametosit. Ada dua bentuk
gametosit yaitu makrogametosit dan
mikrogametosit.
Makrogametosit
berbentuk
pisang,
bernoda
biru
mengandung kumpulan nucleus dan
granul, sedangkan bentuk mikrogametosit
seperti ginjal atau kacang, bernoda biru
muda atau kemerahan mengandung
nucleus yang mengkilat dengan granul
yang lebih kecil dan tersebar.
Pada pemeriksaan darah tepi, baik
hapusan darah tebal dan tipis dijumpai

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 13-22

terutama parasit muda berbentuk cincin (ring


form). Pada sedian darah tebal, sporozoit
berbentuk cincin, gametosit berbentuk pisang,
dan bentuk cincin banyak dijumpai disisi luar
gametosit. Pada sediaan hapusan darah tipis
tropozoit muda berbentuk tanda seru atau
koma dan cincin terbuka, gametosit berbentuk
pisang dan terdapat bintik Murer pada sel
darah merah.
Plasmodium berghei sebagai model intuk riset
malaria.
Sejak tahun 1978, studi tentang parasit
malaria sangat meningkat terutama studi pada
parasit Plasmodium falcifarum. Peningkatan
studi ini disusul dengan penelitian terhadap
penyakit malaria pada manusia. Plasmodium
berghei merupakan salah satu dari banyak
spesies parasit malaria yang menginfeksi
mamalia dan manusia dan merupakan salah
satu dari empat spesies yang menginfeksi
rodent murine Afrika yang telah dideskripsikan.
Parasit pada hewan rodensia ini telah
dibuktikan analog dengan malaria pada
manusia dan primata lainnya terutama aspek
struktur, fisiologi dan siklus hidup. Plasmodium
berghei merupakan model yang sangat baik
untuk penelitian perkembangan biologi dari
parasit malaria oleh karena :
a. Secara biologis parasit pada manusia dan
rodensia mempunyai kesamaan.
b. Susunan genome dan genetika antar
parasit rodensia dan manusia tidak
berubah-ubah.
c. Adanya kesamaan karekteristik molekuler
terhadap sensitivitas dan resistensi obat.
d. Struktur dan fungsi antigen sebagai target
vaksin yang tetap.
e. Manipulasi terhadap siklus hidup secara
keseluruhan lebih mudah dan aman
termasuk sejak dimulainya infeksi oleh
gigitan nyamuk.
f. Kemampuan teknologi yang tersedia untuk
pengembangan plasmodium ini secara invitro, produksi dalam jumlah besar serta
pemurnian tahapan-tahapan siklus hidup.
g. Proses penyususnan gen dan proses
biokimiawi antar parasit rodensia dan
manu-sia yang tidak banyak mengalami
perubahan.
h. Modifikasi genetik yang telah tersedia.
i. Memungkinnya
pengamatan
terhadap
interaksi parasit host baik secara in vivo

j.

dan in vitro. Pengenalan yang baik


terhadap clones dan mutant lines secara
genetic
Struktur genetik rodensia sebagai inang
yang telah diketahui dengan baik dan
jenis transgenik yang telah tersedia dan
bermanfaat untuk studi imunologis.

