You are on page 1of 9

SAMBUTAN

“JUDGEMENT COMES FROM EXPERIENCE, AND


GREAT JUDGEMENT COMES FROM BAD EXPERIENCE
– Pertimbangan berasal dari Pengalaman, dan
Pengalaman yang Hebat berasal dari Pengalaman yang Buruk”

(Robert Packwood)

Romo AGUSTINUS LIE, CDD


Dosen Filsafat Timur di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologia, Widya Sasana - Malang

Arthur O. Lovejoy, seorang filsuf Amerika dan sejarahwan historis, pelopor teorinya
tentang sejarah ide-ide, mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh
manusia sekarang merupakan kesinambungan dari pengetahuan jaman dahulu, dan
semakin disempurnakan.
Apa yang dikatakan oleh sang filsuf ini bisa dilihat dari perkembangan Zhineng Qigong
(ZNQG) yang diperkenalkan oleh Prof. Pang Ming. Latihan Qigong merupakan tradisi
yang sudah sangat lama. Seiring dengan berjalannya waktu, latihan-latihan Qigong
semakin disempurnakan melalui pelbagai macam metode dan aliran. Tujuan latihan
Qigong ini satu dan sama, yaitu bertujuan membantu semua orang agar hidup semakin
sehat dan setiap orang bebas memilih metode mana yang paling cocok dengan dirinya
sendiri.
Latihan ZNQG merupakan usaha untuk merangkum teori-teori dan metode-metode
praktek latihan tradisional Qigong sebagai seni penyembuhan dengan memakai
pengetahuan modern tentang tubuh dan jiwa.
Aneka kesembuhan yang didengar dan dilihat oleh Suta Huang melalui beberapa
pertemuan komunitas ZNQG dan dirasakannya melalui latihan ZNQG ini
mendorongnya untuk memperkenalkan latihan ini kepada masyarakat. Buku ini,
berbeda dengan buku-buku lain, terlebih dahulu menguraikan dasar falsafah dan
konsep qi yang dipahami oleh tradisi Tionghoa. Manusia, yang merupakan bagian kecil
dari makrokosmos tentu tidak luput dari pengaruh sekitarnya. Di sinilah letak kelebihan
manusia, bahwa ia dapat mengatur dan mengendalikan aliran qi, baik yang ada di luar
dirinya maupun yang ada di dalam dirinya. Tujuannya adalah untuk menjaga
keseimbangan aliran qi. Bila aliran ini menjadi seimbang, terciptalah harmoni, yang
pada akhirnya membawa manusia dan semesta alam kepada keutuhannya.
Banyaknya orang yang sembuh karena berlatih ZNQG mendorong Suta Huang
membagikan sukacita ini kepada masyarakat luas yang kerap kali dibayang-bayangi
oleh ketakukan akan beratnya dan mahalnya menjaga kesehatan. Kesehatan adalah
anugerah Allah! Sebagai anugerah, dia sudah ada di dalam diri manusia. Bila manusia
mengetahuinya, lalu mencari dan mengolahnya, kesehatan bukan lagi barang mewah
yang jauh. Ungkapan mens sana in corpore sano bisa menggambarkan tujuan latihan
ZNQG. Inilah yang menjadi dasar pemikiran Suta Huang untuk bekerja keras
menuliskan buku ini.
Buku ini mengajak kita berpetualang dalam alam pemikiran Tionghoa yang memang
sangat menitikberatkan harmoni manusia dengan alam, jiwa dan raga. Pada akhirnya,
memang itulah yang terjadi pada manusia, dia akan kembali kepada Tuhan Allah sang
Penciptanya. Dan alangkah indahnya bila pada akhir hidupnya ini manusia dengan
kesadaran penuh dan dalam sukacita “menyerahkan jiwa raganya” kepada Sumber
Kehidupan yang kekal.

