Professional Documents
Culture Documents
dalam Persalinan
Sri Handayani
Lia Churniawati
Salahuddin
Niniek Lely Pratiwi
ISBN 978-602-1099-14-8
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis
dari penerbit.
ii
Buku seri ini merupakan satu dari dua puluh buku hasil
kegiatan Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014 di 20 etnik.
Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan
Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat Nomor HK.02.04/1/45/2014, tanggal
3 Januari 2014, dengan susunan tim sebagai berikut:
Pembina
Penanggung Jawab
iii
Koordinator wilayah
iv
KATA PENGANTAR
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GRAFIK
v
vii
x
xi
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1
5
5
5
8
10
10
13
2.1. Sejarah
2.1.1 Asal Usul (Babat)
2.1.2 Sejarah Suku Kaili Daa Di Desa Wulai
2.1.3 Perkembangan Desa
2.2. Geografi dan Kependudukan
2.2.1. Geografi
2.2.2. Kependudukan
2.2.3. Pola Tempat Tinggal
2.3. Sistem Religi
2.3.1. Praktek Kepercayaan Tradisional
2.3.2 Praktek Keagamaan
2.4. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan
13
13
15
18
18
18
23
25
30
30
40
43
vii
43
47
51
51
56
59
60
79
79
79
86
viii
61
68
70
71
72
76
88
92
95
101
104
106
113
117
118
120
122
123
127
128
128
128
130
133
134
144
144
146
147
148
151
151
152
171
205
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi
5.2.1. Rekomendasi untuk Kesehatan Ibu dan Anak
5.2.2. Rekomendasi untuk Kesehatan secara Umum
205
209
209
210
INDEKS
GLOSARIUM
DAFTAR PUSTAKA
UCAPAN TERIMA KASIH
211
216
219
224
ix
190
192
197
DAFTAR TABEL
8
25
43
66
68
103
115
DAFTAR GAMBAR
xi
7
9
20
20
21
22
27
27
28
29
30
34
41
59
61
65
67
69
71
73
73
77
78
97
98
105
107
109
111
xii
112
113
116
119
122
124
125
137
184
185
186
DAFTAR GRAFIK
xiii
4
135
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
Grafik 1.1.
Jumlah Kematian Bayi Menurut Puskesmas Tahun 2012
Sumber: Profil Kesehatan Kab. Mamuju Utara Tahun 2012
Gambar 1.1.
Peta Mamuju Utara
Sumber: Profil Kesehatan Dinkes Kab. Mamuju Utara 2012
Nama Desa
Persentase
Luas Wilayah
Randomayang
6.94%
16.92 km
Wulai
24.67%
60.11 km
Kalola
40.11%
97.72 km
Polewali
14.18%
34.54 km
Pangiang
8.63%
21.03 km
Gambar 1.2.
Peta Desa Wulai
Sumber: Dokumentasi Aparat Desa Wulai
10
b. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh
gambaran yang menyeluruh dari masalah yang sedang diteliti.
Informan yang diwawancarai adalah masyarakat yang
mengetahui budaya masyarakat dan yang mengetahui masalah
kesehatan di Desa Wulai. Wawancara mendalam dilakukan
terhadap tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, remaja,
pasangan suami istri yang belum memiliki anak, ibu hamil, ibu
nifas, ibu yang memiliki bayi dan balita, ibu nifas, suami ibu
hamil/nifas/bayi dan balita. Wawancara mendalam juga
dilakukan kepada masyarakat yang menderita penyakit tertentu,
pengobat tradisional, penolong persalinan tradisional, kader
kesehatan dan tenaga kesehatan.
c. Wawancara Sambil Lalu
Selain wawancara mendalam, dalam penelitian ini juga
dilakukan wawancara sambil lalu atau sepintas. Wawancara ini
dilakukan kapan saja dan di mana saja, dalam artian waktu dan
tempat wawancara dapat tidak terduga. Hasil dari wawancara
sambil lalu dapat digunakan sebagai data penunjang dari hasil
data observasi dan wawancara mendalam.
d. Penelusuran dokumen/tinjauan pustaka
Sebagai pelengkap data primer maka penelitian ini
ditunjang dengan data sekunder yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Mamuju Utara, Kecamatan Bambalamotu,
Puskesmas Randomayang Kecamatan Bambalamotu, data profil
Desa Wulai, dan Poskesdes Wulai. Selain itu data sekunder juga
diperoleh dari buku, artikel, atau publikasi di media cetak dan
elektronik terkait masalah kesehatan.
e. Data visual
Data visual diperoleh dari hasil dokumentasi peneliti,
berupa foto atau rekaman video, terkait dengan gambaran
kehidupan masyarakat Desa Wulai terutama tentang masalah
11
12
BAB 2
KEBUDAYAAN ETNIK KAILI DAA
2.1. Sejarah
2.1.1. Asal Usul
Pada awalnya Desa Wulai merupakan nama sebuah dusun
yang merupakan bagian dari wilayah Desa Randomayang. Pada
saat itu Desa Randomayang merupakan bagian dari Kecamatan
Pasang Kayu yang terletak di wilayah Kabupaten Mamuju,
Provinsi Sulawesi Selatan. Dahulu Dusun Wulai merupakan
perkampungan biasa yang tidak ada namanya. Asal usul nama
Wulai terkait dengan adanya sumber mata air yang sering
digunakan sebagai sumber air bersih. Mata air ini merupakan
satu-satunya sumber mata air yang ada di pemukiman tersebut.
Penduduk yang bermukim di wilayah ini sangat menjaga
kebersihan mata air. Oleh karena itu masyarakat menamakan
perkampungan ini dengan sebutan Wulai yang artinya adalah air.
