You are on page 1of 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANJUT USIA (LANSIA)

17 April 2010yha_princessTinggalkan KomentarGo to comments

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural
dan spiritual yang didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit
yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena
adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan atau kemauan dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di tatanan klinik (clinical area), dimanan
pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa
keperawatan (Nursing diagnosis), merencanakan tindakan keperawatan (intervention), melaksanakan tindakan keperawatan
(Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation). Dibawah ini ada beberapa alasan timbulnya perhatian kepada lanjut
usia, yaitu :
1.

Pensiunan dan masalah-masalahnya

2.

Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke

3.

Meningkatnya jumlah lanjut usia

4.

Pencemaran pelayanan kesehatan

5.

Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo

6.

perkembangan ilmu

7.

Program PBB

8.

Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983

9.

Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit

10.

Mahalnya obat-obatan

BAB II
PEMBAHASAN
1.

A. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia

Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan
pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun kelompok, seperti di rumah /
lingkungan keluarga, Panti Werda maupun Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih
dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya
atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti.
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif,
antara lain:
1

Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygiene: kebersihan gigi
dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan
lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan mudah dicerna,
dan kesegaran jasmani.

Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh
anggota keluarga atau petugas. Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet).

Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia,
antara lain:
1.

Berkurangnya jaringan lemak subkutan

2.

Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas

3.

Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh

4.

Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya dekubitus.

1.

B. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia

1.

Pendekatan fisik

Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya,
perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bias di capai dan dikembangkan, dan penyakit yang yang
dapat dicegah atau ditekan progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian
yaitu:
1.

Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga
untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.

2.

Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit.
Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan
keberhasilan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila
keberhasilan kurang mendapat perhatian.
Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau
serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan
gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara
memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting meskipun tidak selalu keluhankeluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan
pada dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan serebrovaskuler
mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan secermat mungkin.
Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan atau membantu para klien lanjut usia untuk
bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap,
tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian,
mempertahankan suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi terhadap kakurangan O2 sangat menurun pada klien
lanjut usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus disegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan
melakukan gerak badan yang berlebihan.
Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima makanan yang disajikan. Kurangnya
kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
menghidangkan makanan agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi,
makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada penyakit tertentu perawat
harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi bisa saja timbul
bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu, kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan
mulut atau gigi perlu mendapat perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien lanjut usia yang diduga menderita
penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan, misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan
penjelasan dan penyuluhan kesehatan, jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan
dengan mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia membimbing dengan
sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah
dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah dsb. Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti
buat mereka.
1.

Pendekatan psikis

Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan
sebagai supporter , interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai
sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang
prinsip Tripple, yaitu sabar, simpatik dan service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang dari lingkungan, termasuk perawat yang
memberikan perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka
melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.

Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa , rendah
diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.
Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan
ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau
keinginan, peningkatan kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan
pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien
lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.
Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara perlahan
lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman
yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.
1.

Pendekatan sosial

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi
kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan
social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain
Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan melakukan
rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya,
biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu
mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama
mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di
Panti Werda.
1.

Pendekatan spiritual

Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnua
dalam kedaan sakit atau mendeteksikematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian, DR. Tony styobuhi mengemukakn
bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian
akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan
cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat
meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan
rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan factor yang penting sekali. Pada
waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut
menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.
1.

C. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia

Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari hari secara mandiri dengan:
1.

Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut dengan jalan perawatan dan
pencegahan.

2.

Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup klien lanjut usia (life support)

3.

menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau gangguan baik kronis maupun akut.

4.

Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka
menjumpai kelainan tertentu

5.

Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu penyakit, masih dapat
mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).

1.

D. Fokus Keperawatan Lanjut Usia

Keperawatan lanjut usia berfokus pada :


1.

Peningkatan kesehatan (helth promotion)

2.

Pencegahan penyakit (preventif)

3.

Mengoptimalkan fungsi mental

4.

Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

1.

E. Diagnosa Keperawatan

1.

Aspek fisik atau biologis

1.

Dx : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak mampu dalam
memasukkan, memasukan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena factor biologi.

NOC I : Status nutrisi


Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien diharapkan mampu:
1.

Asupan nutrisi tidak bermasalah

2.

Asupan makanan dan cairan tidak bermasalah

3.

Energy tdak bermasalah

4.

Berat badan ideal

NIC I : Manajemen ketidakteraturan makan (eating disorder management)


1.

Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat perencanaan perawatan jika sesuai.

2.

Diskusikan dengan tim dan pasien untuk membuat target berat badann, jika berat badan pasien tdak sesuia dengan usia
dan bentuk tubuh.

3.

Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai dan atau mempertahankan
berat badan sesuai target.

4.

Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baik pada pasien

5.

Kembangkan hubungan suportif dengna pasien

6.

Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau pemeliharaan berat badan

7.

Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat badan dan untuk menimimalkan berat badan.

8.

Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung peningkatan berat badan.

Dx. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan
penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan dapat memperbaiki pola tidurnya dengan
criteria :
1

Mengatur jumlah jam tidurnya

Tidur secara rutin

Miningkatkan pola tidur

Meningkatkan kualitas tidur

Tidak ada gangguan tidur

NIC : Peningkatan Tidur


1

Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien

Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya

Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik

Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam tidurnya

Dx. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan

neuromuskular yang ditandai dengan waktu yang

diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.
NOC

: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 324 jam diharapkan pasien mampu :

Kontinensia Urin

Merespon dengan cepat keinginan buang air kecil (BAK).

Mampu mencapai toilet dan mengeluarkan urin secara tepat waktu.

Mengosongkan bladde dengan lengkap.

Mampu memprediksi pengeluaran urin.

NIC : Perawatan Inkontinensia Urin


1

Monitor eliminasi urin

Bantu klien mengembangkan sensasi keinginan BAK.

Modifikasi baju dan lingkungan untuk memudahkan klien ke toilet.

Instruksikan pasien untuk mengonsumsi air minum sebanyak 1500 cc/hari.

Dx. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan memori sekunder

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan dapat meningkatkan daya ingat dengan
criteria :
1

Mengingat dengan segera informasi yang tepat

Mengingat inormasi yang baru saja disampaikan

Mengingat informasi yang sudah lalu

NIC : Latihan Daya Ingat


1

Diskusi dengan pasien dan keluarga beberapa masalah ingatan

Rangsang ingatan dengan mengulang pemikiran pasien kemarin dengan cepat

Mengenangkan tentang pengalaman di masalalu dengan pasien

Dx. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan perubahan dalam
mencapai kepuasan seksual.

TUJUAN
NOC

: Fungsi Seksual

Mengekspresikan kenyamanan

Mengekspresikan kepercayaan diri

NIC : Konseling Seksual


1

Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual seiring dengan bertambahnya usia.

Diskusikan beberapa pilihan agar dicapai kenyamanan.

Dx. Kelemahan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular

Yang ditandai dengan :


1

Perubahan gaya berjalan

Gerak lambat

Gerak menyebabkan tremor

Usaha yang kuat untuk perubahan gerak

NOC : Level Mobilitas ( Mobility Level )


Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
1

Memposisikan penampilan tubuh

Ambulasi : berjalan

Menggerakan otot

Menyambung gerakan/mengkolaborasikan gerakan

NIC : Latihan dengan Terapi Gerakan ( Exercise Therapy Ambulation )


1

Kosultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana gerakan yang sesuai dengan kebutuhan

Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman

Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri (mudah goyah/tidak kokoh)

Dx. Kelelahan b.d kondisi fisik kurang

Yang ditandai dengan:


