You are on page 1of 9

45

PATOFISIOLOGI NYERI
Pembimbing M. Endang Daud, drg, SpBM
PENDAHULUAN
Rasa nyeri dalam banyak hal hanya merupakan suatu gejala yang fungsinya
melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan didalam tubuh,
seperti peradangan, infeksi kuman ataupun kejang-kejang (Barash, 1997; Dimitroulis,
1997).
Sebab dari rasa nyeri adalah rangsangan mekanis (seperti sobeknya saraf,
sobeknya pembuluh darah, sobeknya periodontium, luka pada gusi, kerusakan
prosesus alveolaris), atau kimiawi (larutan asam) serta termal dan elektrik yang dapat
menimbulkan kerusakan pada jaringan dan melibatkan zat-zat tertentu yang disebut
mediator nyeri. Zat-zat ini lalu merangsang reseptor nyeri yang terletak pada ujung
saraf bebas dikulit, selaput lendir dan jaringan atau organ lain, dari tempat inilah
rangsangan tadi dialirkan dan diteruskan melalui saraf sensoris ke Susunan Saraf
Pusat melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dan kemudian ke pusat nyeri di
dalam otak besar dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri (Toeti, 1989; Vincent,
1993).
Untuk mengatasi rasa nyeri umumnya diatasi dengan pemberian penghilang
rasa sakit yang disebut analgetik, yang mana obat analgetik ini secara garis besar
dibagi menjadi analgetik narkotik dan non narkotik, sedangkan bahan untuk
mencegah rasa sakit yang diberikan sebelum tindakan bedah anestetikum, masingmasing bahan ini mempunyai keuntungan dan kerugian (Dimitroulis, 1997).
.
ETIOLOGI
Beberapa kondisi ketidaknyamanan pasca operasi dapat terus berlanjut (salah
satunya nyeri) dari waktu ke waktu, untuk dapat merawat nyeri tersebut maka kita
harus menganalisa penyebabnya. (Kwon, 1991).
Rasa nyeri merupakan suatu gejala yang subjektif dan susah diukur dan nyeri
ini bukan hanya bergantung pada kompleksnya prosedur bedah yang kita lakukan

46

tetapi juga sangat tergantung pada respon individual pasien terhadap suatu nyeri.
(Barash, 1997; Dimitroulis, 1997).
Rangsangan-rangsangan (stimulus) yang dapat menimbulkan nyeri adalah
sebagai berikut (Stoelting, 1995; Vincent, 1993):
-

Rangsangan mekanis, misalnya : sobeknya pembuluh darah, sobeknya saraf,


sobeknya periodontium, laserasi pada mukosa, kerusakan prosesus
alveolaris yang terjadi pada tindakan bedah maupun non bedah.

Rangsangan kimia, misalnya : luka terkena bahan-bahan kimia (larutan asam)

Rangsangan elektrik, misalnya : luka karena sengatan listrik.

Rangsangan thermal, misalnya : karena panas atau dingin.


Semua stimulus yang tersebut diatas dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan

pada jaringan sehingga jaringan tersebut melepaskan zat-zat tertentu yang merupakan
mediator nyeri.
PATOFISIOLOGI NYERI
Nyeri adalah suatu bentuk mekanisme perlindungan tubuh yang terjadi ketika
jaringan mengalami kerusakan dan ini bersifat individual (Stoelting, 1995).
Sistem syaraf yang mengkoordinir sistem-sistem lainnya didalam tubuh
umumnya dibagi dalam dua golongan, yaitu :
1. Susunan Saraf Pusat, yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang (Spinal
cord)
2. Sistem Saraf Perifer, terdiri dari :
- Saraf-saraf otak dan sumsum tulang belakang
- Susunan saraf otonom.
Sistem saraf perifer berfungsi meneruskan impuls-impuls saraf dari efferent
atau motorik ke efferent atau ensorik Susunan Saraf Pusat. Rangsangan rangsangan
dari luar pertama kali diterima oleh sel-sel reseptor dan kemudian diteruskan ke otak
atau sumsum tulang belakang yang terdiri dari stimuli sakit, suhu, perasaan,
penglihatan, pendengaran dan lain sebagainya, dimana secara khusus untuk pusat
sakit di otak yakni cerebrum.

47

Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua proses yaitu :


-

Penerimaan rangsang sakit dibagian otak besar.

Reaksi-reaksi individu terhadap rangsang yang datang.


Mediator-mediator nyeri yang terpenting adalah histamin, serotonin (5HT),

plasmakinin (Bradikinin) dan prostaglandin, juga ion-ion kalium. Antara lain zat-zat
ini dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang dari jaringan, otot yang
selanjutnya mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang dari jaringan, otot yang
selanjutnya mengaktivir reseptor-reseptor nyeri. Plasmakinin merupakan peptidapeptida (rangkaian dari asam-asam amino) yang terbentuk dari protein-protein
plasma, sedangkan prostaglandin merupakan zat yang mirip asam lemak, terbentuk
dari asam lemak essensial. Kedua jenis zat tersebut berkhasiat vasodilatasi kuat dan
memperbesar permeabilitas (daya tembus) kapiler dengan akibat radang dan odema.
Oleh karena efek dan inaktivasinya yang bersifat lokal, maka prostaglandin disebut
juga hormon lokal (Stoelting, 1995).
KLASIFIKASI
Nyeri berdasarkan sifat dan derajat atau tingkat sakitnya dapat dikelompokkan
menjadi (Barash, 1997; Stoelting, 1995; Vincent, 1993).
1.

