You are on page 1of 25

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
LAPORAN KASUS INFEKSI DAN NON INFEKSI

Oleh :
WAWAN SUSILO

110 204 0177

IRFAN FAISAL

110 204 0060

EKO IRAWAN S

110 205 0131

Pembimbing :
dr. Hj. DAHLIA, AZ. MARS
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2012
0

LAPORAN KASUS INFEKSI


IDENTITAS PASIEN
Nama

: Asriyanto

Umur

: 19 tahun

Jenis kelamin

: Laki-Laki

Bangsa/suku

: Indonesia / Bugis

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Mahasiswa

Alamat

: Taman Sudiang Indah blok e2 no 6

Tanggal Pemeriksaan : 13 Agustus 2012


ANAMNESIS
Keluhan utama

: Batuk - batuk

Anamnesis terpimpin

Dialami sejak kurang lebih 4 hari yang lalu , lendir (+), awalnya warna hijau dan
beberapa akhir ini warna putih ,gatal tenggorokan (+), pilek (+) sejak 4 hari yang lalu.
Sesak (-). Demam (-), Sakit kepala (+). Riwayat nyeri dada (-). Mual (-), muntah (-).
NUH (-), nafsu makan di rasakan berkurang. Riwayat komsumsi obat batuk (+)
konidin 1 papan tapi tidak ada perubahan. Pasien sering minum yang dingin-dingin.
Riwayat merokok (-).
BAB = biasa
BAK = lancar
Riwayat penyakit sebelumnya :
Riwayat kontak dengan orang yang bergejala sama (-).
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat hiperkolesterol/hiperlipidemia (-)
1

Riwayat penyakit saluran pencernaan (-)


Riwayat diabetes mellitus (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat alergi (-)
PEMERIKSAAN FISIS
Tanda vital :
Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,60C

Pemeriksaan fisis
Kepala

: anemis (-), sianosis (-), ikterus (-)

Leher

: Tidak ada kelainan

Thorax

: vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Cor

: SI/II reguler, murni

Abdomen

: Nyeri tekan (-)


Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas

: Tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan
DIAGNOSIS
ISPA
PENATALAKSANAAN
1.

Pengobatan farmakologi yang diberikan adalah :

Ciprofloksacin 2 x 1 500 mg

Dextral 3 x 1


2.

Lexavit 3 x 1

Pengobatan nonfarmakologi berupa saran kepada pasien untuk :


1. Makan secara teratur, Mengurangi minum yang dingin-dingin ,dan
memperbanyak minum air putih.
2. Menigkatkan daya tahan tubuh dengan cara olahraga teratur, makan makanan
bergizi, dan mengkonsumsi suplemen bila perlu
3. Istirahat yang cukup.

HASIL KUNJUNGAN RUMAH


1.

Kunjungan Rumah hari I (13 Agustus 2012)


Keluhan

: batuk-batuk

Tanda vital

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,60C

Pemeriksaan Fisis :
Kepala

: anemis (-), sianosis (-), ikterus (-)

Leher

: tidak ada kelainan

Thorax

: vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Cor

: SI/II reguler, murni

Abdomen

: Nyeri tekan (-), Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas

: Tak ada kelainan

Penatalaksanaan nonfarmakologis yang diberikan berupa saran untuk :


1. Makan secara teratur, Mengurangi minum yang dingin-dingin ,dan
memperbanyak minum air putih.

2. Menigkatkan daya tahan tubuh dengan cara olahraga teratur, makan makanan
bergizi, dan mengkonsumsi suplemen bila perlu
3. Istirahat yang cukup.
2.

Kunjungan Rumah hari II (14 Agustus 2012)


Keluhan : batuk
Tanda Vital :
Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 24 x/menit

Suhu

: 36,5 oC

Pemeriksaan Fisis :
Kepala

: Anemis (-), Sianosis (-), Ikterus (-)

Leher

: Tidak ada kelainan

Thoraks

: Vesikuler, Rh(-), Wh(-)

Cor

: SI/II murni, reguler

Abdomen

: Nyeri tekan (-), Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas

: Tidak Ada kelainan

Penatalaksanaan non farmakologi, berupa saran-saran kepada pasien antara


lain:
1.

Makan teratur

2.

Kurangi mengkomsumsi minuman dingin

3.

Istirahat cukup

4.

Memeriksakan diri kembali ke dokter

KEADAAN PASIEN :
1.

