You are on page 1of 5

PENGARUH TERAPI PERILAKU

TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI


PADA ANAK AUTIS
DI PUSAT LAYANAN PSIKOLOGI PRADNYAGAMA BALI
I Gusti Ayu Komang Intan Sudewi1, I Nyoman Sutresna2,
Ni Made ari Sukmandari3
Jurusan Keperawatan, STIKES Bina Usada Bali
Abstract. Autismis aneurobiological disorder that affect show the child's severe learning,
communication, environment where children and relationships with others. Number cases of
autism has increased concern with number ratio of 1: 88 children who have autism in Indonesia is
estimated to increase approximately 500 people each year the purpose of this study was to
determine the effect of behavioral therapy on communication skills in children with autism at the
center of psychological services Pradnyagama Bali. This study uses pre-experimental research
design with the design of one group pretest-posstest design with number until 10 respondents were
selected using non-probability sampling is purposive sampling. Techniques of data collection
using a questionnaire measuring Massey communication outcome data were analyzed by using the
Wilcoxon signed rank test. After a given behavior therapyis less by 1 person (10%),
communication was by 4 people (40%), and good communication as much as 5 people (50%) of
results were obtained greatvalueZ arithmetic -2,646 where the value of = 0, 05 and a p-value of
0,008 (p <0,05). Based research results concluded bahwa beno significant effect, behavioral
therapy the communication ability between the children with autism psychological services center
in Pradnyagama Bali Canserve as are commendation for parents who have children with autism
in choosing behavioral therapy as ababy.
Keywords: communication skills,behavioral therapy,children with autism.
1
2,3

= Mahasiswa
= Dosen Pembimbing Dan Penanggung Jawab
(Fina dan Maya, 2012). Pada kenyataannya
tidak semua anak dapat melalui masa
tumbuh kembangnya dengan optimal karena
mengalami gangguan pada proses tumbuh
kembangnya. Gangguan-gangguan tersebut
berupa gangguan pertumbuhan fisik,
gangguan perkembangan motorik, gangguan
perkembangan bahasa, gangguan emosi, dan
perilaku (Adriana, 2011).
Selama tahap perkembangan, anak juga
dapat mengalami berbagai gangguan yang
terkait dengan psikiatri. Kecemasan adalah
salah satu gangguan yang muncul pada anak
dan memerlukan suatu intervensi khusus
apabila mempengaruhi interaksi sosial dan
perkembangan anak. Gangguan pervasif
pada anak meliputi autisme, serta gangguan
perilaku, dan interaksi sosial (Adriana,
2011)

Pendahuluan
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental/jiwa, spiritual, maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Anak yang sehat adalah anak
yang sehat secara fisik dan psikis. Kesehatan
seorang anak dimulai dari pola hidup yang
sehat. Pola hidup sehat dapat diterapkan dari
yang terkecil mulai dari menjaga kebersihan
diri, lingkungan hingga pola makan yang
sehat dan teratur (Soegeng, 2008).
Setiap anak diharapkan tumbuh dan
berkembang secara sehat baik fisik, mental,
dan sosial sesuai dengan bertambahnya usia.
Tercapainya tumbuh kembang optimal
tergantung pada potensi biologisnya, yang
merupakan hasil interaksi berbagai faktor
yang saling berkaitan yaitu faktor genetik,
lingkungan, bio-psiko-sosial dan perilaku

