You are on page 1of 39

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I

: PENDAHULUAN

BAB II

: LAPORAN KASUS

BAB III

: PEMBAHASAN

BAB IV

: TINJAUAN PUSTAKA

13

BAB V

: KESIMPULAN

36

DAFTAR PUSTAKA

37

BAB I
PENDAHULUAN

Diskusi modul GER, kasus pertama ini dengan judul Seorang Laki-Laki Usia
69 Tahun dengan Keluhan Tidak Bisa Kencing, Perut Kembung, dan Kepala Pening.
Diskusi sesi 1 dilaksanakan pada hari Selasa, 11 Juni 2013 pukul 08.00 - 10.00,
dilanjutkan dengan sesi 2 yang dilaksanakan pada hari Rabu, 12 Juni 2013 pukul
10.00 - 12.00.
Diskusi sesi 1 dipimpin oleh Margo Sebastian dengan Sally Kartika sebagai
sekretaris dan jalannya sesi 2 dipimpin oleh Margo Sebastian dengan Heidi Angelika
sebagai sekretaris. Diskusi ini dibimbing oleh dr. Sukamto sebagai tutor sesi pertama
dan dr.Elliyati sebagai tutor sesi kedua. Kedua diskusi berjalan lancar dengan
partisipasi seluruh anggota kelompok IV yang berjumlah 14 orang.
Pada kasus ini, dibahas mengenai seorang laki-laki usia 69 tahun dengan
keluhan tidak bisa kencing, perut kembung, dan kepala pening. Baik hari pertama
maupun hari kedua, diskusi kelompok IV dapat berjalan lancar dan tepat waktu.
Semua anggota yang berjumlah 14 orang ikut berpartisipasi dengan memberikan
pendapatnya masing-masing sehingga kami dapat menyelesaikan kasus tersebut.
Demikianlah makalah ini kami susun sebaik-baiknya dengan segala
kekurangan dan kelebihan. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi
para pembaca.

BAB II
LAPORAN KASUS

Tn. Hadi 69 thn datang di UGD, di mana Anda bertugas dengan keluhan, baru datang
dari Jogja dengan kereta api, semalam hingga kini, tidak bisa kencing, perut kembung,
kepala pening.
Pada pemeriksaan didapatkan :

Pasien sadar, gizi cukup, konjungtiva agak anemis, nadi : 80x/m, pernapasan :

20x/m, tensi : 150/90


Abdomen : agak membuncit, teraba tumor di atas simfesis hingga pusat

fluktuasi (+), redup, ballotemen (+), bising usus (+).


Extremitas : pretibial udem (+)

Pemeriksaan LAB :
HB

:9%

Leko : 6.000
Psa

: 10 ng/ml

Ureum : 50

Pemeriksaan colok dubur setelah kateterisasi

Sfinkter baik
Mukosa licin dapat digunakan
Teraba prostat membesar simetris
Kenyal, permukaan licin, sulcus (+)
Darah (-)

BAB III
PEMBAHASAN
3

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. Hadi

Umur

: 69 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

:-

Pekerjaan

:-

Status Pernikahan

:-

Keluhan utama

:Semalam hingga kini, tidak bisa kencing, perut


kembung dan kepala pening.

Riwayat Penyakit Sekarang


1. Bagaimana aliran saat berkemih ?
2. Apakah membutuhkan waktu yang lama saat berkemih ? Perlu mengejan atau
tidak ?
3. Apakah setelah berkemih merasa tuntas ?
4. Apakah terasa nyeri saat berkemih ?
5. Apakah ada nokturia ?
6. Bagaimana frekuensi berkemih sebelumnya ?
7. Apakah terdapat keluhan lain ? Demam ?
8. Apakah pasien pernah mengalami trauma?
9. Apakah sebelumnya pasien menjalani operasi ?
10. Apakah saat ini pasien sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu ?
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Apakah pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya ?
2. Apakah pasien memiliki riwayat penyakit DM ?
Riwayat Kebiasaan
1. Apakah pasien sering mengkonsumsi alkohol ?
DAFTAR MASALAH DAN HIPOTESIS
No Daftar Masalah
1. Tn.Hadi, 69 tahun

Dasar Masalah
Anamnesis;

Hipotesis
Faktor resiko berbagai masalah

Menurut WHO, usia

pada geriatri.

pasien dalam kategori


lanjut usia (64-75
4

2.

tahun).
Anamnesis;

Semalam hingga

kini, tidak bisa

Keluhan tidak

Retensi urin akut.