Profil Pasien
Tn. A adalah seorang anak staf

pengajar di di Universitas Muslim

Indonesia. Tn. A kuliah di ATKP makasar, pasien merasa pola hidup di asrama
di banding dirumah berubah sejak liburan. Pasien pasien seing mandi malam
sejak tinggal dirumah dan sering begadang.
4

2.

Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga


Pasien adalah seorang mahasiswa ATKP Makasar. Pasien sebelumnya
tinggal di asrama tetapi semenjak liburan pasien tinggal di rumah orang tuanya
yang terletak di Taman Sudiang Indah blok E2 no 6. Rumah pasien dalam kondisi
baik, tertata rapi serta terawat. Rumah terdiri dari 2 kamar dan 1 kamar mandi.
Ventilasi di rumah baik, sirkulasi udara baik. Peralatan rumah tangga lengkap, dan
terdapat sebuah motor dan mobil. Lingkungan disekitar rumah pasien bersih

3.

Riwayat Penyakit Keluarga


Dari penuturan Tn. A diketahui dia tidak memiliki riwayat saluran
pernapasan yang cukup berat.

5.

Pola Konsumsi Makanan


Pola konsumsi keluarga tersebut cukup baik sesuai dengan kebutuhan
asupan gizi. Akan tetapi, selama bulan puasa ini pasien sering minum es buah,
dan sering minum air es

1.

Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga


Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota keluarga
yang lainnya, baik yang tinggal didalam

rumah

maupun waktu tinggal di

asrama. Dengan seluruh anggota keluarga dan teman-teman asramanya, terjalin


komunikasi yang baik dan cukup lancar.
2.

Kebiasaan
Pasien sering olahraga teratur

3. Lingkungan
Lingkungan pemukiman keluarga bersih dan tertata dengan baik. Sampah
tersimpan pada tempatnya, demikian juga dengan tata letak peralatan dan
perlengkapan rumah. Hubungan dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggal
baik.

Gambar 1. lokasi depan rumah

Gambar 2. Ruang Tengah

Gambar 3. Lokasi

kamar tidur
utama

Gambar 4. Lokasi kamar tidur anak

Gambar 4. Keadaan kamar mandi


Keadaan Pasien
Pasien kadang-kadang masih batuk, tetapi tidak seperti hari-hari sebelumnya
lendir agak berkurang. Pasien minum obat secara teratur dan merasa kondisinya
sudah membaik.
Tanda Vital :
Tekanan Darah

: 120/80 mmHg
7

Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,6 oC

Kepala

: anemis (-), sianosis (-), ikterus (-)

Leher

: tegang di bagian belakang

Thorax

: vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Cor

: SI/II reguler, murni

Abdomen

: Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas

: tak ada kelainan

Penatalaksanaan nonfarmakologis yang diberikan berupa saran untuk :

Mengurangi mengkomsumsi minuman dingin terutama air es

Makan secara teratur dan mengonsumsi makanan yang mengandung serat


tinggi serta vitamin

Menjaga kebersihan rumah.

Mengontrol kesehatan secara teratur.

Hasil kunjungan kedua (14 Agustus 2012)


Pasien dalam kondisi baik. Batuk (+) dan lendir (-).
Tanda Vital :
Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,6 oC

Kepala

: anemis (-), sianosis (-), ikterus (-)

Leher

: tegang di bagian belakang

Thorax

: vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Cor

: SI/II reguler, murni

Abdomen

: Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas

: tak ada kelainan

Penatalaksanaan nonfarmakologis yang diberikan berupa saran untuk :

Mengurangi mengkomsumsi minuman dingin terutama air es

Makan secara teratur dan mengonsumsi makanan yang mengandung serat


tinggi serta vitamin

Menjaga kebersihan rumah.

Mengontrol kesehatan secara teratur

DISKUSI
Pasien Laki-laki 18 tahun datang ke Poliklinik Ibnu Sina dengan keluhan
utama batuk yang dialami sejak 4 hari yang lalu, terus menerus.. OSI juga mengeluh
batuk berdahak (+) yang awalnya dahaknya warna hijau tetapi 1 hari terakhir ini
dahaknya warna putih.. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis yang dilakukan
pertama kali di poliklinik, maka pasien didiagnosa ISPA.
Obat yang diminum oleh Tn. A adalah Ciprofloksacin, Dextral dan Lexavit. Tn.
A diberikan Siprofloksasin yang merupakan anti infeksi sintetik golongan kinolon
yang menghambat DNA-girase. Tidak menunjukkan resistensi paralel terhadap
antibiotika lain yang tidak termasuk dalam golongan karboksilat. Efektif terhadap
bakteri yang resisten terhadap antibiotika lam misalnya aminoglikosida, penisilin,
sefalosporin dan tetrasiklin. Siprofloksasin efektif terhadap bakteri gram-negatif dan
gram-positif.
Ambroksol merupakan suatu metabolit bromheksin yang diduga sama cara
kerja dan penggunaannya. Ambroksol merupakan mukolitik yaitu obat yang dapat
mnegencerkan secret saluran napas dengan jalan memecah benang-benang
polisakarida dan mukoprotein dari sputum.5,7
CTM (Chlorpheniramine Maleatalkilamin) yang merupakan salah satu dari
alkilamin yang merupakan golongan antihistamin penghambat reseptor H1 (AH 1).
Antihistamin dapat menyebabkan relaksasi otot polos saluran napas dan

