You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Lingkungan merupakan tempat hidup makhluk hidup. Kualitas lingkungan sangat
mempengaruhi kondisi makhluk hidup, terutama manusia. Bila interksi antara
manusia dengan lingkungan berada dalam keadaan seimbang, maka kondisinya
akan berada dalam keadaan sehat. Tetapi karena sesuatu sebab yang
mengganggu keseimbangan lingkungan ini, maka akan menimbulkan dampak
yang merugikan bagi kesehatan (Pallar, 1994).
Zat atau senyawa hasil kegiatan industri (limbah) biasanya berbahaya dan
mempunyai sifat beracun (toksik). Keberadaan zat atau senyawa tersebut di
lingkungan akan sangat membahayakan dan menurukan kualitas lingkungan
(Darmono, 1995).
Risiko toksisitas berarti besarnya kemungkinan zat kimia untuk menimbulkan
keracunan, hal ini tergantung dari besarnya dosis, konsentrasi, lamanya dan
seringnya pemaparan, juga cara masuk dalam tubuh 12 , dan gejala keracunan
antara lain disebabkan oleh adanya pencemaran atau polusi Pencemaran atau
polusi adalah keadaan yang berubah menjadi lebih buruk, keadaan yang
berubah karena akibat masukan dari bahan- bahan pencemar . Bahan pencemar
umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organism hidup.
Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu
terjadinya pencemaran (wardhayani, 2006).
Bapak Toksikologi Modern, Paracelsus (1493-1541) menyatakan bahwa "semua
zat adalah racun; tidak ada yang bukan racun. Dosis yang tepat membedakan
suatu racun dengan obat". Toksikan (zat toksik) adalah bahan apapun yang
dapat memberikan efek yang berlawanan (merugikan). Racun merupakan istilah
untuk toksikan yang dalam jumlah sedikit (dosis rendah) dapat menyebabkan
kematian atau penyakit (efek merugikan) yang secara tiba-tiba. Zat toksik dapat
berada dalam bentuk fisik (seperti radiasi), kimiawi (seperti arsen, sianida)
maupun biologis (bisa ular). Juga terdapat dalam beragam wujud (cair, padat,
gas). Beberapa zat toksik mudah diidentifikasi dari gejala yang ditimbulkannya,
dan banyak zat toksik cenderung menyamarkan diri (Budiman, 2008).
Sulit untuk mengkategorisasi suatu bahan kimia sebagai aman atau beracun.
Tidak mudah untuk membedakan apakah suatu zat beracun atau tidak. Prinsip
kunci dalam toksikologi ialah hubungan dosis-respon/Efek. Kontak zat toksik
(paparan) terhadap organisme/tubuh dapat melalui jalur tertelan (ingesti),
terhirup (inhalasi) atau terabsorpsi melalui kulit. Zat toksik umumnya memasuki
organisme/tubuh dalam dosis tunggal dan besar (akut), atau dosis rendah namun
terakumulasi hingga jangka waktu tertentu (kronis) (Budiman, 2008).
I.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan maklah ini ialah untuk mengetahui salah satu zat
toksik atau toksikan yaitu timbal (pb) serta cara metabolime timbal dalam tubuh
manusia melaui proses adsorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam. Dalam
bahasa ilmiahnya dinamakan Plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb.
Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada tabel
periodik unsur kimia. Mempunyai unsur atom (NA)82 dengan bobot atau berat
atom (BA)207,2 (Anonim a, 2013).
Timbal merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi. Timbal (Pb)
dimanfaatkan manusia untuk bahan pembuat baterai, membuat amunisi, produk
logam (logam lembaran, solder, dan pipa), perlengkapan medis (penangkal
radiasi dan alat bedah), cat, keramik, peralatan kegiatan ilmiah/praktek (papan
sirkuit (CB) untuk computer) untuk campuran minyak bahan-bakar untuk
meningkatkan nilai oktan (Wardhayani, 2006)
Berikut merupakan ciri-ciri dari timbal ialah ( Anonim a, 2013):
a.
Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan
menggunakan pisau atau tangan dan dapat dibentuk dengan mudah.
b.
bersifat anorganik dan umumnya dalam bentuk garam anorganik yang
umumnya kurang larut dalam air
c.
Tahan terhadap korosi atau karat, sehingga logam timbal sering digunakan
sebagai coating
d.
e.