Gangguan pada saluran

kencing, perut

bisa miksi

pencernaan seperti

kembung, kepala

yang dialami

dispepsia.

pening.

pasien akut.

Anemia.

Perut

Hipertensi/hipotensi.

kembung
terjadi karena
adanya
penumpukan
gas di dalam
perut.

Kepala
pening,
kemungkinan
dapat
disebabkan
oleh
berkurangnya
perfusi
oksigen ke
otak.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis: Tanda Vital
No

Pemeriksaa

Nilai normal

Hasil

Interpretasi

n
1

Tekanan

120/80 mmHg

darah

150/90

Hypertension grade 1

mmHg

Nadi

60 100/menit

80x/menit

Normal

Pernafasan

16 20 / menit

20x / menit

Normal

Gizi cukup
Status Lokalis
1

Abdomen

Membucit ,redup

Retensi urin

Tumor diatas simfisi


hingga pusat dengan
fluktuasi +

Menyebabkan pembesaran
vesica urinaria sehingga pada
saat pemeriksaan terabanya
Vesica urinaria pada abdomen
diatas simfisi pubis dengan
fluktuasi + dan menyebabkan
perkusi yang redup

Ballotemen +

Pembesaran ginjal akibat


adanya aliran balik dari vesica
urinaria ke ginjal sehingga
terjadi pembesaran ginjal

Bising usus +

Tidak adanya kelainan pada


usus

2.

ekstremitas

Oedema pretibial

Adanya penyakit ginjal


dimana terjadi
peningkatan cairan dan
natrium dalam darah
sehingga menyebabkan
oedem pada daerah

kaki juga preorbita


Posisi statis yang lama
sehingga terjadi
penumpukan darah di
vena (aliran darah vena
kembali ke jantung
menurun) sehingga
menyebabkan oedema
dan kelemahan pada
kaki

PEMERIKSAAN PENUNJANG
No

Hasil laboratorium

Interpretasi

HB 9%

Normal 13-16 % adanya anemia perlu melakukan


pemeriksaan penyebab anemia

Leukosit 6000

Normal

PSA 10 ng/ml

Normal <4 ng/ml menandakan adanya ca prostat


tapi hal ini harus dipastikan dengan biopsy dan
usg

Ureum 50

Normal 8-24 menandakan ginjal mengalami


penurunan fungsi akibat obsstuksi sehingga
adanya refluks urin dan dapat menyebabkan
kerusakan ginjal

Pemeriksaan

Hasil

Interpretasi

Colok dubur

Sfingkter baik

Tidak ada kelainan sfingter anal dan tidak ada hemoroid

dengan mukosa
licin dapat
digunakan
Prostat membesar

Menandakan BPH (benign prostat hyperplasia)

simetris

permukaan
Kenyal; licin ;
sulcus +

Pemeriksaan tambahan yang masih harus dilakukan

USG
IVP setelah kadar ureum normal
Prostat biopsy

Urodynamic Tests

DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah diperoleh, diagnosis pada pasien ini ialah Retensi Urine Akut et causa Benign
Prostat Hiperplasia.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk kasus ini ialah Carcinoma Prostat. Carcinoma prostat adalah
keganasan pada prostat yang diderita pria berusia lanjut dengan kejadian puncak pada
usia 65-75 tahun. Secara medis, kanker prostat umumnya tidak menunjukkan gejala
khas karena itu sering terjadi keterlambatan diagnosis. Gejala yang ada umumnya
sama dengan gejala pembesaran prostat jinak, yaitu buang air kecil tersendat atau
tidak lancar. Keluhan dapat juga berupa nyeri tulang dan gangguan saraf. Pada kanker
prostat ini, gejala klinis pada early stage, locally advanced, dan advanced berbedabeda. Selain itu pada pemeriksaan colok dubur, konsistensi prostat keras dan atau
teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris sedangkan pada BPH prostat
terasa membesar, konsistensi prostat kenyal, permukaan rata, lobus kanan dan kiri
simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Selain itu, pada
carcinoma prostat dan BPH juga bisa ditemukan peningkatan PSA. Penegakkan gold
standar untuk carcinoma prostat ialah biopsi.

