You are on page 1of 51

1

BAB I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga


Alamat lengkap

: Tn. Hadi Sunarto


: Desa Sidamulya Rt 06/03 Kec. Kemranjen, Kab.
Banyumas.

Bentuk Keluarga

: Nuclear Family

Tabel 1. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah


No
Nama
Status L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
1.
2.
3.
4.

Tn. Hadi
sunarto
Ny.
Karsini
Miatun K
Nasuhud

KK

55 th

SR

Petani

Pasien
Klinik
-

Istri

51 th

SD

Petani

DM

Anak
Anak

P
L

25 th
21 th

SMK
SMP

Supir taxi

Tinggal
di
jakarta

Sumber : Data Primer, 10 Juni 2014


Kesimpulan :
Keluarga Ny. R merupakan keluarga inti atau Nuclear Family. Ny. R menderita
penyakit Diabetes Melitus Tipe II.

Ket
-

BAB II
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang
perempuan berusia 51 tahun yang pernah menjalani pengobatan di Puskesmas II
Kemranjen. Ibu tersebut menderita Diabetes Melitus tipe 2 dan sudah 3 bulan
tidak kontrol dan berobat ke pelayanan kesehatan.
WHO (1998) memperkirakan jumlah orang dengan diabetes di Indonesia
akan meningkat hampir 250 % dari 5 juta di tahun 1995 menjadi 12 juta di tahun
2025. Perkiraan ini akan menjadi kenyataan apabila tidak ada upaya kita semua
untuk mencegah atau paling tidak mengeliminasi faktor-faktor penyebab
meningkatnya

jumlah

kasus

tersebut.

Maka

penting

bagi

kita

untuk

memperhatikan dan mencermatinya untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai


pengalaman di lapangan.

B. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny. K

Umur

: 51 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Status

: Sudah menikah

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Kewarganegaraan

: Indonesia

Pekerjaan

: Petani

Pendidikan

: SMP

Penghasilan/bulan

: Rp 800.000

Alamat

: Desa Sidamulya Rt06/03 Kec. Kemranjen,


Kab. Banyumas.

Tanggal periksa

: 10 Juni 2014

C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama

: Baal pada ujung-ujung jari tangan kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Onset

: 1 minggu yang lalu

Durasi

: sepanjang hari

Frekuensi

:-

Kuantitas

: tidak dapat membedakan permukaan benda


dengan ujung-ujung jari tangan kirinya.

3.

Kualitas

: mengganggu aktivitasnya sebagai petani

Yang memperberat

:-

Yang memperingan

:-

Radiasi

:-

Gejala penyerta

: lemes, kencing malam hari meningkat

Riwayat Penyakit Dahulu


-

Riwayat penyakit

: pasien mengaku menderita DM sejak


4 tahun yang lalu
-

Riwayat mondok

: Disangkal

Riwayat alergi obat/makanan

Disangkal
-

Riwayat pengobatan

tidak

rutin

mengkonsumsi obat DM, namun 3-4


minggu

sekali

memeriksakan

gula

darah sewaktu

4.

Riwayat operasi

: Disangkal

Riwayat hipertensi

: Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Orang tua

: Ayah pasien menderita penyakit yang sama (DM tipe


2) dan stroke

Keluarga

: Disangkal

5.

Saudara

: Disangkal

Riwayat Sosial dan Exposure

Community

: Pasien dalam kesehariannya tinggal

dalam lingkungan keluarga yang di dalamnya terdapat


2 orang, yaitu pasien dan suaminya. Kedua anaknya
sudah merantau.

Home : Rumah pasien cukup memenuhi kriteria rumah


sehat dengan jumlah ventilasi yang cukup, kelembaban
yang baik, pencahayaan yang baik, memiliki lantai dan
atap yang mudah dibersihkan, serta memiliki sumber air
bersih dan jamban sendiri, namun hewan ternaknya
masih dibiarkan berada di dapur

Hobby

: menanam di kebun samping rumah

Occupational : sebagai petani palawija bekerja dari


subuh sampai sore hari, berangkat ke sawah dengan
berjalan kaki

Personal habit :

pasien

mengaku

tidak

terbiasa

melakukan olahraga secara teratur, dengan alasan sudah


mengganti waktu olahraganya dengan berjalan kaki
kesawah setiap hari.

Diet

: pasien memiliki pola makan yang baik

untuk pasien DM, pasien mengurangi mengkonsumsi


nasi digantikan dengan ketela dan kentang rebus,
disertai makan sayur-sayuran seperti kangkung dan
buncis, dan lauk pauk sederhana seperti tahu, tempe dan
telur ayam. Pasien mengaku mengurangi asupan gula
dengan mengganti gula tebu dengan gula fruktosa, dan
minum susu khusus diabetes.

Drug

: pasien mengaku sudah 2 bulan tidak

minum obat antihiperglikemik karena merasa tidak ada


keluhan, dan sudah beberapa kali memeriksa gula darah
sewaktu dengan stik dan didapatkan hasil rata-rata 190
mg/dL. Sebelumnya pasien mengaku sebulan sekali
kontrol ke RSUD Banyumas.
6.

Riwayat Gizi :
Pasien makan sebanyak 3 x sehari. pasien mengurangi mengkonsumsi
nasi digantikan dengan ketela dan kentang rebus, disertai makan sayursayuran seperti kangkung dan buncis, dan lauk pauk sederhana seperti tahu,
tempe dan telur ayam.

7.

Riwayat Psikologi :
Pasien termasuk orang yang memiliki sifat periang. Apabila ada
masalah, pasien senang menceritakan masalah pribadinya kepada suami dan
anak-anak. Penyakit tampak tidak terlalu mengganggu psikologis pasien.

8.

Riwayat Ekonomi :
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah. Pekerjaan suami
pasien sebagai petani. Pasien juga membantu bekerja sebagai petani. Kedua
anaknya sudah merantau di Jakarta dan mengunjunginya setiap 5 bulan sekali
dan ikut menunjang kebutuhannya sehari-hari.

9.

Riwayat Demografi :
Hubungan antara pasien dengan keluarganya dapat dikatakan harmonis.
Hal tersebut dapat terlihat dari cara berkomunikasi pasien dengan suaminya
yang tampak baik dan bagaimana cara pasien menceritakan keluarganya
terutama perhatian anak-anaknya terhadap kedaan orang tua mereka.

10.

Riwayat Sosial :
Penyakit yang diderita pasien dirasakan mengganggu aktivitas karena
membatasi aktivitasnya sebagi petani, selain itu pasien harus rutin minum obat
dan kontrol ke puskesmas atau rumah sakit. Hubungan pasien dengan

tetangganya terjalin dengan baik. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil tanya
jawab dengan tetangga pasien yang mengerti keadaan pasien.
11.

Review of System :
a. Keluhan Utama

Baal pada ujung-

ujung tangan kiri


b. Kulit :

Warna sawo matang

c. Kepala

Simetris, ukuran normal,

sakit kepala (-)


d. Mata

Penglihatan agak

kabur.
e. Hidung

f. Telinga

Keluar cairan (-)


Pendengaran jelas, keluar

cairan (-)
g. Mulut:

Sariawan (-), mulut kering (-),

mukosa merah muda


h. Tenggorokan : Sakit menelan (-)
i. Pernafasan

Sesak nafas (-), mengi (-),

batuk (-)
j. Sistem Kardiovaskuler

Nyeri dada

Mual

(-)
k. Sistem Gastrointestinal

(-),

kembung (-), nyeri perut bagian atas (-), BAB


(+).
l. Sistem Muskuloskeletal

Lemas (-)

m. Sistem Genitourinaria

Kencing ()

terutama di malam hari


n. Ekstremitas
(-), luka (-)
Bawah : bengkak (-), luka (-)

: Atas :

Bengkak

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Baik, kesadaran Compos Mentis, status gizi kesan kurang.
2. Tanda Vital
a.

Tekanan darah : 130/80 mmHg

b.

Nadi

c.

RR

d.

Suhu

: 80 x /menit, regular
: 20 x /menit
: 36,8O C

3. Status gizi
a.

BB

: 40 kg

b.