Berawal dari kesepakatan warga untuk membentuk desa
sendiri, maka pada tahun 2007 Wulai yang awalnya hanyalah
sebuah dusun dari Desa Randomayang berubah menjadi sebuah
desa. Sebelum pemilihan kepala desa dilaksanakan, dipilihlah
bapak AR selaku pejabat sementara. Pada tahun 2009 barulah
diselenggarakan pemilihan kepala desa yang diikuti oleh dua
calon kepala desa yaitu bapak SI dan bapak AR. Berdasarkan
13
14
16
menggali pasir yang ada di tepi sungai. Setelah pasir digali maka
air yang keruh dibuang terlebih dahulu. Setelah air agak jernih
barulah air dimasukkan ke jerigen untuk persediaan air bersih.
Gambar 2.1.
Pipa Sumber Air Bersih
Gambar 2.2.
Sumur Gali dan Pompa air
Sumber: Dokumentasi Peneliti
20
Gambar 2.3.
Aktivitas Masyarakat di Sungai Pinoraa
Sumber: Dokumentasi Peneliti
21
Gambar 2.4.
Kondisi Jalan Desa dan Air sungai saat meluap
Sumber: Dokumentasi Peneliti
23
24
Murid Laki-laki
Murid Perempuan
SDN Bendungan
53
49
SDN Watubete
45
46
SDN Saluwu
31
29
SDS BK Watubete
47
54
SDS BK Wulai
26
54
25
26
Gambar 2.5.
Rumah Tinggi Etnik Kaili Daa
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 2.6.
Rumah di Perkampungan Desa Wulai
Sumber: Dokumentasi Peneliti
27
Gambar 2.7.
Rumah di perkampungan di Desa Wulai
Sumber: Dokumentasi Peneliti
28
Gambar 2.8.
Bantaya
Sumber: Dokumentasi Peneliti
29
berkerikil dan cukup terjal membuat masyarakat harus berhatihati jika melewati jalan ini terlebih saat hujan turun, jalan akan
menjadi licin.
Gambar 2.9.
Pasar di Desa Wulai
Sumber: Dokumentasi Peneliti
31
32
33
Gambar 2.10.
Ritual Pesta Panen dan Sesajian Ritual
Sumber: Dokumentasi Peneliti
34
36
40
Gambar 2.11.
Aktivitas Keagamaan Sekolah Minggu
Sumber: Dokumentasi Peneliti
hari minggu dari pukul 10.00 sampai pukul 11.00 setelah itu
dilanjutkan ibadah rumah tangga di rumah. Hari minggu adalah
hari yang terlarang untuk bekerja karena hari minggu adalah hari
yang dikhususkan untuk beribadah. Gereja Toraja-Mamasa di
Dusun Saluwu dibangun pada tahun 2001. Sebelum gereja
dibangun kegiatan ibadah dilakukan di bantaya yang biasa
digunakan untuk pertemuan adat. Pada saat pendeta belum
masuk ke Dusun Saluwu, orangtua yang dianggap cukup memiliki
pengetahuan agama yang diminta untuk memberikan ceramah
ketika ibadah dilaksanakan.
Perayaan keagamaan yang dirayakan secara besarbesaran adalah ketika hari raya Natal. Ketika natal tiba seluruh
anggota keluarga berkumpul termasuk mereka yang biasanya
tinggal di kota. Selain itu acara ibadah luar dilaksanakan setiap
hari raya Kenaikan Isa Al-Masih. Pada hari raya ini hampir seluruh
jamaat gereja di Desa Wulai pergi berekreasi ke Pantai Oge yang
terletak di Pasang Kayu. Sebelum berangkat ke pantai diadakan
doa bersama terlebih dahulu di gereja yang dipimpin oleh
pendeta.
Gereja Bala Keselamatan berasal dari Inggris yang
dinamakan dengan Salvation Army yang dulunya disebut dengan
bala tentara. Bala keselamatan adalah gereja yang lebih banyak
melakukan misi sosial. Bala keselamatan secara internasional
berada di 127 negara. Bala keselamatan telah ada di Indonesia
sejak tahun 1913. Bala keselamatan secara historis tidak lepas
dari gereja Protestan tetapi menjadi aliran sendiri. Pendeta yang
bertugas di Gereja Bala Keselamatan memiliki kepangkatan sama
dengan kemiliteran seperti kapten, letnan, mayor, sersan. Ketika
pelaksanaan ibadah, pendeta selalu menggunakan seragam yang
sudah menjadi ciri khas Gereja Bala Keselamatan.
Disamping agama Kristen, sebagian kecil penduduk Desa
Wulai beragama Islam. Kebanyakan penduduk yang beragama
42
Dusun
Jumlah
Gereja BK Pinoraa
Watubete
Masjid As Syakirin
Watubete
Gereja BK Sinjanga
Sinjanga
Gereja BK Wulai
Wulai satu
Masjid
Wulai satu
Saluwu
Masjid
Ujung baru
43
44
45
47
49
50
51
53
Penyakit kedua adalah doti yang disebabkan oleh gunaguna ilmu hitam tetapi tidak ada benda yang keluar dari tubuh.
54
55
adalah mimpi yang berasal dari Tuhan bukan dari roh-roh jahat
atau setan, seperti penjelasan informan Sa berikut ini:
barang itu kita dapat cuma mimpi. Kan Dia kasih tau
juga ini untuk ini. Begitu juga orang yang sakit, kalo ada
orang yang sakit dibantu ditiup. Kan itu dari..Tuhan
bukan dari setan kan setan itu berbahaya.
Topo tawui berpendapat mimpi yang bersumber dari rohroh jahat adalah ilmu hitam yang dapat membuat seseorang
mengirimkan guna-guna seperti kotu atau doti. Salah satu ciri
topo tawui yang mendapat mimpi dari roh-roh jahat adalah
mereka tidak pernah beribadah di gereja. Mereka juga tidak bisa
melihat atau membaca kitab suci (Injil). Kedua perbuatan ini
adalah pantangan bagi topo tawui yang mendapatkan ilmunya
dari roh-roh jahat.
Seorang topo tawui tidak hanya mendapatkan ilmu
pengobatan dari mimpi. Mereka juga dapat mendapatkan ilmu
melalui keturunan. Biasanya mereka mendapatkan ilmu
pengobatan dari orangtua mereka. Orangtua juga tidak
sembarangan menurunkan ilmu kepada anaknya. Pada umumnya
orangtua akan menurunkan ilmunya jika anak tersebut bersedia,
namun sebelumnya orangtua akan mempelajari kepribadian
57
Gambar 2.12.