Malang, Maret 2009


Agustinus Lie

Prof. M. SOENARDI DJIWANDONO


Guru Besar Emeritus Bahasa Inggris Universitas Malang

MENGENAL, MEMPELAJARI, DAN MEMPRAKTEKKAN


QI GONG
Bagi saya Zhi Neng Qi Gong, atau lebih singkat Qi Gong (dibaca Ji Kung, dan
selanjutnya disingkat QG) sulit dipisahkan dari penyakit lupus dan kesehatan pada
umumnya. Saya berkenalan dengan QG awalnya gara-gara pada tahun 1996 istri saya
menderita sakit berkepanjangan yang belakangan diketahui sebagai penyakit lupus.
Penyakit yang di dunia kedokteran mula-mula dianggap dan dicatat sekedar sebagai
penyakit kulit itu, pada kenyataannya berkembang menjadi penyakit yang tidak mudah
diobati, apalagi disembuhkan. Memang sebagai penyakit yang dijuluki The Great
Imitator (Si-Peniru Ulung, atau bahkan Si-Penipu Ulung)i tidaklah mudah menentukan
bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai penderita lupus, atau odapus (orang
dengan lupus), istilah yang lazim digunakan di kalangan YLI (Yayasan Lupus
Indonesia)ii .
Bahwa penyakit yang dijuluki The Great Imitator itu tidak mudah dikenali dan
didiagnosis secara pasti dan secara cepat, saya saksikan ketika mengusahakan
kesembuhan istri saya dari penyakit yang dideritanya lebih dari 10 tahun yang lalu itu.
Dalam proses mencari kesembuhan dari penyakit itu, kami berdua (istri dan saya)
keluar-masuk banyak ruang praktek dokter dengan berbagai spesialisasi, termasuk
kulit, penyakit dalam, syaraf, mata, tulang, rematik, dan entah apa lagi. Semuanya
berujung pada pengobatan bagian tubuh yang diperkirakan merupakan penyebab dari
sakit yang dideritanya, sesuai dengan bidang spesialisasi masing-masing dokter yang
kami kunjungi. Spesialis kulit memberi obat sakit kulit. Spesialis penyakit dalam
memberi obat penyakit dalam, khususnya lambung. Bahkan satu kesimpulan yang
sempat menciutkan hati kami adalah saran spesialis bedah syaraf yang setelah
wawancara dan pemeriksaan seperlunya menganjurkan istri saya untuk menjalani
operasi syaraf, karena diduga di situlah sumber penyakitnya.
Setelah selama dua tahun berpindah-pindah dan terombang-ambing dari satu
dokter ke dokter yang lain dengan diagnosis dan pengobatan yang berbeda-beda,
peyakit yang selama itu diderita tidak kunjung dapat dipastikan, apalagi disembuhkan.
Dugaan dan keluhannya berganti-ganti. Demikian juga diagnosis dan pengobatannya.
Kebingungan semacam itu berlangsng dalam kurun waktu cukup lama. Kepastian
bahwa istri saya menderita lupus baru diperoleh dari seorang dokter di kota lain yang
kami datangi yang kebetulan sedang melakukan penelitian tentang pengobatan lupus.
Selain lagi menekuni pengobatan lupus, dokter ini mungkin “diuntungkan” karena
setelah menjalani pemeriksaan dan konsultasi dengan dokter berbagai keahlian,
penyakit istri saya itu mungkin juga sudah lebih “mateng” dan menunjukkan gejala-
gejala yang lebih jelas dan lebih lengkap. Dokter itu langsung mendiagnosis istri saya
sebagai menderita lupus. Memang menurut sementara tulisan, penyakit lupus baru
dapat dipastikan bila sekurang-kurangnya empat dari sebelas indikator telah nampak
dan dapat dipastikan keberadaannya. iii
Diagnosis itu kemudian diikuti dengan satu seri pengobatan dengan obat-obat
yang tergolong keras dengan efek samping pada beberapa bagian tubuh, khususnya
lambung dan percepatan pengeroposan tulang. Dalam keadaan di mana pengobatan
terhadap lupus yang tepat belum ditemukan, pengobatan oleh dokter yang lagi
melakukan penelitian itu disertai dengan mencoba-coba jenis obat, takaran, dan jangka
waktu pengobatan yang masih diujicobakan, dengan berbagai kemungkinan dampak
dan risikonya. Dan hal itu memang terjadi pada istri saya yang setelah menjalani
pengobatan dengan infus selama beberapa waktu oleh dokter itu, lambungnya
ditemukan mengalami kebocoran sehingga perawatan dengan obat-obat yang
“dirakitnya” sendiri itu tidak dapat lagi dilanjutkan tanpa memperburuk kondisi lambung.
Pengobatan harus dihentikan. Dan kamipun bingung, tidak tahu mesti berobat ke mana
lagi.
Dalam keputusasaan dan tidak tahu harus berobat apa dan ke mana lagi, kami
putuskan untuk mencoba pengobatan alternatif seperti disarankan oleh salah seorang
sahabat. Disarankan oleh sahabat itu untuk mencoba penyembuhan melalui QG seperti
yang dilakukan oleh Bapak Hadi Santoso di rumahnya. Bapak Hadi Santoso itu sehari-
hari dikenal dan disapa sebagai Om Tio, meskipun tepatnya dan resminya disebut
Zhang laoshi, seperti dituliskan dalam buku ini. Karena sudah hampir kehabisan
harapan untuk memperoleh penyembuhan melalui perawatan medis (modern), saran itu
kami terima dengan penuh harap dan rasa terima kasih yang mendalam kepada sahab
yang menganjurkan.
Proses mencari kesembuhan melalui QG itu segera kami mulai hari berikutnya.
Om Tio, tokoh dan salah satu perintis, guru, pelatih, ahli dan praktisi QG pada waktu itu