TB

: 150 cm

Kesan status gizi

: kurang.
4. Kulit

: Sianosis (-), turgor kulit

kembali cepat (<1 detik), ikterus


(-)
5. Kepala
6. Mata

: Bentuk kepala normal

: Edema palpebra (-/-), konjunctiva anemis (-/-), sklera


ikterik (-/-), air mata (+), mata cekung (-/-)

7. Telinga

: Bentuk normal, sekret (-/-)

8. Hidung

: Napas cuping hidung (-), sekret (-/-)

9. Mulut

: Bibir sianosis (-), mulut basah (+), Lidah kotor (-)

10. Tenggorokan

: Radang (-)

11. Leher

: Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar limfe

(-)
12. Thoraks
Jantung
Inspeksi

:
: Bentuk dada normal simetris, benjolan (-), jejas (-),
lesi (-)

Auskultasi

: Bunyi jantung normal, bising (-), denyut jantung


reguler

Palpasi

: Nyeri tekan (-), thril (-)

Perkusi

: Kardiomegali (-),

Pulmo

Inspeksi

: Bentuk dada normal simetris, retraksi (-), gerakan


paru simetris, benjolan (-), jejas (-), lesi (-)

Palpasi

: Nyeri tekan (-), retraksi (-)

Perkusi

: Sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri

Auskultasi

: Vesikular normal, wheezing (-)


13. Punggung

14. Abdomen

: skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Inspeksi

: Datar, asites (-), benjolan (-), lesi (-), jejas (-), tanda
radang (-)

Auskultasi

: Peristaltik sedikit meningkat

Palpasi

: Nyeri tekan pada ulu hati (+), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani normal

15. Genitalia

: Tidak dilakukan

16. Anorektal

: Tidak dilakukan

17. Ekstremitas

Superior

: Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)

Inferior

: Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)

18. Pemeriksaan Neurologik


Fungsi Luhur

: Dalam batas normal

Fungsi Vegetatif

: Dalam batas normal

Fungsi Sensorik
Fungsi motorik
K

: hipostesi ujung-ujung jari tangan kiri


:
T

RF

RP -

19. Pemeriksaan Psikiatrik


Penampilan

: Sesuai umur, perawatan diri cukup

Kesadaran

: Kalitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis

Afek

: Appropriate

Psikomotor

: Normoaktif

Insight

: Baik

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Disarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang:
Cek GDS teratur untuk monitor kadar gula darah. Pemeriksaan kadar gula
terakhir tanggal 10 Juni 2014 adalah sebesar 236 mg/dl.
Tes lab fungsi jantung dan ginjal.
F. RESUME
Penderita Ny. K usia 51 tahun, tinggal dalam satu rumah bersama suami,
sehingga bentuk keluarga disebut nuclear family. Diagnosis pasien adalah
Diabetes Melitus tipe 2. Kondisi psikologi keluarga cukup baik, yang terlihat dari
antusias suami dari pasien yang menemani saat pasien sakit. Status ekonomi
pasien termasuk kelas menengah. cukup memenuhi kriteria rumah sehat dengan
jumlah ventilasi yang cukup, kelembaban yang baik, pencahayaan yang baik,
memiliki lantai dan atap yang mudah dibersihkan, serta memiliki sumber air
bersih dan jamban sendiri, namun hewan ternaknya masih dibiarkan berada di
dapur. Pasien cukup dekat dengan suaminya. Pasien dan suaminya bekerja
sebagai petani.
G. DIAGNOSTIK HOLISTIK
1. Aspek Personal
Pasien mengeluh baal pada ujung-ujung jari tangan kiri yang sudah
berlangsung selama 1 minggu yang dirasa mengganggu aktivitas.
Idea

: Pasien berharap penyakitnya dapat segera sembuh.

Concern

: Pasien menginginkan perhatian dari keluarganya untuk


mendukung pengobatan dan mengendalikan penyakitnya.

10

Expectacy

Pasien mempunyai harapan penyakitnya dapat segera


disembuhkan dan mendapatkan obat yang efisien untuk terapi
penyakit Diabetes Melitusnya sehingga apabila kesehatannya
sudah pulih pasien dapat beraktivitas seperti sediakala.

Anxiety

: Pasien merasa takut akan kondisi kesehatanya yang belum


stabil. Pasien merasa perubahan pengobatan hanya terjadi
sedikit demi sedikit. Keadaan ini sangat mengganggu
aktifitasnya dalam kehidupannya sehari-hari.

2. Aspek Klinis
Diagnosa

: Diabetes Melitus Tipe II

Gejala klinis : lemes, hipostesi, dan poliuri


3. Aspek Faktor Resiko Intrinsik Individu
Penyakit tampak mengganggu psikologis pasien, hal itu dapat diketahui
dari pasien yang menceritakan jika terdapat banyak masalah dapat
mempengaruhi keadaan kesehatannya. Apabila ditinjau dari faktor usia, usia
pasien merupakan usia yang sudah memasuki masa rentan untuk mengidap
penyakit DM tipe II. Usia seseorang yang telah memasuki usia 50 tahun
keatas memiliki kecenderungan mengidap penyakit DM tipe II lebih tinggi
dari pada yang berusia kurang dari 50 tahun. Ayah pasien adalah penderita
DM, dan meninggal dengan diagnosa stroke dan DM. Kebiasaan hidup pasien
yang tidak baik seperti jarang berolah raga dan dulu gemar makan berlebih
juga merupakan faktor resiko intrinsik untuk munculnya penyakit DM tipe II.
4. Aspek Faktor Resiko Ekstrinsik Individu
Pelayanan kesehatan di sekitar rumah pasien cukup mudah dijangkau,
hal ini dikarenakan rumah pasien dekat dari sarana pelayanan kesehatan
seperti dokter umum dan puskesmas. Pasien menyelesaikan mendidikan
sampai jenjang sekolah dasar (SD) sehingga tingkat pengetahuan yang rendah
dapat mempengaruhi penyakit pasien, namun pasien memiliki kesadaran
untuk mengubah pola makan semenjak sering kontrol ke pelayanan kesehatan
dan bertemu pasien DM yang lain yang menceritakan komplikasi-komplikasi

11

yang mereka derita, dan gaya hidup sehat untuk mengendalikan gula
darahnya. Pasien berasal dari golongan ekonomi kelas menengah. Hal tersebut
membuat pasien terkadang terlambat dalam mengakses pelayanan kesehatan.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Pasien mengeluh baal, lemas, poliuri dan penyakit DM-nya dirasa
cukup mengganggu pekerjaan pasien sebagai petani dan beraktivitas dirumah.
F. PENATALAKSANAAN
1.

Non Medika mentosa


a. Olah raga secara teratur minimal 3 kali dalam seminggu selama kurang
lebih 15 menit.
b. Diet makanan dengan indeks gula rendah atau membatasi asupan gula dan
kolesterol.
c. Menghindari stress.
d. Bed rest atau cukup istirahat.

2. Dukungan Psikologis
Selama menjalani pengobatan dan kontrol di puskesmas, pasien mendapat
dukungan psikologis dari keluarga terutama suami yang sering mengingatkan
pasien untuk teratur minum obat dan kontrol ke puskesmas. Anak-anaknya
yang merantau juga rutin mengirimkan biaya hidup untuk menunjang
orangtuanya Selain itu, pasien juga mendapatkan dukungan psikologis dari
sesama pasien DM, dokter dan tenaga medis lainnya.
3. Medika mentosa
a. Glibenclamide 5 mg tablet-1-0-0
b. Metformin 500 mg tablet 3x1
c. Neurodex tablet 3 x 1
d. Vitamin Bcompleks tablet 2x1

12

4. Promosi Kesehatan
a. Menghimbau untuk rutin berolah raga
b. Konseling mengenai penyakit yang diderita pasien.
c. Kiat-kiat diet yang baik sesuai kebutuhan pasien.
5. Modifikasi Gaya Hidup
a. Hindari atau mengurangi makanan yang memiliki indeks gula tinggi
seperti mengganti nasi putih dengan nasi merah, mengganti gula dengan
pemanis buatan, dsb.
b.

Menghindari stress.

c. Berolahraga secara teratur (3 kali seminggu selama 30 menit).


d. Bila terdapat masalah konsultasikan kepada orang yang dapat dipercaya.
e. Jangan menyimpan masalah sendiri dan lebih bersifat terbuka
.

H. FOLLOW UP
Jumat 13 Juni 2014
S : keluhan baal belum berkurang, lemes (-), poliuri (-)
O : Keadaan umum tampak baik, mata cekung (-), air mata (+), mulut basah,
tidak tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik), nyeri tekan pada
bagian ulu hati (-),
VS

: Tensi
Nadi

130/70

: 72

mmHg

x/mnt

RR

: 20 x/mnt, reguler

Suhu : 36.6 C

A : baal ujung-ujung jari tangan kiri


P : Habiskan obat yang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah
dan bergizi, penderita dianjurkan istirahat cukup.
Selasa, 10 Agustus 2010

13

S : Kesemutan sedikit berkurang


O : Keadaan umum tampak baik, mata cekung (-), air mata (+), mulut basah,
tidak tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik), nyeri tekan
perut (-), anemia (-).
VS : Tensi : 110/80 mmHg

RR

Nadi : 84 x/mnt

: 20 x/mnt, reguler

Suhu : 36,5 C

A : Keluhan kesemutan sudah berkurang


P : Habiskan obat yang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah
dan bergizi, penderita dianjurkan istirahat cukup.
Kesimpulan :
Dari follow up yang telah dilakukan pada hari Jumat 13 Juni 2014 dan Selasa
---------------pasien mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik.