Penyembuhan yang dilakukan Topo tawui
Sumber: Dokumentasi Peneliti
59
bawang, telur. Selain itu agar penyakit tidak kambuh lagi maka
setelah sembuh orang yang sakit akan memotong ayam
kemudian darah yang keluar dari jengger ayam ditempelkan ke
dahinya. Pantangan ini akan berbeda-beda tergantung jenis
penyakit dan siapa topo tawui-nya. Apabila pantangan ini
dilanggar maka seringkali pengobatan menjadi sia-sia dan
penyakit akan cepat kambuh, seperti uraian informan NC berikut
ini:
Kalo berobat ke topo tawui supaya berhasil ada
pantangannya seperti tidak boleh makan rica (cabe).
Pantangannya pun tergantung dari siapa topo tawui nya
dan apa penyakitnya.
60
Gambar 2.13.
Daun-daunan untuk pengobatan tradisional
Sumber: Dokumentasi Peneliti
62
63
Gambar 2.14.
Poskesdes Wulai
Sumber: Dokumentasi Peneliti
65
sejak Januari 2014 namun tidak tinggal di desa. Bidan PTT tidak
setiap hari datang ke Poskesdes Wulai. Hal ini dikarenakan jika
hujan turun terus menerus air sungai akan meluap dan akses
jalan masuk ke Desa Wulai terputus. Biasanya asisten bidan
datang hari Senin sampai Jumat dari pukul sepuluh pagi sampai
jam dua siang. Bidan di Desa Wulai lebih banyak melayani
pengobatan umum dibandingkan melakukan pelayanan
kesehatan ibu dan anak.
Adapun penyakit yang paling banyak diderita pasien
Poskesdes Wulai pada bulan Mei 2014 adalah sakit kepala. Pada
bulan Juni 2014 penyakit yang paling banyak diderita adalah
penyakit infeksi saluran pernafasan. Berikut data kunjungan
pasien Poskesdes Wulai selama bulan Mei-Juni 2014 secara
lengkap:
Tabel 2.2. Data Kunjungan Pasien Poskesdes Wulai Mei-Juni 2014
Nama Penyakit
Sakit Kepala
Alergi
Demam
Rematik
Batuk
UHS
Diare
Suspect Malaria
ISPA
Hipertensi
Asma
Anemia
Disentri
Lain-lain
Total
Jumlah Penderita
Mei 2014
21
15
13
8
7
6
3
3
2
2
2
82
66
Jumlah Penderita
Juni 2014
10
6
11
6
7
20
8
12
4
20
104
Gambar 2.15.
Puskesmas Randomayang
Sumber: Dokumentasi Peneliti
67
Tenaga Kesehatan
Jumlah
Perawat PNS
Perawat PTT
Perawat Gigi
SKM
Bidan PNS
Bidan PTT
Farmasi
Gizi
Sanitarian
Jumlah Tenaga
27
Gambar 2.16.
Makanan Sehari-Hari Masyarakat Wulai
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 2.17.
Alat Musik Tradisional (Musik Bambu)
Sumber: Dokumentasi Peneliti
71
72
Gambar 2.18.
Coklat yang sedang dikeringkan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 2.19.
Aktivitas menanam jagung
Sumber: Dokumentasi Peneliti
73
75
Gambar 2.20.
Tungku yang digunakan untuk memasak
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 2.21.
Ayunan (lou)
Sumber: Dokumentasi Peneliti
78
BAB 3
POTRET KESEHATAN
82
86
sore atau malam hari maka ibu hamil memakai sarung sebagai
penutup kepala, agar tidak ada setan yang mengganggu. Sebagai
jimat penangkal setan, ibu hamil dianjurkan membawa bawang
merah dan bawang putih yang ditancapkan ke paku (kariango)
atau membawa pisau.
Pantangan perbuatan tidak hanya berlaku pada ibu hamil,
namun juga pada suaminya. Selama kehamilan, suami tidak
diperbolehkan untuk memotong ataupun membunuh binatang.
Mereka mempercayai apabila suami membunuh binatang maka
akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti bayi yang
dilahirkan dapat menyerupai binatang yang dibunuh. Suami ibu
hamil juga tidak boleh makan secara sembunyi-sembunyi di
rumah orang lain, jika suami makan di rumah orang lain maka
sesampainya di rumah suami harus memberitahu istrinya bahwa
dia telah makan di luar. Jika suami tidak memberitahu istrinya
maka dikhawatirkan pada saat melahirkan ibu akan
mengeluarkan kotoran sebelum bayi lahir.
Mengenai perawatan selama masa kehamilan,
kebanyakan ibu hamil di Desa Wulai jarang yang memeriksakan
kehamilan ke bidan desa. Ibu hamil yang memeriksakan
kehamilan ke bidan kebanyakan bukan atas kemauannya sendiri
melainkan karena permintaan bidan. Seringkali bidan
menyarankan kepada masyarakat untuk memeriksakan
kehamilan di Poskesdes. Biasanya bidan juga memberikan
pengumuman di gereja, seperti halnya penuturan MD berikut,
Coba to kalo hamil harus periksa, kalo mau melahirkan datang
ke Poskesdes kan tidak bayar.
Ibu hamil yang tidak mau memeriksakan kehamilannya ke
pelayanan kesehatan dikarenakan merasa malu dan takut untuk
disuntik. Biasanya mereka cenderung menutupi kehamilannya
agar tidak diketahui orang lain kalau sedang hamil. Seperti ibu NA
21 tahun, salah seorang ibu yang sedang hamil sembilan bulan
90
95
96
datang dan dalam satu jam bayi belum keluar, maka topo tawui
akan meniupnya kembali. Berikut penuturan topo tawui SM:
kita liat dulu to sakitnya kalo mau keluar baru kita
ditiup karena itu anak-anak didalam begitu satu jam atau
setengah jam dia masih berputar-putar to. Kalo satu jam
belum keluar ditiup lagi.
