You are on page 1of 17

Pendahuluan

Batu kandung empedu telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dan
pada abad ke-17 telah dicurigai sebagai penyebab penyakit pada
manusia. Penyakit batu empedu (kolelitiasis) merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di dunia. Angka prevalensi kolelitiasis bervariasi
di dunia tergantung pada lokasi geografis yang spesifik dan faktor etnis.
Penduduk asli Amerika, pada umumnya dan suku Pimas Amerika Utara
memiliki kemungkinan resiko tinggi pembentukan batu empedu. 2
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting
di negara barat dengan angka kejadian lebih dari 20% populasi dan
insiden meningkat dengan bertambahnya usia.3,4 Di Amerika Serikat,
terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika dengan batu empedu dan dari
hasil otopsi menunjukkan angka kejadian batu empedu paling sedikit 20%
pada wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan. 7 Di
Inggris, sekitar 5,5 juta orang dengan batu empedu dan dilakukan lebih
dari 50 ribu kolesistektomi tiap tahunnya.5 Sedangkan di Indonesia baru
mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu
empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu
tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk
mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali
batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka
resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. 3
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi
batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran
empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran
empedu sekunder.3 Semenjak penemuan ultrasonografi, tercatat bahwa
batu empedu merupakan hal yang umum diderita pada pasien sirosis.
Berbagai penelitian telah menghubungkan kejadian kolelitiasis dengan
sirosis hepatis. Frekuensi kejadian kolelitiasis pada penderita sirosis 4-5
kali lebih banyak dibandingkan populasi umum tanpa sirosis. 8,9 Dimana
patogenesis fenomena ini masih belum jelas. Dari hasil penelitian Naheed

T et al didapatkan prevalensi kolelitiasis paling banyak ditemukan pada


penderita sirosis hepatis (31%) dimana lebih banyak ditemukan pada
perempuan.8 Dari survei longitudinaldan cross-sectional Dario Conie et al
mendapatkan sirosis hepatis merupakan faktor resiko utama kolelitiasis
dimana angka insiden dan prevalen jauh lebih tinggi dibandingkan
populasi normal.
Definisi
Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones dan biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung
empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur
yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu.2,12

Gambar 1. Batu dalam kandung empedu16


Etiologi
Batu empedu kolesterol, pigmen hitam dan coklat memiliki patogenesis
dan faktor resiko yang berbeda.12 Di Amerika Serikat, batu kolesterol
hampir 75% sampai 80% dari semua kolelitiasis. Batu kolesterol
mengandung 50-90% kolesterol dari total berat badan. Dari analisis
beberapa batu, ada yang miskin kolesterol. Garam kalsium pigmen
bilirubin, karbonat dan protein terkandung dalam batu. Faktor resiko
pembentukan batu empedu meliputi obesitas, penurunan berat badan
mendadak, trauma tulang belakang, jenis kelamin wanita lebih beresiko,
paritas dan penggunaan estrogen. Batu pigmen dikategorikan batu hitam