I. FLOW SHEET
Nama

: Ny. K

Diagnosis : Diabetes Melitus tipe 2


Tabel 2. Flow Sheet

No

Tgl

1.

13/06
/14

Problem
Baal,
lemas

T
mmHg

N
x/1

BB
kg

130/70

72

20

TB RBW
C
m
150 45

Planning

Target
Baal
berkurang

2.
3.
Problem
Number

Approx.
Date of
Onset

MASTER PROBLEM LIST


Date
Active Problems Inactive/Resolved
Problem
Problems
Recorded

Date
Resolved

14

1.
2.

2009

15-01-09

DM

BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI HOLISTIK
1.

Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari penderita (Ibu K), yang merupakan seorang ibu
rumah tangga dan Tn. HS adalah suami dari Ibu K, berumur 80 tahun. Tn
HS dan Ny.K mempunyai 2 orang anak MK (25 tahun) dan N (21 tahun)
yang telah meninggalkan rumah untuk merantau. Keluarga Ibu K
merupakan keluarga yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang
kesehatan. Pada awal diketahui menderita DM 4 tahun lalu, pasien
mengeluhkan gejala klasik DM (polidipsi, polifagi, poliuri) dan ditemani

15

suaminya memeriksakan diri, dan kemudian didiagnosis menderita DM.


Setelah itu pasien rajin minum obat DM dan kontrol ke playanan
kesehatan, namun 3 bulan terakhir pasien tidak datang kontrol karena
merasa sehat, sampai akhirnya dia merasa baal pada ujung-ujung jari
tangan kirinya yang terus-menerus dirasakan 1 minggu tidak kunjung
sembuh dan mengganggu aktivitasnya. Selama ini, setiap kali kontrol
pasien selalu diantarkan oleh Tn. HS suaminya.
2.

Fungsi Psikologis
Hubungan pasien dan keluarga secara umum terjalin cukup baik,
terbukti dengan permasalahan-permasalahan yang ada diatasi dengan
bersama-sama dalam keluarga ini. Hubungan di antara mereka cukup dekat
satu sama lain. Ibu K tinggal serumah dengan suaminya. Ibu K berkumpul
dengan anak-anaknya 5 bulan sekali karena keduanya merantau di Jakarta.

3.

Fungsi Sosial
Ibu K senang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Namun karena
kondisi kesehatannya yang menuntut beliau harus banyak beristirahat
mengakibatkan terkadang Ibu R tidak menghadiri kumpul-kumpul dengan
warga. Namun sejauh ini hubungan sosial Ibu R dengan tetangga dan
masyarakat sekitar masih dapat dibilang baik.

4.

Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan


Penghasilan keluarga berasal dari bertani palawija Tn. Hs dan Ny. K yaitu
sebesar Rp 800.000 sebulan. Penghasilan ini dirasa masih mencukupi untuk
keperluan hidup sehari-hari, karena anak-anaknya setiap bulan mengirimkan
uang. Biaya pengobatan pasien di Puskesmas dan Rumah Sakit menggunakan
fasilitas BPJS.

Kesimpulan :
Ibu K merupakan seorang petani dan hanya tinggal di rumah dengan suaminya.
Ibu K memiliki 2 orang anak. Keluarga ibu K nampak saling menyayangi,
terbukti dengan Tn. Hs yang selalu menemaninya kontrol, dan anak-anaknya yang
5 bulan sekali pulang menjenguk dan setiap bulan mengirimi sebagian

16

penghasilannya untuk orangtua mereka.

Ibu K masih sering terlibat dalam

kegiatan ke masyarakat. Ibu K berasal dari kalangan ekonomi menengah ke


bawah. Penghasilan berasal dari hasil pertanian yang dikerjakannya bersama
suaminya. Akan tetapi, penghasilan suami dirasakan masih bisa mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi ditunjang oleh anak-anak Ibu K yang sering
mengirimi Ibu K uang bulanan.
B. FUNGSI FISIOLOGIS (A.P.G.A.R SCORE)
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R
SCORE dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0.
A.P.G.A.R SCORE disini akan dilakukan pada masing-masing anggota keluarga
dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara
keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 = baik.
ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah selama ini penderita selalu mendapatkan
dukungan berupa nasehat dari keluarganya. Jika penderita menghadapi suatu
masalah selalu menceritakan kepada suaminya. Penyakitnya ini kadang
mengganggu aktivitasnya sehari-hari sebagai ibu rumah tangga.
PARTNERSHIP
Komunikasi terjalin satu sama lain, meskipun waktu kebersamaan dirasa singkat.
Setiap ada permasalahan didiskusikan bersama dengan anggota keluarga lainnya,
komunikasi dengan suami dan anggota keluarga lainnya berjalan dengan baik.
GROWTH
Pasien merasa bersyukur masih dapat mengurusi kebutuhan rumah tangganya.
AFFECTION
Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan suami, anakanaknya dan cucu-cucunya berjalan dengan lancar. Pasien juga sangat menyayangi
keluarganya, begitu pula sebaliknya.
RESOLVE

17

Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien cukup, baik dari keluarga
maupun dari saudara-saudara.
A.P.G.A.R Ibu K Terhadap Keluarga
A
P
G

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke


keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah
dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya
dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 9

Hampir
selalu

Kadang
-kadang

Hampir tidak
pernah

Ibu K merupakan seorang petani, hasil penilaian APGAR didapatkan point 9.


A.P.G.A.R Tn. HS Terhadap Keluarga
A
P
G

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke


keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah
dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya

Hampir
selalu

Kadang
-kadang

Hampir tidak
pernah

18

dan saya membagi waktu bersama-sama


Total poin = 7
Tn. HS merupakan seorang kepala keluarga, hasil penilaian APGAR didapatkan
point 7.
A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien = (9+7)/2
=8
Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga pasien baik
Secara keseluruhan total poin dari A.P.G.A.R keluarga pasien adalah 16,
sehingga rata-rata A.P.G.A.R dari keluarga pasien adalah 8. Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien berada dalam tingkatan
baik.
C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)
Fungsi patologis dari keluarga Ibu R dinilai dengan menggunakan S.C.R.E.E.M
sebagai berikut :
SUMBER
PATOLOGI
Social
Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan saudara,
partisipasi mereka dalam kegiatan kemasyarakatan kurang aktif.
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat
dari pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di lingkungan,
banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara
yang bersifat hajatan, yasinan, mauludan, dll. Menggunakan bahasa jawa,
tata krama dan kesopanan.
Religion Pemahaman agama cukup. Penerapan ajaran juga baik, hal ini dapat
dilihat dari penderita dan keluarga yang rutin menjalankan sholat lima
waktu.
Economic Ekonomi keluarga ini tergolong rendah, untuk kebutuhan primer sudah
bisa terpenuhi, meski belum mampu mencukupi kebutuhan sekunder.
Rencana ekonomi tidak memadai, diperlukan skala prioritas untuk
pemenuhan kebutuhan hidup
Education Pendidikan anggota keluarga kurang memadai. Pendidikan dan
pengetahuan penderita kurang. Kemampuan untuk memperoleh dan
memiliki fasilitas pendidikan seperti buku dan koran terbatas.
Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga menggunakan pelayanan
Medical puskesmas dan tidak menggunakan kartu ASKIN untuk berobat.

KET
-

19

Keterangan :
Social (-) artinya keluarga Ibu K sudah berperan aktif dalam kegiatan

kemasyarakatan.
Cultural (-) artinya keluarga Ibu K masih aktif dalam pergaulan sehari-

hari. Keluarga Ibu K masih menganut tradisi jawa, hal ini terbukti keluarga Ibu
R masih mengikuti tradisi yasinan, mauludan, menggunakan bahasa jawa, tata
krama dan kesopanan.
Religion (-) artinya keluarga Ibu K sudah memiliki pemahaman agama

yang cukup, hal tersebut dapat dilihat dari keaktifan Ibu K dalam mengikuti
pengajian sebelum Ibu K sering sakit-sakitan.
Economic (+) artinya ekonomi keluarga pasien masih tergolong

rendah, namun untuk memenuhi kebutuhan primer sudah bisa tercukupi.