1

Peningkatan kebutuhan istirahat

Lelah

Penampilan menurun

NOC Activity Tolerance


Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
1

Memonitor usaha bernapas dalam respon aktivitas

Melaporkan aktivitas harian

Memonitor ECG dalam batas normal

Memonitor warna kulit

NIC Energy Management


1

Monitor intake nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat

Tentukan keterbatasan fisik pasien

Tentukan penyebab kelelahan

Bantu pasien untuk jadwal istirahat

Dx. Risiko kerusakan integritas kulit

NOC : Kontrol Risiko ( risk control )


Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
1

Kontrol perubahan status kesehatan

Gunakan support system pribadi untuk mengontrol risiko

Mengenal perubahan status kesehatan

Monitor factor risiko yang berasal dari lingkungan

NIC : penjagaan terhadap kulit ( skin surveillance )


1

Monitor area kulit yang terlihat kemerahan dan adanya kerusakan

Monitor kulit yang sering mendapat tekanan dan gesekan

Monitor warna kulit

Monitor suhu kulit

Periksa pakaian, jika pakaian terlihat terlalu ketat

1.

Dx. Kerusakan Memori b.d gangguan neurologis

Yang ditandai dengan :


1

Tidak mampu mengingat informasi factual

Tidak mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi atau masa lampau

Lupa dalam melaporkan atau menunjukkan pengalaman

Tidak mampu belajar atau menyimpan keterampilan atau informasi baru

NOC : Orientasi Kognitif


Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
1

Mengenal diri sendiri

Mengenal orang atau hal penting

Mengenal tempatnya sekarang

Mengenal hari, bulan, dan tahun dengan benar

NIC : Pelatihan Memori ( Memory Training )


1

Stimulasi memory dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di akhir pertemuan dengan pasien.

Mengenang pengalaman masa lalu dengan pasien.

Menyediakan gambar untuk mengenal ingatannya kembali

Monitor perilaku pasien selama terapi

1.
1.

Aspek psikososial
Dx. Coping tidak efektif b.d percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping, dukungan social tidak
adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.

NOC I : koping (coping)


Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan mampu:
1.

Mengidentifikasi pola koping efektif

2.

Mengedentifikasi pola koping yang tidak efektif

3.

Melaporkan penurunan stress

4.

Memverbalkan control perasaan

5.

Memodifikasi gaya hidup yang dibutuhkan

6.

Beradaptasi dengan perubahan perkembangan

7.

Menggunakan dukungan social yang tersedia

8.

Melaporkan peningkatan kenyamanan psikologis

NIC I : coping enhancement


1.

Dorong aktifitas social dan komunitas

2.

Dorong pasien untuk mengembangkan hubungan

3.

Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama

4.

Dukung pasein untuk menguunakan mekanisme pertahanan yang sesuai.

5.

Kenalkan pasien kepada seseorang yang mempunyai latar belakang pengalaman yang sama.

6.

Dx. Isolasi social b.d perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan sejahtera, perubahan status mental.

NOC I : Lingkungan keluarga : internal ( family environment: interna)


Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan mampu:

1.

Berpatisipasi dalam aktifitas bersama

2.

Berpatisipasi dala tradisi keluarga

3.

Menerima kujungan dari teman dan anggota keluarga besar

4.

Memberikan dukungan satu sama lain

5.

Mengekspresikan perasaan dan masalah kepada yang lain.

6.

Mendorong anggota keluarga untuk tidak ketergantungan

7.

Berpatisipasi dalam rekreasi dan acara aktifitas komunitas

8.

Memecahkan masalah

NIC I : Keterlibatan keluarga (Family involvement)


1.

Mengidentifikasikan kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan pasien.

2.

Menentukan sumber fisik, psikososial dan pendidikan pemberi pelayanan kesehatan yang utama.

3.

Mengidentifkasi deficit perawatan diri pasien

4.

Menentukan tinggat ketergantungan pasien terhadap keluarganya yang sesuai dengan umur atau penyakitnya.

5.

Dx. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi
seksual.

NOC :
Setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan akan bisa memperbaiki konsep diri dengan
criteria :
1.

Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang efektif dan pada saat ini tidak mungkin lagi digunakan akibat penyakit dan
penanganan (pemakaian alkohol dan obat-obatan; penggunaan tenaga yang berlebihan)

2.

Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksinya terhadap penyakit dan perubahan
hidup yang diperlukan

3.

Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan akibat pnyakitnya

4.

Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual

NIC : Peningkatan harga diri


1.

Kuatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien mengndalikan situasi

2.

Menguatkan tenaga pribadi dalam mengenal dirinya

3.

Bantu pasien untuk memeriksa kembali persepsi negative tentang dirinya

4.

Dx. Cemas b.d perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi , fungsi peran, lingkungan, status
ekonomi

Yang ditandai dengan:


1.

Ekspresi yang mendalam dalam perubahan hidup

2.

Mudah tersinggung

3.

Gangguan tidur

NOC Anxiety Control


1.

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:

2.

Memonitor intensitas cemas

3.

Melaporkan tidur yang adekuat

4.

Mengontrol respon cemas

5.

Merencanakan strategi koping dalamsituasi stress

NIC Anxiety Reduction


1.

Bantu pasien untuk menidentifikasi situasi percepatan cemas

2.

Dampingi pasien untuk mempromosikan kenyamanan dan mengurangi ketakutan

3.

Identifikasi ketika perubahan level cemas

4.

Instuksikan pasien dalam teknik relaksasi

5.

Dx. Resiko Kesendirian

NOC Family Coping


Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
1.

Mendemontrasikan fleksibelitas peran

2.

Mengatur masalah

3.

Menggunakan strategi penguranagn stress

4.

Menghadapi masalah

NIC Family Support


1.

Bantu pekembangan harapan yang realistis

2.

Identifikasi alami dukungan spiritual bagi keluarga

3.

Berikan kepercayaan dalam hubungan dengan keluarga

4.

Dengarkan untuk berhubungan dengan keluarga, perasan dan pertanyaan

5.

Dx. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik (ketidakseimbangan mobilitas) serta
psikologis yang disebabkan penyakit atau terapi

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24jam pasien diharapkan meningkatkan citra tubuhnya dengan criteria :
1.

Merasa puas dengan penampilan tubuhnya

2.

Merasa puas dengan fungsi anggota badannya

3.

Mendiskripsikan bagian tubuh tambahan

NIC : Peningkatan Citra Tubuh


1.

Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan karena penyakit atau pembedahan

2.

Memutuskan apakah perubahan fisik yang baru saja diterima dapat masuk dalam citra tubuh pasien

3.

Memudahkan hubungan dengan individu lain yang mempunyai penyakit yang sama

4.

Aspek spiritual

Dx : Distress spiritual b.d peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau orang lain, cemas, mengasingkan diri, kesendirian atau
pengasingan social, kurang sosiokultural.
NOC I : pengaharapan (hope)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara luas diharapkan mampu:
1.

Mengekspresikan orientasi masa depan yang positif

2.

Mengekspresikan arti kehidupan

3.

Mengekspresikan rasa optimis

4.

Mengekspresikan perasaan untuk mengontrol diri sendiri

5.

Mengekspresikan kepercayaan

6.

Mengekspresikan rasa percaya pada diri sendiri dan orang lain

NIC I : penanaman harapan (hope instillation)


1.

Pengkaji pasian atau keluarga untuk mengidentifikasi area pengharapan dalam hidup

2.

Melibatkan pasien secara aktif dalam perawatan diri

3.

Mengajarkan keluarga tentang aspek positif pengharapan

4.

Memberikan kesempatan pasien atau keluarga terlibat dalam support group.

5.

Mengembangkan mekanisme paran koping pasien

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. http://askep- askeb.cz.cc/ diakses tanggal 10 maret 2010.
Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri : Mosby, Inc.
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louise, Missouri : Mosby, Inc.
NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia : NANDA International.