Gambar 3.1.
Proses persalinan yang dilakukan dirumah
Sumber: Dokumentasi Peneliti
97
Gambar 3.2.
Alat untuk memotong tali pusat bayi
Sumber: Dokumentasi Peneliti
98
99
Jml PUS
Suntik
Jenis Kontrasepsi
Tidak
Pil
Implan
KB
Saluwu
21
10
Watubete
81
11
22
30
18
Wulai
64
13
31
12
Sinjanga
61
12
15
30
Total
277
31
75
53
68
103
104
Gambar 3.3.
Ibu yang sedang menyusui bayinya
Sumber: Dokumentasi Peneliti
106
boleh ke luar rumah sampai tiga hari. Ibu dari si bayi tetap tinggal
di Poskesdes sampai selesai masa pemulihan.
Bayi yang belum di-nitau memiliki pantangan tidak boleh
ditertawakan oleh orang dewasa karena dipercaya akan terjadi
hal yang tidak diinginkan seperti munculnya petir (kebulu) secara
tiba-tiba. Selain itu, masyarakat khususnya di Dusun Saluwu
menganggap apabila anak yang belum di-nitau tidak boleh
dipegang orang selain keluarganya. Apabila hal tersebut
dilanggar maka anak dapat sakit, seperti penjelasan informan SM
berikut, Tidak boleh kalo kita belum pegang itu tidak boleh ada
yang berpegang apalagi menyuntik.
Gambar 3.4.
Bayi yang sedang tidur di ayunan (loa)
Sumber: Dokumentasi Peneliti
bapak atau ibu. Secara adat anak dibagi menjadi dua yaitu anak
bapak atau anak ibu. Anak ibu berada pada urutan ganjil
kelahiran sedangkan anak bapak berada pada urutan genap. Jika
anak yang di-nitau adalah anak ibu maka proses adat yang
dilakukan seperti perlengkapannya mengikuti adat ketika ibunya
di-nitau, begitu pula sebaliknya dengan anak bapak.
Ketika ritual nitau dilakukan, di depan tangga rumah
diletakkan daun goronasi dan daun kunyit yang diikat dengan
kapak untuk bayi perempuan atau parang untuk bayi laki-laki.
Setelah itu, orangtua si bayi mengaliri air ke kepala bayi dengan
menggunakan batang pisang. Kemudian dahi bayi digosok
dengan kelapa dan kunyit. Selanjutnya orangtua bayi akan
menginjak daun goronasi dan kunyit yang telah diikat dengan
parang atau kapak. Kemudian orangtua bayi akan mengelilingi
halaman rumah sebanyak tiga kali. Setelah itu untuk bayi
perempuan orangtua bayi akan mencabut rumput di sekitar
halaman rumah. Sedangkan untuk bayi laki-laki akan menanam
tanaman. Tindakan ini dilakukan agar nantinya ketika dewasa
anak tersebut tidak malas bekerja. Jenis tanaman yang biasa
ditanam adalah kelapa dan pisang. Buah dari tanaman yang
ditanam tidak boleh diambil orang lain. Hanya anak yang di-nitau
yang boleh pertama kali memetik buahnya. Hal ini dilakukan agar
rezeki anak tersebut tidak diambil orang lain.
Setelah menanam tanaman, bayi kemudian dibawa masuk
ke dalam rumah. Biasanya acara nitau dilakukan dengan
mengundang keluarga dekat dan topo tawui yang membantu
proses kelahiran. Ayam yang telah dipotong tersebut kemudian
dibakar. Mereka kemudian menyiapkan tujuh buah nasi yang
dibungkus daun lopi. Dua bungkus diberikan pada topo tawui
yang menolong persalinan untuk digosokkan pada lututnya agar
badan menjadi kuat. Kemudian dua bungkusan nasi tersebut
dibuang ke belakang. Lima buah nasi yang lainnya dibawa pulang
108
oleh topo tawui. Apabila bayi sudah di-nitau maka bayi sudah
boleh dibawa keluar rumah.
Gambar 3.5.
Ritual nitau
Sumber: Dokumentasi Peneliti
110
Gambar 3.6.
Balita disuapi nasi dicampur dengan air
Sumber: Dokumentasi Peneliti
111
Gambar 3.7.
Acara Penyerahan Bayi (Anak)
Sumber: Dokumentasi Peneliti
112
Gambar 3.8.
Pelaksanan Posyandu di Dusun Watubete
Sumber: Dokumentasi Peneliti
113
Bulan
Jan
Feb
2013
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agsts
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Sasaran
(S)
183
183
183
183
183
183
183
183
183
183
183
183
KMS
(K)
183
183
183
183
183
183
183
183
183
183
183
183
183
183
2014
183
183
183
183
Sumber: Data Rekap Bidan Desa Wulai
Ditimbang
(D)
145
143
165
161
157
156
147
150
159
171
160
153
Naik
(N)
38
75
55
52
72
75
65
61
82
61
83
64
Persentase
(D/S)
79.21
78.14
84.69
87.98
85.79
85.25
85.25
81.97
86.89
93.44
87.43
83.61
147
155
147
58
63
67
80.33
84.69
80.33
115
Gambar 3.9.
Pelaksanaan Posyandu di Dusun Saluwu
Sumber: Dokumentasi Peneliti
116
Gambar 3.10.
Jamban milik warga bantuan dari Dinas Sosial
Sumber: Dokumentasi Peneliti
119
120
Gambar 3.11.
Warga menggali sumur untuk sumber air bersih
Sumber: Dokumentasi Peneliti
122
makan
dilakukan
dengan
123
Gambar 3. 12.
Perempuan Desa Wulai yang sedang merokok
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 3.13.