Education (-) artinya keluarga Ny. K telah memiliki pengetahuan

yang cukup, khususnya mengenai permasalahan kesehatan


Medical (-) artinya dalam mencari pelayanan kesehatan pasien sudah

baik, yaitu dengan langsung mengunjungi Puskesmas terdekat, tidak berobat ke


dukun atau yang semisalnya.
Kesimpulan :
Dalam keluarga Ibu K fungsi patologis yang positif adalah fungsi Fungsi
Ekonomi.
D. GENOGRAM
Alamat

: Sidamulya RT/RW : 06/03


Kec : Kemranjen
Kab : Banyumas
Prop : Jawa Tengah

Bentuk Keluarga : Nuclear Family


70

Diagram 1. Genogram Keluarga Ibu K


60

52
stroke

DM 51

DM, HT, sroke


80

20

51

Keterangan :
Warna Kuning

= Penderita DM

Garis Bawah

= Keturunan

Sumber : Data Primer, 7 Agustus 2009


Kesimpulan :
Dari genogram di atas nampak bahwa dalam silsilah keluarga Ibu K terdapat
riwayat penyakit DM yaitu pada ayah Ny. K.
E. Informasi Pola Interaksi Keluarga
Diagram 2. Pola Interaksi Keluarga Ibu K
Tn. HS

MK

Sumber : Data Primer, 10 Juni 2014

Ibu K

21

Keterangan :

hubungan baik

Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga di keluarga Ibu K dinilai cukup harmonis
dan saling mendukung.

BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku
Perilaku di dalam keluarga ini sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan pada anggota keluarga, terutama perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan. Keluarga ini menyadari arti penting kesehatan, namun belum memiliki
standar hidup sehat. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan di bidang
kesehatan. Menurut anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat adalah
keadaan terbebas dari sakit yang dapat menghalangi aktivitasnya. Keluarga ini
menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka sakit, mereka menjadi
tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan keluarga akan
berkurang. Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh kuman
atau bakteri, bukan dari guna-guna, sihir, supranatural atau takhayul. Mereka
tidak terlalu mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit, lebih

22

mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada dokter umum atau


kadang datang ke Puskesmas yang terletak dekat dengan rumah.
Ibu K adalah seorang ibu yang melepas hari tuanya dengan tinggal
hanya berdua dengan suaminya. Pola makan Ibu K sebelum mengetahui jika
dia mengidap DM merupakan salah satu faktor resiko yang bisa mencetuskan
penyakit yang sekarang beliau derita yaitu Diabetes Melitus. Sebelum sakit,
setiap harinya Ibu K termasuk tipikal orang yang banyak makan. Selain itu,
setiap harinya Ibu K gemar mengkonsumsi teh manis. Beliau mengkonsumsi
teh kurang lebih 3-4 gelas per harinya.
Keluarga ini menjaga kebersihan lingkungan rumahnya dengan baik.
Menyapu rumah dan halaman dilakukan sendiri setiap hari, sedangkan untuk
membersihkan kamar mandi atau aktivitas yang lebih berat dikerjakan oleh
Tn. HS. Sampah rumah tangga dibuang di tong sampah yang kemudian akan
diambil oleh petugas kebersihan di kampungnya. Keluarga ini sudah
melakukan kegiatan sanitasi dengan cukup baik, terbukti dengan penggunaan
jamban, penggunaan air bersih (air sumur) namun tempat sumber air bersih dan
tempat pembuangan kotoran yang berdekatan kurang diperhatikan oleh keluarga
ini, selain itu ternak-ternaknya dibiarkannya berkeliaran di dapur.
2. Faktor Non Perilaku
Faktor genetik merupakan salah satu faktor non perilaku yang
memiliki andil paling besar terhadap kejadian penyakit diabetes mellitus yang
sekarang diderita oleh Ibu K. Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa ada
riwayat orang tua Ibu K mengidap penyakit diabetes mellitus.
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga
menengah ke bawah. Keluarga ini memiliki dua sumber penghasilan yaitu dari
hasil kerja pasien dan suaminya dan dari kiriman anak serta menantunya yang
sering memberi uang.
Rumah yang dihuni keluarga ini cukup dikatakan sebagai rumah sehat.
dengan jumlah ventilasi yang cukup, kelembaban yang baik, pencahayaan

23

yang baik, memiliki lantai dan atap yang mudah dibersihkan, serta memiliki
sumber air bersih dan jamban sendiri, namun hewan ternaknya masih
dibiarkan berada di dapur.

Pengetahuan :
Lingkungan:
Kurangnya pengetahuan baik pasien itu sendiri maupun keluarga mengenai
Cukup
penyakit
padatdiabetes
dan darimelitus
faktor (dimasa
lingkungan
lampau).
tidak didapatkan suatu faktor resiko y

Diagram 3. Faktor Perilaku dan Non Perilaku

Sikap:

Pelayanan Kesehatan:
Penderita mematuhi pola diet DM, namun tidak membiasakan berolahraga teratur, tidak patuh kontrol dan minum obat
Jika sakit menunda berobat ke dokter dan pusk
Keluarga Ibu K

Tindakan:

Keturunan:
Ada faktor keturunan yaitu ayah pasien yang menderita
Keluarga tidak mengontrol makan dan pengobatan penderita secara rutin.

24

: Faktor Perilaku
: Faktor Non Perilaku
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran ------------. Rumah
pasien dekat dengan rumah tetangganya dan menghadap ke ----------.
Memiliki pekarangan rumah dan pagar pembatas. Rumah ini mempunyai 1
lantai dan terdiri dari ruang tamu, kamar tamu, ruang tv, 3 kamar tidur, dan
kamar mandi beserta dapur. Atap rumah memakai genteng dan bagian dalam
sudah menggunakan langit-langit. Jendela rumah ditutup dengan kaca dan
menggunakan gorden.
2. Denah Rumah
wc
Ruang cuci

dapur

gudang
Kamar 3
Ruang keluarga
Kamar 2

Ruang tamu

Kamar 1

25

BAB V
DAFTAR MASALAH & PEMBINAAN KELUARGA
A. Masalah medis :
Diabetes Melitus Tipe 2
B. Masalah non medis :
1. Ibu K merupakan tipikal orang yang malas atau bahkan hampir tidak pernah
berolahraga.
2. Ibu K kurang memiliki kesadaran untuk kontrol tepat waktu, dan minum obat
sesuai aturan
3. Kondisi ekonomi keluarga adalah menengah ke bawah, untuk kebutuhan
primer dapat tercukupi tapi kebutuhan sekunder belum.

Ibu K kurang memiliki


C. Diagram1.Permasalahan
Pasienkesadaran untuk kontrol dan minum obat DM sesuai waktu yang disarankan
2. Kondisi ekonomi menengah kebawah

(Menggambarkan
Ibu Khubungan
51 tahun antara timbulnya masalah kesehatan yang ada
Diabetes Melitus
dengan faktor-faktor
resikoTipe
yang2 ada dalam kehidupan pasien).

3.Aktivitas atau jarang berolahraga

26

D. Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks (Azrul, 1996).
No.

Daftar Masalah

Jumlah
IxTxR

1.
2.
3.

Ibu K kurang memiliki kesadaran


untuk kontrol dan minum obat
DM sesuai waktu yang disarankan
Kondisi
ekonomi
menengah
kebawah
Ibu K tidak berolahraga secara
teratur

P
4

S
5

SB
5

Mn
4

Mo
4

Ma
4

504

468

468

Keterangan :
I

: Importancy (pentingnya masalah)

P : Prevalence (besarnya masalah)


S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)

27

R : Resources (sumber daya yang tersedia)


Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria penilaian :
1

: tidak penting

: agak penting

: cukup penting

: penting

: sangat penting

E. Prioritas Masalah
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga Ibu
K adalah sebagai berikut :
1. Ibu K kurang memiliki kesadaran untuk kontrol tepat waktu, dan minum obat
sesuai aturan
2. Ibu K merupakan tipikal orang yang malas atau bahkan hampir tidak pernah
berolahraga.
3. Kondisi ekonomi keluarga adalah menengah ke bawah, untuk kebutuhan
primer dapat tercukupi tapi kebutuhan sekunder belum.
Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil dalam kasus DM tidak terkontrol yang dialami
oleh Ny K adalah kebiasaan Ibu K untuk menunda pergi ke pelayanan kesehatan
untuk kontrol, dan minum obat tidak sesuai aturan.