Makalah Sistem Muskuloskeletal Pada Lansia


ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
DENGAN PERUBAHAN SITEM MUSKULOSKELETAL

A. DEFINISI
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000)
Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas yang akan terus
menerus mengalami perubahan melalui proses menua yang bersifat mental
psikologis dan social, neskipun dalam kenyataannya terdapat perbedaan anatar
satu orang dengan orang lainnya (Departemen Sosial RI, 2002)
Perubahan normal musculoskeletal adalah perubahan yang terkait usia pada lansia
termasuk penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan lemak subkutan,
peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan
kekuatan dan kekauan sendi- sendi.

B.

MASALAH MUSKULOSKELETAL YANG SERING TERJADI

1.

Osteoporosis

a.

Definisi

Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangya masa tulang sedemikian sehingga


hanya dengan trauma minimal tulang akan patah. WHO memberikan definisi
terakhir sbb: Adalah penurunan masa tulang lebih 2,5 kali standar deviasi masa
tulang rata-rata dari populasi usia muda disertai perubahan pada mikroarsitektus tulang yang menyebabkan tulang lebih mudah patah.
Menurut pembagian dapat dibedakan atas : (Peck, 1989; Chestnut, 1989)
b.

Klasifikasi
1. Osteoporosis primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit lain, yang
dibedakan atas:
- Osteoporosis tipe I (pasca menopause),yang kehilangan tulang
terutama dibagian trabekula.

Osteoporosis tipe II (senelis),terutama kehilangan massa tulang daerah korteks


Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda dengan penyebab tak
diketahui
2. Osteoporosis sekunder,yang terjadi pada usia muda dengan
penyebab tak
di ketahui.

a. Gambaran klinik
Gejala usia lanjut bervariasi,beberapa tidak menunjukkan gejala,yang sering kali
menunjukkan gejala klasik berupa nyeri punggung,yang sering kali akibat fraktur
kompresi dari satu atau lebih vertebra.Nyeri seringkali dipicu oleh adanya stress
fisik ,sering kali akan hilang sendirinya setelah 4-6 minggu. Penderita lain
mungkin datang dengan gejala patah tulang,turunnya tinggi badan, bungkuk
punggung (Dowagers hump),yaitu suatu deformitas akibat kolaps dan fraktur
pada vertebra torakal tengah .Fraktur yang mengenai leher femur dan radius
sering terjadi. Sekitar 30% wanita dengan fraktur leher femur menderita
Osteoporosis ,dibandingkan hanya 15% pada pria.Fraktur terjadi bukan saja
karena osteoporosis ,tetapi juga karena kecendrungan usia lanjut untuk jatuh.
b.

Pemeriksan lain

Pemeriksaan laboratorium (kadar kalsiun dan fosfat serum/urin )

Hidroksi prolin urin dan osteokalsin(bone-gla protein) dan pirolidin cross-link


urin.

Absorpsiometri foton tunggal maupun ganda dan sinar X (DEXA).

c.

Penatalaksanaan

Penderita lanjut usia dengan fraktur osteoporosis


jatuh,memerlukan asesmen bertingkat,antara lain:

terutama

bila

akibat

Asesmen mengenai sebab jatuh ,apa yang menyebabkannya apakah akibat


factor lingkungan,gangguan intra-atau ekstra serebral dan lain sebagainya.

Asesmen mengenai osteoporosisnya ,primer atu sekunder,manisfestasi di


tempat lain.

Asesmen mengenai frakturnya .Operabel atau tidak ,kalau operable harus


dilakukan dengan pendekatan pada dokter bedah .Setelah dilakukan
operasi,tindakan rehabilitasi yang baik disertai pemberian obat untuk upaya
perbaikan osteoporosis bisa dikerjakan.

Penatalaksanaan osteoporosisnya :

Tindakan diebetik:diet tinggi kalsium (sayur hijau,dan lain-lain). Terapi ini lebih
bermanfaat sebagai tindakan pencegahan.

