You are on page 1of 10

HEMOROID

DEFINISI
Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada
mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi ketika
plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari hemoroid
adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior
(Dorland, 2002).
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa
pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal (Felix, 2006).

ETIOLOGI
Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah :
a. Penuaan
b. Kehamilan
c. Hereditas
d. Konstipasi atau diare kronik
e. Penggunaan toilet yang berlama-lama
f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
g. Obesitas.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus
mukosa (Schubert dkk, 2009). Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid
dengan penyakit hati maupun konsumsi alkohol (Mc Kesson Health Solution LCC,
2004).

ANATOMI ANAL CANAL


Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rectum
hingga orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal dilapisi oleh epitel
skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada bagian yang dilapisi
oleh epitel kolumnar tersebut membentuk lajur mukosa (lajur morgagni).

Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh rektal superior
sedangkan bagian bawahnya berasal dari pembuluh rektal inferior. Kedua pembuluh
tersebut merupakan percabangan pembuluh darah rektal yang berasal dari arteri
pudendal interna. Arteri ini adalah salah satu cabang arteri iliaka interna. Arteri-arteri
tersebut akan membentuk pleksus disekitar orifisium anal.

Gambar 2.1.Anatomi anal canal yang memperlihatkan pleksus hemoroid internal dan
eksternal ( Penninger dan Zainea, 2001).
Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang biasanya
ditemukan di tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan, dan bagian kanan
belakang. Hemoroid berada dibawah lapisan epitel anal canal dan terdiri dari plexus
arteriovenosus terutama antara cabang terminal arteri rektal superior dan arteri
hemoroid superior. Selain itu hemoroid juga menghubungkan antara arteri hemoroid
dengan jaringan sekitar.
Persarafan pada bagian atas anal canal disuplai oleh plexus otonom, bagian
bawah dipersarafi oleh saraf somatik rektal inferior yang merupakan akhir
percabangan saraf pudendal (Snell, 2006).

PATOGENESIS
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas
dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang

berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat
plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat
tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya inkontinensia (Nisar dan
Scholefield, 2003).
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan
bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan
akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan
prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya.
Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang
tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan
yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran
hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak
pembuluh darah di bawahnya (Acheson dan Schofield, 2006).
Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran
multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang
dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan
dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh
histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh
darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan
perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating faktor sehingga terjadi
agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami
rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast.
Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan stroma, heparin
untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF- serta interleukin 4 untuk
pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan parut akan
dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel mast.

KLASIFIKASI
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line menjadi
batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:

Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh
epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf nyeri

somatik
Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa.
Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit pada

bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri (Corman, 2004)


Derajat Hemoroid Internal
Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi
beberapa tingkatan yakni:
a. Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.
b. Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat
pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
c. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk
kembali secara manual oleh pasien.
d. Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal meski

dimasukkan secara manual.


GEJALA KLINIS
Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid (Villalba dan
Abbas, 2007) yaitu:

Hemoroid internal
a. Prolaps dan keluarnya mukus.
b. Perdarahan.
c. Rasa tak nyaman.
d. Gatal.

Hemoroid eksternal
a. Rasa terbakar.
b. Nyeri ( jika mengalami trombosis).
c. Gatal.

DIAGNOSIS
Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan: Anamnesis.
Pemeriksaan fisik.Pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah

pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya gatalgatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan merasakan
adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan
mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami trombosis
(Canan, 2002).
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya
trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid
internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi
ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau
dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat ulserasi
dan trombosis ( Wexner, Person, dan Kaidar-person, 2006)

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang
mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami
prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar
dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal
kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis (Canan, 2002).
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura,
fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan
inflamasi juga harus dinilai (Nisar dan Scholefield, 2003).

Gambar 2.2. menunjukkan hemoroid yang mengalami trombosis (Schubert, Schade, dan
wexner, 2009).