PATOFISIOLOGI

PENATALAKSANAAN
1. Kateterisasi urin
Persiapan :

Pasien: rambut pubis dicukur, lakukan tindakan asepsis/antisepsis


daerah kelamin serta pasang duk steril.
9

Alat-alat: kateter (foley 12 atau 14 Ch), tabung suntik uretra untuk


memasukkan anestesi lokal, antiseptik, kasa steril, jeli steril, anestesi
lokal.

Teknik Kateterisasi:

Desinfeksi pada penis dan daerah di sekitarnya, daerah genitalia


dipersempit dengan kain steril.

Masukkan pelicin/ jelly lidokain jelly 1-2% ke dalam uretra 2-3 cc

Kateter dimasukkan ke dalam orifisium uretra eksterna.

Pelan-pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah bulbomembranasea (yaitu daerah sfingter uretra eksterna) akan terasa
tahanan; dalam hal ini pasien diperintahkan untuk mengambil nafas
dalam supaya sfingter uretra eksterna menjadi lebih relaks. Kateter
terus didorong hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan
keluarnya urine dari lubang kateter.

Sebaliknya kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga


percabangan kateter menyentuh meatus uretra eksterna.

Balon kateter dikembangkan dengan 5 10 ml air steril.

Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa


penampung (urinbag).

Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian


proksimal. Fiksasi kateter yang tidak betul, (yaitu yang mengarah
kekaudal) akan menyebabkan terjadinya penekanan pada uretra bagian
penoskrotal sehingga terjadi nekrosis. Selanjutnya di tempa tinia kan
timbul striktura uretra atau fistel uretra

2. Kateterisasi Suprapubik (Sistostomi)


Kateterisasis uprapubik adalah memasukkan kateter dengan membuat lubang
pada buli-buli melalui insisi suprapubik, Kateterisasi ini biasanya dikerjakan
pada :

10

Kegagalan pada saat melakukan kateterisasi uretra.

Jika ditakutkan akan terjadi kerusakan uretra pada pemakaian kateter


uretra yang terlalu lama.

Pemasangan kateter sistostomi dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka atau
dengan perkuatan/tertutup(trokar) sistostom.
Langkah-langkah sistostomitrokar.

Disinfeksi lapangan operasi.

Mempersempit lapangan operasi dengan kain steril.

Injeksi (infiltrasi) anestesi lokal dengan lidokain 2% mulai dari kulit,


subkutis hingga ke fasia.

Insisi kulit suprapubik di garis tengan pada tempat yang paling


cembung 1 cm, kemudian diperdalam sampai ke fasia.

Dilakukan pungsi percobaan melalui tempat insisi dengan semprit 10


cc untuk memastikan tempa tke dudukan buli-buli.

Alat trokar ditusukkan melalui luka operasi hingga terasa hilangnya


tahanan dari fasia dan otot-otot detrusor

Alat obturator dibuka dan jika alat itu sudah masuk ke dalam buli-buli
akan keluar urine memancar melalui sheath trokar.

Selanjutny abagian alattrokar yang berfungsi sebagai obturator


(penusuk) dan sheath dikeluarkan dari buli-buli sedangkan bagian slot
kateter setengah lingkaran tetap ditinggalkan

Kateter Foley dimasukkan melalui penuntun slot kateter setengah


lingkaran, kemudian balon dikembangkan dengan memakai aquadest
10 cc. Setelah diyakinkan balon berada di buli-buli, slot kateter
setengah lingkaran dikeluarkan dari buli-buli dan kateter dihubungkan
dengan kantong penampung (urobag).

Kateter difiksasikan pada kulit dengan benang sutra dan luka operasi
ditutup dengan kain kasasteril.

3. Pasien ini dirujuk ke bagian Urologi karena pemeriksaan awal didapatkan


PSA yang abnormal dan faal ginjal yang abnormal.