Menurut United Nations Educational,


Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) pada tahun 2011 tercatat 35 juta
orang penyandang autis di seluruh dunia. Ini
berarti rata-rata enam dari 1000 orang di
dunia mengidap autis. The Centre for
Deasease Control (CDC) telah melaporkan
2-6 per 1000 anak-anak. Selama tahun 20002001 terdapat lebih dari 15.000 anak-anak
berusia 3-5 tahun dan lebih dari 78.000
anak-anak berusia 6-21 tahun di Amerika
Serikat
adalah
autistik
sebagaimana
didefisikan dalam Individual with disability
Education Act (IDEA). Jumlah ini termasuk
rendah dari jumlah kenyataan karena para
siswa sekolah khusus atau home schooling
tidak termasuk (Yuwono, 2012).
Di Indonesia isu anak autis muncul
sekitar tahun 1990-an. Autis mulai dikenal
secara luas sekitar tahun 2000. Angka
penderita autis di Indonesia mencapai angka
7000 orang pada tahun 2004 (Depkes,
2004). Diperkirakan jumlah autis setiap
tahunnya akan mengalami peningkatan
sebesar 5%. Di Indonesia, pada 2010 jumlah
penderita autis diperkirakan mencapai 2,4
juta orang. Hal itu berdasarkan data yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) (Syahrir, 2012). Jumlah kasus autis
mengalami peningkatan yang signifikan
tahun 2008 rasio anak autis 1 : 100 di tahun
2012 terjadi peningkatan yang cukup
memprihatinkan dengan jumlah rasio 1 : 88
orang anak yang mengalami autis. Pada
tahun tersebut jumlah penduduk Indonesia
mencapai 237,5 juta orang dengan laju
pertumbuhan 1,14%. Jumlah penderita autis
di Indonesia diperkirakan mengalami
penambahan sekitar 500 orang setiap tahun.
Hal yang berkaitan dengan ciri-ciri anak
autis adalah seperti perilaku tidak terarah,
mondar-mandir, lari-lari, manjat-manjat,
berputar-putar, lompat-lompat, terpukau
terhadap benda yang berputar atau benda
yang bergerak. Perilaku ini menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan teman
seusianya. Dalam perbedaan ini perilaku
anak autis menjadi masalah dari segi
perilaku dan berkomunikasi.
Komunikasi merupakan salah satu hal
yang sangat dibutuhkan manusia sebagai
makhluk sosial. Menurut Wilson, (2005)
dalam Quill, (2006) dikatakan bahwa dalam
komunikasi dibutuhkan lebih dari sekedar
kemampuan untuk merangkai kata-kata

Jurnal Dunia Kesehatan, volume 3, nomor 2

dalam urutan yang tepat, tetapi dibutuhkan


juga hubungan saling memahami apa yang
dikomunikasikan. Christopher Sunu (2012).
Landasan Teori
Monks, dkk. (1988) menuliskan
bahwa autis berasal dari kata Autos yang
berarti Aku. Autis merupakan gangguan
neurobiologis yang berat sehingga gangguan
tersebut mempengaruhi bagaimana anak
belajar, berkomunikasi, keberadaan anak
dalam lingkungan dan hubungan dengan
orang lain. (The Association for Autistik
Children in WA, 1991). Autis merupakan
gangguan perkembangan yang komplek dan
muncul selama tiga tahun kehidupan
pertama
sebagai
akibat
gangguan
neuorologis yang mempengaruhi fungsi otak
(Ritud dan Freeman, 1978 dan The Autism
Society of America, 2007 dalam Hasdianah,
2013).
Ciri-ciri anak autis menurut Saragih
(2011), diantaranya adalah gangguan pada
kognitif gangguan pada bidang interaksi
sosial, gangguan bidang komunikasi,
gangguan dalam persepsi sensori, gangguan
dalam perilaku dan gangguan dalam bidang
perasaan
Komunikasi merupakan proses dimana
individu
bertukar
informasi
dan
menyampaikan pikiran serta perasaan,
dimana ada pengirim
pesan yang
mengkodekan/memformulasikan pesan dan
penerima mengkodekan pesan/memahami
pesan (Yuwono, 2012).
Komunikasi adalah pertukaran pesan
verbal maupun non verbal antara si pengirim
dengan si penerima pesan untuk mengubah
tingkah laku, dimana tujuan komunikasi itu
sendiri adalah untuk mengungkapkan
keinginan, mengekspresikan perasaan, dan
bentuk informasi (Arni Muhammad, 2006).
Komunikasi tidak hanya melatih bicara
saja akan tetapi pada semua aspek
komunikasi,
misalnya
bagaimana
menyampaikan pesan, memahami pesan
dengan baik memberikan jawaban yang
tepat dan lain sebagainya. Setiap anak autis
memiliki karakteristik sendiri dalam
berkomunikasi. Tentu tidak akan sama satu
sama lain walaupun anak itu sama-sama
autis. (Wulandari, 2013).
Terapi perilaku merupakan salah satu
terapi yang diberikan kepada penyandang
autis dimana terapi ini difokuskan kepada