Tinjauan Tentang Malaria


Malaria adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler
dari genus plasmodium. Malaria pada
manusia dapat disebabkan oleh Plasmodium
malariae, Plasmodium vivax , Plasmodium
falciparum
dan
Plasmodium
ovale.
Penularannya dilakukan oleh nyamuk betina
dari tribus anopheles. Selain gigitan nyamuk,
penularan dapat terjadi secara langsung
melalui trasnfusi darah atau jarum suntik
yang tercemar darah penderita serta dari ibu
hamil kepada bayinya.
Di antara keempat penyebab malaria
tersebut, Plasmodium falciparum adalah
penyebab malaria yang paling sering
menyebabkan malaria berat dan berakhir
dengan kematian, terutama individu yang
tidak kebal dan tidak segera diobati dengan
adekuat. Malaria yang disebabkan oleh
Plasmodium
falciparum
paling
banyak
menyebabkan penyakit berat yang dapat
menujukkan gejala demam yang persisten,
denyut nadi yang cepat, batuk dan
kelemahan
tubuh
dan
juga
tingkat
mortalititas yang tinggi. Simptom timbul
ketika parasit menginfeksi eritrosit (siklus
eritrosit) sekitar 1 minggu atau lebih setelah
digigit nyamuk.
Siklus hidup Plasmodium falciparum
terbagi atas dua jenis yaitu siklus hidup
dalam tubuh manusia dan siklus hidup dalam
tubuh nyamuk yang dimulai sejak gigitan
nyamuk Anopheles betina yang mengandung
sporozoit. Sporozoit-sporozoit yang masuk
kedalam peredaran darah akan memasuki
sel-sel parenkim hati (hepatosit). Sporozoit
stadium liver ini akan berubah menjadi
puluhan sampai ribuan merozoit yang
menyebabkan hepatosit pecah. Merozoitmerozoit ini akan memasuki sirkulasi darah
dan memasuki eritrosit yang kemudian
bermultiplikasi membentuk shizont. Stadium
eritosit
pada
Plasmodium
falciparum

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 13-22

berlangsung selama 48 jam dan eritrosit yang


terinfeksi akan pecah.
Manifestasi klinis malaria berupa
demam dan menggigil berhubungan dengan
pecahnya eritrosit. Sebagian merozoit akan
menginfeksi eritrosit sehat lainnya dan
sebagian lagi akan berdifferesiasi membentuk
sexual forms gametosit. Gametosit inilah yang
akan berkembang didalam tubuh nyamuk bila
terhisap oleh nyamuk Anopheles sp dan akan
membentuk sporozoit yang merupakan bentuk
infeksi bagi manusia.
Usaha-usaha Penemuan Obat Malaria
Dalam penemuan obat malaria yang
baru berbagai usaha penelitian banyak yang
telah dilakukan. Beberapa metode yang telah
dilakukan
untuk
menemukan
dan
pengembangan
antimalaria
diterangkan
dibawah ini.
Meningkatkan efektifitas obat antimalaria yang
sudah ada
Usaha-usaha
yang
pertama
kali
dilakukan adalah untuk mengoptimalkan
efektivitas obat malaria yang telah ada
sebelumnya. Regimen dosis dan formulasi
yang diharapkan dapat meningkatkan aktivitas
obat malaria yang telah ada. Terapi kombinasi
yang dilakukan termasuk kombinasi dengan
agen yang baru (seperti turunan Artemisin,
Atovaguone) atau kombinasi di antara obat
yang telah ada sebelumnya.
Ada dua hal yang diharapkan dari pemakian
kombinasi ini yaitu :
1. Akan meningkatkan efikasi, addiktifitas,
dan sinergisme antimalaria yang telah ada.
2. Memperlambat
progesifitas
resistensi
parasit terhadap obat baru. Ini merupakan
harapan yang terpenting dari kombinasi ini.
Pedekatan yang lain yang dilakukan
adalah meningkatkan aktivitas obat-obat
malaria yang telah ada dengan cara
memodifikasi susunan kimiawinya. Seperti
klorokuin, primakuin dan meflokuin, yang
diketemukan dalam usaha mencari obat yang
lebih efektif dari kina melalui cara chemical
strategies.
Demikian juga halnya dengan 4aminokuinolin yang aktivitasnya lebih tinggi
dari klorokuin, mempunyai kedekatan struktur
kimiawi yang mirip dengan klorokuin,