11

PROGNOSIS
Ad Vitam

: Dubia Ad Bonam

Ad Functionam : Dubia Ad Malam


Ad Sanationam : Dubia Ad Malam

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

1. RETENSI URINE

12

Definisi
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak
mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine
adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta
Kedokteran). Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat
terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995). Retensio urine
adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau
dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth). Retensio urine adalah suatu
keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya kemampuan untuk
mengosongkannya secara sempurna.
Etiologi
Adapun penyebab dari retensio urine dapat dibagi menurut letaknya yang
adalah sebagai berikut:
1. Supra Vesikal
a. Kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis S2- S4.
b. Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun
seluruhnya
c. Kelainan medulla spinalis, misalnya meningokel, tabes dorsalis, atau
spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat
2. Vesikel
a. Kelemahan otot detrusor karena lama teregang
b. Atoni pada pasien DM atau penyakit neurologis
c. Divertikel yang besar
3. Intravesikal
a. Pembesaran prostat
b. Kekakuan leher vesika
c. Striktura
d. Batu kecil
e. Tumor pada leher vesika
f. Fimosis
Selain itu penyebab dari penyakit retensi urine juga dapat dibagi menurut otgan yang
terkenanya. Pembagiannya adalah sebagai berikut:
1. Vesika Urinaria
a. Neuropati diabetes
b. Atoni otot detrusor karena pembesaran kronis yang berlebihan
2. Uretra
a. Pada bayi dan anak-anak
13

b.
c.
d.

e.

i.
Katup uretra posterior
ii.
Stenosis meatal
iii.
Fimosis dan parafimosis
Pada pria dewasa
i.
Batu
ii.
Striktura
Pada wanita dewasa
i.
Obstruksi uretra (sangat jarang)
Pada pria tua
i.
Benign Prostat Hiperplasia
ii.
Batu
iii.
Kanker prostat
iv. Striktura
Pada wanita tua
i.
Karunkel uretra
ii.
Polip uretra

Patofisiologi
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit
yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan.
Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factorobat dan factor lainnya seperti
ansietas,kelainan patologi urethra, trauma dan lainsebagainya. Berdasarkan lokasi bisa
dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalsi
menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga
tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau
menurunnya relaksasi otot spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot detrusor
karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan
leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa
meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen. Factor obat dapat
mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi
glumerolus sehingga menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain berupa
kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat
meningkatkan tensi otot perut, peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi
dengan baik.
Dari semua factor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi poliuria
karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi bladder

14

dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa


kateterisasi urethra.

Tanda dan gejala


1. Diawali dengan urine mengalir lambat
2. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena
pengosongan kandung kemih tidak efisien
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapar dilakukan pada kasus Retensio Urine adalah
pemeriksaan specimen urine. Pada pemeriksaan ini diambil hasil dari :

1. Pengambilan: steril, random, midstream.


2. Pengambilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit.
3. Sistoskopy, IVP.

Penatalaksanaan
a. Kateterisasi urethra

Retensi urin akut, pengobatannya dimulai dengan memasukkan kateter melewati


uretra untuk mengosongkan kandung kemih. Pengobatan awal ini untuk
mengurangi kesakitan dari kandungk e m i h ya n g p e n u h d a n m e n c e g a h
k e r u s a k a n k a n d u n g k e m i h ya n g permanen. Namun pemasangan kateter
harus steril untuk mencegahterjadinya infeksi. Pengobatan jangka panjang
untuk retensi urin akuttergantung dari penyebabnya
b. Drainage suprapubik

15

2. Benigna Prostate Hyperplasia

1. Definisi BPH
Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) disebut juga Benigna Prostate Hyperplasia
(BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.

2. Anatomi Prostat
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul
fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian
proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih
20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm
dengan tebal 2,5 cm.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
1. lobus medius
2. lobus lateralis (2 lobus)
3. lobus anterior
4. lobus posterior

16

Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan


menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadangkadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abuabu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.

Mc Neal membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah:
zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona
periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang
letaknya proksimal dari sfincter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di
zona periuretral.Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume
prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari
verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan
didapatkan ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare
inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers.
Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan
prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar
dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia
endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang
berisi pleksus prostatovesikal.
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
1. Kapsul anatomis

17

Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus kelenjar
prostat.
2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:

Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat

sebenarnya yang menghasilkan bahan baku sekret.


Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga

sebagai adenomatous zone


Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang
merupakan bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau
mengalami hipertrofi pada usia lanjut.

Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :


1. kapsul anatomis
2. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang
sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul
3. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner
zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior
daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya
perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami
hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.
Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel
thoraks selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan
epitel tampak menyerupai epitel berlapis.

Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior
(cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium
inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna).Cabang-cabang dari

18

arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran
arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu:
1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico prostatic
junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar
periurethral.
2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang
yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar paraurethral).
Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian
bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe
iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.
Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari
Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
3. Fisiologi Prostat
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan
plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi.Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen
Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.
4. Etiologi BPH
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu
antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun
dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer

19

dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang
terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang
berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi
relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi
hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin
bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis)
yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon
estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua
bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer
yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic transforming growth factor,
transforming growth factor 1, transforminggrowth factor 2, dan epidermal growth
factor.
3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang
mati
4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang
dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel
dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu
dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat
berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga
terjadi proliferasi lebih cepat.Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral
prostat menjadi berlebihan.
5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)

20

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari
kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh
globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam
keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target
cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di
dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5alpha reductase menjadi 5
dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi
hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor complex ini mengalami
transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang
kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini
akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar
prostat.
5. Patofisiologi BPH
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika
dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal.Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan itu.Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli.Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam
fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh
bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi
refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Hiperplasi prostat

21

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal
Buli-buli Ginjal dan Ureter
o Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko-ureter
o Trabekulasi - Hidroureter
o Selula - Hidronefrosis
o Divertikel buli-buli - Pionefrosis Pilonefritis
- Gagal ginjal
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang
merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan
menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen
dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari
beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
6. Gambaran Klinis BPH
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih.
Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan
gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars
prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor
untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputusputus.
Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)

2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)

22

3. Miksi terputus (Intermittency)


4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih
tergantung tiga faktor, yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi,
sehingga meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas leher
vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih
dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi
belum dirasakan.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering
berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara
klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing <>
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa
urin > 150 ml.

23

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang
disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom
Score).Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien.Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0
sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi
nilai dari 1 hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria
untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami
kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan
dalam bentuk retensi urin akut.
Faktor pencetus
Kompensasi Dekompensasi
(LUTS) Retensi urin

International Prostatic Symptom Score


Pertanyaan

Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan terakhir

Tidak
sekali

<20%

<50%

50%

>50%

Hampir selalu

a. Adakah anda merasa buli-buli


tidak kosong setelah berkemih

b. Berapa kali anda berkemih lagi


dalam waktu 2 menit

c. Berapa kali terjadi arus urin

24

berhenti sewaktu berkemih


d. Berapa kali anda tidak dapat
menahan untuk berkemih

e. Beraapa kali terjadi arus lemah


sewaktu memulai kencing

f. Berapa keli terjadi bangun tidur


anda kesulitan memulai untuk
berkemih

g. Berapa kali anda bangun untuk


berkemih di malam hari

Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali

Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa
gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan
tanda dari hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau
urosepsis.

Gejala di luar saluran kemih

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
7. Diagnosis BPH
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik

25

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter
ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di
dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar,
konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan
dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin
berat derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba.Sedangkan pada
carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus
prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas
kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai
sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila
sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui
adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya
kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu
di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di
daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan
teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat
nyeri tekan supra simfisis.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
1. Darah : - Ureum dan Kreatinin

26

Elektrolit

Blood urea nitrogen

Prostate Specific Antigen (PSA)

Gula darah

2. Urin : - Kultur urin + sensitifitas test

Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

Sedimen

d. Pemeriksaan pencitraan
1. Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica
urinaria yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi
urine.Selain itu juga bisa menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel
kandung kemih atau adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
2. Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
1. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis
2. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh
adanya indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar
prostat) atau ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail
atau hooked fish
3. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi,
divertikel, atau sakulasi vesica urinaria
4. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