kemampuan anak untuk berespon terhadap


lingkungan dan mengajarkan anak perilakuperilaku yang umum (Yanwar Hadiyanto,
2006). Terapi perilaku yang dikenal
diseluruh dunia adalah Applied Behavioral
Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar
Lovaas, PhD dan University of California
Los Angeles (UCLA).
Terapi perilaku merupakan suatu teknik
terapi yang bertujuan untuk menghilangkan
perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima
secara sosial dan membangun perilakuperilaku baru yang secara sosial bermanfaat
dan dapat diterima (Sunu, 2012). Terapi
perilaku juga bertujuan untuk menumbuhkan
perilaku baru komunikasi secara spontan dan
kemampuan melakukan interaksi sosial
dengan orang lain. Terapi perilaku biasanya
dilakukan oleh seorang behavior terapis
dengan sistem one on one (satu guru satu
murid) dengan memberikan instruksiinstruksi singkat yang spesifik, secara jelas
dan terus menerus. Meskipun demikian,
mengingat perilaku merupakan sesuatu yang
ditunjukkan mulai seseorang bangun tidur
hingga ia tidur lagi di malam harinya, maka
sebaiknya apa yang sedang dibangun oleh
seorang terapis perilaku terkomunikasikan
kepada semua pihak yang berhubungan
dengan anak, mulai dari orang tua, keluarga
di rumah, hingga guru di sekolah agar setiap
aktivitas yang dijalani anak dimanapun
mendukung
keberhasilan dari terapi
perilakunya.
Metodelogi Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah
pra-experiment dengan rancangan penelitian
one group pre test post test design
(Nursalam,
2008).
Penelitian
ini
menggunakan observasi yang dilakukan pre
test terlebih dahulu sebelum diberikan
perlakuan, setelah itu diberikan perlakuan
kemudian dilakukan post test (Hidayat,
2009). Dengan pengambilan sampel
menggunakan tehnik purposive sampling,
dengan jumlah sebanyak 10 responden.
Pembahasan dan Hasil Analisis
Kemampuan komunikasi pada anak
autis sebelum diberikan terapi perilaku
disajikan pada tabel 5.1 berikut ini :

Jurnal Dunia Kesehatan, Volume 3 nomor 2

Tabel 5.1. Distribusi Responden Menurut Kemampuan


Komunikasi Pada Anak Autis Sebelum
Diberikan Terapi Perilaku di Pradnyagama
Bali Tahun 2014

Komunikasi
Tidak Dapat Berkomunikasi
Komunikasi Kurang
Komunikasi Sedang
Komunikasi Baik
Total

(f)
0
3
7
0
10

(%)
0
30
70
0
100%

Autis setelah diberikan terapi perilaku


disajikan pada berikut ini :
Tabel 5.2. Distribusi Responden Menurut Kemampuan
Komunikasi Pada Anak Autis
Setelah
Diberikan Terapi Perilaku di Pradnyagama
Bali Tahun 2014

Komunikasi
Tidak Dapat Berkomunikasi
Komunikasi Kurang
Komunikasi Sedang
Komunikasi Baik
Total

f
0
1
4
5
10

(%)
0
10
40
50
100%

Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
penelitian
dapat
disimpulkan bahwa :
1. Kemampuan komunikasi pada anak
autis sebelum diberikan terapi perilaku
adalah komunikasi sedang sebanyak 7
orang (70%).
2. Kemampuan komunikasi pada anak
autis setelah terapi perilaku adalah
komunikasi baik sebanyak 5 orang
(50%).
3. Ada pengaruh yang signifikan antara
terapi perilaku terhadap kemampuan
komunikasi pada anak autis di Pusat
Layanan psikologi Pradnyagama Bali
dengan nilai P (0,008) < (0,05).
Daftar Pustaka
Adriana, Dian. 2011. Tumbuh Kembang dan
Terapi Bermain pada Anak.
Jakarta.
Salemba Medika.
Carman, Linda. 2007. Kesehatan Jiwa dan
Psikiatri Pedoman Klinis
Perawat. Jakarta
Prenada Media Group.