Titik lebur rendah, hanya 327,5 derajat C.


Merupakan penghantar listrik yang tidak baik.

f.
Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam
biasa, kecuali emas dan mercuri

g.

tidak mengalami degradasi (penguraian) dan tidak dapat dihancurkan

h.
tidak mengalami penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai
partikel
Timbal (Pb) merupakan mineral yang tergolong mikroelemen, merupakan logam
berat dan berpotensi menjadi bahan toksik. Jika terakumulatif dalam tubuh,
maka berpotensi menjadi bahan toksik pada mahluk hidup. Masuknya unsur
timbale (Pb) ke dalam tubuh mahluk hidup dapat melalui saluran pencernaan
(gastrointestinal), saluran pernafasan (inhalasi), dan penetrasi melalui kulit
(topikal) (Wardhayani, 2006).
Efek Pb terhadap kesehatan terutama terhadap sistem haemotopoetic (sistem
pembentukan darah), adalah menghambat sintesis hemoglobin
dan memperpendek umur sel darah merah sehingga akan menyebabkan
anemia. Pb juga menyebabkan gangguan metabolisme Fe dan sintesis globin
dalam sel darah merah dan menghambat aktivitas berbagai enzim yang
diperlukan untuk sintesis heme (Anonim a, 2013).
Anak yang terpapar Pb akan mengalami degradasi kecerdasan alias idiot. Pada
orang dewasa Pb mengurangi kesuburan, bahkan menyebabkan kemandulan
atau keguguran pada wanita hamil, kalaupun tidak keguguran, sel otak tidak bisa
berkembang. Dampak Pb pada ibu hamil selain berpengaruh pada ibu juga pada
embrio/ janin yang dikandungnya. Selain penyakit yang diderita ibu sangat
menentukan kualitas janin dan bayi yang akan dilahirkan juga bahan kimia atau
obat-obatan, misalnya keracunan Pb organik dapat meningkatkan angka
keguguran, kelahiran mati atau kelahiran premature (Anonim a, 2013).
Timbal (Plumbum) beracun baik dalam bentuk logam maupun garamnya.
Garamnya yang beracun adalah : timbal karbonat ( timbal putih ); timbal
tetraoksida ( timbal merah ); timbal monoksida; timbal sulfida; timbal asetat
( merupakan penyebab keracunan yang paling sering terjadi ). Ada beberapa
bentuk keracunan timbal, yaitu keracunan akut, subakut dan kronis. Nilai
ambang toksisitas timbal ( total limit values atau TLV ) adalah 0,2
miligram/m3. Berikut tipe keracunan timbal yang terjadi ialah (Anonim b, 2013):
a.

Keracunan akut

Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak
sengaja yang pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut
mulai timbul 30 menit setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang
timbul tergantung pada dosisnya. Keracunan biasanya terjadi karena masuknya
senyawa timbal yang larut dalam asam atau inhalasi uap timbal. Efek adstringen
menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai rasa terbakar pada mulut.
Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan muntahan yang
berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat.
Lidah berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi
terdapat garis biru yang merupakan hasil dekomposisi protein karena bereaksi
dengan gas Hidrogn Sulfida. Tinja penderita berwarna hitam karena

mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi. Sistem syaraf


pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas dan
vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot
sehingga menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan
pergelangan kaki terkulai (foot drop).
b.

Keracunan subakut

Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun
dalam dosis kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala
pada sistem syaraf yang lebih menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo
dan paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan ini kemudian akan diikuti dengan
kejang-kejang dan koma. Gejala umum meliputi penampilan yang gelisah, lemas
dan depresi. Penderita sering mengalami gangguan sistem pencernaan,
pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna merah. Dosis fatal : 20 - 30 gram.
Periode fatal : 1-3 hari.
c.