Perlengkapan mompongo
Sumber: Dokumentasi Peneliti
126
128
130
132
3.3.3. Malaria
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada
kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu
malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat
menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juga masih endemis
di sebagian besar wilayah Indonesia. Malaria merupakan salah
satu indikator dari target Pembangunan Milenium (MDGs),
dimana ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan
mengurangi kejadian insiden malaria pada tahun 2015 yang
dilihat dari indikator menurunnya angka kesakitan dan angka
kematian akibat malaria (Depkes, 2011).
Pada umumnya masyarakat di Desa Wulai mengetahui
malaria disebabkan oleh gigitan nyamuk dimalam hari. Untuk
mencegah gigitan nyamuk dimalam hari, masyarakat biasa
menggunakan kelambu pada waktu tidur. Selain itu mereka juga
biasa membuat perapian di luar rumah dan memanfaatkan asap
api untuk mengusir nyamuk. Penggunaan obat nyamuk bakar
kurang diminati oleh masarakat dikarenakan ketidaknyamanan
terhadap bau asap yang ditimbulkan obat nyamuk bakar.
Kebanyakan masyarakat Desa Wulai tidak menggunakan rapelen
untuk menghindari gigitan nyamuk.
Menurut masyarakat, gejala yang ditimbulkan bila
seseorang terkena malaria berupa demam dan menggigil. Bila
badan sudah dirasa mulai demam maka untuk mengobatinya
dapat menggunakan obat kampung. Obat kampung yang
digunakan untuk mengobati rasa menggigil saat sakit malaria
dapat menggunakan air rebusan benalu pohon (pomponga paja).
Selain itu untuk menyembuhkan malaria juga dilakukan dengan
meminum air rebusan daun papaya yang ditumbuk bersama
akarnya. Tidak hanya obat kampung yang dapat digunakan untuk
mengobati malaria. Pilihan obat malaria yang dijual bebas
133
Grafik 3.1.
Suspek TB dan Penderita TB di Desa Wulai
Bulan Januari-Mei 2014
Sumber: Data Puskesmas Randomayang
135
136
Gambar 3.14.
Rumah di Desa Wulai
Sumber: Dokumentasi Peneliti
137
138
140
141
143
149
150
BAB 4
HEMBUSAN TOPO TAWUI
DALAM PERSALINAN
151
152
156
157
158
159
161
162
164
167
169
170
171
172
Faktor Predisposisi
Pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat
dibutuhkan dalam rangka perubahan pola pikir dan perilaku
dalam masyarakat (Amilda, 2010). Faktor predisposisi yang
terlihat pada masyarakat Kaili Daa Wulai adalah masyarakat
memiliki pengetahuan bahwa melahirkan di rumah dengan
dibantu keluarga atau topo tawui adalah hal yang biasa saja atau
sesuatu yang wajar dan tidak perlu ada yang dikhawatirkan.
Mereka terbiasa melahirkan di rumah karena sudah dilakukan
secara turun temurun oleh nenek moyang mereka dan sudah
merupakan tradisi, seperti pernyataan informan NT berikut ini:
"Bagaimana mau takut yang begitu (melahirkan di
rumah) tidak ada yang perlu ditakuti. Kalo dikejar
dengan parang memang baru takut apa luka kita itu,
pasti luka mati, kalo yang begitu kan jalannya bayi lahir.
Orang-orang dari nenek moyang sudah itu memang.
Penyakit orang banyak itu bukan hanya satu...
173
Kalo yang si kecil itu, berapa e 2 jam itu. Disini saya bawa
jalan-jalan saja beambil air, kalo tidak bisa berjalan ini
sudah mi keluar dulu dia. Jadi tidak ditau orang. Nanti
kalo sudah ada suara anak-anak baru di tau.
malam tu. Habis semua itu anu adatnya kita baru bisa
pulang.
sampai pas kita cari lagi berapapun itu kita punya ayam
atau babi kita cari lagi. Kalo tidak anu babinya pindah ke
ayam lagi to.
177
178
181
183
Gambar 4.1.
Kondisi sungai yang kering
Sumber: Dokumentasi Peneliti
jika debit air sungai tidak terlalu banyak seperti terlihat pada
gambar 4.1. Jika hujan terus menerus maka debit air sungai akan
bertambah dan membuat akses jalan keluar Desa Wulai akan
tertutup, seperti terlihat pada gambar 4.2.
Gambar 4. 2.
Kondisi Sungai Setelah Turun Hujan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 4.3.
Ibu yang Mau Melahirkan Ditandu Ketika
Hendak Dirujuk ke Rumah Sakit
Sumber: Dokumentasi Asisten Bidan Desa Wulai
186
187
188
189
191
192
jika perempuan sudah hamil maka jumlah denda babi yang harus
dibayarkan lebih banyak lagi. Denda menjadi tidak berlaku jika
pihak laki-laki bersedia bertanggung jawab dengan cara menikahi
pihak perempuan.
Mahalnya harga babi yaitu sekitar dua juta rupiah
membuat kebanyakan laki-laki yang dilaporkan ke ketua adat
memilih untuk menikah dibandingkan membayar denda adat.
Kebanyakan pasangan yang dilaporkan adalah masih berusia
muda dan masih bersekolah. Rata-rata usia mereka adalah 14
sampai 17 tahun. Mereka pun terpaksa untuk meninggalkan
bangku sekolah karena menikah.
Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun termasuk ke
dalam kehamilan berisiko. Pada umur di bawah 20 tahun, rahim
dan panggul seringkali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa.
Akibatnya ibu hamil pada usia itu mungkin mengalami persalinan
lama atau macet atau gangguan lainnya karena ketidaksiapan ibu
untuk menerima tugas dan tanggung jawabnya sebagai orangtua
(http://bidanku.com/kehamilan-yang-perlu-diwaspadai).
Kehamilan pada usia kurang dari 17 tahun meningkatkan
risiko komplikasi medis, baik pada ibu maupun pada anak.
Anatomi panggul yang masih dalam pertumbuhan berisiko untuk
terjadinya persalinan lama sehingga meningkatkan angka
kematian bayi dan kematian neonatus. anak perempuan berusia
10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun
bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara
risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19
tahun. Anatomi tubuh anak belum siap untuk proses kehamilan
maupun melahirkan (Fadlyana, 2009).