28

BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat
tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
B. Kadar Gula Dalam Darah
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL
{millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l
{milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.
Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan
mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan
mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai
normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang
mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.
Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa
mencapai level 126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam

29

setelah puasa (minimal 8 jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan
gula darah yang dilakukan secara random (sewaktu) dapat membantu diagnosa
diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai level antara 140 mg/dL dan 200
mg/dL, terlebih lagi bila dia atas 200 mg/dl.
Tingkat kadar glukosa darah menentukan apakah seseorang menderita DM
atau tidak. Tabel berikut menunjukkan kriteria DM atau bukan :
Puasa
Vena
< 100
Kapiler < 80
Gangguan Toleransi
Vena 100 - 140
Glukosa
Kapiler 80 - 120
DM
Vena
> 140
Kapiler > 120
C. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus
Bukan DM

2 Jam PP
Vena 100 - 140
Kapiler 80 120
Vena > 200
Kapiler > 200

Tiga gejala klasik yang dialami penderita diabetes yaitu:


1. Banyak minum (Polidipsi)
2. Banyak kencing (Poliuri)
3. Banyak makan (Polifagi)
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau
kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah,
dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan
air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose),
sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah
ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekuensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu

30

8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba


9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Pada awalnya, kadang-kadang berat badan penderita diabetes naik.
Penyebabnya, kadar gula tinggi dalam tubuh. Maka perlu waspada apabila
keinginan minum kita terlalu berlebihan dan juga merasa ingin makan terus. Berat
badan yang pada awalnya terus melejit naik lalu tiba-tiba turun terus tanpa diet.
Gejala lain, adalah gangguan saraf tepi berupa kesemutan terutama di malam hari,
gangguan penglihatan, gatal di daerah kemaluan atau lipatan kulit, bisul atau luka
yang lama sembuh, gangguan ereksi pada pria dan keputihan pada perempuan.
D. Jenis Diabetes Melitus
Jenis Diabetes Mellitus secara garis besar dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana
tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil
insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak
ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan
pemberian

therapi

insulin

yang

dilakukan

secara

terus

menerus

berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat


mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes
tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula
darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anakanak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering
muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.
Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas, sebuah
kelenjar yang terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur

31

metabolisme glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa


menjadi glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot.
Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM tipe 1
bisa disebabkan oleh reaksi autoimun berupa serangan antibodi terhadap sel
beta pankreas.
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat
berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan
seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau
berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin
yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik
karena reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga
hanya sedikit glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami
kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini
dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan
pelbagai komplikasi.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten
terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita
diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan
beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet
diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon
penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan
untuk diberikan.
E. Komplikasi Diabetes Melitus
Jika tidak tepat ditangani, dalam jangka panjang penyakit diabetes bisa
menimbulkan berbagai komplikasi. Maka bagi penderita diabetes jangan sampai
lengah untuk selalu mengukur kadar gula darahnya, baik ke laboratorium atau

32

menggunakan alat sendiri. Bila tidak waspada maka bisa

berakibat pada

gangguan pembuluh darah a.l:


- Gangguan pembuluh darah otak (stroke),
- Pembuluh darah mata (gangguan penglihatan),
- Pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner),
- Pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta
- Pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).
Selain itu penderita diabetes melitus juga rentan terhadap infeksi, mudah terkena
infeksi paru, gigi, dan gusi serta saluran kemih.

Komplikasi lain yang sangat mungkin terjadi pada pasien diabetes mellitus
adalah:
1. Kardiopati diabetik
Kardiopati diabetik adalah gangguan jantung akibat diabetes. Glukosa
darah yang tinggi dalam jangka waktu panjang akan menaikkan kadar
kolesterol dan trigliserida darah. Lama-kelamaan akan terjadi aterosklerosis
atau penyempitan pembuluh darah. Maka bagi para penderita diabetes perlu
pemeriksaan kadar kolesterol dan trigliserida darah secara rutin.
Penyempitan pembuluh darah koroner menyebabkan infark jantung
dengan gejala antara lain nyeri dada. Karena diabetes juga merusak sistem
saraf, rasa nyeri kadang-kadang tidak terasa. Serangan yang tidak terasa ini
disebut silent infraction atau silent heart attack.
Kematian akibat kelainan jantung dan pembuluh darah pada penderita
diabetes kira-kira dua hingga tiga kali lipat lebih besar dibanding bukan
penderita diabetes., pengendalian kadar gula dalam darah belum cukup untuk
mencegah gangguan jantung pada penderita diabetes.
Sebagaimana rekomendasi Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) serta
perkumpulan sejenis di Eropa atau Indonesia (Perkumpulan Endokrinologi

33

Indonesia/Perkeni), penderita diabetes diharapkan mengendalikan semua


faktor secara bersama-sama untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Tekanan darah harus diturunkan secara agresif di bawah 130/80
mmHg, trigliserida di bawah 150 mg/dl, LDL (kolesterol buruk) kurang dari
100 mg/dl, HDL (kolesterol baik) di atas 40 mg/dl. Hal ini memberi proteksi
lebih baik pada jantung.
2. Gangren dan impotensi
Penderita diabetes yang kadar glukosanya tidak terkontrol respons
imunnya menurun. Akibatnya, penderita rentan terhadap infeksi, seperti
infeksi saluran kencing, infeksi paru serta infeksi kaki.
Banyak hal yang menyebabkan kaki penderita diabetes mudah kena
infeksi, terkena knalpot, lecet akibat sepatu sesak, luka kecil saat memotong
kuku, kompres kaki yang terlalu panas. Infeksi kaki mudah timbul pada
penderita diabetes kronis dan dikenal sebagai penyulit gangren atau ulkus.
Jika dibiarkan, infeksi akan mengakibatkan pembusukan pada bagian
luka karena tidak mendapat aliran darah. Pasalnya, pembuluh darah penderita
diabetes banyak tersumbat atau menyempit. Jika luka membusuk, mau tidak
mau bagian yang terinfeksi harus diamputasi.
Penderita diabetes yang terkena gangren perlu dikontrol ketat gula
darahnya serta diberi antibiotika. Penanganan gangren perlu kerja sama
dengan dokter bedah. Untuk mencegah gangren, penderita diabetes perlu
mendapat informasi mengenai cara aman memotong kuku serta cara memilih
sepatu.
Impotensi juga menjadi momok bagi penderita diabetes, impotensi
disebabkan pembuluh darah mengalami kebocoran sehingga penis tidak bisa
ereksi. Impotensi pada penderita diabetes juga bisa disebabkan oleh faktor
psikologis atau gabungan organis dan psikologis.
3. Nefropati diabetik
Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran
selaput penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri dari jutaan unit

34

penyaring (glomerulus). Setiap unit penyaring memiliki membran/selaput


penyaring. Kadar gula darah tinggi secara perlahan akan merusak selaput
penyaring ini.
Gula yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan protein sehingga
mengubah struktur dan fungsi sel, termasuk membran basal glomerulus.
Akibatnya, penghalang protein rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin
(albuminuria). Hal ini berpengaruh buruk pada ginjal.
Menurut situs Nephrology Channel, tahap mikroalbuminuria ditandai
dengan keluarnya 30 mg albumin dalam urin selama 24 jam. Jika diabaikan,
kondisi ini akan berlanjut terus sampai tahap gagal ginjal terminal. Karena itu,
penderita diabetes harus diperiksa kadar mikroalbuminurianya setiap tahun.
Penderita diabetes tipe 1 secara bertahap akan sampai pada kondisi
nefropati diabetik atau gangguan ginjal akibat diabetes. Sekitar 5 sampai 15
persen diabetes tipe 2 juga berisiko mengalami kondisi ini.
Gangguan ginjal, menyebabkan fungsi ekskresi, filtrasi dan hormonal
ginjal terganggu. Akibat terganggunya pengeluaran zat-zat racun lewat urin,
zat racun tertimbun di tubuh. Tubuh membengkak dan timbul risiko kematian.
Ginjal juga memproduksi hormon eritropoetin yang berfungsi
mematangkan sel darah merah. Gangguan pada ginjal menyebabkan penderita
mengalami anemia.
Pengobatan progresif sejak dini bisa menunda bahkan menghentikan
progresivitas penyakit. Repotnya penderita umumnya baru berobat saat
gangguan ginjal sudah lanjut atau terjadi makroalbuminuria (300 mg albumin
dalam urin per 24 jam).
Pengobatan meliputi kontrol tekanan darah. Tindakan ini dianggap
paling penting untuk melindungi fungsi ginjal. Biasanya menggunakan
penghambat enzim pengonversi angiotensin (ACE inhibitors) dan atau
penghambat reseptor angiotensin (ARBs). Selain itu dilakukan pengendalian
kadar gula darah dan pembatasan asupan protein (0,6-0,8 gram per kilogram