dan coklat tergantung komposisi kimia dan penampakan batu. Batu ini
juga dibedakan berdasarkan patogenesis dan manifestasi klinisnya. 7
Tiga faktor utama dalam pembentukan batu kolesterol antara lain
perubahan komposisi empedu hepar, pembentukan inti kolesterol dan
gangguan fungsi kandung empedu.
Peranan infeksi walaupun infeksi dikatakan menjadi faktor penting
dalam pembentukan batu kolesterol, DNA bakteri ditemukan dalam batu
ini. Secara konsep, bakteri mungkin terdekonjugasi dalam garam empedu
selama absorpsi dan penurunan kelarutan kolesterol. Infeksi bilier
berperan dalam pembentukan batu pigmen coklat, mayoritas
mengandung bakteri pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Umur peningkatan prevalensi kolelitiasis secara bermakna tiap
tahunnya, kemungkinan peningkatan isi kolesterol dalam empedu. Pada
umur 75 tahun, 20% laki-laki dan 35% wanita memiliki kolelitiasis.
Kolelitiasis kedua batu pigmen dan tipe kolesterol sudah dilaporkan pada
anak.
Genetik pasien dengan kolelitiasis secara relatif frekuensi batu
meningkat dua sampai empat kali, tidak tergantung pada umur, berat
badan dan diet mereka. Alel apoE4 lipoprotein E memiliki predisposisi
pembentukan batu kolesterol. Frekuensi apoE4 lebih tinggi pada pasien
dengan riwayat kolesistektomi dibandingkan penderita tanpa batu
empedu. Adanya apoE4 memiliki prediksi kekambuhan batu secara cepat
setelah litotripsi. Mekanisme ini masih belum jelas walaupun
apolipoprotein E mungkin memainkan peranan absorpsi lipid diet,
transport dan distribusi ke jaringan. ApoE4 tidak dihubungkan dengan
pembentukan kolelitiasis baru selama kehamilan.11
Obesitas sindrom metabolik pada obesitas, resistensi insulin, diabetes
mellitus tipe II, hipertensi dan hiperlipidemia erat kaitannya dengan
peningkatan sekresi kolesterol hepar dan merupakan faktor resiko

pembentukan batu kolesterol.12 Biasanya terjadi pada wanita dengan


umur kurang dari 50 tahun. Obesitas erat kaitannya dengan peningkatan
sintesis kolesterol. Tidak ada perubahan yang konsisten pada volume
kandung empedu post prandial. Pola makan (2100 kJ per hari) bisa
menghasilkan cairan empedu dan pembentukan batu empedu simtomatis
pada individu dengan obesitas. Sejumlah kecil lemak dalam diet untuk
menjaga pengosongan kandung empedu dapat menurunkan resiko
pembentukan batu empedu. 11
Diet peningkatan diet kolesterol meningkatkan kolesterol empedu tetapi
tidak ada data epidemiologi dan pola makan yang memaparkan asupan
kolesterol dengan kolelitiasis.
Sirosis hepatis sekitar 30% pasien sirosis menderita kolelitiasis. Resiko
pembentukan kolelitiasis sangat berhubungan kuat dengan sirosis Childs
grade C dan sirosis alkoholik dengan insiden tiap tahunnya 5%.
Mekanismenya masih belum jelas. Semua pasien dengan penyakit
hepatoseluler menunjukkan derajat hemolisis yang bervariasi. Walaupun
sekresi asam empedu menurun, batu yang terbentuk biasanya
merupakan batu pigmen hitam. Phospolipid dan sekresi kolesterol juga
menurun sehingga empedu tidak tersaturasi.11
Tipe dan Komposisi Batu Empedu
Secara normal, empedu terdiri atas 70% garam empedu (terutama cholic
dan asam chenodeoxycholic), 22% pospholipid (lechitin), 4% kolesterol,
3% protein dan 0,3% bilirubin.5
Terdapat tiga tipe utama batu empedu antara lain batu kolesterol, pigmen
hitam dan pigmen coklat. Di negara barat lebih banyak ditemukan batu
kolesterol. Walaupun batu ini predominan terdiri atas kolesterol (5199%), diantara semua tipe, memiliki komponen kompleks dan
mengandung proporsi yang bervariasi dari kalsium karbonat, fosfat,
bilirubinate, dan palmitat, fospolifid, glikoprotein dan mukopolisakarida.
Batu pigmen hitam terdiri atas 70% kalsium bilirubinat dan lebih banyak

terjadi pada pasien dengan anemia hemolitik dan sirosis. Batu pigmen
coklat jarang terjadi, dibentuk dalam saluran empedu intrahepatik dan
ekstrahepatik sama halnya yang terjadi pada kandung empedu. Batu
pigmen coklat dibentuk dari stasis dan infeksi dalam sistem empedu oleh
bakteri E. coli dan Klebsiella spp. Klasifikasi batu empedu dapat dilihat
pada Tabel 1.
Table 1. Klasifikasi Batu Empedu11