Selain itu ibu hamil yang berusia kurang dari 20 tahun
juga memiliki risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR). Hal ini terjadi karena mereka belum matur dan
195
Menguntungkan
(U)
Potensi
Merugikan
(R)
Kendala
Sadar/Tahu
(S)
Tdk Sadar/
Tdk Tahu
(TS)
197
2
(Merugikan)
198
Tidak Sadar
4
(Potensi)
Ibu hamil tidak boleh keluar
rumah pada sore atau malam
hari. Jika terpaksa harus keluar
rumah memakai penutup
kepala
Persalinan dilakukan dengan
dibantu oleh keluarga terutama
suami
Larangan bayi tidak boleh ke
luar rumah sebelum 3 hari
sebelum melakukan ritual adat
nitau
Posisi melahirkan secara teknis
kebidanan mirip dengan posisi
semi fowler yang dianjurkan
3
(Kendala)
Ibu hamil tidak mau
memeriksakan kehamilan ke
bidan
Masyarakat lebih memilih
melahirkan di rumah ditolong
keluarga atau topo tawui
Adanya ritual adat yang
dilakukan ketika persalinan sulit
membuat ibu terlambat dirujuk
ke rumah sakit
Ibu hamil sehari-hari hanya
makan nasi dengan sayur
Pemotongan tali pusat bayi
menggunakan bambu
199
ibu yang didatangi di rumahnya adalah ibu hamil yang tidak mau
memeriksakan diri sama sekali ke bidan.
Sebagian masyarakat Kaili Daa Wulai menggunakan jimat
untuk menangkal gangguan makhluk ghaib atau setan pada masa
kehamilan. Jimat tersebut berupa bawang merah atau bawang
putih yang ditancapkan di paku kemudian dibawa jika ibu keluar
rumah. Dalam bahasa lokal jimat ini disebut dengan kariango.
Perilaku lain yang dapat digolongkan ke dalam kotak satu adalah
perilaku ibu hamil membawa beban berat menjelang persalinan.
Dalam pandangan masyarakat perilaku ini membawa manfaat
dapat memperlancar proses persalinan karena membuat pinggul
menjadi longgar.
Pada kotak tiga adalah pengelompokkan perilaku yang
dilakukan secara tidak sadar dan merugikan dan menjadi kendala
dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak di Desa Wulai.
Perilaku tersebut antara lain adanya ibu hamil yang tidak mau
memeriksakan kehamilannya ke bidan. Perilaku ini dapat
merugikan karena kesehatan ibu dan bayinya tidak dapat
dikontrol oleh bidan. Apabila terjadi kelainan pada janin yang
dikandung tidak dapat diketahui sejak masa kehamilan.
Kemudian seperti yang telah dijelaskan di bagian
pemilihan penolong persalinan dimana masyarakat Wulai lebih
memilih melahirkan di rumah dengan ditolong keluarga atau topo
tawui, perilaku ini merupakan kendala utama untuk menekan
terjadinya angka kematian bayi di Desa Wulai. Perilaku ini
tergolong perilaku yang tidak sadar dilakukan masyarakat namun
merugikan karena masyarakat Wulai memiliki pandangan bahwa
melahirkan di rumah ditolong keluarga atau topo tawui adalah
hal yang lumrah yang telah dilakukan oleh keluarga mereka
secara turun temurun. Namun jika terjadi persalinan sulit topo
tawui tidak bisa menangani dan bidan baru dipanggil. Biasanya
bidan dipanggil ketika topo tawui sudah menyerah.
200
201
202
bersalin
dengan
kehadiran
suami
203
204
BAB 5
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Desa Wulai adalah desa yang mayoritas penduduknya
adalah etnik Kaili Daa yang berasal dari Sulawesi Tengah.
Awalnya etnik Kaili Daa adalah masyarakat yang tertutup, hidup
secara nomaden dan menganut animisme. Orang luar sering
menyebut mereka dengan sebutan binggi atau bunggu dimana
mereka sendiri tidak menyukai sebutan itu. Saat ini kehidupan
mereka sudah mulai berubah. Mereka sudah banyak yang tinggal
di perkampungan dan kebanyakan menganut agama Kristen
Protestan.
Tidak semua ritual adat etnik Kaili Daa masih
dilaksanakan oleh penduduk Desa Wulai karena ada larangan dari
pihak gereja yang menganggap ritual tertentu termasuk
menyekutukan Tuhan. Hukum adat masih mereka gunakan yang
bertujuan untuk mengatur perilaku masyarakat. Pengobatan
tradisional juga masih dilakukan masyarakat Kaili Daa Wulai.
Mereka akan mendatangi topo tawui (dukun) terlebih dahulu
dibanding tenaga kesehatan apabila mereka sakit.
Secara umum masyarakat Wulai masih mengalami
masalah kesehatan terutama masalah kesehatan ibu dan anak
yang ditandai dengan angka kematian bayi yang cukup tinggi.
Masalah kesehatan lain adalah pengendalian penyakit menular
seperti tuberkolosis, malaria, dan diare. Untuk penyakit tidak
205
Desa Wulai dimana setiap dusun dibatasi oleh sungai dan masih
adanya penduduk yang tinggal di wilayah perbukitan tempat
kebun mereka. Kondisi geografis juga akan menjadi hambatan
jika ibu bersalin harus dirujuk ke rumah sakit. Akses keluar masuk
Desa Wulai harus melewati sungai dimana jika hujan turun air
sungai akan meluap sehingga jalan tidak bisa dilewati. Selain itu
faktor biaya juga menjadi pertimbangan masyarakat mengapa
tidak mau melahirkan ditolong oleh bidan. Jika melahirkan di
rumah ditolong bidan mereka harus membayar sekitar Rp
500.000 sedangkan jika ditolong topo tawui mereka hanya
membayar sukarela. Apalagi jika bidan tidak dapat menangani
dan ibu bersalin harus dirujuk maka mereka harus mengeluarkan
biaya untuk ambulans dan biaya rumah sakit.