27

1. Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka
sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
2. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)
Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan
pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi
prostat, menentukan volume vesica urinaria dan jumlah residual urine, serta
mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam vesica urinaria seperti batu,
tumor, dan divertikel.
3. Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada
pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria.Sistografi dapat memberikan
gambaran kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria atau sumber
perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen
di dalam vesica. Selain itu juga memberi keterangan mengenai basar prostat
dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan
prostat ke dalam uretra.
4. MRI atau CT jarang dilakukan
Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam macam
potongan.

e. Pemeriksaan Lain
1. Uroflowmetri
2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
3. Pemeriksaan Volume Residu Urin

8. Kriteria Pembesaran Prostat

28

Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan


beberapa cara, diantaranya adalah :
1. Rektal grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :
derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum
derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum
derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum
derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum

2. Berdasarkan jumlah residual urine


derajat 1 : <>
derajat 2 : 50-100 ml
derajat 3 : >100 ml
derajat 4 : retensi urin total

3. Intra vesikal grading


derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet
derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter
derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter
derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter

4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi :


derajat 1 : kissing 1 cm

29

derajat 2 : kissing 2 cm
derajat 3 : kissing 3 cm
derajat 4 : kissing >3 cm

9. Komplikasi

Perdarahan.

Pembentukan bekuan

Obstruksi kateter

Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.

Stasis urin

Infeksi saluran kencing (ISK)

Batu ginjal

Dinding kandung kemih trabeculation

Otot detrusor hipertrofi

Kandung kemih divertikula dan saccules

Stenosis uretra

Hidronefrosis

Paradoks (overflow) inkontinensia

Gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronis

Akut postobstructive diuresis

Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior

ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal


mengalir kedalam kandung kemih dan diekskresikan bersama
urin.

30

penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference


dan ke dalam epidedemis.

hampir selalu terjadi impotensi. Bagi pasien yang tak mau


kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis
mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna
keperluan hubungan seksual.

Kandung kemih yang tidak terkuras sepenuhnya meningkatkan risiko infeksi


saluran kemih (cystitis).

10. Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan
menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi
menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin,
yaitu:
- Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.
- Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat
lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi
kurang dari 100 ml.
- Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin
lebih dari 100 ml
- Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat
gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score).Skor ini
berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non
bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan
kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke
atas atau bila timbul obstruksi.
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk
menentukan cara penanganan.

Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat


diberikan pengobatan secara konservatif.

31

Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi


operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah
trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih
belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba
dengan pengobatan konservatif.

Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup
berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60
gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak
akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.

Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah


membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter
atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TURP
atau operasi terbuka.

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala,


meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang
berkepanjangan.Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia
prostat (lebih dari 90% kasus).Meskipun demikian pada dekade terakhir
dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang
invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat
disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya
elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala
klinik ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada
leher vesica urinaria.Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan,
atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna
Observasi

Medikamentosa

Operasi

Invasif Minimal

Watchfull waiting

Penghambat

Prostatektomi terbuka

TUMT

32

adrenergik
Penghambat
reduktase

TUBD
Endourologi

Fitoterapi
Hormonal

1. TUR P

Strent uretra dengan


prostacath
TUNA

2. TUIP
3. TULP (laser)

Terapi Konservatif Non Operatif


1. Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan.Nasihat yang diberikan adalah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari
obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak
diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan
kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.

2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan
blocker (penghambat alfa adrenergik)
2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)

33

Obat Penghambat adrenergik


Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat
dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik.Seperti
diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha
adrenergik.Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan
alfuzosin.Obat penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos
prostat yaitu 1a (tamsulosin), sehingga efek sistemikyang tak diinginkan dari pemakai
obat ini dapat dikurangi.Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4
mg/hari.Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada
vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor.
Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan
sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi,
pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd,
biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu
setelah pemakaian obat.
Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase
Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari.Obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat
yang membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada
golongan alpha blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar.
Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia.
Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit
tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih,
kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan
perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang
dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.

