You are on page 1of 9

ILMU KEJIWAAN

GANGGUAN PANIK

DOSEN PEMBIMBING :
dr. H. Ahmadi , Sp.KJ
DISUSUN OLEH :
M. Lutfan
Ratna Hapsari
Vike Poraddwita
Vivien Karina Sari
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Istilah panik berasal dari kata Pan, dewa Yunani yang setengah hantu, tinggal
dipegunungan dan hutan, dan perilakunya sangat sulit diduga. Di tahun 1895 deskripsi gangguan
panik pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam kasus agorafobia. Serangan panik
merupakan ketakutan akan timbulnya serangan serta diyakini akan segera terjadi. Individu yang
mengalami serangan panik berusaha untuk melarikan diri dari keadaan yang tidak pernah
diprediksi.
Gangguan panik adalah ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan
tidak diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan
relative singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala somatik tertentu
seperti palpitasi dan takipnea. Frekuensi pasien dengan gangguan panik mengalami serangan
panik adalah bervariasi dari serangan multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan
selama setahun. Di Amerika Serikat, sebagian besar peneliti dibidang gangguan panik percaya
bahwa agoraphobia hampir selalu berkembang sebagai suatu komplikasi pada pasien yang
memiliki gangguan panik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Gangguan panik menurut Japlan dan Saddock disebabkan oleh respons terhadap bahaya
yang mengancam berasal dari dalam dirinya sendiri yang merupakan dorongan yang tidak
terkontrol (H.I Kaplan, B. J Saddock, 1997)
Menurut DSM IV, gangguan panik adalah gangguan yang sekurangnya terdapat 3
serangan panik dalam waktu 3 minggu dan tidak dalam kondisi berat atau dalam situasi yang
mengancam kehidupan (Rusminta Girsang, 1991).
B. EPIDEMIOLOGI
Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk gangguan panik
adalah 1,5-5 % dan untuk serangan panik adalah 3 5.6 %. Sebagai contohnya, satu penelitian
terakhir pada lebih dari 1.600 orang dewasa yang dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa
angka prevalensi seumur hidup adalah 3,8 % untuk gangguan panik, 5,6 % untuk serangan panik,
dan 2,2 % untuk serangan panik dengan gejala yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria
diagnostik lengkap.
Jenis Kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dari pada laki-laki, walaupun
kurangnya diagnosis gangguan panik pada laki-laki mungkin berperan dalam distribusi yang
tidak sama tersebut. Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit putih non-Hispanik, dan kulit
hitam adalah sangat kecil. Faktor sosial satu-satunya yang dikenali berperan dalam
perkembangan gangguan panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama.
Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda - usia rata-rata timbulnya adalah kirakira 25 tahun, tetapi baik gangguan panik maupun agorafobia dapat berkembang pada setiap
usia. Sebagai contohnya. gangguan panik telah dilaporkan terjadi pada anak-anak dan remaja.
dan kemungkinan kurang diagnosis pada mereka.

C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


- Faktor Biologis
Penelitian tentang dasar biologis untuk gangguan panik telah menghasilkan berbagai
temuan; satu interpretasi adalah bahwa gejala gangguan panik dapat disebabkan oleh berbagai
kelainan biologis di dalam struktur otak dan fungsi otak. penelitian tersebut dan penelitian
lainnya telah menghasilkan hipotesis yang melibatkan disregulasi system saraf perifer dan pusat
di dalam patofisiologi gangguan panik. Sistem saraf otonomik pada beberapa pasien gangguan
panik telah dilaporkan menunjukkan peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara lambat
terhadap stimuli yang berulang, dan berespon secara berlebihan terhadap stimuli yang sedang.
Sistem neurotransmiter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan gammaaminobutyric acid (GABA).
-

Faktor Genetika
Bahwa gangguan ini memiliki komponen genetika yang jelas. Angka prevalensi tinggi

pada anak dengan orang tua yang menderita gangguan panik. Berbagai penelitian telah
menemukan adanya peningkatan resiko gangguan panik sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara
derajat pertama pasien dengan gangguan panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat
pertama dari pasien dengan gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar monozigot.
-

Faktor Psikososial
Baik teori kognitif perilaku dan psikoanalitik telah dikembangkan untuk menjelaskan

patogenesis gangguan panik dan agoraphobia. Teori kognitif perilaku menyatakan bahwa
kecemasan adalah suatu respon yang dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau
melalui proses pembiasan klasik.
Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari pertahanan yang tidak
berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan kecemasan. Apa yang sebelumnya
merupakan suatu sinyal kecemasan ringan menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda,
lengkap dengan gejala somatik.
Peneliti menyatakan bahwa penyebab serangan panic kemungkinan melibatkan arti
bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis serangan panik mungkin
berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang dipicu oleh reaksi psikologis.