Keracunan kronis

Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan


keracunan akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang
terpapar timbal dalam bentuk garam pada berbagai industri, karena itu
keracunan ini dianggap sebagai penyakit industri. seperti penyusun huruf pada
percetakan, pengatur komposisi media cetak, pembuat huruf mesin cetak,
pabrik cat yang menggunakan timbal, petugas pemasang pipa gas. Bahaya dan
resiko pekerjaan itu ditandai dengan TLV 0,15 mikrogram/m3, atau 0,007
mikrogram/m3 bila sebagai aerosol. Keracunan kronis juga dapat terjadi pada
orang yang minum air yang dialirkan melalui pipa timbal, juga pada orang yang
mempunyai kebiasaan menyimpan Ghee (sejenis makanan di India) dalam
bungkusan timbal. Keracunan kronis dapat mempengaruhi system syaraf dan
ginjal, sehingga menyebabkan anemia dan kolik, mempengaruhi fertilitas,
menghambat pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat
muncul kemudian.

Proses Masuknya Timbal (pb) dalam Tubuh Manusia


Dalam menentukan jenis zat toksik yang menyebabkan keracunan, seringkali
menjadi rumit karena adanya proses yang secara alamiah terjadi dalam tubuh
manusia. Jarang sekali suatu bahan kimia bertahan dalam bentuk asalnya
didalam tubuh. Bahan kimia, ketika memasuki tubuh akan mengalami proses
ADME, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Misalnya, setelah
memasuki tubuh, heroin dengan segera termetabolisme menjadi senyawa lain
dan akhirnya menjadi morfin, menjadikan investigasi yang lebih detil perlu
dilakukan seperti jenis biomarker (petanda biologik) zat racun tersebut, jalur
paparan zat, letak jejak injeksi zat pada kulit dan kemurnian zat
tersebut untuk mengkonfirmasi hasil diagnosa. Zat toksik juga kemungkinan
dapat mengalami pengenceran dengan adanya proses penyebaran ke seluruh

tubuh sehingga sulit untuk terdeteksi. Walaupun zat racun yang masuk dalam
ukuran gram atau miligram, sampel yang diinvestigasi dapat mengandung zat
racun atau biomarkernya dalam ukuran mikrogram atau nanogram, bahkan
hingga pikogram (Budiawan, 2008) .
Pada dasarnya disposisi senyawa toksik meliputi beberapa fase di antaranya
absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi (Maharani, 2013):
a.

Absorbsi

Absorbsi senyawa toksik sama dengan absorbsi dengan senyawa obat


dalam hal ini absorbsinya sangat bergantung terhadap membran sel. Agar
mampu dilalui oleh suatu senyawa maka suatu membran haruslah bersifat semi
permeabel. Sebagaimana kita ketahui membran sel bersifat lipid bilayer, yakni
terdiri atas lapisan fosfolipid dan bagian yang bersifat lifofobik. Pada bagian
fosfolipid tersebut terdapat protein yang tertanam diantara lapisan-lapisan lipid
ini, tentu saja protein ini memiliki fungsi tersendiri yang akan dibahas kemudian.
Seanyawa yang mudah larut dalam lemak akan snagat mudah melewati lapisan
ini dibandingkan dengan senyawa sifatnya mudah larut dalam air. Kelarutan
suatu senyawa dipengaruhi pula dengan koefissien partisi dari senyawa tersebut.
Koefisien partisi dalam hal ini diartikan sebagai perbandingan kelarutan suatu zat
dalam air dan dalam pelarut organik.
Pengangkutan senyawa dalam melintasi membran dapat dibagi dengan
beberapa cara diantaranya:
1. Filtarsi melalui pori-pori
Senyawa dengan molekul kecil mungkin melewati membran sel dengan melalui
protein yang ada pada membran. Perpindahan ini akan menurunkan gradient
konsentrasi dan substansi-substansi seperti urea dan etanol.
2. Difusi passive melaui membran fosfolipid
Proses terjadinya diffusi pasif harus melalui beberapa kondisi diantaranya:

