Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
WAWAN SUSILO
IRFAN FAISAL
EKO IRAWAN S
Pembimbing :
dr. Hj. DAHLIA, AZ. MARS
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2012
0
: Asriyanto
Umur
: 19 tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Bangsa/suku
: Indonesia / Bugis
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat
: Batuk - batuk
Anamnesis terpimpin
Dialami sejak kurang lebih 4 hari yang lalu , lendir (+), awalnya warna hijau dan
beberapa akhir ini warna putih ,gatal tenggorokan (+), pilek (+) sejak 4 hari yang lalu.
Sesak (-). Demam (-), Sakit kepala (+). Riwayat nyeri dada (-). Mual (-), muntah (-).
NUH (-), nafsu makan di rasakan berkurang. Riwayat komsumsi obat batuk (+)
konidin 1 papan tapi tidak ada perubahan. Pasien sering minum yang dingin-dingin.
Riwayat merokok (-).
BAB = biasa
BAK = lancar
Riwayat penyakit sebelumnya :
Riwayat kontak dengan orang yang bergejala sama (-).
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat hiperkolesterol/hiperlipidemia (-)
1
: 120/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,60C
Pemeriksaan fisis
Kepala
Leher
Thorax
Cor
Abdomen
Ekstremitas
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan
DIAGNOSIS
ISPA
PENATALAKSANAAN
1.
Ciprofloksacin 2 x 1 500 mg
Dextral 3 x 1
2.
Lexavit 3 x 1
: batuk-batuk
Tanda vital
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,60C
Pemeriksaan Fisis :
Kepala
Leher
Thorax
Cor
Abdomen
Ekstremitas
2. Menigkatkan daya tahan tubuh dengan cara olahraga teratur, makan makanan
bergizi, dan mengkonsumsi suplemen bila perlu
3. Istirahat yang cukup.
2.
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernapasan
: 24 x/menit
Suhu
: 36,5 oC
Pemeriksaan Fisis :
Kepala
Leher
Thoraks
Cor
Abdomen
Ekstremitas
Makan teratur
2.
3.
Istirahat cukup
4.
KEADAAN PASIEN :
1.
Profil Pasien
Tn. A adalah seorang anak staf
Indonesia. Tn. A kuliah di ATKP makasar, pasien merasa pola hidup di asrama
di banding dirumah berubah sejak liburan. Pasien pasien seing mandi malam
sejak tinggal dirumah dan sering begadang.
4
2.
3.
5.
1.
rumah
Kebiasaan
Pasien sering olahraga teratur
3. Lingkungan
Lingkungan pemukiman keluarga bersih dan tertata dengan baik. Sampah
tersimpan pada tempatnya, demikian juga dengan tata letak peralatan dan
perlengkapan rumah. Hubungan dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggal
baik.
Gambar 3. Lokasi
kamar tidur
utama
: 120/80 mmHg
7
Nadi
: 80 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,6 oC
Kepala
Leher
Thorax
Cor
Abdomen
Ekstremitas
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,6 oC
Kepala
Leher
Thorax
Cor
Abdomen
Ekstremitas
DISKUSI
Pasien Laki-laki 18 tahun datang ke Poliklinik Ibnu Sina dengan keluhan
utama batuk yang dialami sejak 4 hari yang lalu, terus menerus.. OSI juga mengeluh
batuk berdahak (+) yang awalnya dahaknya warna hijau tetapi 1 hari terakhir ini
dahaknya warna putih.. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis yang dilakukan
pertama kali di poliklinik, maka pasien didiagnosa ISPA.
Obat yang diminum oleh Tn. A adalah Ciprofloksacin, Dextral dan Lexavit. Tn.
A diberikan Siprofloksasin yang merupakan anti infeksi sintetik golongan kinolon
yang menghambat DNA-girase. Tidak menunjukkan resistensi paralel terhadap
antibiotika lain yang tidak termasuk dalam golongan karboksilat. Efektif terhadap
bakteri yang resisten terhadap antibiotika lam misalnya aminoglikosida, penisilin,
sefalosporin dan tetrasiklin. Siprofloksasin efektif terhadap bakteri gram-negatif dan
gram-positif.
Ambroksol merupakan suatu metabolit bromheksin yang diduga sama cara
kerja dan penggunaannya. Ambroksol merupakan mukolitik yaitu obat yang dapat
mnegencerkan secret saluran napas dengan jalan memecah benang-benang
polisakarida dan mukoprotein dari sputum.5,7
CTM (Chlorpheniramine Maleatalkilamin) yang merupakan salah satu dari
alkilamin yang merupakan golongan antihistamin penghambat reseptor H1 (AH 1).