telah amat mendalami dan amat ahli dalam penyembuhan QG. Sewaktu istri saya mulai
mendapat perawatan QG saat itu, Om Tio telah menyembuhkan sejumlah besar orang
sakit dengan berbagai keluhan dan gangguan kesehatan. Untuk pengobatan QG itu
kami datang ke rumahnya di Jalan WR Supratman 49, Batu, pagi-pagi di mana puluhan
orang lain dengan berbagai keluhan dan penyakit yang beragam datang silih berganti.
Sesuai gilirannya, satu per satu para penderita itu di-QG oleh Om Tio dalam waktu
yang cukup singkat, hanya sekitar 10 menit. Cara pengobatan itu nampak amat
sederhana, sekedar memasukkan Qi (dibaca Ji), yang dipahami sebagai “energi vital
dari aura alam semesta”)iv ke dalam tubuh penderita, termasuk ditempat yang
dirasakan sakit. Hal itu dilakukan dengan menggerak-gerakkan ke dua tangannya
dengan jari-jari terbuka, seolah-olah memasukkan energi (Qi) yang keluar dari tubuh
Om Tio ke dalam tubuh penderita. Kadang-kadang gerakan-gerakan itu disertai dengan
jamahan dan pijatan halus pada bagian-bagian tubuh yang terasa tidak nyaman. Tidak
lama kemudian selesailah pengobatan itu untuk kemudian dilanjutkan dengan penderita
berikutnya dengan cara dan dalam waktu yang kurang-lebih sama. Di samping itu
kepada pasien diajarkan gerakan-gerakan tertentu untuk dilakukan sendiri kapan saja
dan di mana saja sebagai usaha mempertahankan, melengkapi, dan memperlancar
aliran energi Qi itu di dalam tubuhnya. Dan semakin sehatlah tubuhnya.
Dalam keadaan tidak ada lagi pilihan lain pada saat itu, pengobatan lewat QG itu
kami lakukan dengan penuh kesungguhan secara “habis-habisan”. Diawali dengan
kunjungan pertama tanggal 12 Juli 1999, kepergian ke Batu untuk berobat itu kami
lakukan praktis setiap hari sekitar jam 6 pagi, kecuali bilamana ada halangan yang tidak
dapat dielakkan. Setiap kepergian dan pengobatan ke Batu itu kami catat dan kami
hitung. Menurut catatan kami, pada hari Natal menjelang akhir tahun 2000, kunjungan
kami ke Batu untuk memperoleh pengobatan QG oleh Om Tio semacam itu sudah
berlangsung sebanyak 375 kali. Meskipun kunjungan ke Batu untuk memperoleh
penyembuhan melalui QG itu masih kami jalani beberapa bulan pertama tahun 2001,
penghitungan jumlah kunjungan itu tidak lagi kami lakukan. Cukuplah bagi kami
memiliki rekaman dan pengalaman tentang upaya menyembuhkan penyakit lupus yang
“ndableg” dan “keras kepala” itu dengan hasil yang secara nyata dirasakan dalam
bentuk hilangnya keluhan-keluhan yang khas dialami oleh penderita lupus. Dan semua
itu dengan jelas berkat terapi QG oleh ahlinya, yang disikapi dan dijalani oleh penderita
dengan kesungguhan, kesabaran, keajegan dan ketelatenan oleh penderita
merupakan modal teramat penting dalam penyembuhan penyakit yang diderita
seseorang.
Saking terkesan atas dampak positif yang dengan nampak jelas pada kasus istri
saya itu, kami berdua menerima saran dari Om Tio untuk mulai belajar QG dari awal
sambil membaca-baca berbagai tulisan tentang QG yang ada, di samping membuka-
buka beberapa website yang ada, dan mendengarkan atau menonton berbagai
rekaman latihan QG. v Latihanpun mulai kami ikuti terutama di bawah asuhan dan
pelatihan Bapak Andoyo dikenal sebagai Ando Lu laoshi yang diselenggarakan di
rumah Jalan Salatiga. Di samping itu kami ikuti pula latihan oleh Om Ren Hwa (alm.) di
Rumah Ibadat umat Buddha di Jl. Aris Munandar, yang kadang-kadang diselingi
dengan latihan di alam bebas di kawasan Coban Rondo dan di rumah ibadat umat
Buddha di Wlingi. Kami ikuti pula latihan-latihan serupa yang kadang-kadang
diprakarsai dan di bawah pimpinan oleh Om Tio di luar kota. Semua itu kami ikuti
dengan sungguh-sungguh. Kamipun malakukan latihan sendiri di rumah, dan pada
banyak kesempatan bahkan saya lakukan sendiri di kamar hotel bila kebetulan sedang
betugas di luar kota. Semua itu dilakukan berbekal rekaman audio dengan aba-aba
dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Dengan berjalannya waktu, latihan yang
saya lakukan (sendirian) secara teratur, rata-rata empat kali seminggu, pada waktu
yang sama (kira-kira jam 4 sore), bahkan di tempat yang diusahakan tetap (di salah
satu kamar di rumah), latihan QG ini kini sudah merupakan kegiatan dan acara rutin
dan dapat dilakukan tanpa memutar kaset.
Begitulah berawal dari kesan konkret terhadap dampak pengobatan lewat QG
terhadap penyakit lupus yang diderita oleh istri, diikuti dengan perkenalan dan latihan
dengan telaten dan terus menerus. Secara pribadi saya memperoleh manfaat yang
nyata dari QG yang dengan sungguh-sungguh saya usahakan untuk saya pertahankan
dan kembangkan semampunya, dengan secara ajeg melakukan latihan, meskipun
hingga kini terbatas pada dua latihan, yaitu Peng Qi Guan Ding Fa (atau Lift Chi Up and
Pour Chi Down) dan ........ Selain merasa pada umumnya sehat.