35

berat badan per hari). Penderita yang telah sampai tahap gagal ginjal
memerlukan hemodialisis atau transplantasi ginjal.
Gejala nefropati diabetes baru terasa saat kerusakan ginjal telah parah
berupa bengkak pada kaki dan wajah, mual, muntah, lesu, sakit kepala, gatal,
sering cegukan, mengalami penurunan berat badan. Penderita nefropati harus
menghindari zat yang bisa memperparah kerusakan ginjal, misalnya pewarna
kontras yang digunakan untuk rontgen, obat anti-inflamasi nonsteroid serta
obat-obatan yang belum diketahui efek sampingnya.
4. Retinopati diabetik
Diabetes juga dapat menimbulkan gangguan pada mata. Yang terutama
adalah retinopati diabetik. Keadaan ini, disebabkan rusaknya pembuluh darah
yang memberi makan retina.
Bentuk kerusakan bisa bocor dan keluar cairan atau darah yang
membuat retina bengkak atau timbul endapan lemak yang disebut eksudat.
Selain itu terjadi cabang-cabang abnormal pembuluh darah yang rapuh
menerjang daerah yang sehat.
Retina adalah bagian mata tempat cahaya difokuskan setelah melewati
lensa mata. Cahaya yang difokuskan akan membentuk bayangan yang akan
dibawa ke otak oleh saraf optik. Bila pembuluh darah mata bocor atau
terbentuk jaringan parut di retina, bayangan yang dikirim ke otak menjadi
kabur. Gangguan penglihatan makin berat jika cairan yang bocor mengumpul
di fovea, pusat retina yang menjalankan fungsi penglihatan sentral. Akibatnya,
penglihatan kabur saat membaca, melihat obyek yang dekat serta obyek yang
lurus di depan mata.
Pembuluh darah yang rapuh bisa pecah, sehingga darah mengaburkan
vitreus, materi jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah mata. Hal
ini menyebabkan cahaya yang menembus lensa terhalang dan tidak sampai ke
retina atau mengalami distorsi. Jaringan parut yang terbentuk dari pembuluh
darah yang pecah di korpus vitreum dapat mengerut dan menarik retina,

36

sehingga retina lepas dari bagian belakang mata. Pembuluh darah bisa muncul
di iris (selaput pelangi mata) menyebabkan glaukoma.
Risiko terjadinya retinopati diabetik cukup tinggi. Sekitar 60 persen
orang yang menderita diabetes 15 tahun atau lebih mengalami kerusakan
pembuluh darah pada mata. Pemeriksaan dilakukan dengan oftalmoskop serta
angiografi fluoresen yaitu foto rontgen mata menggunakan zat fluoresen untuk
mengetahui kebocoran pembuluh darah.
Pengobatan dilakukan dengan bedah laser oftalmologi. Yaitu,
penggunaan sinar laser untuk menutup pembuluh darah yang bocor, sehingga
tidak terbentuk pembuluh darah abnormal yang rapuh. Selain itu bisa
dilakukan vitrektomi yaitu tindakan mengeluarkan vitreus yang dipenuhi
darah dan menggantinya dengan cairan jernih. Penderita retinopati hanya
boleh berolahraga ringan dan harus menghindari gerakan membungkuk
sampai kepala di bawah.
F. Pengobatan dan Perawatan
Pengobatan Diabetes Melitus yang secara langsung terhadap kerusakan pulaupulau Langerhans di pankreas belum ada. Oleh karena itu pengobatan untuk
penderita DM berupa kegiatan pengelolaan dengan tujuan untuk menghilangkan
keluhan dan gejala akibat defisiensi insulin (gejala DM) dan untuk mencegah
komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung, ginjal, mata,
syaraf, kulit, kaki dsb.
Tindakan pengelolaan yang bisa dilakukan diantaranya: Menormalkan kadar
glukosa, lemak, dan insulin di dalam darah serta memberikan pengobatan
penyakit kronis lainnya. Langkah yang dilakukan terutama : Diet; Mengurangi
kalori dan meningkatkan konsumsi vitamin. aktivitas fisik; olahraga teratur,
pengelolaan glukosa dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin.
Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan terapi insulin
(Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain

37

itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu


makanan (diet).
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan
penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai
kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan
mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil
yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian
suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar
gula darah.
Obat hipoglikemik Oral yang tersedia di Indonesia diantaranya:
1. Biguanid (Metformin, Metformin XR)
2. Tiazolidindon/ Glitazon (Rosiglitazon, Pioglitazon)
3. Sulfonilurea (Klorpropamid, Glibenklamid, Glipizid, Gliklazid, Glikuidon,
Glimepirid)
4. Glinid (REpaglinid, Nateglinid)
5. Penghambat Glukosidase (Acarbose)
Meskipun terdapat berbagai cara penatalaksanaan DM, diet masih tetap
merupakan pengobatan yang utama dalam penatalaksanaan DM terutama pada
diabetes mellitus yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM) (Suyono, 1996).
Menurut Blanchette,1999, diet untuk DM harus mengandung 10- 20 % kalori
berasal dari protein, 30 % dari lemak, dan 50-60 % kalori berasal dari
karbohidrat. Untuk penderita dengan kolesterol tinggi direkomendasikan
mengkonsumsi rendah lemak dan lemak tidak jenuh. Untuk penderita DM dengan
hipertensi, dianjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung natrium tidak
lebih dari 3000 mg/hari (Blanchette, 1999).
Berbeda dengan diet diabetes di negara-negara barat, di Indonesia digunakan
diet B dengan komposisi karbohidrat 68 %, lemak 20% dan protein 12%. Hal
tersebut berdasarkan penelitian di Surabaya, bahwa diet tinggi karbohidrat bentuk
kompleks (bukan disakarida atau monosakarida) dan dalam dosis terbagi dapat
meningkatkan atau memperbaiki pembakaran glukosa di jaringan perifer dan

38

memperbaiki kepekaan sel beta pankreas. Selain itu diet B juga mengandung serat
dimana serat ini dapat menekan kenaikan Glukosa darah sesudah makan, dan juga
dapat menekan kadar kenaikan kolesterol darah (Askandar, 1999).
Penatalaksanaan diet pada DM dapat disajikan dalam susunan yang bermacam
macam, tujuan dari diet pada diabetes menurut Suyono, 1999, antara lain:
1. Mencapai dan kemudian memperbaiki kadar glukosa darah mendekati kadar
normal
2. Memperbaiki kesehatan umum penderita
3. Mengarahkan penderita ke berat badan normal
4. Menormalkan pertumbuhan DM anak atau dewasa muda
5. Menekan atau menunda terjadinya komplikasi akut meupun kronik
6. Meningkatkan kualitas hidup penderita
7. Memberikan modifikasi diet diabetes sesuai dengan keadaan penderita
Selain itu dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari, hendaknya mengikuti
pedoman 3J (jumlah, jadual, jenis), artinya :
J1 : Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J2 : Jadwal diet harus diikuti sesuai intervalnya
J3 : Jenis makanan yang manis harus dihindari termasuk pantang buah golongan
A ( Buah yang manis ) dan makanan lain yang manis (Askandar, 1999).
G. Penentuan Jumlah Kalori Diet Diabetes Melitus
Penentuan jumlah kalori diet diabetes disesuaikan dengan status gizi
penderita. Penentuan gizi penderita dilakukan dengan menghitung precentage of
relative body weight (BBR = Berat Badan Relatif) dengan rumus :
BBR = (BB = kg, TB = cm )
Kriteria berat badan relatif yang didapat dari rumus :
1. Kurus (underweeight) : BBR <90 %
2. Normal (Ideal)

: BBR 90 110 %

3. Gemuk (overweight) : BBR > 110 %


4. Obesitas apabila BBR > 120 %
-

Obesitas ringan 120-130 %

39

Obesitas sedang 130 140 %

Obesitas berat 140-200 %

Obesitas Morbid > 200%

Setelah diketahui BBR kemudian dihitung jumlah kalori yang dibutuhkan.


Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh pasien
diabetes melitus (Mansjoer, 1999) :
1. Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan berat badan ideal
dengan 30 laki-laki dan 25 untuk wanita, kemudian untuk ditambah dengan
kalori yang sesuai dengan kegiatan sehari-hari.