Gradient konsentrasi harus mampu melewati membran

Senyawa harus larut dalam lipid

Senyawa bersifat non-ion

Difusi pasif tidak sama halnya dengan transpor aktif yang membutuhkan energi,
yang dibutuhkan dalam difusi pasif hanyalah gradient konsentrasi, gradient
konsentrasi harus melewati membran sel. Selain itu kelarutan senyawa dalam
lipid juga mnejadi hal yang tidak kalah penting, sebagaimana diketahui bahwa
membran sel terdiri atas membran lipid bilayer yang terdiri atas fosfolipid yang
bersifat non-polar. Senyawa yang dapat melintasi lapisan lemak ini adalah
senyawa yang sifatnya sama atau hampir sama dengan membran yakni bersifat
nonpolar. Dan yang tidak kalah penting sifat dari senyawa tersebut apakah
bersifat ion tau non ion. Senyawa yang mudah melintasi membran adalah

senyawa yang bersifat non-ion karena senyawa yang bersifat non-ion molekulnya
lebih kecil dibandingkan dengan senyawa ionik. Sebagaimana teori pH partision
menjelaskan hanya senyawa non-ionik yang larut lemak ynag mampu
diabsorbsi oleh membran sel secara difusi pasif melalui penurunan radient
konsentrasi
3. Transport aktif
Transport aktif sangat berbeda dengan difusi pasif, difusi pasif terjadi tanpa
harus melawan gradient konsentrasi. Sedangkan transport aktif dapat terjadi
dengan cara melawan gradient konsentrasi dan adanya energi yang diperoleh
dari hasil metabolisme. Energi dibutuhkan untuk memompa natrium-kalium,
masuk dan keluar dari sel. Proses ini tidak akan terjadi tanpa adanya protein
sebagai perantara, ketika ada ATP atau energi maka pompa natrium akan
terbuka dan ion Na akan masuk kedalam sel bersamaan dengan masuknya pula
senyawa-senyawa lain dan dikeluarkannya kalium. Jadi pada dasranya transport
aktif ini sanagt dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya:
a.

Carrier spesifik dari membran

b.

Energi

c.

Proses yang mungkin dihambat dngan adanya metabolic racun

d.

Proses yang lebih mengikuti orde nol dibandingkan dengan orde satu

e.

Transport yang melawan gradient konsentrasi

f.

Substart yang sama kemungkinan akan berkompetisi

4. Difusi terfasilitasi
Dalam difusi terfasilitasi faktor-faktor yang mempengaruhi adalah carrier spesifik
dari membran, gardient konsentrasi yang melewati membran, dan proses yang
mungkin jenuh karena tingginya konsentrasi dari sibstrat.
5. Fagositosis dan pinositosis
Fagositosis adalah kemampuan suatu membran untuk memasukkan senyawa
dari luar dengan cara membentuk semacam kantong kemudian melepaskannya
kedalam sel. Yang membedakan antara fagositosis dan pinositosis hanyalah jenis
zatnya, fagositosis biasanya berupa bahan padat sedangkan pinositosis berupa
bahan cair.
Adapun proses absorbsi ini dapat berlangsung melalui kulit, paru-paru dan
saluran pencernaan.
b.

Distribusi senyawa toksik

Setelah terabsorbi senyawa kemudian akan didistribusikan ke jaringan


tubuh, proses pendistribusian ini kembali lagi pada sifat fisiko-kimia dari
sneyawa. Hanya bentuk yang tidak terionisasi yang akan melewati aliran darah

dan masuk ke jaringan tubuh secara difusi pasif, sedangkan transport spesifik
dibutuhkan untuk senyawa-senyawa tententu, dan adapun fagositosis dan
pinositosis dibutuhkan untuk senyawa yang molekulnya besar. Parameter
penting dari distribusi suatu senyawa kedalam jaringan tubuh adalah volume
distribusi. Volume distribusi ini dapat menunjukkan keberadaan suatau senyawa
di dalam jaringan, jadi apabila subtansi didistribusikan kedalam jaringan adiposa
maka konsentrasi plasma akan menjadi rendah, akibatnya volume distribusi
semakin besar.
Selain volume distribusi, faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi
senyawa ke jaringan adalah waktu paruh. Waktu yang dibutuhkan oleh suatu
bahan atau senyawa untuk meluruh setengahnya di dalam plasma. Senyawa
yang memiliki waktu paruh panjang akan mengalami kontak dengan sistem
biologi lebih lama akibatnya dibandingakan dengan senyawa yang waktu
paruhnya pendek, akibatnya ada kemungkinan senyawa tersebut terakumulasi
kembali.
Aspek lain dari distribusi yang memungkinkan adanya implikasi
toksikoligi adalah interaksi antara senyawa asing dengan protein
plasma. Banyak senyawa asing yang terikat dengan protein plasma nonkovalen,
hal ini menyebabkan distribusi berubah. Distribusi ke jaringan akan berkurang
karena adanya pengikatan dengan molekul plasma, dan dapat pula membatasi
sistem ekskresi.
c.