Malang, Juni 2009


M. Soenardi Djiwandono
_________________
1
Djiwandono, M.Soenardi. 2000. Tanya Jawab Penyakit Lupus, disarikan dari Living with Lupus, Lupus Foundation
of America, Inc., http//www.lupus.org, , hal.8
1
Tiara Sawitri. 2005. Aku & Lupus. Jakarta: Puspa Swara, hal.129
1
Djiwandono, M.Soenardi. 2000. ibid. Informasi dan penjelasan lebih lengkap tentang lupus dapat diperoleh di situs
internet tersebut (1) Dapat juga dibaca Blau, Sheldon Paul dan Schultz, Dodi. 2004. Living with Lupus: The
Complete Guide. Da Capo Press, 2 nd. Ed. Atau buku tipis dengan berisi kesaksian penderita lups yang telah
mengalami penyembuhan, tulisan Cindy Tong. 2003. Living with Lupus: Stories of Overcomers. Singapore:
Lupus Association of Singapore
1
Tan Siok Tjong, Penyadur. (?). ZHI NENG QI GONG: Pengantar Peng Qi Guan Ding Fa..
1
Di samping diktat mungil tersebut saduran Tan Siok Tjong itu, terdapat pula bahan bacaan seperti
Xiaoguang Jin. 1998,1999. Life More Abundant: The Science of Zhineng Qigong Principles and Practice;
Luke Chan. 1996. 101 Miracles of Natural Healing. Benefactor Press; Edward C.Chang.
(Penterjemah).2000. Knocking at the Gate of Life: Healing Exercises from the Official Manual of the
People’s Republic of China; Tzu Kuo Shih. 2002. Terapi Qi Gong. Jakarta: Penerbit Inovasi; Bruce
Franntzis. 2008. The Chi Revolution: Harness the Healing Power of Your Life Fprce. Berkeley: Blue Snake
Books; dll. termasuk rekaman audio dan video berbagai latihan.
___________________

************************************************************************************

Ir. ANDO LU, MT


Dosen STIKI, Pendiri WU HE–TCM Health Club, dan Guru / Pelatih ZHINENG QIGONG

"Jika tak kenal tidak mungkin sayang", itulah peribahasa yang sering kita dengar.