Danuatmaja, Bonny. 2003. Terapi Anak


Autisme di Rumah. Jakarta. Swara
Puspa.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi


Penelitian Kesehatan. Jakarta.
Rineka Cipta.

Depkes.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan


Metodelogi Penelitian Ilmu
Keperawatan.
Jakarta
:
Salemba Medika

2014. Jumlah Anak Autis


Meningkat.
dari
http://www.autis.info/index.p
hp/artikelmakalah/artikel/210-jumlahanak-autis-meningkat
(di
akses
tanggal
31
Desember 2013)

Durand, Mark dan Barlow David H. 2007.


Panduan Umum Mengenai
Penanganan Anak Autis.
Jogjakarta. Lintangterbit.

Nursalam. 2011. Konsep Dan Penerapan


Metode
Penelitian
Ilmu
Keperawatan
Pedoman
Skripsi, Tesis, Dan Instrument
Penelitian Keperawatan Edisi
2. Jakarta. Salemba Medika.
Peeters, Theo. 2009. Panduan Autisme
Terlengkap. Jakarta. Dian Rakyat.

Fina, dan Maya. 2012. Pengantar Ilmu


Kesehatan Anak. Jogjakarta.
D-Medika.

Riwidikdo, Handoko. 2009. Statistik


Kesehatan. Yogyakarta. Mitra Cendikia
Press

Hadiyanto, Yanwar. 2006. Teknik dan


Metode
ABA
(Applied
Behavior Analysis). Jakarta.
Salemba Medika.

Saragih,

Marti dkk. 2011. Pengantar


Psikologi
Untuk
Keperawatan. Jakarta.
Kencana.

Hasan, Iqbal. 2012. Pokok-Pokok Materi


Statistik
2
(Statistik
Inferensif). Jakarta. Pt. Bumi
Aksara

Setiadi.

Statistik
Kesehatan.
2007.
Yogyakarta. Graha Ilmu

Hasdianah, HR. 2013. Autis pada Anak


Pencegahan, Perawatan, dan
Pengobatan.
Yogyakarta.
Sorowajan Baru.
Hidayat

Alimul Aziz. 2009. Metode


Penelitian Keperawatan dan
Teknik Analisis Data. Jakarta.
Salemba Medika.

Latif, Mukthar, dkk. 2013. Orientasi Baru


Anak Usia Dini. Jakarta.
Kencana Prenada Medika
Group.
Muhamad, Arni. 2006. Pengantar Terapi
Pada Anak Autis. Jakarta.
Swara Puspa.
Monks, dkk. 1988. Autisme Pada Anak.
Yogyakarta. Nuhamedika

Jurnal Dunia Kesehatan, volume 3, nomor 2

Soegeng. 2008. Ilmu Keperawatan dan


Kesehatan.
Bandung.
Alfabeta.
Soetadi, Rudy. 2004. Terapi Tata Laksana
Autisme. Jakarta. Gramedia
Utama Pustaka.
Sugiono.

2006.
Metode
Penelitian
Administrasi. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. 2011. Statistik Untuk Penelitian.


Bandung. Alfabeta.
Sunu,

Panduan
Christopher.
2012.
Memecahkan
Masalah
Autisme
Unclocking
Autism.
Yogyakarta.
Lintangterbit.

Syahrir. 2012. Tumbuh Kembang Anak :


Jakarta dari http://tumbuh
kembang
anakku.com/2012/08/11/angk

a-kejadian-autism-diberbagai-belahan-dunia/
(diakses tanggal 31 Desember
2013)
Wilson.

2006. Pengertian Komunikasi.


Universitas Nasional : Jakarta
dari
http://adiprakosa.blogspot.co
m/2008/09/pengertiankomunikasi.html
(diakses
tanggal 31 Desember 2013)

Winarno. 2013. Autisme dan Peran Pangan.


Jakarta. Gramedia Pustaka
Utama
Wulandari, Rani. 2013. Teknik Mengajar
Siswa Dengan Gangguan
Bicara
Dan
Bahasa.
Yogyakarta. Imperium.
Yuwono, Joko. 2012. Memahami Anak
Autistik (Kajian Teoritik Dan Empirik).
Bandung. Alfabeta.

Jurnal Dunia Kesehatan, Volume 3 nomor 2

You might also like