2. KARSINOMA PROSTAT

34

Kanker prostat adalah keganasan pada prostat yang diderita pria berusia lanjut
dengan kejadian puncak pada usia 65 - 75 tahun. Penyebab kanker prostat tidak
diketahui secara tepat, meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan adanya
hubungan antara diet tinggi lemak dan peningkatan kadar hormon testosteron.
Pada bagian lain, disimpulkan bahwa usia lanjut mengalami penurunan
beberapa unsur esensial tubuh seperti kalsium dan vitamin D. Penurunan kandungan
kalsium tubuh mengakibatkan berbagai penyakit, diantaranya adalah osteoporosis,
sehingga timbul paradigma bahwa pada usia lanjut untuk mengkonsumsi kalsium
dalam jumlah banyak. Tetapi pola makan dengan kalsium tinggi secara berlebihan
dapat meningkatkan risiko kanker prostat pada usia lanjut. Lebih dari 95 % kanker
prostat bersifat adenokarsinoma. Selebihnya didominasi transisional sel karsinoma.
Penelitian menunjukkan bahwa 60 - 70% kasus kanker prostat terjad pada
zona perifer sehingga dapat diraba sebagai nodul nodul keras irregular. Fenomena
ini nyata pada saat pemeriksaan rectum dengan jari (Digital Rectal Examination).
Nodul nodul ini memperkecil kemungkinan terjadinya obstruksi saluran kemih atau
uretra yang berjalan tepat di tengah prostat. Sebanyak 10 20 % kanker prostat terjadi
pada zona transisional, dan 5 10 % terjadi pada zona sentral.
Gejala Klinis Kanker Prostat
Secara medik, kanker prostat umumnya tidak menunjukkan gejala khas.
Karena itu, sering terjadi keterlambatan diagnosa. Gejala yang ada umumnya sama
dengan gejala pembesaran prostat jinak, yaitu buang air kecil tersendat atau tidak
lancar. Keluhan dapat juga berupa nyeri tulang dan gangguan saraf. Dua keluhan itu
muncul bila sudah ada penyebaran ke tulang belakang.
Tahap awal (early stage) yang mengalami kanker prostat umumnya tidak
menunjukkan gejala klinis atau asimptomatik. Pada tahap berikutnya (locally
advanced) didapati obstruksi sebagai gejala yang paling sering ditemukan. Biasanya
ditemukan juga hematuria yakni urin yang mengandung darah, infeksi saluran kemih,
serta rasa nyeri saat berkemih. Pada tahap lanjut (advanced) penderita yang telah
mengalami metastase di tulang sering mengeluh sakit tulang dan sangat jarang
mengalami kelemahan tungkai maupun kelumpuhan tungkai karena kompresi
kordaspinalis.

PemeriksaanKankerProstat
Diagnosa kanker prostat dapat dilakukan atas kecurigaan pada saat pemeriksaan colok
dubur yang abnormal atau peningkatan Prostate Specific Antigen (PSA). Kecurigaan
ini kemudian dikonfirmasi dengan biposi, dibantu oleh trans rectal ultrasound
scanning (TRUSS). Ada 50% lebihlesi yang dicurigai pada saat colok dubur yang
terbukti suatu kanker prostat. Nilai prediksi colok dubur untuk mendeteksi kanker
prostat 21,53%. Sensitifitas colok dubur tidak memadai untuk mendeteksi kanker
35

prostat tapi spesifisitasnya tinggi, namun bila didapatkan tanda ganas padacolok dubur
maka hampir semua kasus memang terbukti kanker prostat karena nilai prediktifnya
80%.
a. Digital Rectal Examination
Pemeriksaan rutin prostat yang di perlukan adalah pemeriksaan rektum dengan jari
atau digital rectal examination. Pemeriksaan ini menggunakan jari telunjuk yang
dimasukkan ke dalam rektum untuk meraba prostat. Penemuan prostat abnormal pada
DRE berupa nodul atau indurasi hanya 15 25 % kasus yang mengarah ke kanker
prostat.
b. Pemeriksaanka dar Prostat Spesifik Antigen
Prostat Spesifik Antigen (PSA) adalah enzim proteolitik yang dihasilkan oleh epitel
prostat dan dikeluarkan bersamaan dengan cairan semen dalam jumlah yang banyak.
Prostat Spesifik Antigen memiliki nilai normal 4ng/ml. Pemeriksaan PSA sangat
baik digunakan bersamaan dengan pemeriksaan DRE dan TRUSS dengan biopsy.
Peningkatan kadar PSA bias terjadi pada keadaan Benign Prostate Hyperplasia (BPH),
infeksi saluran kemih dan kanker prostat sehingga dilakukan penyempurnaan dalamin
terpretasi nilai PSA yaitu PSA velocity atau perubahan laju nilai PSA, densitas PSA
dan nilai rata rata PSA, yang nilainya bergantung kepada umur penderita
Tabel 2.1. Rata-rata nilai normal Prostat Spesifik Antigen menurut umur
Umur