Pemeriksaan Penunjang
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan
sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi
tingkat pembesaran hemoroid (Halverson, 2007). Side-viewing pada anoskopi
merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid.

Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar-Person, Person, dan Wexner


(2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi fleksibel,
anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di daerah
anorektal.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal
dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum
dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan
rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal,
dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau
kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada
pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap
hemoroid (Canan, 2002).

DIAGNOSA BANDING
Menurut Kaidar-Person dkk (2007) selama evaluasi awal pasien, kemungkinan
penyebab lain dari gejala-gejala seperti perdarahan rektal, gatal pada anus, rasa tak
nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan. Kanker kolorektal dan anal, dan
melanoma anorektal merupakan contoh penyebab gejala tersebut. Dibawah ini adalah
diagnosa banding untuk gejala-gejala diatas:

a.

Nyeri

1.

Fisura anal

2.

Herpes anal

3.

Proktitis ulseratif

4.

Proctalgia fugax
b.

Massa

1.

Karsinoma anal

2.

Perianal warts

3.

Skin tags
c.

Nyeri dan massa

1.

Hematom perianal

2.

Abses

3.

Pilonidal sinus

d.

Nyeri dan perdarahan

1.

Fisura anal

2.

Proktitis
e.

1.

Nyeri, massa, dan perdarahan


Hematom perianal ulseratif

f.
1.

Massa dan perdarahan


Karsinoma anal

g.

Perdarahan

1.

Polips kolorektal

2.

Karsinoma kolorektal

3.

Karsinoma anal

PENATALAKSANAAN
Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid dapat
dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada hemoroid.

Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada,
meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat
menyebabkan kostipasi seperti kodein (Daniel, 2010)
Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat
dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada
derajat awal hemoroid (Zhou dkk, 2006). Perubahan gaya hidup lainnya seperti
meningkatkan konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan
saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat membantu
pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak penelitian yang
mendukung hal tersebut.
Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat
mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan
steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain
itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi
hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui bagaimana

mekanismenya (Acheson dan Scholrfield, 2008).

Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal
derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat
dilakukan tindakan pembedahan.
HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi
tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.
Pembedahan yang sering dilakukan yaitu:
a. Skleroterapi
Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %, vegetable
oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution. Lokasi
injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah
edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis
intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada sumukosa
hemoroid. Hal ini akan mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan
hemoroid (Kaidar-Person dkk, 2007). Senapati (1988) dalam Acheson dan
Scholfield (2009) menyatakan teknik ini murah dan mudah dilakukan, tetapi
jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.
b. Rubber band ligation
Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band menyebabkan nekrosis
iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke
dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan perdarahan.
c. Infrared thermocoagulation
Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah menjadi panas.
Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur banyaknya

jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan


sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang
minimal.
d. Bipolar Diathermy
Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan hemoroid
dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya digunakan pada
hemoroid internal derajat rendah.
e. Laser haemorrhoidectomy.
f. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan proktoskop yang
dilengkapi dengan doppler probe yang dapat melokalisasi arteri. Kemudian
arteri yang memperdarahi jaringan hemoroid tersebut diligasi menggunakan
absorbable suture. Pemotongan aliran darah ini diperkirakan akan mengurangi
ukuran hemoroid.
g. Cryotherapy
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat
rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang
terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun
prosedur

ini

menghabiskan

banyak

waktu

dan

hasil

yang

cukup

mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang dilakukan


untuk hemoroid (American Gastroenterological Association, 2004).
h. Stappled Hemorrhoidopexy
Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan hemoroid pada bagian
proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled hemorrhoidopexy adalah
berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu teknik ini juga aman dan

efektif sebagai standar hemorrhoidectomy (Halverson, 2007).


PENCEGAHAN
1. Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah- buahan,
sayur-mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses menyerap air di kolon. Hal
ini membuat feses lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses mengedan
dan tekanan pada vena anus.
2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari

3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat merasa akan
buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses. Hindari mengedan

You might also like