Ekskresi Senyawa Toksik

Eliminasi senyawa asing dari tubuh sangat penting bagi efek biologis,
ekskresi yang cepat dapat mengurangi tosisitas yang mungkin terjadi, dan
mengurangi pula durasi efek terhadap sistem biologis.
1. Ekskresi melalui urinaria
Ekskresi ini melalui organ ginjal, dimana sisa metabolisme dari senyawa asing
akan dibawah ke ginjal kemudian diolah sedemikian rupa hingga akhirnya
dikeluarkan melalui urin.
2. Ekskresi melalui empedu
Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi jika melalui ekskresi empedu
yaitu: peningkatan waktu paruh senyawa, kemungkinan dihasilkan toksik
metabolit pada saluran cerna, meningkatkan pengeluaran pada siklus
enterohepatik, dan gangguan pada hati.
Jalur masuknya timbal (Pb) ke tubuh manusia melalui saluran pernapasan
(respirasi), juga melalui saluran pencernaan (gastrointestinal), kemudian di
distribusikan ke dalam darah, dan terikat pada sel darah. Sebagian Pb disimpan
dalam jaringan lunak dan tulang, sebagian diekskresikan lewat kulit, ginjal dan
usus besar, skematis dapat dilihat di bawah ini (Wardhayani, 2006):

Timbal (Pb) bersirkulasi dalam darah setelah diabsorbsi dari usus, terutama
berhubungan dengan sel darah merah (eritrosit). Pertama didistribusikan
kedalam jaringan lunak dan berinkorporasi dalam tulang, gigi, rambut untuk
dideposit (storage).17,20 Timbal (Pb) 90 % dideposit dalam tulang dan sebagian
kecil tersimpan dalam otak, pada tulang timbal (Pb) dalam bentuk Pb fosfat /
Pb3(PO4)2. Secara teori selama timbal (Pb) terikat dalam tulang tidak akan
menyebabkan gejala sakit pada penderita. Tetapi yang berbahaya ialah toksisitas
Pb yang diakibatkan gangguan absorbsi Ca karena terjadi desorpsi Ca dari tulang
yang menyebabkan penarikan deposit timbal (Pb) dari tulang tersebut
(Wardhayani, 2006).
Timbal bersifat kumulatif. Dengan waktu paruh timbal dalam sel darah
merah adalah 35 hari, dalam jaringan ginjal dan hati selama 40 hari, sedangkan
dalam tulang selama 30 hari (Wikipedia, 2013).

Risiko Timbal (Pb) Pada Organ Tubuh


Timbal (Pb) adalah logam toksik yang bersifat komulatif sehingga mekanisme
toksisitasnya dibedakan menurut organ yang dipengaruhi yaitu (Wardhayani,
2006):
1. Risiko timbal (Pb) pada sistem hemopoietik.
Timbal (Pb) mempengaruhi sistem darah dengan cara:
a.
memperlambat pematangan normal sel darah merah (eritrosit) dalam
sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya anemi.
b.
mempengaruhi kelangsungan hidup sel darah merah. Eritrosit yang diberi
perlakuan dengan timbal (Pb), memperlihatkan peningkatan tekanan osmosis
dan kelemahan pergerakan. Selain itu juga memperlihatkan penghambatan Na-K-