Nyeri yang ringan


Misalnya : sakit gigi, sakit kepala, sakit otot, nyeri selama haid, keseleo dan
lain-lain.

2.

Nyeri ringan yang menahun


Misalnya : rematik, arhtrosis dimana terdapat reaksi-reaksi peradangan pada
sendi-sendi, migrain, neuralgia (nyeri saraf).

3.

Nyeri hebat
Misalnya : nyeri pada organ abdomen antara lain akibat kolik/kejang pada
serangan penyakit batu ginjal maupun batu empedu.

4.

Nyeri hebat yang menahun.


Misalnya : nyeri pada penyakit kanker, neuralgia atau kadang-kadang rematik.

48

PERAWATAN (Barash, 1997; Dimitrioulis, 1997)


Untuk mengatasi rasa nyeri, penanganannya didasarkan atas bagaimana proses
terjadinya, maka penanganannya dapat dengan beberapa cara :
-

anestesi lokal

analgetik perifer

analgetik sentral

anestesi umum
Berdasarkan proses terjadinya nyeri diatas maka mekanisme kerja dari obat/

bahan analgetik untuk melawan/ mengurangi rasa nyeri/ sakit dapat dengan beberapa
cara, yaitu dengan :
-

Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor-reseptor nyeri perifer oleh


analgetik atau oleh anestesi lokal.

Merintangi penyaluran rangsangan dalam saraf-saraf sensoris, misalnya dengan


anestesi lokal

Blokade dari pusat nyeri dalam SSP dengan analgetika sentral (narkotika) atau
dengan anestesi umum.
Pada pengobatan rasa nyeri dengan analgetika faktor-faktor psikis

memegang peranan, misalnya kesabaran individu dan daya /kemampuan menerima


nyeri dari pasien tersebut. Sebelum memberikan obat analgetik pada pasien, maka ada
beberapa hal yang harus dipertimbangkan oleh dokter (Kwon, 1991).
-

Toleransi pasien terhadap obat tersebut

Riwayat alergi pasien terhadap obat tersebut

Tingkat keparahan rasa nyeri

Biaya
Kesadaran akan perasaan nyeri terdiri dari dua proses yaitu penerimaan

rangsangan sakit dibagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional /psikis dari individu
terhadap rangsang ini. Obat nyeri (analgetika) bekerja mempengaruhi proses pertama
dengan mempertinggi ambang kesadaran akan rasa sakit, sedangkan golongan

49

narkotika menekan reaksi-reaksi psikis yang diakibatkan oleh rangsangan sakit


tersebut (Barash, 1997).
Pada kasus-kasus bedah mulut minor, ada dua jenis golongan obat yang dapat
dipakai untuk mengurangi rasa sakit pasca bedah, yaitu (Dimitroulis, 1997):
1. Obat Non Steroid anti Inflamasi = NSAIDs
Secara umum obat ini sangat efektif untuk mengurangi /mengkontrol rasa
sakit ringan sampai sedang yang diakibatkan oleh adanya inflamasi pada jaringan
superficial seperti kulit dan mukosa. Obat yang paling umum digunakan antara
lain :
NAMA OBAT
ASPIRIN
PARASETAMOL
IBUPROFEN

DOSIS TERAPI
600 mg/ 4-6 jam
500 mg, 1-2 tab/4 jam
400 -600 mg/ 8 jam

NSAIDs yang lain adalah Indomethacin dan Naproxen akan tetapi jarang
dipakai untuk bedah mulut minor.
2. Obat golongan Narkotika
Obat Narkotika ini bekerja pada reseptor spesifik pada Susunan Saraf Pusat,
sehingga memberi efek analgetik sentral. Obat golongan Narkotika yang paling
umum dipakai adalah :
NAMA OBAT
CODEIN
DEXTROPROPOXYPHENE
OXYCODONE
HYDROCODONE

DOSIS TERAPI
30 - 60 mg/ 4 jam
50 100 mg/ 4 6 jam
5 - 10 mg/ 6 jam
5 - 10 mg/ 6 jam

ANALGETIKA GABUNGAN
Pada prosedur bedah mulut minor seringkali pengontrolan rasa sakit pasca
bedah dengan menggabungkan ke dua preparat analgetik yaitu NSAIDs dengan

50

Narkotik memberikan hasil yang lebih memuaskan pada pasien maupun ahli
bedahnya. Kombinasi analgetik tersebut adalah :
PREPARAT OBAT
Aspirin 325 mg + Codeine 30 mg
Parasetamol 500 mg + Codeine 8 mg
Paracetamol 500 mg + Codeine 30