Lokasi

Kolesterol

Pigmen hitam

Kandung empedu,
duktus

Kandung
empedu, duktus

Pigmen coklat

DuktusKandungan terbanyakKolesterolPigmen bilirubin polimer


Kalsium bilirubinatKonsistensiKristaline dengan inti
kerasLunak, rapuh% radiopak15%60%0%
InfeksijarangjarangSering
Penyakit lain-Hemolisis, sirosisObstruksi empedu parsial kronis

Batu Pigmen
Istilah batu pigmen empedu digunakan untuk batu yang mengandung
kolesterol kurang dari 30%. Terdapat dua tipe yaitu batu pigmen hitam
dan coklat.
Batu pigman hitam sebagian besar mengandung pigmen bilirubin polimer
terlarut dengan kasium fosfat dan karbonat. Tidak mengandung
kolesterol. Mekanisme pembentukan batu masih belum jelas, tetapi
hipersaturasi empedu dengan bilirubin terkonjugasi, mengubah pH dan
kalsium dan overproduksi matrik organik (glikoprotein) juga berperan.

Dari semua kasus, 20-30% kolelitiasis adalah batu pigmen coklat. Insiden
ini meningkat dengan bertambahnya umur. Batu empedu hitam biasanya
menyertai hemolisis kronis, biasanya pada penyakit sickle
cell atau spherocytosis herediter dan prostese mekanik misalnya pada
katup jantung dalam sirkulasi. Semua penyakit tersebut diatas
menunjukkan peningkatan prevalensi dengan segala bentuk sirosis
khususnya alkoholik.
Batu pigmen coklat mengandung kalsium bilirubinat, kalsium palmitat dan
stearat seperti halnya kolesterol. Bilirubinat dipolimeralisasi tidak seluas
batu hitam. Batu coklat jarang ditemukan dalam kandung empedu. Batu
ini terbentuk di duktus biliaris dan berhubungan dengan stasisnya
empedu dan infeksi empedu. Penampakan biasanya radiolusen. Bakteri
ditemukan lebih dari 90%. Pembentukan batu berhubungan dengan
dekonjugasi bilirubin diglukuronide oleh bakteri -glukoronidase. 11

Gambar 2. Berbagai tipe batu empedu5


Patofisiologi1
Sekitar 75% pasien, batu empedu terdiri atas kolesterol, dan sisanya
merupakan batu pigmentasi yang terutama mengandung bilirubin tidak
terkonjugasi. Secara normal, kolesterol tidak mengendap dalam empedu,
karena mengandung garam empedu terkonjugasi dan phosphatidylcholine
secukupnya dalam bentuk micellar solution. Jika rasio konsentrasi
kolesterol : garam empedu dan phosphatidylcholine meningkat,
kelebihan kolesterol dalam batas minimal, kejenuhannya akan meningkat
(supersaturasi) dalam larutan lumpur. Adanya supersaturasi oleh
peningkatan rasio kolesterol, akan menyebabkan hepar mensekresi

kolesterol konsentrasi tinggi sebagai inti vesikel unilamelar dalam


kandung empedu dimana phosphatidylcholine menjadi kulit luar
pembungkus vesikel dengan diameter 50-100 nm. Jika jumlah kandungan
kolesterol relatif meningkat, vesikel multilamelar akan terbentuk
(diameter melebihi 1000 nm). Vesikel-vesikel ini tidak stabil dan
mengendap lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol. Kristal
kolesterol ini merupakan prekursor batu empedu.
Penyebab penting peningkatan rasio kolesterol : garam empedu dan
phosphatidylcholine adalah:
1.

Peningkatan sekresi kolesterol, baik oleh karena peningkatan


sintesis kolesterol (peningkatan aktivitas enzim 3-hydroxy-3methylglutaryl [HMG]-CoA-kolesterol reduktase) ataupun
penghambatan esterifikasi kolesterol seperti progesterone selama
kehamilan

2.

Penurunan sekresi garam empedu oleh karena penurunan simpanan


garam empedu pada penyakit Crohns atau setelah reseksi ataupun
selama puasa dan nutrisi parenteral

3.