Olah raga. Yang terbaik adalah yang bersifat mendukung beban (weight
bearing), misalnya jogging, berjalan cepat, dll. Lebih baik dilakukan di bawah
sinar matahari pagi karena membantu pembuatan vitamin D.

Obat-obatan. Yang membantu pembentukan tulang (steroid anabolic, flourida).


Yang mengurangi perusakan tulang (estrogen, kalsium, dofosfonat, kalsitonin).

1.

Osteomalasia

a.

Defenisi

Adalah suatu penyakit tulang metabolic yang ditandai dengan terjadinya


kekurangan kalsifikasi matriks tulang yang normal. Prevalensi pada usia lanjut
diperkirakan 3,7%. Penyakit ini disebabkan oleh kekurangan vitamin D oleh
berbagai sebab.
b.

Penyebab utamanya adalah:

Penyakit hati kronis, termasuk kholestasis

Penyakit ginjal

Malabsorbsi

Gastrektomi

Obat-obatan, antara lain barbiturat.

c.

Gambaran klinik

Penderita mengeluh nyeri tekan tulang, kelemahan otot an tampak sakit. Nyeri, rasa
sakit dan jatuh sering kali menyebabkan imobilitas. Nyeri tulang sering terjadi
pada tulang dada, punggung, paha dan tungkai. Kelemahan otot terutama
mengenai otot proksimal dan sering menyebabkan penderita sukar bangkit dari
kursi atau tempat tidur, dan kadang-kadang disertai abnormalitas langkah yang
lebar. Pemeriksaaan lain yang penting meliputi biokimiawi tulang, radiologi, scan
isotop tulang dan biopsy tulang.
d.

Pengobatan

Terapi osteomalasia adalah pemberian vitamin D yang dapat diberikan peroral


3atau perenteral atau dengan meningkatkan produksi vitamin D dengan
penyinaran UV. Panderita usia lamjtu sering kali mengkonsumsi diet yang
kandungan kalsiumnya rendah, oleh karena itu pada penderita inin pada
penderita ini sebaiknya diberikan terapai berupa tablet kalsium yang
mengandung vitamin D atau kalsiferol oral atau perenterla 1000-1500 unit
perhari.
2.

Fraktur

Pada usia lanjut sering terjadi hanya dengan trauma ringan atau bahkan tanpa
adanya kekerasan yang nyata, (Brocklehurst, 1987).
Jenis fraktur terutama sebagai akibat osteoporosis, terdapat tiga jenis fraktur yaitu :
a.

Fraktur leher femur

b.

Fraktur colle

c.

Fraktur kolumna vertebralis

3.

Penyakit Radang Sendi: Artritis Reumatoid

a.

Patofisiologi

Artritis adalah suatu penyakit kronis, sitemik, yang secara khas berkembang
perlahan- lahan dan ditandai oleh adanya radang yang sering kambuh pada
sendi- sendi diartrodial dan struktur yang berhubungan. AR sering disertai
dengan dodul- nodul rheumatoid, arthritis, neuropati, skleritis, limfadenopati dan
splenomegali. AR ditandai oleh periode- periode remisi dan bertambah parahnya
penyakit.
b.

Manifestasi Klinik

Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membrane synovial dan


kelebihan produksi cairan synovial. Tidak ada perubahan yang bersifat merusak
terlihat pada radiografi.

Secara radiologi kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat. Klien
mungkin mengalami keterbatsan gerak tetapi tidak ada deformitas sendi.

Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus sehingga mengurangi


ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi,
perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas. Secara radiologis terlihat adanya
kerusakan kartilago dan tulang.

Ketika jaringan fibrosa mengalami klasifikasi, ankilosis tulang dapat


mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang meluas
dan luka pada jaringan lunak seperti nodula- nodula mungkin terjadi.

c.