ATP ase yang meningkatkan kehilangan kalium intraseluler. Hal ini membuktikan
bahwa kejadian anemi karena keracunan timbal (Pb) disertai dengan penyusutan
waktu hidup eritrosit.
c.
menghambat biosintesis hemoglobin dengan cara menghambat aktivitas
enzim delta-ALAD dan enzim ferroketalase 15
Proses kehidupan organisme merupakan rangkain proses fisiologis, maka
dibutuhkan enzim-enzim untuk kelancaran rangkaian-rangkaian reaksi yang
dibentuknya. Enzim adalah katalisator protein (zat yang mempercepat reaksi
biokimia dalam sistem biologis). Pada umumnya semua reaksi biokimia
dikatalisasi oleh enzim. Sifat enzim yang paling bermakna adalah
kesanggupannya untuk mengkatalisis suatu reaksi spesifik, dan pada hakekatnya
tidak mengkatalisis reaksi lain.
Keberadaan suatu zat racun dapat mempengaruhi aktifitas enzim fisiologis
tubuh. Logam berat mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan enzim.
Ikatan itu dapat terjadi karena logam berat mempunyai kemampuan untuk
menggantikan gugus logam yang berfungsi sebagai ko-faktor enzim. Enzimenzim tertentu memiliki gugus sulfihidril (- SH) sebagai pusat aktifnya .Enzimenzim yang mempunyai gugus sulfihidril ini merupakan kelompok enzim yang
paling mudah terhalang daya kerjanya . Keadaan ini disebabkan gugus sulfihidril
dengan mudah berikatan dengan ion-ion logam berat. Akibat dari ikatan yang
dibentuk antara gugus sulfihidril dengan ion logam berat, daya kerja yang
dimiliki oleh enzim menjadi sangat berkurang atau sama sekali tidak bekerja .
Timbal (Pb) mengganggu sistem sintesis Hb dengan cara menghambat konversi
delta aminolevulinik acid (delta ALAD) menjadi forfobilinogen dan menghambat
korporasi dari Fe ke protoporfirin IX untuk membentuk Hb, dengan cara
menghambat enzim delta aminolevulinik asid dehidratase (delta ALAD) dan
feroketalase yang akhirnya meningkatkan ekskresi koproporfirin dalam urin dan
delta ALA serta mensintesis Hb. Pembentukan senyawa porfirin seperti pada
skema di bawah ini.

Kompensasi penurunan sintesis Hb karena terhambat timbal (Pb) adalah


peningkatan produksi erithrofoesis. Sel darah merah muda (retikulosit) dan sel
stipel kemudian dibebaskan. Ditemukannya sel stipel basofil (basophilic
stippling) merupakan gejala dari adanya gangguan metabolik dari pembentukan
Hb. Hal ini terjadi karena adanya tanda-tanda keracunan Pb. Sel darah merah
gagal untuk menjadi dewasa dan sel tersebut menyisakan organel yang biasanya
menghilang pada proses kedewasaan sel, akhirnya poliribosoma ireguler pada
agregat RNA membentuk sel stipel.
2. Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Saraf.
Sistem saraf merupakan sistem yang paling sensitif terhadap daya racun . Risiko
dari keracunan keracunan timbal (Pb) dapat menimbulkan keruskan pada otak.
Penyakit-penyaakit yang berhubungan dengan otak sebagai akibat dari
keracunan timbal (Pb) adalah epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak besar dan
delirium, yaitu sejenis penyakit gula.
Sistem saraf yang kena pengaruh timbal (Pb) dengan konsentrasi timbal dalam
darah diatas 80 g / 100 ml, dapat terjadi ensefalopati. Hal ini dapat dilihat
melalui gejala seperti gangguan mental yang parah, kebutaan dan epilepsi
dengan atrofi kortikal, atau dapat secara tidak langsung berkurangnya persepsi
sensorik sehingga menyebabkan kurangnya kemampuan belajar, penurunan
intelegensia (IQ), atau mengalami gangguan perilaku seperti sifat agresif,
destruktif, atau jahat. Kerusakan saraf motorik menyebabkan kelumpuhan saraf
lanjutan dikenal dengan lead palsy. Keracunan kandungan timbal (Pb) dapat
merusak saraf mata pada anak-anak dan berakhir pada kebutaan. Centers for
disease Control (CDC) menyatakan bahwa kandungan timbal (Pb) dalam darah
70 g / 100 ml merupakan batas darurat medis akut pada pasien anak.
3. Risiko Timbal (Pb) pada Sistem ginjal.
Senyawa timbal (Pb) yang terlarut dalam darah dibawa ke seluruh system
tubuh . Sirkulasi darah masuk ke glomerolus merupakan bagian dari ginjal.
Glomerolus merupakan tempat proses pemisahan akhir dari semua bahan yang
dibawa darah. Timbal (Pb) yang terlarut dalam darah akan berpindah ke sistem
urinaria (ginjal) sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada ginjal.
Kerusakan terjadi karena terbentuknya intranuclear inclusion bodies disertai
dengan gejala aminociduria, yaitu terjadinya kelebihan asam amino dalam urine.
Nefropatis (kerusakan nefron pada ginjal) dapat di deteksi dari ketidak
seimbangnya fungsi renal dan sering diikuti hipertensi.
4. Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Gastrointestinal
Gejala awal muncul pada konsentrasi timbal (Pb) dalam darah sekitar 80 g /
100 ml, gejala-gejala tersebut meliputi kurangnya nafsu makan, gangguan
pencernaaan, gangguan epigastrik setelah makan, sembelit dan diare. Jika kadar
timbal (Pb) dalam darah melebihi 100 g / 100 ml, maka kecenderungan untuk
munculnya gejala lebih parah lagi, yaitu bagian perut kolik terus menerus dan
sembelit yang lebih parah. Jika gejala ini tidak segera ditangani, maka akan