Pada tahun 1980 Zhineng Qigong (ZNQG) mulai dikenalkan oleh Profesor Pang Ming
lewat banyak kegiatan seminar keberbagai daerah di Tiongkok. Professor Pang,
dengan latar belakang penguasaan mendalam mengenai Pengobatan Tradisional
Tionghoa, aneka ragam Qigong dan Seni Bela Diri, filsafat kuno dan modern serta
pengetahuan Kedokteran Barat., telah memberikan sumbangan nyata berupa
pengetahuan Qigong Modern bagi seluruh dunia.
Tidak kurang dari 10 textbook mengenai Zhineng Qigong Sciences telah ditulisnya
untuk menunjang kurikulum pembelajaran ZNQG di Huaxia Zhineng Qigong Science
Institute. Diperkirakan ada lebih dari 13 juta praktisi tersebar seluruh dunia dan tidak
kurang dari 25 situs website yang dapat dicari lewat Google.com telah membuktikan
perkembangan pesat ZNQG International dewasa ini.

Bagi masyarakat umum, masih sangat dirasakan kekurangan bahan bacaan memadai
mengenai kekayaan khasanah pengetahuan penyembuhan, pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan Timur.

Suta Huang, dengan segala kematangan dan keluasan pengetahuan, pengalaman dan
kearifannya, secara penuh semangat dan antusias telah meluangkan waktunya
berbulan-bulan didepan komputer mewujudkan buah pikirannya. Buku indah yang
secara luas memperkenalkan tentang apa, mengapa dan bagaimana ZNQG ini,
sungguh merupakan hasil kerja dan suatu karya yang luar biasa !

Gajah mati meninggalkan gadingnya, Harimau mati meningggalkan belangnya,


Manusia juga wajib meninggalkan Karya yang berguna bagi Bangsa dan Negara dan
bisa disimpan dan dikenang anak cucu keturunannya !

Bagi pembaca:
Selamat membaca, menikmati dan mengambil manfaatnya !
Bagi Suta Huang:
Selamat atas terwujudnya buku ini !

Jia you ! Mari kita lanjutkan dengan karya-karya yang lain !

Malang, Maret 2009


Ando Lu
***************************************************************************************************

HANDJOJO
Rekan pengabdi di Bank Cental Asia, dan seorang pengarang
(Salah satu bukunya yang terkenal berjudul “Mengenal Kitab I-CHING”)

Tuhan memberi kita tubuh yang sehat begitu kita lahir di dunia. Akan tetapi ada dua hal
yang masuk ke tubuh kita sehingga tubuh kita menjadi tidak sehat lagi alias sakit.
Makanan yang kita santap lewat mulut adalah satu hal. Banyak memakan daging atau
makan di luar batas kewajaran dapat membuat badan kita sakit. Diet makrobiotik yang
dicetuskan Michio Kushi menyatakan bahwa secara ideal porsi makan kita disesuaikan
dengan fungsi gigi yang kita miliki. Dari 32 gigi orang dewasa, hanya ada 4 gigi taring
sehingga dapat diartikan maksimal 1/8 dari menu makanan kita berupa daging. Gigi
geraham adalah yang paling banyak, maka porsi makan kita, sebenarnya, yang paling
banyak adalah biji-bijian dan gigi depan untuk menggigit buah-buahan dan sayur.

Pikiran adalah hal kedua yang mampu memasuki tubuh kita. Selalu berpikir positif
sudah banyak dikupas oleh Vincent Peale. Dibutuhkan perasaan bersyukur dalam hati
untuk hal apa pun yang kita alami dan rasakan menjadi inti “Power of Now” dari Eckhart
Tolle. Memang dalam segala hal diperlukan rasa bersyukur agar pikiran negatif dapat
dicegah dan perasaan damai senantiasa menaungi.