didapatkan melalui modifikasi struktur kimia


dari klorokuin.
Bahan asal alam
Pedekatan
ini
didasarkan
atas
pengetahuan akan pemakaian obat-obat
tradisional yang digunakan secara empirik di
daerah yang endemik malaria untuk
mengatasi demam. Dua antimalaria yang
penting berasal dari tumbuh-tumbuhan yaitu
Kina dan Artemisin. Tetapi masih perlu
dilakukan uji-uji untuk mengevaluasi aktivitas
antimaria dari ekstrak tanaman dan
pemurnian zat yang potensial dari ekstrak
tanaman lain. Anti malaria dari ekstrak
tumbuhan bisa menjadi parent compounds
untuk menghasilkan obat malaria sintetik
atau semi sintetik beru.
Memperbaiki resistensi antimalaria.
Beberapa
obat
lain
telah
memperlihatkan
kemampuan
untuk
mengembalikan efektifitas klorokuin terhadap
Plasmodium
falciparum
yang
resisten
klorokuin
secara
in-vitro,
seperti
antihipertensi verapamil dan muscle relaxant
promethazin (Warhurst, 2003 )
Golongan yang paling murah dan
sering digunakan yang mempunyai efek
resistence reverses pada dosis terapi adalah
antihistamin
chlorpheniramin,
walaupun
drowsiness
sebagai
efek
sampingnya
membatasi penggunaanya.
BAHAN DAN CARA
Bahan
yang digunakan untuk
penelitian ini adalah ekstrak brotowali,
Plasmodium berghei, methanol 3 %, Giemsa
10 %. Hewan coba yang digunakan untuk
penelitian ini adalah mencit jantan berumur
2.5 - 3 bulan dengan berat badan 25 - 35 g
yang diperoleh dari Veterinary Farma
Surabaya.
Alat yang digunakan untuk penelitian
ini adalah timbangan, sonde, spuit, tabung
serologis,obyek gelas dan mikroskop
Besarnya Sampel Penelitian
Besarnya sample dihitung dengan
menggunakan rumus : t (n-1) > 15
t : jumlah perlakuan
n : besar sample pada masingmasing kelompok

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 13-22

Besarnya
sample
masing-masing
kelompok pada penelitian ini adalah
4 (n-1) > 15
n = 4.25
Untuk mendapatkan data yang lebih
homogen maka n
pada penelitan ini
diperbesar n = 6 sehingga jumlah sample
yang digunakan pada penelitian ini adalah 24
ekor mencit
Persiapan Penelitian
Pembuatan ekstrak brotowali
Ekstraksi serbuk brotowali dilakukan
dengan mengeringkan daun dan batangh
dibuat serbuk. Serbuk brotowali yang kering
sebanyak 1 kg diekstraksi dengan etanol
secara maserasi pada temperatur kamar
selama 3 hari. Pelarut etanol diuapkan pada
temperatur 40C dan tekanan rendah memakai
alat rotavapor sampai mendekati kering.
Selanjutnya
perkolat
diambil
dengan
menggunakan air (150 ml) dan eter (100 ml).
Setelah dikocok fase eternya dibuang, Fase air
dikocok kembali dengan kloroform (5 x 100
ml).
Fase
kloroform diuapkan
hingga
menghasilkan
ekstrak
yang
terutama
mengandung alkaloid (Harbone, 1987).
Penyediaan Plasmodium berghei
Plasmodium berghei diperoleh dari
Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Perlakuan Terhadap Hewan Coba
24 ekor mencit setelah diadaptasikan
selama satu minggu, ditimbang berat
badannya dan secara acak dibagi menjadi 4
kelompok sebagai berikut :
Kelompok Kontrol :
6 ekor mencit dinfeksi dengan P. berghei 105
dan diberi larutan Aquadest
Kelompok Perlakuan I :
6 ekor mencit diinfeksi dengan P. berghei 105
dan diberi ekstrak brotowali dengan dosis 100
mg/kg berat badan
Kelompok Perlakuan II :
6 ekor mencit diinfeksi dengan P. berghei 105
dan diberi ekstrak brotowali dengan dosis 200
mg/kg berat badan
Kelompok Perlakuan III :
6 ekor mencit diinfeksi dengan P. berghei 105
dan diberi ekstrak brotowali dengan dosis 400
mg/kg berat badan
Infeksi P. berghei pada mencit dilakukan
dengan cara menyuntikan P. berghei 105