Faktor ketiga adalah faktor pendorong yaitu sikap dan
perilaku bidan yang membuat masyarakat memilih melahirkan
ditolong oleh bidan. Bidan di Desa Wulai kurang melakukan
pendekatan terhadap ibu-ibu hamil di Desa Wulai sehingga ibu
hamil jarang yang melakukan pemeriksaan kehamilan ke bidan.
Selain itu ketidakhadiran bidan di setiap Posyandu yang
dilaksanakan di setiap dusun membuat kedekatan bidan dengan
masyarakat berkurang.
Untuk kasus penyakit menular seperti tuberkulosis,
masyarakat Wulai berpendapat bahwa penyebab utamanya
adalah karena merokok dan keturunan. Pendapat ini
menunjukkan pemahaman masyarakat masih kurang terhadap
penyebab penyakit tuberkulosis. Sedangkan untuk penyakit
malaria masyarakat Wulai telah mengetahui penyebabnya adalah
karena gigitan nyamuk. Namun kebanyakan dari mereka tidak
menggunakan obat anti nyamuk ketika malam hari.
Dalam hal penyakit tidak menular seperti hipertensi
masyarakat Wulai menganggap penyebab penyakit ini adalah
karena terlalu banyak pikiran atau terlalu banyak memakan
207
208
209
210
INDEKS
A
agama 11, 30, 31, 36, 38, 40,
42, 64, 120, 152, 191, 205
air mentah 131
aktivitas 10, 51, 93, 118, 121,
127, 166
animisme 30, 31, 205
B
bahasa 5, 14, 15, 16, 19, 32,
33, 49, 52, 54, 70, 71, 81,
139, 178, 188, 200
bantaya 28, 38, 42, 48
D
denda 36, 37, 48, 49, 50, 51,
85, 100, 112, 194, 195
denda adat 36, 37, 49, 194
dialek 16
F
fasilitas kesehatan 1, 65, 95,
134, 155, 166, 180, 184, 186,
206, 209, 210
211
G
ghaib 32, 39, 52, 54, 174, 200
gizi buruk 114
guna-guna 54, 57, 62, 82, 221
H
haid 80, 81, 82
hukum adat 36, 45, 48, 49, 50,
84, 194
I
ibadah 40, 41, 42, 43, 46, 47,
112, 117, 166
ilmu hitam 39, 54, 57, 64, 221
imunisasi 93, 109, 114, 115,
117
Indeks Pembangunan
Kesehatan Masyarakat 3,
216
Inisiasi Menyusui Dini 104
J
jamban 118, 119, 208, 210
K
kader 11, 91, 100, 103, 109,
113, 114, 115, 116, 117
kebudayaan 2, 5, 152
kehamilan 87, 88, 89, 90, 91,
92, 93, 103, 117, 154, 165,
166, 189, 195, 198, 199, 200,
207, 208, 209
kehidupan 10, 11, 18, 24, 32,
45, 48, 79, 80, 111, 205
kekerabatan 43
kematian 3, 4, 9, 38, 39, 40,
51, 55, 104, 127, 128, 129,
130, 133, 134, 144, 148, 151,
152, 165, 171, 177, 190, 191,
192, 193, 194, 195, 196, 198,
200, 205, 206, 209
kepercayaan 32, 34, 38, 39,
55, 81, 167, 172, 175
kesehatan ibu dan anak 1
kesehatan reproduksi 79, 80,
82
keselamatan 32, 38, 42, 49,
94, 95, 111, 113, 175
kesenjangan 2
Kesimpulan 205
keteguran 52
ketua adat 26, 28, 35, 36, 37,
48, 49, 50, 56, 85, 194, 195
keturunan 16, 43, 47, 48, 56,
57, 86, 87, 88, 138, 139, 207
kolostrum 104, 105
kontrasepsi 102, 103
212
L
larangan 2, 33, 36, 50, 53, 63,
84, 105, 123, 205
leluhur 30, 31, 32, 33, 49, 221
M
madero 39, 84, 217
Mahar 37
makanan 2, 33, 47, 53, 59, 68,
69, 70, 76, 81, 83, 88, 89, 92,
101, 102, 105, 110, 111, 126,
130, 131, 145, 153, 154, 201
masa transisi 79
masyarakat 2, 5, 6, 9, 10, 11,
13, 14, 17, 18, 19, 21, 22, 23,
24, 26, 28, 30, 31, 33, 34, 36,
39, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49,
51, 52, 53, 54, 55, 56, 60, 61,
62, 63, 64, 65, 67, 68, 70, 71,
72, 73, 74, 75, 76, 78, 80, 85,
87, 88, 89, 90, 94, 99, 103,
106, 107, 115, 116, 118, 119,
120, 121, 122, 123, 124, 125,
127, 128, 129, 130, 131, 132,
133, 134, 138, 141, 143, 144,
146, 147, 148, 152, 164, 171,
172, 173, 174, 175, 176, 177,
178, 179, 180, 181, 182, 184,
186, 188, 190, 194, 197, 199,
200, 201, 202, 205, 206, 207,
208, 209, 210
melahirkan 1, 2, 23, 56, 76,
88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95,
96, 99, 100, 101, 102, 104,
109, 141, 154, 155, 158, 159,
N
nabelomo 51
nitau 106, 107, 108, 109, 176,
198, 202, 208
nomaden 17, 25, 205
nopaponera 144
P
pacaran 84, 85
pantangan 2, 53, 57, 58, 59,
81, 88, 89, 91, 101, 102, 105,
106, 107, 134, 145, 149, 155,
176, 202, 208
pasangan 11, 36, 38, 44, 45,
50, 85, 86, 87, 195
patrilineal 43, 44
pemimpin 32, 40
pemukiman 7, 13, 14, 25, 32
pendidikan 24, 71, 75, 79, 80
pengantin 37, 38
213
R
ramuan 60, 61, 62, 140
Rekomendasi 209, 210
remaja 11, 24, 45, 70, 75, 79,
80, 81, 82, 83, 84, 85, 112,
123, 214, 215
ritual 2, 30, 31, 32, 33, 35, 44,
71, 81, 94, 107, 108, 124,
167, 175, 198, 201, 202, 205,
206, 208, 221
roh jahat 2, 31, 57, 177
rumah tinggi 25, 26, 28, 94,