Daftar kalori yang dikeluarkan pada berbagai aktifitas


Ringan
100-200 kkal / jam
Mengendarai mobil
Memancing
Kerja laboratorium
Sekertaris
Mengajar

Sedang
200-350 kkal/ jam
Rumah tangga
Bersepeda
Bowling
Jalan cepat
Berkebun
Golf
Sepatu roda

Berat
400-900 kkal/jam
Aerobik
Bersepeda
Memanjat
Menari
Lari
Sepak bola
Tenis

2. Kebutuhan basal dihitung seperti point 1, tetapi ditambah kalori berdasarlan


presentase kalori basal.
a. Kerja ringan, ditambah 10 % dari kalori basal
b. Kerja sedang, ditambah 20 % dari kalori basal
c. Kerja berat, ditambah 40-100 % kalori basal
d. Pasien kurus, masih tumbuh kembang, terdapat infeksi, hamil atau
menyusui, ditambah 20 30 % dari kalori basal.
3. Kebutuhan kalori berdasarkan jenis kerja
Kebutuhan kalori berdasarkan BB jenis kerja
Dewasa

Kkal /kg BB idaman

40

Gemuk
Normal
Kurus

Kerja santai
25
30
35

Kerja sedang
30
35
40

Kerja berat
35
40
40-50

4. Untuk lebih mudahnya dapat dibuat pegangan kasar sebagai berikut :


Pasien kurus : 2300-2500 kkal
Pasien normal : 1700-2100 kkal
Pasien gemuk : 1300-1500 kkal

F. Perhatian Antar Anggota KeluargaTerhadap Kesehatan

Patient Centered Management


1. Suport Psikologis
Suport psikologis perlu diberikan bagi keluarga pasien, hal tersebut
penting untuk keluarga pasien ketahui karena penyakit tersebut tidak dapat
disembuhkan dan pengobatan harus dilakukan terus-menerus. Pentingnya
edukasi mengenai hal tersebut agar keluarga pasien tidak memiliki
harapan palsu bahwa penyakit tersebut dapat hilang atau sembuh. Akan
tetapi dengan pemberitahuan sedini mungkin akan membuat keluarga
pasien mengerti mengenai keadaan penyakit pasien. Sehingga lambat laun
keluarga akan bisa menerima dan dengan segenap hati akan memberikan
dorongan baik semangat maupun bantuan kepada pasien.
2. Penentraman Hati
Menentramkan hati sangat diperlukan untuk Ibu K dan keluarga, hal ini
berkaitan manakala terjadi keputus asaan pengobatan penyakit diabetes
yang cukup lama bahkan selamanya. Tenaga kesehatan harus mampu
menentramkan jiwa pasien dan keluarga mengenai penyakit dan
pengobatan diabetes yang memerlukan ketelatenan. Tenaga medis juga

41

harus menjelaskan prosedur pemberian obat yang benar dan jangan sampai
berhenti karena berhentinya minum obat dapat menyebabkan suatu
kefatalan. Selain edukasi dalam hal pengobatan, pasien juga perlu
diedukasi untuk menjaga pola makan. Diet yang dianjurkan adalah dengan
mengkonsumsi makanan yang memiliki indeks gula (kalori) rendah dan
beraktivitas fisik minimal 3 kali seminggu selama 30 menit.
3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien.
Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah tentang
diabetes melitus. Pasien dan keluarganya perlu tahu tentang penyakit,
pengobatannya dan pencegahannya. Sehingga persepsi yang salah dan
merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling
setiap kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter
maupun oleh petugas Yankes kepada pasien dan keluarganya.
Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu :
a. Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit menular.
b. Penyakit diabetes melitus dapat sembuh hanya dengan minum obat.
Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan
kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang
dianjurkan oleh dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap
berbagai masalah penderita termasuk akibat penyakitnya (diabetes
melitus) terhadap hubungan dengan keluarganya, pemberian konseling
jika dibutuhkan. Penderita juga diberi penjelasan tentang pentingnya
menjaga diet atau konsumsi makanannya yang benar dalam rangka
meminimalisir konsumsi makanan yang memiliki indeks kalori (gula)
tinggi.
Penjelasan yang perlu diberikan kepada pasien dan keluarga mengenai
pentingnya berobat secara teratur, diet makanan yang sesuai dan olah raga
secara teratur adalah untuk menghindari komplikasi yang mungkin terjadi,
diantaranya:
- Penglihatan kabur

42

- Penyakit jantung
- Penyakit ginjal
- Gangguan kulit dan syaraf
- Pembusukan
- Gangguan pada pembuluh darah
- Dll.
4. Pengobatan
Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang telah tertera dalam
penatalaksanaan.
5. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi
kesehatan berupa perubahan pola hidup sehat, diet makanan yang sesuai,
istirahat yang cukup dan olahraga teratur sesuai kebutuhan.
Prevensi Bebas Diabetes Melitus Untuk Keluarga Lainnya (Suami, Anakanak dan Keluarga Lainnya).
Langkah-langkah yang dapat dikerjakan
Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya
perawatan

pasien

diabetes

yang

terutama

disebabkan

oleh

karena

komplikasinya, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan.


Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis
atau tahap yaitu:
Pencegahan Primer
Semua

aktivitas

yang

ditujukan

untuk

pencegah

timbulnya

hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada
populasi umum.
Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes
penyaringan terutama pada populasi risiko tinggi. Dengan demikian pasien
diabtes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan

43

demikian dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalupun


sudah ada komplikasi masih reversible.
Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi
itu. Usaha ini meliputi:
-

Mencegah timbulnya komplikasi

Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi


kegagalan organ.

Mencegah kecacatan tubuh.

Strategi Pencegahan
Dalam menyelenggarakan upaya pencegahan ini diperlukan suatu
strategi yang efisien dan efektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Seperti juga pada pencegahan penyakit menular, ada 2 macam strategi untuk
dijalankan, antara lain:
Pendekatan populasi / masyarakat (Population/ Community approach)
Semua upaya yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat
umum. Yang dimaksud adalah mendidik masyarakat agar menjalankan cara
hidup sehat dan menghindari cara hidup berisiko. Upaya ini ditujukan tidak
hanya untuk mencegah diabetes tetapi juga untuk mencegah penyakit lain
sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target populasinya sangat luas, oleh
karena itu harus dilakukan tidak saja oleh profesi tetapi harus oleh segala
lapisan masyarakat termasuk pemerintah dan swasta (LSM< pemuka
masyarakat dan agama).
Pendekatan individu berisiko tinggi
Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu-individu yang
berisiko untuk menderita diabetespada suatu saat kelak. Pada golongan ini
termasuk individu yang berumur > 40 tahun, gemuk, hipertensi, riwayat

44

keluarga DM, riwayat melahirkan bayi > 4 Kg, riwayat DM pada saat
kehamilan, dislipidemia.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah cara paling sulit karena yang menjadi
sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat.
Caupannya menjadi sangat luas. Yang bertanggung jawab bukan hanyap
rofessi tetapaiseluruh masyarakat termasuk pemerintah. Semua pihak harus
mempropagandakanpola hidup sehat dan menghindari pola hidup berisiko.
Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh lebih baik
daripada mengobatinya. Kampanye makanan sehat dengan pola tradisional
yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang adalah
alternative terbaik dan harus sudah mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah
sejak taman kanak-kanak. Tempe misalnya adalah makanan tradisional kita
yang selain sangat bergizi, ternyata juga banyak khasiatnya misalnya sifat anti
bakteri dan menurunkan kadar kolesterol.
Caranya bisa lewat guru-guru atau lewat acara radio atau televise.
Selain makanan juga cara hidup berisiko lainnya harus dihindari. Jaga
beratbadan agar tidak gemuk, dengan olahraga teratur. Dengan mengnjurkan
oleh raga kepada kelompok risiko tinggi, misalnya anak-anak pasien diabetes,
merupakan salah satu upaya pencegahan primer yang sangat efektif dan
murah.
Motto memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat
sangat menunjang upaya pencegahan primer. Hal ini tentu saja akan
menimbulkan konsekuensi, yaitu penyediaan sarana olah raga yang merata
sampi ke pelosok, misalnya di tiap sekolahan harus ada sarana olahraga yang
memadai.
Pencegahan Sekunder
Mencegah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih mudah karena
populasinya lebih kecil, yaitu pasien diabetes yang sudah diketahui dan sudah
berobat, tetapi kenyataannya tidka demikian. Tidak gampang memotivasi