Dapat dipastikan, banyak orang belum mengenal Zhi Neng Qi Gong (ZNQG). Kita perlu
menyatakan salut atas upaya tidak kenal lelah dari Bp. Suta Huang untuk
mengenalkan ZNQG di Indonesia. Berbeda dengan Qi Gong yang sudah dikenal,
ZNQG juga dapat memberi manfaat bagi kesehatan. Bagaimana proses ZNQG bagi
kesehatan mereka yang memratikkannya belum banyak diketahui orang? Lewat
pemahaman akan Lima Unsur (Wu Xing) sambil menjaga pikiran karena dalam praktik
ZNQG disyaratkan konsentrasi, seperti halnya meditasi. Bagi mereka yang sudah
mengenal atau terbiasa pratik Rei-ki, maka latihan-latihan ZNQG dapat disebut Rei-ki
yang dikembangkan karena disertai gerakan-gerakan.

Upaya Bp. Suta Huang mengupas ZNQG dan menyajikannya dengan bahasa ‘ringan’,
agar diketahui khalayak, perlu didukung agar dapat dipakai sebagai ‘olah raga ringan’
alternatif yang sangat bermanfaat bagi kesehatan.

Di akhir kata saya ucapkan, “Selamat berlatih ZNQG.”

Jakarta, Maret 2009


Handjojo
****************************************************************************************************

JUSUF SUTANTO
Pemerhati Kearifan Timur, Pelatih T’ai Chi, dosen Fakultas Psikologi Universitas Pancasila

Penulis buku ini lahir pada tahun 1935 dan dalam usia 74 tahun bisa menerbitkan buku
ini, sudah merupakan sesuatu hal yang menarik untuk dipelajari. Masih gemar
membaca dan bersemangat untuk menuangkan apa yang dirasa benar dalam tulisan
sampai berujung menjadi buku sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat, pasti
merupakan dampak dari suatu gaya hidup yang tidak hanya diyakini dalam pikirannya
saja tapi juga secara konsisten dipraktekkan.

Menurut dia, motivasi utamanya adalah karena tidak ingin ilmunya dibawa mati, patut
diteladani oleh mereka yang masih muda karena pada umumnya yang terjadi adalah
saat sudah memasuki usia senja, orang mulai mengurangi aktivitasnya lalu perlahan-
lahan semakin meredup sampai mengakhiri hidupnya.

Ajaran Konfusius bahwa dalam hidup ini masih sangat banyak yang belum diketahui
dan karena itu manusia harus terus belajar untuk menjadi manusia sepanjang hidupnya
telah terjadi pada diri penulis.

“Ketika diam melakukan renungan

Belajar tanpa pernah jemu - Mengajar orang lain tanpa pernah capai

Terus mawas diri apakah itu sudah ada pada diriku”

Oleh sebab itu buku ini sebenarnya bukan hanya bicara tentang suatu ilmu, tapi suatu
Jalan Kehidupan / Way of Life.

Ajaran ini oleh sastrawan Chin Yung diungkapkan dengan sangat menarik dalam kisah
ceritera silat klasik tersohor “Pendekar Rajawali Sakti”. Bahkan putri kesayangan
musuh besarnya Kwee Siang yang disandera oleh Kim Lun Hoat Ong / Hakim Roda
Emas supaya ayahnya Kwee Ceng mau diajak bertanding untuk menentukan siapa
yang paling unggul, setelah melihat bakat yang ada padanya untuk menjadi penerus
ilmunya, lalu diancam akan dibunuh kalau menolak untuk dijadikan muridnya.

Semoga ilmu yang dipaparkan dalam buku ini bermanfaat dan memberi inspirasi dalam
menjalani kehidupan yang terus bersemangat (apapun keyakinannya) karena semua
orang tanpa kecuali akan mengikuti road map standar kehidupan mulai dari lahir,
menjadi tua, sakit dan akhirnya harus mati.

Kalau ini terjadi maka masalah kesenjangan antar generasi tidak akan timbul dan
kualitas kehidupan kita bisa terus menerus semakin diperbaiki !

Jakarta, 25 Oktober 2009

Jusuf Sutanto

****************************************************************************************************

SAMBUTAN TAMBAHAN YANG DIHARAPKAN:


1. Dahlan Iskan
Tokoh Pengembang Kemajuan Grup Jawa Pos (?)
2. Zhang laoshi
Guru/Pelatih Senior, dan Katua Umum ZNQG Indonesia (?)

You might also like