157, 166
S
sakit 16, 23, 34, 35, 51, 52, 53,
54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61,
62, 63, 66, 67, 75, 76, 82, 88,
91, 93, 95, 96, 100, 101, 102,
104, 106, 107, 109, 110, 114,
115, 125, 126, 129, 130, 132,
133, 134, 141, 142, 145, 146,
147, 148, 149, 153, 155, 157,
158, 160, 161, 162, 164, 165,
167, 170, 171, 173, 176, 177,
178, 179, 181, 182, 183, 184,
185, 187, 188, 191, 194, 196,
214
T
tarian 33, 84, 217
topo tawui 52, 53, 54, 55, 56,
57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64,
82, 91, 92, 94, 95, 96, 97, 99,
101, 102, 106, 108, 109, 129,
132, 134, 139, 145, 146, 147,
148, 149, 154, 155, 158, 160,
166, 167, 168, 169, 170, 171,
172, 173, 174, 175, 176, 177,
178, 179, 182, 186,188,
189, 190, 193, 196, 198, 199,
200, 201, 205, 206, 207, 208,
209
tradisional 11, 60, 61, 62, 71,
76, 87, 180, 198, 205
tuberkulosis 136, 137, 138,
207
U
upacara adat 28, 39
W
warisan 45
V
volo 98
215
GLOSARIUM
Ambo
Babolo
Baingus
Bantaya
Barego
Bunggu
Binggi
Dowa
Doti
Gane-gane
Jua
Jua Naa
Jua Ntomo
Jua Sule
Jua Tai
Jua Voo
Kabuaga
Kabunakana
Kariango
Kebulu
Koala
Kotu
Lou
Madero
Madika
216
Kulit Kayu
Dilubangi
Penyakit ISPA
Bangunan tempat pelaksanaan pertemuan
atau ritual adat
Menari sebagai tanda persahabatan
Gunung
Pantai
Mantera
Penyakit mematikan akibat guna-guna ilmu
hitam
Guna-guna
Sakit
Sakit Ringan
Sakit Berat
Sakit Jantung
Sakit Perut (Diare)
Sakit Kepala
Kurang Sehat
Keteguran
Jimat bawang merah dan bawang putih yang
ditempelkan ke paku
Petir
Sungai
Guna-guna akibat ilmu hitam ditandai dengan
adanya benda yang keluar dari tubuh
Ayunan
Menari dengan iringan musik
Raja
Mangote Ngana
Mantipulu
Mesa
Mampongo
Nabelomo
Nalino
Napone Vonda
Naponte
Nenteke
Nitau
Ntari
Nompo Poyu
Pakuli
Pali
Pok-pok
Poki Papitu
Poki Sasio
Porantana
Potaro
Povae
Powati
Ratana/Ratanoa
Sambulu
Salampeto
Tavui
Tavuni
Tawunggala
Toya
Tombo
Topo Tawui
Melahirkan
Daun untuk mengobati luka
Sarung adat
Mengunyah tembakau sirih pinang
Sehat
Sembuh
Darah tinggi
Sakit gondok
Batuk
Ritual turun tanah untuk bayi yang berusia
tiga hari
Ritual untuk mencari sumber penyakit
Ritual adat dalam membuka lahan baru
Obat
Pantangan
Manusia yang dapat berubah menjadi hantu
akibat ilmu hitam
Adat tujuh
Adat sembilan
Darah dicurahkan ke tanah
Tarian yang ada unsur magisnya
Nyanyian untuk memanggil arwah leluhur
Ritual adat dalam memperingati hari lahir
Menstruasi
Posisi bayi yang salah dalam kandungan
Ditiup
Ari-ari
Daun untuk obat sakit gigi
Diayun
Tunas
Orang yang bisa bertiup (dukun)
Tali Pusat (Plasenta)
217
Valaampuse
Viata
Volo
Wuku Saya
Ummah
218
Sumber penyakit
Bambu tajam
Biji-biji kalung
Keturunan raja yang paling dihormati
DAFTAR PUSTAKA
220
M.
Tarian
Dero
atau
Madero..
http://http://www.itoday.co.id. Diakses Pada Tanggal 13
September 2014, pukul 13.00 WIB.
2006.
Tuberculosis
Pedoman
Diagnosis
dan
Penatalaksanaan
di
Indonesia.
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
222
Selayang
Pandang
Kabupaten
Mamuju
Utara.
http://www.mamujuUtarakab.go.id. Diakses pada tanggal
19 Juni 2014 pukul 20.00 WIB.
Sesa, J. 2013. Hubungan Peran Orang Tua dan Sumber Informasi
dengan Perilaku Seksual Remaja di SMAN 15 Semarang.
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=12872
Spradley, James P., 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya.
Suryati, B. 2012. Perilaku Kebersihan Remaja Saat Menstruasi.
Jurnal Health Quality Vol. 3 No. 1, Nop 2012
Susanna, D., Hartono, B dan Fauzan, H. 2003. Penentuan Kadar
Nikotin Dalam Asap Rokok. Makara Kesehatan, Vol. 7, No.
2, Desember 2003.
Syahrini E, Susanto H, dan Udiyono A. 2012. Faktor Risiko
Hipertensi Primer di Puskesmas Tlogosari Kulon Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 1, No.2,
Tahun 2012: 315-325
WHO. 2002. The Global Plan to Stop Tuberculosis STOP TB
Partnership. Geneva: WHO Press
WHO. 2010. Global Recommendations On Physical Activity For
Health. Geneva: WHO Press
WHO. 2012. Global Tubercolosis Report. http://www.who.int.
Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014 Pukul 13.30 WIB.
WHO. 2013. WHO NCD Surveillace Strategi. http://www.who.int.
Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014 Pukul 13.30 WIB.
223
Penulis
225
226