Penurunan sekresi phosphatidylcholine sebagai penyebab batu


kolesterol ditemukan pada wanita Chili yang hidup hanya memakan
sayuran.

Batu pigmen terdiri atas sebagian besar kalsium bilirubinat (50%) yang
memberikan warna hitam atau coklat pada empedu. Batu hitam juga
mengandung kalsium karbonat dan fosfat, dimana batu coklat juga
mengandung stearat, palmitat dan kolesterol. Peningkatan jumlah
bilirubin tak terkonjugasi pada empedu, yang dipecahkan hanya
dalam micelles, ini merupakan penyebab utama pembentukan batu
empedu, dimana normalnya mengandung hanya 1-2% dalam empedu.
Adapun sebagai penyebab meningkatnya konsentrasi bilirubin tidak
terkonjugasi adalah:

1.

Meningkatnya pemecahan hemoglobin seperti pada anemia


hemolitik, yang mana terdapat banyak bilirubin yang akan mengalami
proses konjugasi dengan perantara enzim glukorunidase dalam hepar,
ditemukan kelainan sebagai berikut:

Penurunan kapasitas konjugasi dalam hepar seperti pada sirosis


hepar

Dekonjugasi non-enzimatik bilirubin dalam empedu khususnya


monoglukoronat

Dekonjugasi enzimatik (-glucosidase) oleh bakteri.

Gambar 3. Skema patofisiologi pembentukan batu empedu kolesterol


Bakteri juga tidak mengkonjugasi secara enzimatik garam empedu
sehingga terjadi pembebasan palmitat dan stearat (dari
phoshatidylcholine) dalam presipitat sebagai garam kalsium. Batu hitam
dibentuk oleh tiga mekanisme pertama diatas, mengandung komponen
tambahan, kalsium karbonat dan fosfat, inilah yang akan menurunkan
kapasitas keasaman dalam kandung empedu.

Kandung empedu, dimana komponen spesifik (kolesterol, garam empedu,


phoshatidylcholine) terkonsentrasi dalam waktu yang lama keterikatan
dalam air, juga merupakan bagian penting dalam pembentukan batu
empedu. Gangguan pengosongan kandung empedu bisa menjadi salah
satu penyebab baik karena insufisiensi CCK (tidak ada asam lemak bebas
yang dilepaskan dalam lumen pada insufisiensi pancreas) sehingga
rangsangan kontraksi ke kandung empedu melemah, ataupun karena
vagotomy nonselektif tidak terdapat sinyal kontraksi dan asetilkolin.
Kontraksi kandung empedu melemah juga pada keadaan kehamilan. Saat
itu menjadi waktu yang sangat cukup terjadi endapan kristal untuk
membentuk batu yang besar. Peningkatan sekresi mukus (dirangsang
oleh prostaglandin) bisa memicu peningkatan jumlah inti kristalisasi.
Konsekuensi yang mungkin terjadi pada kolelitiasis adalah kolik. Jika
terjadi penghambatan saluran empedu oleh sumbatan batu empedu,
tekanan akan meningkat dalam saluran empedu dan peningkatan
kontraksi peristaltik di daerah sumbatan menyebabkan nyeri viseral pada
daerah epigastrik, mungkin dengan penyebaran nyeri ke punggung dan
disertai muntah.

