You are on page 1of 5

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan masyarakat sangat
berpengaruh terhadap pola konsumsi yaitu dari pemenuhan karbohidrat menjadi
protein. Sehingga permintaan akan protein hewani akan meningkat seiring dengan
kemajuan teknologi dan tingginya tingkat pendapatan, salah satu upaya dalam
memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan meningkatkan produksi unggas baik
pedaging maupun petelur. Bahan makanan yang berasal dari hewani memiliki
banyak keunggulan dibanding dengan bahan makanan yang berasal dari tumbuhtumbuhan, karena mengandung asam amino yang lengkap dan lebih mudah
diserap oleh tubuh. Dengan demikian maka kebutuhan akan bahan makanan yang
berasal dari hewani terus meningkat terutama kebutuhan masyarakat akan protein
hewani mencapai 15 g/kapita/tahun (Purwanto, 2004).
Kendala yang timbul bagi peternak adalah pada ransumnya, selama
pemeliharaan, dimana ransum unggas di Indonesia umumnya memakai ransum
komersil yang biayanya sangat besar yaitu dapat mencapai 60 70% dari total
biaya produksi (Murtidjo, 1987).
Untuk mengurangi biaya produksi yang cukup tinggi peternak biasanya
menggunakan ransum yang dibuat sendiri menjadi susunan ransum atau bahan
pakan konvensional. Bahan pakan konvensional yaitu bahan yang biasa digunakan
oleh peternak yang bisa diramu sendiri menjadi sebuah ransum. Bahan ransum
konvensional ini mudah diperoleh di poultry terdekat dengan biaya yang lebih
mahal. Mahalnya ransum ternak unggas disebabkan karena selama ini Indonesia

Universitas Sumatera Utara

masih mengimport sebagian kebutuhan bahan ransum ternak unggas seperti


bungkil kedelai, tepung ikan dan sebagian jagung belum bisa seluruhnya disuplai
oleh produksi dalam negeri yang mengakibatkan naik turunnya harga ransum
ternak unggas lebih banyak tergantung pada bahan baku yang diimport.
Penggunaan Bungkil Inti Sawit sebagai ransum ternak memberikan
keuntungan ganda yaitu menambah keragaman dan persediaan ransum dan
mengurangi pencemaran lingkungan. Bungkil Inti Sawit mudah didapat, tersedia
dalam jumlah besar, berkesinambungan dan sebagai pakan ayam harganya murah,
namun sampai saat ini belum dimanfaatkan. Kenyataan ini disebabkan karena
adanya beberapa faktor pembatas yang terdapat dalam Bungkil Inti Sawit tersebut,
diantaranya kandungan serat kasar tinggi, daya guna protein dan energi serta
palatabilitasnya rendah (Aritonang, 1986).
Bungkil inti sawit (BIS) adalah produk samping industri pengolahan
kelapa sawit yang mempunyai ketersediaan tinggi di Sumatera Utara. Sampai
sejauh ini Bungkil Inti Sawit hanya digunakan sebagai salah satu komponen
ransum untuk ternak monogastrik atau ruminansia. Penggunaan Bungkil Inti
Sawit pada ternak monogastrik terbatas karena adanya struktur mannan dalam
ikatan yang sulit dipecah oleh enzim pencernaan. Keterbatasan tersebut dapat
diangkat menjadi sebuah potensi untuk menggunakan Bungkil Inti Sawit sebagai
mannanoligosakarida (MOS) yang sejauh ini lebih banyak dikembangkan dari
Saccharomyces cerevisiae. Mannanoligosakarida banyak memberikan manfaat
sebagai pengendali patogen dan immunomodulator, dan dimasa yang akan datang
akan dapat dijadikan alternatif antibiotik yang digunakan dalam ransum.

Universitas Sumatera Utara

Salah satu faktor pembatas penggunaan Bungkil Inti Sawit terutama pada
ternak monogastrik adalah kandungan serat yang tinggi dan komponen
dominannya adalah berupa mannose yang mencapai 56,4% dari total dinding sel
Bungkil Inti Sawit dan ada dalam bentuk ikatan -mannan (Daud et al. 1993).
Selanjutnya Tafsin (2007) melaporkan komponen gula yang terdeteksi dari
ekstraksi Bungkil Inti Sawit tersusun atas komponen mannose, glukosa dan
galaktosa dengan rasio mendekati 3: 1: 1. kandungan mannan yang tinggi
disamping faktor pembatas juga dapat dianggap sebagai potensi untuk
mendapatkan imbuhan ransum seperti prebiotik yang akan meningkatkan
kesehatan ternak. Sundu et al. (2006) menduga bahwa ada kesamaan antara
Bungkil Inti Sawit dengan mannanoligosakarida (MOS) yang akan memperbaiki
kesehatan dan sistem kekebalan ternak unggas.
Untuk meningkatkan kualitas ransum ayam yang berasal dari limbah
pabrik perkebunan seperti bungkil inti sawit teknologi fermentasi dipandang
cukup baik untuk mengatasinya.
Produk yang dihasilkan dari proses fermentasi akan mengalami
perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan mutu bahan pakan
baik dari aspek gizi maupun daya cernanya serta meningkatkan daya simpannya.
Mikroorganisme yang digunakan adalah trichoderma reseei yang dapat memecah
struktur mannan yang terdapat pada Bungkil Inti Sawit sebagai pengendali e. coli
di dalam saluran pencernaan dan sebagai Immunomodulator pada ternak unggas.

Universitas Sumatera Utara

Upaya alternatif dicoba untuk mengatasi keterbatasan tersebut, di


antaranya dengan menggunakan karbohidrat. Devegowda et al. (1997)
melaporkan bahwa tiga oligosakarida utama yang dapat memperbaiki produksi
ternak,

yaitu

mannanoligosakarida

(MOS),

fruktooligosakarida,

dan

galaktooligosakarida, dan Manannoligosakarida dilaporkan memberikan hasil


yang paling baik. Pendekatan baru untuk mencegah infeksi mikroba ditemukan
dengan diketahuinya pentingnya proses penempelan pada saluran pencernaan.
Diketahui bahwa fimbriae tipe 1 yang sensitif terhadap mannosa berperan dalam
menempelnya mikroba patogen. Bakteri seperti salmonella, e.coli, dan vibrio
cholera mempunyai pektin pada permukaan selnya yang penempelannya spesifik
terhadap mannosa, dengan demikian mannosa dapat menghambat penempelan
mikroba merugikan pada saluran pencernaan (Center for Food and Nutrtition
Policy, 2002).
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian
terhadap Bungkil Inti Sawit yang termodifikasi untuk digunakan sebagai bahan
ransum pada ternak terhadap performans ayam broiler.

Tujuan Penelitian
Untuk menguji respon pemberian Bungkil Inti Sawit yang termodifikasi
dalam ransum terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi
ransum ayam broiler.
Hipotesa Penelitian
Penggunaan bungkil inti sawit termodifikasi memberikan dampak positif
terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam
broiler.

Universitas Sumatera Utara

Kegunaan Penelitian
-

Sebagai bahan informasi bagi masyarakat tentang penggunaan


Bungkil Inti Sawit termodifikasi sebagai immunomodulator untuk
ternak unggas.

Sebagai bahan informasi bagi para peneliti dan kalangan akademis


maupun instansi yang berhubungan dengan peternakan.

Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat


menempuh

ujian sarjana peternakan pada Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Universitas Sumatera Utara

You might also like