DOSIS TERAPI
1 -2 tab/ 4 jam
1 2 tab/ 4 jam
1 2 tab/ 4 6 jam

mg
Paracetamol 500mg + Hydrocodone 1 2 tab/ 4 6 jam
5 mg
Untuk perawatan nyeri, maka dapat digunakan obat-obatan dari golongan
narkotika (biasanya bekerja pada SSP) atau golongan non narkotika (perifer), dimana
bergantung pada kondisi dan tingkat keparahan nyeri pada pasien. Adapun jenis
pengobatan tersebut adalah (Stoelting, 1995; Vincent, 1993) :
-

Nyeri yang ringan


Diobati dengan analgetikum perifer, misalnya Asetosal, Parasetamol atau
Glafenin.

Nyeri ringan yang menahun


Diobati dengan analgetik yang juga berkhasiat anti radang, misalnya Asetosal,
Ibuprofen dan Indometasin, Ergotamine dan klonidin biasanya untuk migren.

Nyeri yang hebat


Untuk tingkat seperti ini sebaiknya digunakan analgetika sentral (Narkotika)
dengan suatu obat anti kejang (Spasmolitikum), misalnya Morfin dengan
Atrofine, Butilskopolamin (Buscopan) atau Kamilofen (Avacan). Pada kasus
infark jantung tidak dapat digunakan morfin berhubung efeknya pada tekanan
darah dan pernafasan.

Nyeri hebat yang menahun


Untuk kasus ini digunakan obat yang berkhasiat kuat antara lain Analgetika
Narkotika Fentanil Dekstromoramida atau Bezitramida.

51

Apabila rasa nyeri hebat, maka pemberian Meperidine intramuscular


seringkali sangat efektif, tetapi perlu diingat bahwa ini tidak boleh diulangi
pemberiannya lebih dari tiga kali. Beberapa ahli bedah menginjeksikan Bupivacain
(Marcain) disisi daerah pembedahan untuk mengurangi rasa sakit. Analgetik
golongan Narkotika hanya boleh diberikan maksimum untuk tiga hari, dan apabila
rasa sakit ini berlanjut lebih dari 72 jam, maka harus dilakukan evaluasi klinis oleh
ahli bedahnya (Kwon, 1991; Stoelting, 1995).
Ada beberapa efek samping dari pemakaian obat-obatan diatas antara lain
(Dimitroulis, 1997) :
-

Mual dan muntah

Konstipasi

Hipotensi

Depresi pernafasan

Toleransi setelah pemakaian kontinyu selama 1 minggu

Potensial menjadi ketagihan/ candu.

KESIMPULAN
Nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan oleh tubuh yang terjadi
ketika jaringan mengalami gangguan sehingga mengakibatkan kerusakan pada
jaringan tersebut. Hal-hal yang menjadi penyebab nyeri dapat bersifat mekanis,
chemis, elektrik dan thermal.
Nyeri berdasarkan lama dan tingkat/ derajat nyerinya dapat diklasifikasikan
menjadi:
-

Nyeri yang ringan

Nyeri ringan yang menahun

Nyeri hebat

Nyeri hebat yang menahun


Perawatan rasa nyeri dapat dengan obat analgetik dan bahan anastetikum,

dimana obat maupun bahan tersebut ada yang mengandung Narkotika dan Non
Narkotika, untuk pemberiannya berdasarkan indikasinya dengan mempertimbangkan

52

efek samping obat tersebut pada saat pemakaian obat maupun setelah pemakaian obat
selesai.
Sebelum pemberian obat-obatan ataupun bahan anestesi kepada pasien, harus
mempertimbangkan hal-hal tersebut dibawah ini :
-

Toleransi pasien terhadap obat tersebut

Riwayat alergi pasien terhadap obat tersebut

Tingkat/ derajat keparahan nyeri

Biaya
Dengan menguasai/ mengetahui patofisiologi nyeri, maka para ahli bedah

akan dapat merawat nyeri perioperative maupun pasca bedah, sehingga keluhan
pasien dapat ditanggulangi secara prima.

DAFTAR PUSTAKA

53

Barash, et All, 1997, Handbook of Clinical Anesthesia, 3rd Ed, Lippincont- Raven,
Philadelpia.
Dimitroulis, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Reed Educational and
Profesional Publishing Ltd
Kwon/ Laskin, 1991. Clinicians Manual of Oral and Maxillofacial Surgery,
Quintessence Publishing Co.
Stoelting, 1995, Handbook of Pharmacology and Physiology ini Anesthetic Practice,
Lippincot- Raven, Philadelphia.
Toeti, dkk, 1989, Ilmu Bedah Mulut , Edisi ketiga, Cahaya Sukma, Medan.
Vincent J, 1993. Principles of Anesthesiology, 3rd Ed, Lea & Febiger, Philadelphia.

You might also like