45

pasien untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya


tidak bisa sembuh. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa
darah harus selalu terkendali mendekati angka normal sepanjang hari
sepanjang tahun. Di samping itu seperti tadi sudah dibicarakan, tekanan darah
dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya tidak ada resistensi insulin,
dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah dan lipid itu harus diutamakan
cara-cara nonfarmakologis dulu secara maksimal, misalnya dengan diet dan
olahraga, tidak merokok dan lain-lain. Bila tidak berhasil baru menggunakan
obat baik oral maupun insulin.
Pada pencegahan sekunder pun, penyuluhan tentang perilaku sehat
seperti pada pencegahan primer harus dilaknsakan, ditambah dengan
peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan
mulai dari Rumah Sakit kelas A sampai unit paling depan yaitu Puskesmas. Di
samping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya
tentang berbagai hal mengenai penatalaknsaan dan pencegahan komplikasi.
Penyuluhan ini dilakukan oleh tenaga yang terampil baik oleh dokter atau
tenaga kesehatan lain yang sudah dapat pelatihan untuk itu (diabeter
educator). Usaha ini akan lebih berhasil bilacakupan pasien diabetesnya juga
luas, artinya selain pasien yang selama ini sudah berobat juga harus dapat
mencakup pasien diabetes yang belum berobat atau terdiagnosis, misalnya
kelompok penduduk dengan risiko tinggi. Kelompok yang tidak terdiagnosis
ini rupanya tidak sedikit. Di AS saja kelompok ini sama besar dengan yang
terdiagnosis, bisa diabayangkan di Indonesia.
Oleh karena itupada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa
pendeteksian pasien baru dengan cara screening dimasukkan ke dalam upaya
pencegahan sekunder agar bila diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah
karena masih reversible. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya
ini termasuk mahal.
Peran profesi sangat ditantang untuk menekan angka pasien yang tidak
terdiagnosis ini, supaya pasien jangan dating minta pertolongan kalau sudah

46

sangat terlambat dengan berbagai komplikasi yang dapat mengakibatkan


kematian yang sangat tinggi. Dari sekarang harus sudah dilakukan upaya
bagaimana caranya menjaring pasien yang tidak terdiagnosis itu agar mereka
dapat melakukan upaya pencegahan baik primer maupun sekunder.
Pencegahan Tersier
Upaya pencegahan komplikasi dan kecacatanyang diakibatkannya
termasuk ke dalam pencegahan tersier. Upaya ini terdiri dari 3 tahap:
-

Pencegahan komplikasi diabtes, yang pada consensus dimasukkan sebagai


pencegahan sekunder.

Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus


kepada penyakit organ.

Mencegah terjadniya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ


atau jaringan.
Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik sekali antara pasien

dnegan dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang
terkait dengan komplikasinya. Dalam hal peran penyuluhan sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya. Peran
ini tentu saja akanmerepotkan dokter yang jumlah terbatas.oleh karena itu dia
harus dibantu oleh orang yang sudah dididik untuk keperluan itu yaitu
penyuluh diabetes (diabetes educator).
PENYULUH DIABATES
Dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah pasien diabetes dan
meningkatnya komplikasi terutama PJK, tadi sudah diuraikan upaya
pencegahan baik primer, sekunder, maupun tersier adalah yang paling baik.
Karena upaya itu sangat berat, adalah tidak mungkin dilakukan hanya oleh
ahli diabetes atau endokrinologis.oleh karena itu diperlukan tenaga terampil
yang dapat berperan sebagai perpanjangan tangan dokter endokrinologis itu.
Di luar negeri tenaga itu sudah lama ada yang disebut diabetes educator yang
terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi atau pekerja social dan lain-lain yang
berminat. Di Indonesia atau tepatnya di Jakarta olehPusat Diabetes dan Lipid

47

FKUI/RSCM melalui SIDL-nya (Sentral Informasi Diabetes dan Lipid) sejak


tahun 1993 telah diselenggarakan kursus penyuluh diabtes yang sampai saat
ini masih berlangsung secara teratur. Dalam pelaksanaannya para penyuluh
diabetes itu sebaiknya memberikan pelayanan secara terpadu dalam suatu
instansi misalnya dalam bentuk sentral informasi yang bekerja 24 jam sehari
dan akan melayani pasien atau siapapun yang ingin menanyakan seluk-beluk
tentang diabtes terutama sekali tentang penatalaknsaannya termasuk diet dan
komplikasinya.

BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Ibu K adalah pasien Diabetes Mellitus Tipe II.
Penderita menjalani terapi nonmedikamentosa dengan baik, akan tetapi terapi
medikamentosa tidak dijalankan dengan baik, sehingga kadar gula darah
penderita sering naik. Ibu K mengaku sudah jarang datang ke pelayanan
kesehatan untuk mengontrol gula darah dan tidak minum obat DM secara teratur.
1. Segi Biologis
Ibu K menderita diabetes mellitus tidak terkontrol sejak 4 tahun yang lalu
Saat Ibu K mengalami baal dan tiga tanda khas DM (Polidipsi, Polifagi,
Poliuri) namun pasien tidak langsung memeriksakan keadaannya ke
dokter atau ke Puskesmas. Selama ini pasien hanya melakukan
pemeriksaan gula darah sewaktu secra mandiri 2-3 minggu sekali, dan
jika dia tidak mendapati suatu keluhan dan gula darahnya tidak tinggi
dia tidak datang kepelayanan kesehatan untuk meminta obat DM,
sehingga dia tidak mengkonsumsi obat DM dengan teratur.
Pelaksanaan diit DM sudah dilakukan oleh pasien.

48

Pelaksanaan hidup sehat dengan berolahraga teratur 3 kali seminggu


selama 30 menit tidak dilakukkannya
2. Segi Psikologis
Hubungan keluarga Ibu K secara umum terjalin cukup baik. Hubungan
diantara mereka cukup dekat antara satu dengan yang lain.
Suatu permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan sendiri
terlebih dahulu baru kemudian ketika tidak bisa diselesaikan secara
bersama-sama secara musyawarah dan dicari jalan tengah.
3. Segi Sosial
Ibu K senang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Namun karena
kondisi kesehatannya yang menuntut beliau harus banyak beristirahat
mengakibatkan terkadang Ibu K tidak menghadiri kumpul-kumpul dengan
warga. Namun sejauh ini hubungan sosial Ibu K dengan tetangga dan
masyarakat sekitar masih dapat dibilang baik.
Ibu K dalam lingkungan masyarakat termasuk aktif dalam kegiatan sosial,
terlebih tetangga satu RWnya didominasi oleh sanak saudaranya.

B. Saran
1. Promotif : Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit DM serta perlunya
pengendalian dan pemantauan DM. Mengenalkan pola hidup sehat, meliputi
pola makan dan olahraga teratur untuk penderita DM dan keluarga karena
faktor keturunan sangat mempengaruhi timbulnya DM.
2. Preventif : Makan makanan yang cukup bergizi dan diet diabetes yang harus
dilaksanakan, rutin control gula darah, merawat luka sehingga tidak terjadi
komplikasi lebih lanjut dari penyakit DM.
3. Kuratif : Pasien minum OAD (Obat Anti Diabetes) yang diberikan dokter
secara rutin dan teratur. Suaminya harus selalu mengingatkan dan mengawasi
untuk minum obat dan mengontrol pola makan penderita dan ikut mendukung
dengan mengantarkan berobat ke pelayanan kesehatan.

49

4. Rehabilitatif : Penyesuaian aktivitas sehari-hari sangatlah penting dan


membantu penderita memiliki kembali rasa percaya diri untuk percaya
terhadap intervensi medis dan memberikan motivasi untuk terus merubah
sikap dan prilaku yang tidak sehat menjadi lebih sehat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2005. Bahaya Mengintip dari Pola Makan Tak Seimbang. Available
at: http://www.kompas.com/kesehatan/news/0412/27/051039.htm
2. Anonim,

2009.

Penyakit

Diabetes

Melitus

(DM).

Available

at:

http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-diabetes-mellitus-dm.html on
18 August 2009.
3. Askandar, 1999. Diabetes Melitus klasifikasi, Diagnosis dan Terapi.ed 3. PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
4. Blanchette, K. 1999. The Diabetic Diet.
5. SudoyoW. Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Diabetes Melitus di
Indonesia. Hal 1874-1940. Balai Penerbit FKUI. Jilid III. Edisi IV. EGC.
Jakarta
6. Mansjoer, A.1999. Kapita selekta Kedokteran. ed ketiga. Media Aesculapius
Facultas Kedokteran UI. Jakarta.

50

LAMPIRAN

FOTO 1
Gambar sebelah kiri adalah Ibu R dan sebelah kanan adalah Suami Ibu R

FOTO 2
Gambar ruang tamu rumah Ibu R

FOTO 3
Gambar kamar mandi Ibu R

FOTO 4

51

Gambar jamban keluarga Ibu R

R E K AM M E D I S

You might also like