menurunkan produksi mucus. Efek samping yang paling sering ditimbulkan adalah
efek sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien
yang memerlukan banyak istirahat. Antihistamin juga dapat menurunkan sekresi
mucus.5,7
Selain terapi farmakologis, diperlukan terapi non farmakologis berupa saransaran kepada Ny.B misalnya menjaga pola hidup sehat, makan dan istirahat yang
cukup.
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
A. Definisi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan sekelompok penyakit
kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat
mengenai setiap lokasi di sepanjang saluran nafas (WHO, 1986).
Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang
terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dan berlangsung tidak lebih dari 14
hari. Adapun yang termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis,
bronkhitis akut, brokhiolitis, dan pneumonia (Anonim, 2009)
B. Epidemiologi
Insiden ISPA anak di negara berkembang maupun negara yang telah maju
tidak berbeda, tetapi jumlah angka kesakitan di negara berkembang lebih banyak
(WHO, 1992). Berbagai laporan menyatakan bahwa ISPA anak merupakan
penyakit yang paling sering pada anak, mencapai kira-kira 50% dari semua
penyakit balita dan 30% pada anak usia 5-12 tahun. Umumnya infeksi biasanya
mengenai saluran nafas bagian atas, hanya kurang dari 5% yang mengenai saluran
pernafasan bawah.

10

Kejadian ISPA pada balita lebih sering terjadi di daerah perkotaan


dibandingkan pada balita di daerah pedesaan. Seorang anak yang tinggal di
daerah perkotaan akan mengalami ISPA sebanyak 5-8 episode setahun, sedangkan
bila tinggal di pedesaan sebesar 3-5 episode (WHO, 1992).
Angka kematian yang tinggi karena ISPA khususnya pneumonia masih
merupakan masalah di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. WHO
(1992) memperkirakan 12,9 juta balita meninggal dunia karena ISPA terutama
pneumonia.
C. Klasifikasi
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas
derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat.
Penyakit batuk pilek seperti rhinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas
bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia (Rasmaliah, 2004).
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat
keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang
timbul, dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988.
Adapun pembagiannya sebagai berikut :
a. ISPA ringan
Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut :
Batuk
Pilek dengan atau tanpa demam

11

b. ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
Pernafasan cepat.
Umur < 1 tahun : 50 kali / menit atau lebih.
Umur 1-4 tahun : 40 kali / menit atau lebih.
Wheezing (nafas menciut-ciut).
Sakit/keluar cairan dari telinga.
Bercak kemerahan (campak).
Khusus untuk bayi <2 bulan hanya dikenal ISPA ringan dan ISPA berat
dengan batasan frekuensinya nafasnya 60 kali / menit.
c. ISPA berat
Meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi.
Kesadaran menurun.
Bibir / kulit pucat kebiruan.
Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat.
Adanya selaput membran difteri.

12

Depkes RI (1991) membagi ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-tanda


klinis yang didapat yaitu :
a. Untuk anak umur 2 bulan - 5 tahun.
Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu :
Pneumonia berat
Tanda utama :
Adanya tanda bahaya, yaitu tak bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, serta gizi buruk.
Adanya tarikan dinding dada ke belakang. Hal ini terjadi bila paruparu menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk
menarik nafas.
Tanda-tanda lain yang mungkin ada :
Nafas cuping hidung
Suara rintihan
Sianosis (pucat)
Pneumonia (tidak berat)
Tanda :
Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.