muncul kolik yang lebih spesifik. Konsentrasi timbal (Pb) dalam darah diatas 150
g / 100 ml penderita menderita nyeri dan melakukan reaksi kaki ditarik-tarik
kearah perut secara terus menerus dan menggeretakkan gigi, diikuti keluarnya
keringat pada kening. Jika tidak dilakukan penanganan lebih lanjut, maka kolik
dapat terjadi selama beberapa hari, bahkan hingga satu minggu.
5. Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Kardiovaskuler.
Tahap akut keracuan timbal (Pb) khususnya pada pasien yang menderita kolik,
tekanan darah akan naik. Jika terjadi hal demikian, maka pasien tersebut akan
mengalami hipotonia. Kemungkinan kerusakan miokardial harus diperhatikan.
Dalam penelitian ditemukan jenis kelainan perubahan elektrokardiografis pada
70 % dari total pasien yang ditangani. Temuan utama dari penelitian
adalah takhikardia, atrial disritmia, gelombang T dan atau sudut QRS-T yang
melebar secara tidak normal.
6. Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Reproduksi dan Endokrin.
Efek reproduktif meliputi berkurangnya tingkat kesuburan bagi wanita maupun
pria yang terkontaminasi Timbal (Pb), logam tersebut juga dapat melewati
placenta sehingga dapat menyebabkan kelainan pada janin. Dapat menimbulkan
berat badan lahir rendah dan prematur. Timbal (Pb) juga dapat menyebabkan
kelainan pada fungsi tiroid dengan mencegah masuknya iodine.
7. Risiko Karsinogenik.
International Agency for Research on Center (IARC) menyatakan bahwa timbal
(Pb) inorganic dan senyawanya termasuk dalam grup 2B, kemungkinan
menyebabkan kanker pada manusia. Tahap awal proses terjadinya kanker
adanya kerusakan DNA yang menyebabkan peningkatan lesi genetik herediter
yang menetap atau disebut mutasi. Timbal (Pb) diperkirakan mempunyai sifat
toksik pada gen sehingga dapat mempengaruhi terjadinya kerusakan DNA /
mutasi gen dalam kultur sel mamalia. Patogenesis kanker otak akibat terpapar
timbal (Pb) adalah sebagai berikut : timbal (Pb) masuk kedalam darah melalui
makanan dan akan tersimpan dalam organ tubuh yang mengakibatkan
gangguan sintesis DNA, proliferensi sel yang membentuk nodul selanjutnya
berkembang menjadi tumor ganas.