Rata Rata Nilai Normal PSA (ng/mL)

40 49

0.0 2.5

50 59

0.0 3.5

60 69

0.0 4.5

70 79

0.0 6.5

Pasien yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL biasany amenderita kanker
prostat. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa hanya 2% laki laki yang
menderita BPH yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL. Sedangkan dari 103
pasien dengan semua stadium kanker prostat, 44% memiliki kadar PSA lebih dari 10
ng/mL. Dimana 305 nya dapat ditemukan pada pasien dengan stadium kanker T1 2,
NX, M0. Dengan demikian jelaslah bahwa ada hubungan antara peningkatan PSA
dengan stadium kanker prostat.
c. Biopsi prostat
Biopsi prostat merupakan gold standart untuk menegakkan diagnose kanker prostat.
(Jefferson, K dan Natasha J., 2009). Pemeriksaan biopsi prostat menggunakan
panduan transurectal ultrasound scanning (TRUSS) sebagai sebuah biopsi standar.

36

Namun seringnya penemuan mikroskopis kanker prostat ini terjadi secara insidentil
dari hasil TURP atau pemotongan prosta tpada penyakit BPH Pemeriksaan biopsi
prostat dilakukan apabila ditemukan peningkatan kadar PSA serum pasien atau ada
kelainan pada saat pemeriksaan DRE atau kombinasi keduanyayaitu ditemukannya
peningkatan kadar PSA serum dan kelainan pada DRE. Pada pemeriksaan mikroskopi
sini sebagian besar karsinoma prostat adalah jenis adenokarsinoma dengan derajat
diferensiasi berbeda beda. 70% adenokarsinoma prostat terletak di zona perifer,
20% di zona transisional dan 10% di zona sentral. Namun penelitian lain menyatakan
bahwa 70% kanker prostat berkembang dari zona perifer, 25% zona sentral dan zona
transisional dan beberapa daerah periuretral duct adalahtempat tempat yang khusus
untuk beningn prostate hyperplasia (BPH). Pada hasil biopsi prostat, sebagian besar
kanker prostat adalah adenokarsinoma dengan derajat yang berbeda beda. Kelenjar
pada kanker prostat invasif sering mengandung fokusatipiaselatau Neoplasia
Interaepitel Prostat (PIN) yang diduga merupakan prekusor kanker prostat.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan

hasil

anamnesis,

pemeriksaan

fisik

dan

pemeriksaan

laboratorium, kelompok kami menegakkan diagnosa pada pasien ini adalah retensi
urine akut et causa benigna prostat hyperplasia. Tatalaksana yang diberikan pada
pasien tersebut yaitu berupa medika-mentosa dan non medika mentosa kepada pasien
juga berbagai pendekatan pada lanjut usia yang diharapkan dapat menyembuhkan
serta meningkatkan kualitas hidup pasien.

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto,
2000
2. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian Bedah
Urologi FK UNDIP
3. Rahardja K, Tan Hoan Tjay. Obat - Obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan
Efek Efek Sampingnya edisi V, Jakarta : Gramedia, 2002
4. Schwartz, dkk. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires
dkk. Jakarta : EGC, 2000
5. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.Jakarta: EGC, 2005
6. Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Jakarta : FKUI, 2000
7. Darmojo RB, Martono H. Karsinoma Prostat.Dalam: Buku Ajar Geriatri. Edisi
Ketiga. Hal. 411-3. Balai Penerbit FKUI, 2004

38

39

You might also like