Penatalaksanaan

Untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan agens antiinflamasi, obat yang


dapat dipilih adalah aspirin. Namun, efek antiinflamasi dari aspirin tidak terlihat
pada dosis kurang dari 12 tablet per hari, yang dapat menyebabkan gejala
siste,mgastrointestinal dan system saraf pusat. Obat anti inflamasi non-steroid
sangat bermanfaat, tetapi dianjurkan untuk menggunakan dosis yang
direkomendasikan oleh pasbrik dan pemantauan efek samping secara hati- hati
perlu dilakukan. Terrapin kortikosteroid yang diinjeksikan melalui sendi mungkin
digunakan untuk infeksi di dalam satu atau dua sendi. Injeksi secara cepat

dihubungkan dengan nekrosisi dan penurunan kekuatan tulang. Biasanya injeksi


yang diberikan ke dalam sendi apapun tidak boleh diulangi lebih dari tiga kali.
Rasa nyeri dan pembengkakan umumnya hilang untuk waktu 1 sampai 6 minggu.
Penatalaksanaan keperawatan menekankan pemahaman klien tentang sifat AR
kronis dan kelompok serta tahap-tahap yang berbeda untuk memantau
perkembangan penyakit. Klien harus ingat bahwa walaupunpengobatan mungkin
mengurangi radang dan nyeri sendi, mereka harus pula mempertahankan
peregerakan dan kekuatan untuk mencegah deformitas sendi. Suatu origram
aktivitas dan istirahat yang seimbang sangat penting untuk mencegah
peningkatan tekanan pada sendi.
Pengkajian
Pengkajian pada lansia dengan gangguan pada sistem musculoskeletal adalah
sebagai berikut :
Kegiatan yang mampu dilakukan klien
Lingkungan yang tidak kondusif seperti penerangan yang kurang, lantai yang
licin, tersandung alas kaki yang kurang pas, kursi roda yang tidak terkunci, jalan
menurun/adanya tangga, dan lain-lain.
Mengkaji kekuatan otot
Kemampuan berjalan
Kebiasaan olahraga/senam
Kesulitan/ketergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan
sehari-hari.
Masalah keperawatan
Masalah keperawatan pada lansia dengan gangguan pada sistem musculoskeletal
adalah sebagai berikut:
Gangguan aktivitas sehari-hari
Kurangnya perawatan diri
Imobilisasi
Kurangnya pengetahuan
Resiko cedera: jatuh
Cemas
Nyeri sendi dan tulang
Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan untuk lansia dengan gangguan sistem musculoskeletal


adalah sebagai berikut:
Identifikasi factor-faktor penyebab
Anjurkan untuk menggunakan alat-alat bantu berjalan, misalnya tongkat, atau
kursi roda.
Gunakan kaca mata jika berjalan atau melakukan aktivitas
Lakukan kegiatan fisik sesuai kemampuan
Lakukan latihan gerak aktif dan pasif
Latih klien untuk pindah dari tempat tidur kekursi dan sebaliknya dari kursi ke
tempat tidur
Sediakan penerangan yang cukup
Sediakan pegangan pada tangga dan kamar mandi
Beri motivasi dan reinforcement
Pertahankan lingkungan yang aman.
Pertahankan kenyamanan, baik dalam keadaan istirahat maupun beraktivitas
Kolaborasi untuk pengobatan lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, lilik Marifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Penerbita Graha Ilmu.
Yogyakarta
Kusharyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Penerbit Salemba
Medika,
Jakarta
Martono, H. Hadi, 2010, Buku Ajar Geriatri, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas
Indonesia, Jakarta
Stanley, Mickey, 2002, Buku ajar Keperawatan Gerontik, Penerbit buku Kedokteran:
EGC,
Jakarata
Stockslager, Jaime L dkk, 2008, Asuhan Keperawatan Geriatrik, Penerbit buku
Kedokteran:

EGC, Jakarta
Tyson, Shirley Rose, 1999, Gerontological Nursing Care, WB Saunders Company,
USA

You might also like