BAB III
KESIMPULAN

Timbal (plumbum /Pb ) atau timah hitam adalah satu unsur logam berat yang
lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya. Kadarnya dalam
lingkungan meningkat karena penambangan, peleburan dan berbagai
penggunaannya dalam industri. Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat
perhatian khusus karena sifatnya yang toksik (beracun) terhadap manusia
Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan, minuman,
udara, air, serta debu yang tercemar Pb.
Jalur masuknya timbal (Pb) ke tubuh manusia melalui saluran pernapasan
(respirasi), juga melalui saluran pencernaan (gastrointestinal), kemudian di
distribusikan ke dalam darah, dan terikat pada sel darah. Sebagian Pb disimpan
dalam jaringan lunak dan tulang, sebagian diekskresikan lewat kulit, ginjal dan
usus besar.
Keracunan akibat kontaminasi Pb bisa menimbulkan berbagai macam hal
diantaranya:
1. Menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam
pembentukan hemoglobin (Hb)
2. Meningkatnya kadar asam -aminolevulinat dehidratase (ALAD) dan
kadar protoporphin dalam sel darah merah
3. Memperpendek umur sel darah merah
4. Menurunkan jumlah sel darah merah dan retikulosit, serta meningkatkan
kandungan logam Fe dalam plasma darah.
Mekanisme toksisitas Pb berdasarkan organ yang dipengaruhinya adalah:
1. Sistem haemopoietik; dimana Pb menghambat sistem pembentukan
hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkananemia.
2. Sistem saraf; di mana Pb dapat menyebabkan kerusakan otak dengan
gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium.
3. Sistem urinaria; dimana Pb bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis,
lengkung henle, serta menyebabkanaminosiduria.
4. Sistem pencernaan; di mana Pb dapat menyebabkan kolik dan konstipasi.
5. Sistem kardiovaskular; di mana Pb dapat menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah.

6. Sistem reproduksi; di mana Pb dapat menyebabkan keguguran, tidak


berkembangnya sel otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta hipospermia
dan teratospermia pada pria.
7. Sistem endokrin; di mana Pb dapat menyebabkan gangguan fungsi tiroid dan
fungsi adrenal
8. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim a, 2013. Toksikologi Timbal (pb). http//:bio-science.wordpress.com/.


diakses pada tanggal 24 Februari 2013 pada pukul 20.05 WITA. Makasar.

---------- b, 2013. Penyakit yang Disebabkan Oleh Timbal. http//:publichealth.com/. diakses pada tanggal 24 Februari 2013 pada pukul 20.33 WITA.
Makasar.

Budiawan, nat, rer, Dr, 2008. Peran Toksikologi Forensik Dalam Mengungkap
Kasus Keracunan Dan Pencemaran Lingkungan. Indonesian Journal of Legal and
Forensic Sciences 2008; 1(1):35-39. Jakarta.

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta.

Maharani, Yusniar, 2013. Disposisi dan metabolisme senyawa toksik.


http//:yusniar-maharani.blogspot.com/. diakses pada tanggal 24 Februari 2013
pada pukul 20.13 WITA. Makasar.

Pallar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.

Wardhayani, Sutji, 2006. Analisis Risiko Pencemaran Bahan Toksik Timbal (Pb)
Pada Sapi Potong Di Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Jatibarang
Semarang. Magister Kesehatan Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro, Konsentrasi Kesehatan Lingkungan Industri. Semarang.

Wikipedia, 2013. Timbal. http//:id.wiki.org/timbale/. diakses pada tanggal 24


Februari 2013 pada pukul 20.45 WITA. Makasar.

MAKALAH KELOMPOK
TOKSIKOLOGI

ZAT TOKSIN TIMBAL DAN PROSES ADME


OLEH :

KELOMPOK 1

Muh. Ikhsan

H411 09

Marwah Adinda Lestari

H411 10 003

Rr. Dyah Roro Ariwulan

H411 10 272

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
Diposkan 24th September 2013 oleh Wulan Xaveria Nightray
Label: Biologi Toksikologi

You might also like