13

Disertai nafas cepat :


Lebih dari 50 kali / menit untuk usia 2 bulan 1 tahun.
Lebih dari 40 kali / menit untuk usia 1 tahun 5 tahun.
Bukan Pneumonia
Tanda :
Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
Tak ada nafas cepat :
Kurang dari 50 kali / menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun.
Kurang dari 40 kali / menit untuk anak usia 1 tahun 5 tahun.
b. Anak umur kurang dari 2 bulan
Untuk anak dalam golongan umur ini, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
Pneumonia berat
Tanda :
Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, wheezing, demam atau dingin.
Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali / menit atau lebih, atau
Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
Bukan Pneumonia
14

Tanda :
Tidak ada nafas cepat.
Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
D. Etiologi
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari
90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya
lebih kecil. Dalam Harrisons Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa
penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring,
sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral,
sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh
bakteri di mana Streptococcus Pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk
kurang lebih 70-90%, sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar
10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernafasan akut ini
melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut
(Anonim, 2009).
E. Faktor Resiko
Menurut WHO beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi
pneumonia dan kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup,
imunisasi tidak lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan
hunian, udara dingin, jumlah kuman yang banyak di tenggorokan, terpapar polusi
udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain.
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah
sebagai berikut:

15

1. Faktor host (diri)


a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
daripada usia yang lebih lanjut(Anonim, 2009).
b. Jenis kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
negara Denmark (Anonim, 2009).
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama
dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu
merupakan predisposisi yang lainnya. Pada KKP, ketahanan tubuh menurun
dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang
terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama
dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak
(Anonim, 2009).
d. Status imunisasi
Pada sebuah penelitian mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat
memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA
(Anonim, 2009).

16

e. Pemberian suplemen vitamin A


Pemberian

vitamin

pada

balita

sangat

berperan

untuk

masa

pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan,


reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel yang
mengalami diferensiasi (Anonim, 2009).
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan
pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi
tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya
beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI
dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (Anonim, 2009).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat
berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan
sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (Anonim, 2009).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch
et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi
secara bermakna prevalensi ISPA berat (Anonim, 2009).

17

c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang
rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat
(Anonim, 2009).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa
episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Anonim,
2009).
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar
rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang
kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di
Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Rasmaliah,
2004).
F. Patofisiologi dan Patogenesis
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia
yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks

18

tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan (Anonim, 2009).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan
aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan
cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala. Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk (Anonim, 2009).
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder
bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Anonim, 2009).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga
bisa menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa
menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat

19

menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Anonim,


2009).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas
yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik
pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA
(sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas
(Anonim, 2009).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang
sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia.

20

E. Diagnosis
Diagnosis ISPA ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
seperti yang disebutkan pada klasifikasi di atas.
F. Penatalaksanaan

Pneumonia berat

: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui

jalur infus , di beri oksigen dan sebagainya. Pneumonia: diberi obat


antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika terjadi
alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin.

Bukan pneumonia

: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan

perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional


atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan
harus diberi antibiotik selama 10 hari.
Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan :

Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

Immunisasi.

Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

21

DAFTAR PUSTAKA
1) WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.2007.
2) WHO. Acute Respiratory Infections (Update September 2009). [serial
online]. 2009. [cited 13 Agustus 2012]. Available from:
www.who.int/vaccine_research/diseases/ari/en/print.html
3) Wahyono Dj, Hapsari I, Astuti IWB. Pola Pengobatan Infeksi Saluran
Napas Akk Usia Bawah Lima Tahun (Balita) Rawat Jalan di Puskesmas I
Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004.[serial online].
2008.

[cited

13

Agustus

2012].

Available

from:

http://mfi.farmasi.ugm.ac.id
4) Falsey, Ann R et al. respiratory Synctial Virus Infection in Elderly and
High Risk Adults. 2005. [cited 13 Agustus 2012].Availabele from :
www.nejm.org.
5) Goldman, Lee and Aussielo, Dennis. Cecil Medicine 23rd Edition.USA :
Elsevier Inc. 2008.
6) Rasmaliah.

Infeksi

Saluran

Pernapasan

Akut

(ISPA)

dan

Penanggulangannya. 2004. [cited 13 Agustus 2012].Available from :


http://library.usu.ac.id/
7) Rubin, Michael A, et al. Harrisons Principle of Internal Medicine. USA :
McGraw Hill. 2005.
8) Deasy,JoAnn and Werner, Karen. Acute Respiratory Tract Infections ;
When Are Antibiotics Indicated?[serial online]. 2009. [cited 13 Agustus
2012]. Available from: www.jaapa.com.
9) McPhee, Stephen J and Papadakis, Maxin A. Current Medical Diagnosis
& Treatment 2008. San Fransisco : McGraw Hill.
22

10) Dahlan Z. Pneumonia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Editors.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

23

24

You might also like