Antihistamin dapat menyebabkan relaksasi otot polos saluran napas dan
menurunkan produksi mucus. Efek samping yang paling sering ditimbulkan adalah
efek sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien
yang memerlukan banyak istirahat. Antihistamin juga dapat menurunkan sekresi
mucus.5,7
Selain terapi farmakologis, diperlukan terapi non farmakologis berupa saransaran kepada Ny.B misalnya menjaga pola hidup sehat, makan dan istirahat yang
cukup.
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
A. Definisi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan sekelompok penyakit
kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat
mengenai setiap lokasi di sepanjang saluran nafas (WHO, 1986).
Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang
terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dan berlangsung tidak lebih dari 14
hari. Adapun yang termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis,
bronkhitis akut, brokhiolitis, dan pneumonia (Anonim, 2009)
B. Epidemiologi
Insiden ISPA anak di negara berkembang maupun negara yang telah maju
tidak berbeda, tetapi jumlah angka kesakitan di negara berkembang lebih banyak
(WHO, 1992). Berbagai laporan menyatakan bahwa ISPA anak merupakan
penyakit yang paling sering pada anak, mencapai kira-kira 50% dari semua
penyakit balita dan 30% pada anak usia 5-12 tahun. Umumnya infeksi biasanya
mengenai saluran nafas bagian atas, hanya kurang dari 5% yang mengenai saluran
pernafasan bawah.
10
11
b. ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
Pernafasan cepat.
Umur < 1 tahun : 50 kali / menit atau lebih.
Umur 1-4 tahun : 40 kali / menit atau lebih.
Wheezing (nafas menciut-ciut).
Sakit/keluar cairan dari telinga.
Bercak kemerahan (campak).
Khusus untuk bayi <2 bulan hanya dikenal ISPA ringan dan ISPA berat
dengan batasan frekuensinya nafasnya 60 kali / menit.
c. ISPA berat
Meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi.
Kesadaran menurun.
Bibir / kulit pucat kebiruan.
Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat.
Adanya selaput membran difteri.
12
13
Tanda :
Tidak ada nafas cepat.
Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
D. Etiologi
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari
90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya
lebih kecil. Dalam Harrisons Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa
penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring,
sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral,
sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh
bakteri di mana Streptococcus Pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk
kurang lebih 70-90%, sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar
10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernafasan akut ini
melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut
(Anonim, 2009).
E. Faktor Resiko
Menurut WHO beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi
pneumonia dan kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup,
imunisasi tidak lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan
hunian, udara dingin, jumlah kuman yang banyak di tenggorokan, terpapar polusi
udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain.
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah
sebagai berikut:
15
16
vitamin
pada
balita
sangat
berperan
untuk
masa
17
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang
rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat
(Anonim, 2009).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa
episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Anonim,
2009).
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar
rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang
kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di
Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Rasmaliah,
2004).
F. Patofisiologi dan Patogenesis
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia
yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks
18
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan (Anonim, 2009).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan
aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan
cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala. Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk (Anonim, 2009).
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder
bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Anonim, 2009).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga
bisa menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa
menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
19
20
E. Diagnosis
Diagnosis ISPA ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
seperti yang disebutkan pada klasifikasi di atas.
F. Penatalaksanaan
Pneumonia berat
Bukan pneumonia
Immunisasi.
21
DAFTAR PUSTAKA
1) WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.2007.
2) WHO. Acute Respiratory Infections (Update September 2009). [serial
online]. 2009. [cited 13 Agustus 2012]. Available from:
www.who.int/vaccine_research/diseases/ari/en/print.html
3) Wahyono Dj, Hapsari I, Astuti IWB. Pola Pengobatan Infeksi Saluran
Napas Akk Usia Bawah Lima Tahun (Balita) Rawat Jalan di Puskesmas I
Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004.[serial online].
2008.
[cited
13
Agustus
2012].
Available
from:
http://mfi.farmasi.ugm.ac.id
4) Falsey, Ann R et al. respiratory Synctial Virus Infection in Elderly and
High Risk Adults. 2005. [cited 13 Agustus 2012].Availabele from :
www.nejm.org.
5) Goldman, Lee and Aussielo, Dennis. Cecil Medicine 23rd Edition.USA :
Elsevier Inc. 2008.
6) Rasmaliah.
Infeksi
Saluran
Pernapasan
Akut
(ISPA)
dan
23
24