Gambar 4. Skema patofisiologi pembentukan batu pigmen empedu


Gejala Klinis
Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
pasien dengan batu asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik
dan pasien dengan komplikasi batu empedu.3 Sedangkan dilihat dari
tahapan penyakitnya, dapat dibagi menjadi 4 stadium yaitu stadium
litogenik, dimana kondisi yang memungkinkan terbentuknya batu; batu
empedu asimtomatis; episode kolik biliaris dan kolelitiasis terkomplikasi.
Gejala dan komplikasi kolelitiasis merupakan efek yang terjadi dalam
kandung empedu atau dari batu yang keluar dari kandung empedu ke
saluran duktus biliaris komunis.12
Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik
waktu diagnosis maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit
dari 1307 pasien dengan batu empedu selama 20 tahun memperlihatkan
bahwa sebanyak 50% pasien tetap asimtomatik, 30% mengalami kolik
bilier dan 20% mendapat komplikasi.3
Batu empedu asimtomatis mayoritas penderita kolelitiasis secara klinis
tersembunyi dan tanpa memberikan gejala. Pada pemantauan jangka
panjang pasien asimtomatis, resiko kumulatif timbulnya gejala akan
berkembang dengan waktu yaitu 10% dalam 5 tahun, 15% dalam 10
tahun dan 18% dalam 15 tahun.7 Pada pasien kolelitiasis asimtomatis
ditemukan secara insidental. Pada kebanyakan kasus kolelitiasis
asimtomatis tidak memerlukan penanganan.12
Kolik bilier kolik bilier timbul secara episodik, nyeri hebat, berlokasi di
epigastrium atau di kuadran kanan atas. Nyeri ini menyebar ke belakang
atau daerah punggung kanan tetapi biasanya tidak fluktuatif,
sebagaimana istilah kolik pada umumnya. Nyeri ini mula-mula timbul
secara tiba-tiba di daerah epigastrium atau kuadran kanan atas dan
menyebar di sekitar punggung tepatnya di interskapula. 5 Secara umum,
nyeri timbul secara cepat, kurang dari 30 menit sampai 3 jam, dan secara
berangsur-angsur mereda. Kolik bilier benigna tidak berhubungan dengan

demam, leukositosis atau tanda peritoneal akut. Adanya gejala ini atau
nyeri bilier lebih lama dari 4 sampai 6 jam, kemungkinan kecurigaan
kolekistitis akut.7 Kolik bilier timbul akibat desakan batu empedu pada
duktus kistikus selama kontraksi kandung empedu, peningkatan tekanan
dinding kandung empedu. Konstraksi kandung empedu ini timbul akibat
pelepasan kolekistokinin yang dirangsang oleh diet lemak. 4 Pada
kebanyakan kasus, obstruksi akan kembali ke relaksasi kandung empedu
dan nyeri akan mereda. Nyeri bersifat konstan dan tidak ditimbulkan oleh
muntah, antasid, defekasi atau perubahan posisi. Nyeri ini diikuti oleh
mual dan muntah.12
Gejala komplikasi kolesistitis akut maupun kronis terjadi bila batu
menyumbat dan terjepit dalam duktus kistikus menyebabkan kandung
empedu menjadi distensi dan inflamasi progresif. Pasien akan merasakan
nyeri kolik biliaris tetapi secara spontan hilang timbul dan kadang akan
memberat. Pertumbuhan koloni bakteri yang banyak pada kandung
empedu sering terjadi, dan pada kasus yang berat, akumulasi pus dalam
kandung empedu yang dikenal dengan empiyema kandung empedu.
Dinding kandung empedu akan menjadi nekrotik kemudian timbul
perforasi dan abses polikistik. Kolekistitik akut merupakan kedaruratan
bedah, walaupun nyeri dan inflamasi dapat ditangani secara konservatif
seperti dengan hidrasi dan antibiotik. Jika serangan akut timbul secara
spontan, inflamasi kronis berubah berlangsung lama dengan eksaserbasi
akut.11,12
Fistula biliaris interna atau fistula kolekistoenterik merupakan komplikasi
penyerta migrasi batu empedu akut atau biasanya kronis. Batu kandung
empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat
pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan
ileus obstruksi.2
Diagnosis
Anamnesis

Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.


Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai
intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan
utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau
perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin
berlangsung lebih dari 15 menit dan kadang baru menghilang beberapa
jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada
30% kasus timbul tiba-tiba.2
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula atau ke puncak
bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita
melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau
terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu
menarik nafas dalam.2
Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu apabila ditemukan kelainan, biasanya
berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan
peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiyema kandung
empedu, atau pankreatitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan
dengan punktum maksimum di daerah letak anatomis kandung empedu.
Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita
menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
nafas.2
Batu saluran empedu batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala
dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui
bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak
jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul
ikterus klinis.2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium batu kandung empedu yang asimtomatik
umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium.

Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi


sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi
mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar
fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya
meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.2
Pemeriksaan radiologis foto polos abdomen biasanya tidak memberikan
gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu
yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung
cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos.
Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau
hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak
di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar,
di fleksura hepatika.2

Gambar 5. Foto Rongent pada kolelitiasis13


Ultrasonografi (USG) ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan
sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan
pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan
USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain.
Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi

karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG, punktum


maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren lebih
jelas daripada dengan palpasi biasa.14
Kolesistografi untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras
cukup baik karena relatif murah, sederhana dan cukup akurat untuk
melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.
Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar
bilirubun serum diatas 2 mg/dl, obstruksi pilorus dan hepatitis karena
pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi
kandung empedu.2
Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan.
Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan
menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Pilihan
penatalaksanaan antara lain :
Kolesistektomi terbuka operasi ini merupakan standar terbaik untuk
penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling
bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi
pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 15
Kolesistektomi laparaskopi indikasi awal hanya pasien dengan
kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin
bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur
ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledukus. Secara teoritis, keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah
sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan

adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden


komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih
sering pada kolesistektomi laparaskopi.15
Disolusi medis masalah umum yang mengganggu semua zat yang
pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang
dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu
empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya
batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,
kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.15
Disolusi kontak meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut
kolesterol yang poten seperti metil-ter-butil-eter (MTBE) ke dalam
kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat
efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu.
Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan
yang tinggi (50% dalam 5 tahun).15
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) sangat populer digunakan
beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini
memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang
telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Kolesistotomi dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan disamping
tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat,
terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.15
DAFTAR PUSTAKA
1.

Silbernagl S, Florian Lang. Color Atlas of Pathophysiology. New


York: Thieme Stuttgart; 2000.

2.

Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta


: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005.hal: 570-579.

3.

Lesmana L. Penyakit Batu Empedu. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Edisi ke IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hal:


479-481.
4.

Keshav.S. The Gastrointestinal System at a Glance. London:


Blackwell Science; 2004.

5.

Beckingham, IJ. Gallstone disease. In: ABC of Liver, Pancreas and


Gall Bladder. London: BMJ Books; 2001.

6.

Greenberger NJ, Paumgartner G, Disease of The Gallbladder and


Bile Duct. In: Kasper et all, editors. Harrisons Principles of Internal
Medicine. 16th ed. London: McGraw-Hill; 2005

7.

Sekijima J.H, Lee, Sum P. Gallstones and Cholecystitis. In: Humes


D, Dupon L, editors. Kelleys Textbook of Internal Medicine. 4th ed.

8.

Naheed T, Akbar N. Frequency Of Gallstones In Patient Of Liver


Cirrhosis-A Study In Lahore. Pak J Med Sci 2004; 20(3): 215-218.

9.

Zhang Y et all. Factor Influencing The Prevalence of Gallstones in


Liver Chirrhosis. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2006;
62(9): 1455-1458.

10.

Conte D et all. Close Relation Between Cirrhosis and Gallstones. Arc

Intern Med 1999; 159 (11):49-52


11.

Sherlock S, Dooley J. Disease of the Liver and Billiary System.

11th ed. Oxford: Blacwell Science; 2002.


12.

Heuman M Douglas. Cholelithiasis. Avaliable

from:http://www.emedicine.com/med/topic836.htm. Last update


agust, 2nd 2006 (diakses pada tanggal 22 Maret 2008).
13.

Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam : New England Journal of

Medicine. Avaliable
from :http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/22/2318. Last
update 25 November 2005 (diakses pada tanggal 22 Maret 2008).
14.

Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I.

Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. 2000. 380-384.

15.

Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah

(Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran


EGC. 2000. 459-464.
16.

Webmaster. Cholelithiasis. Avaliable

from : http://www.medlineplus.com. Last update 8 Juli 2007 (diakses


pada tanggal 22 Maret 2008).

You might also like