secara intra peritoneum. Satu hari setelah


infeksi, kemudian mencit diberi ekstrak
brotowali dengan dosis 100, 200 dan 400
mg/kg BB, yang dilakukan setiap hari
sebanyak 2 kali sehari selama empat hari
secara peroral dengan sonde. Selanjutnya
pada hari keempat setelah pemberian obat
dilakukan
pemeriksaan
darah
untuk
mengetahui jumlah P. berghei dengan
metode dari Markell et al (1986) sebagai
berikut :
a. Dibuat preparat hapusan darah
b. Setelah kering difiksasi dengan methanol
3 % selama 3 menit, dicuci dengan air
megalir dan dikeringkan pada suhu kamar
c. Kemudian di cat dengan larutan Giemsa
10 % selama 45 menit, dicuci dengan air
mengalir dan dikeringkan pada suhu
kamar
d. Pemeriksaan P. berghei
dilakukan
dengan menggunakan mikroskop cahaya
dengan perbesaran kuat (lensa okuler 10
x dan lensa obyektif 100 x)
Rancangan Penelitian Dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
dan data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan uji ANOVA. Apabila hasil
perlakuan yang diberikan terdapat perbedaan
yang bermakna maka dilanjutkan dengan uji
LSD.
HASIL PENELITIAN
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan
bahwa ekstrak brotowali (Tinospora crispa)
dapat menurunkan jumlah plasmodium dalam
darah mencit yang dinfeksi Plasmodium
berghei. Efek penurunan dari berbagai
konsentrasi ektrak brotowali (Tinospora
crispa)
terhadap jumlah plasmodium
ditabulasikan seperti yang tercantum pada
lampiran 1, dan penghitungan statistik
penurunan jumlah plasmodium tercantum
pada lampiran 2. Hasil rata-rata dan
simpangan
baku
dari
penghitungan
penurunan jumlah plasmodium dari berbagai
konsentrasi ektrak brotowali (Tinospora
crispa) dapat dilihat pada tabel 1.

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 13-22


Tabel 1. Rata-rata dan simpangan baku penurunan
jumlah plasmodium
dari berbagai
konsentrasi ektrak brotowali (Tinospora
crispa)

Kontrol
Ektrak brotowali (Tinospora
crispa) 100 mg/kg BB
Ektrak brotowali (Tinospora
crispa) 200 mg/kg BB
Ektrak brotowali (Tinospora
crispa) 400 mg/kg BB

Penurunan
Jumlah
Plasmodium
(%)
X SD
51.17 3.82 a
49.17 3.81a
48.00 4.47a
42.50 2.35b

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama


menununjukkan adanya perbedaan yang bermakna

50
Jumlah Plasmodium (%)

Kelompok

60

40
30
20
10
0

Pada penghitungan statistik dengan uji


ANOVA
terhadap
jumlah
plasmodium,
menunjukan
adanya
perbedaan
yang
bermakna di antara berbagai kelompok pada
p<0.05. Untuk menentukan apakah terdapat
perbedaan yang nyata antar kelompok maka
dilakukan Uji LSD. Pada uji LSD tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara kelompok
kontrol dengan kelompok ekstrak brotowali
(Tinospora crispa) 100 mg/kg BB dan dengan
kelompok ekstrak brotowali (Tinospora crispa)
200 mg/kg BB, sedangkan antara kelompok
kontrol dengan kelompok ekstrak brotowali
(Tinospora crispa) 400 mg/kg BB terdapat
perbedaan yang bermakna pada p < 0.05.
Demikian juga anatara kelompok ekstrak
brotowali (Tinospora crispa) 400 mg/kg BB
dengan kelompok ekstrak brotowali (Tinospora
crispa) 100 mg/kg dan dengan kelompok
ekstrak brotowali (Tinospora crispa) 200 mg/kg
BB terdapat perbedaan
bermakna pada
p<0.05.
Gambar
2,
menunjukan
adanya
pengaruh besarnya konsentrasi dari ekstrak
brotowali (Tinospora crispa) terhadap efek
antipmalarianya. Semakin besar konsentrasi
ekstrak brotowali (Tinospora crispa)
yang
diberikan
pada
mencit
yang
diinfeksi
Plasmodium berghei semakin kuat menurunkan
jumlah plasmodium darah mencit tersebut.

Gambar 2. Efek antimalaria ekstrak brotowali


(Tinospora crispa) pada mencit yang
diinfeksi P. berghei. A (Kontrol), B
(brotowali 100 mg/kg BB), C (brotowali
200 mg/kg BB), D (brotowali 100 mg/kg
BB)

Konsentrasi minimal (terendah) dari


ekstrak brotowali (Tinospora crispa) dalam
menurunkan jumlah plasmodium adalah 400
mg/kg BB karena konsentrasi ekstrak
brotowali (Tinospora crispa) 400 mg/kg BB
menunjukkan perbedaan yang nyata dengan
kontrol seperti terlihat pada gambar 3,
sedangkan ekstrak brotowali (Tinospora
crispa) konsentasi 100 mg/kg BB dan 200
mg/kg BB tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata walaupun dapat menurunkan
jumlah plasmodium darah mencit yang
terinfeksi Plasmodium berghei.

A (Kontrol)

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 13-22

B (Brotowali 400 mg/kg BB)


Gambar 3. Perbedaan jumlah plasmodium
antara kelompok kontrol (A) dengan kelompok
ekstrak brotowali (Tinospora crispa) 400 mg/kg
BB (B).
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ekstrak brotowali (Tinospora crispa)
400
mg/kg BB mempunyai khasiat antiplasmodial
sedangkan ekstrak brotowali (Tinospora crispa)
100 mg/kg BB dan 200 mg/kg BB tidak
menunjukkan adanya efek antiplasmodial. Efek
antiplasmodial ekstrak brotowali (Tinospora
crispa) tergantung pada besarnya konsentrasi
yang diberikan. Semakin besar konsentrasi
ekstrak brotowali (Tinospora crispa)
yang
diberikan
semakin
kuat
pula
dalam
menurunkan jumlah plasmodium darah mencit
yang diinfeksi Plasmodium berghei. Hal ini
karena semakin besar konsentrasi ekstrak
brotowali (Tinospora crispa) yang diberikan
semakin besar pula kandungan bahan aktif
dalam ekstrak brotowali (Tinospora crispa)
yang mampu membunuh plasmodium darah
mencit yang terinfeksi. Dari hasil penelitian ini
juga dapat terlihat bahwa konsentrasi ekstrak
brotowali (Tinospora crispa)
terendah
(konsentrasi minimal) yang
mempunyai
pengaruh terhadap jumlah palmodium darah
mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei
adalah 400 mg/kg BB. Hal ini karena dalam
ekstrak
brotowali
(Tinospora
crispa)
konsentrasi 400 mg/kg BB mengandung
senyawa aktif yang masih cukup untuk
menurunkan jumlah palmodium darah mencit
yang diinfeksi Plasmodium berghei. Untuk
mengetahui sampai sejauh mana (konsentrasi
maksimal) dari ekstrak brotowali (Tinospora
crispa)
yang masih mampu menurunkan
jumlah plasmodium maka perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut. Demikian juga untuk
mengetahui
potensi
ekstrak
brotowali
(Tinospora crispa) sebagai obat anti malaria
maka perlu dibandingkan dengan klorokuin

yang merupakan prototip obat antimalaria.


Telah dilaporkan bahwa tanaman brotowali
(Tinospora crispa)
banyak mengandung
alkaloid, damar lunak, pati, glikosida
pikroretosid, zat pahit pikroretin, harsa,
berberin, palmatin dan kolumbin. Tanaman
brotowali (Tinospora crispa) secara turuntemurun oleh masyarakat sering digunakan
untuk pengobatan rematik artritis, rematik
sendi pinggul (sciatica), memar, demam,
demam kuning, kencing manis dan malaria
(Perry, 1980; Pushpangadan dan Atal, 1984).
Namun belum banyak dilakukan penelitian
mengenai khasiat
dari masing-masing
senyawa aktif yang terkandung didalam
tanaman brotowali (Tinospora crispa) ini.
Karena pada penelitian ini menunjukkan
bahwa ekstrak brotowali (Tinospora crispa)
mempunyai
efek
antiplasmodial
maka
kemungkinan besar tanaman ini dapat
dikembangkan
sebagai
obat
alternatif
antimalaria. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian lanjutan dari tanaman brotowali
(Tinospora crispa)
ini untuk mengetahui
senyawa aktif yang mana dari tanaman
brotowali (Tinospora crispa)
ini yang
mempunyai khasiat antimalaria dan perlu
juga dilakukan uji toksisitas dan efek
sampingnya pada hewan coba sehingga dari
tanaman brotowali (Tinospora crispa) ini
diharapkan dapat dijadikan obat anti malaria
yang murah, mudah didapatkan dan aman.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian ekstrak brotowali (Tinospora
crispa) konsentrasi 400 mg/kg BB dapat
menurunkan jumlah plasmodium darah
mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei
tergantung konsentrasi yang diberikan.
Semakin besar konsentrasi ekstrak brotowali
(Tinospora crispa) yang diberikan semakin
kuat efek antimalarianya.
Saran
1. Mengisolasi dan mengidentifikasi bahan
aktif dari ekstrak brotowali (Tinospora
crispa)
yang mempunyai khasiat
antimalaria.
2. Melakukan uji toksisitas ekstrak brotowali
(Tinospora crispa) .

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 13-22

DAFTAR PUSTAKA
Dutta SC. 1986. Flower alkaloid of Alstonia
scholaris. Planta Medica. 30: 85 -89
Gingras BA and Jensen JB. 1993. Antimalarial
activity
of
azithromycin
and
erythromycin
against
Plasmodium
berghei in mice. Am. J. Trp. Med. Hyg. 49:
101-105.
Harbone JB. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan
Padmawinata dan Soediro. Penerbit ITB
Bandung
Kuntarijanto 1999. Program pemberantasan
malaria
dan
permasalahannya
di
propinsi Jawa Timur. Proceeding Seminar
Malaria, Surabaya
Noerhayati S. 1990. Penyakit parasit khususnya
malaria dan filariasis dan dampaknya
terhadap kesehatan masyarakat di
Indonesia. Seminar parasitologi, Yogyakarta
Pachaly P., Adnan AZ and Will G. 1992. NMR
assignments
of
N-acetylaporphine
alkaloids from Tinospora crispa. Planta
Medica 58(2): 184-187
Perry LM. 1980. Medicinal plants of southeast
Asia. The Mitt Press, Cambridge USA
Peters W. 1970. Techniques for the study of
drugs response in experimental malaria.
Academic New York, pp 64-136
Pushpangadan P and Atal CK. 1984. Ethno-Medico
Botanical Investigation in Kerala. J.
Ethnopar. 2: 59 - 77
Simanjutak CH. 1989. Status malaria di
Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. 55: 37
Sungkar S dan Pribadi W. 1992. Resistensi
Plasmodium falsiparum terhadap obat
malaria. Majalah Kedokteran Indonesia. 42 :
155 162
Umi K Y and Noor H. 1995. Flavone-O-glycosides
from Tinospora crispa. Fitoterapia 66(3):
280
WHO 2001. Malaria in Indonesia: Prevention and
Treatment

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 13-22

You might also like