D. GEJALA KLINIK
Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relative singkat
dan disertai gejala somatik. Suatu serangan panik secara tiba-tiba akan menyebabkan minimal 4
dari gejala-gejala somatik berikut:
1. Palpitasi
2. Berkeringat
3. Gemetar
4. Sesak napas
5. Perasaan tercekik
6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
7. Mual dan gangguan perut
8. Fusing, bergoyang. melayang. atau pingsan
9. Derealisasi atau depersonalisasi
10. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
11. Rasa takut mati
12. Parastesi atau mati rasa
13. Menggigil atau perasaan panas. Serangan panik pertama seringkali sama sekali spontan,
walaupun serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik,
aktivitas seksual, atau trauma emosional sedang. DSM-IV menekankan bahwa sekurangnya
serangan pertama harus tidak diperkirakan (tidak memiliki tanda) untuk memenuhi criteria
diagnostik untuk gangguan panic.
Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10
menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu perasaan ancaman kematian
dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu untuk menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien
mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian. Tanda
fisik adalah takikardia. palpitasi, sesak nafas, dan berkeringat.
Gejala Penyerta
Gejala depresif seringkali ditemukan pada serangan panik dan agoraphobia, dan pada
beberapa pasien suatu gangguan depresif ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik.
Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan gangguan
panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.

E. DIAGNOSIS
Kriteria diagnostic untuk Gangguan Panik
Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4.
Suatu periode tertentu adanya rasa takut atau tidak nyaman, di mana empat (atau lebih) gejala
berikut ini terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncaknya dalam 10 menit:
(1) Palpitasi, jantung berdebar kuat, atau kecepatan jantung bertambah cepat.
(2) Berkeringat.
(3) Gemetar atau berguncang
(4) Rasa nafas sesak atau tertahan
(5) Perasaan tercekik
(6) Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
(7) Mual atau gangguan perut
(8) Perasaan pusing, bergoyang, melayang, atau pingsang.
(9) Derealisasi (perasaan tidak realitas) atau depersonalisasi (bukan merasa diri sendiri).
(10) Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
(11) Rasa takut mati.
(12) Parestesia (mati rasa atau sensasi geli)
(13) Menggigil atau perasaan panas.
Menurut PPDGJ-III gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak
ditemukan adanya gangguan anxietas fobik. Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya
beberapa kali serangan anxietas berat dalam masa kira-kira satu bulan :
1.

Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya.

2.

Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya
(unpredictable situation)

3.

Dengan keadaan yang relatif dari gejala-gejala anxietas pada periode diantara seranganserangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi juga anxietas antipsikotik
yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan
terjadi.

F. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah sejumlah
gangguan medis dan juga gangguan mental. Untuk gangguan medis misalnya infark miokard,
hipertiroid, hipoglikemi, dan feokromositoma. Sedangkan diagnosis banding psikiatri untuk
gangguan panik adalah pura-pura, gangguan buatan, fobia sosial dan spesifik, gangguan stress
pasca traumatik, dan gangguan depresi.
G. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS
Gangguan panik biasanya memiliki onsetnya selama masa remaja akhir atau masa
dewasa awal, walaupun onset selama masa anak-anak, remaja awal, dan usia pertengahan dapat
terjadi. Biasanya kronik dan bervariasi tiap individu. Frekuensi dan kepasrahan serangan panic
mungkin berfluktuasi. Serangan panik dapat terjadi beberapa kali sehari atau kurang dari satu
kali dalam sebulan. Penelitian follow up jangka panjang gangguan panik sulit diinterpretasikan.
Namun demikian kira-kira 30-40% pasien tampaknya bebas dari gejala follow up jangka
panjang, kira-kira 50% memiliki gejala yang cukup ringan yang tidak mempengaruhi
kehidupannya secara bermakna dan kira-kira 10-21 % terus memiliki gejala yang bermakna.
Depresi dapat mempersulit gambaran gejala pada kira-kira 40-80 % dari semua pasien.
Pasien dengan fungsi premorbid yang baik dan lama gejala singkat cenderung memiliki
prognosis yang baik.
H. PENATALAKSANAAN
Respon yang lebih baik terhadap pengobatan akan terjadi jika penderita memahami
bahwa penyakit panik melibatkan proses biologis dan psikis. Obat-obatan dan terapi perilaku
biasanya bisa mengendalikan gejala-gejalanya. Selain itu, Psikoterapi bisa membantu
menyelesaikan berbagai pertentangan psikis yang mungkin melatarbelakangi perasaan dan
perilaku cemas.
Farmakoterapi
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah obat anti-depresi
dan anti-cemas :
Golongan Trisiklik ( Misalnya clomipramine dan imipramin)
Monoamin Oxidase Inhibitors ( Misalnya fenelzin)

Beberapa penelitian menyatakan MAOI lebih efektif dibandingkan obat trisiklik.


Selective Seratonin Reuptake Inhibitors/SSRIs ( Misalnya fluoksetin)
Digunakan terutama pada pasien gangguan panic yang disertai dengan depresi.
SSRIs lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit dan tidak terlalu menyebabkan
ketergantungan fisik.
Benzodiazepin
Bekerja lebih cepat daripada anti-depresi, tetapi bisa menyebabkan ketergantungan fisik dan
menimbulkan beberapa efek samping (Misalnya rasa mengantuk. gangguan koordinasi dan
perlambatan waktu reaksi).
Terapi Kognitif dan Perilaku
Adalah terapi yang efektif untuk gangguan panik. Dua pusat utama terapi kogmitif untuk
gangguan panik adalah instruksi tentang kepercayaan salah dari pasien dan informasi tentang
serangan panic. Instruksi tentang kepercayaan yang salah berpusat pada kecenderungan pasien
untuk keliru menginterpretasikan sensasi tubuh yang ringan sebagai tanda untuk ancaman
serangan panic, kiamat atau kematian. Informasi tentang serangan panik adalah termasuk
penjelasan bahwa serangan panik jika terjadi tidak mengancam kehidupan.
I. KESIMPULAN
Gangguan panik adalah gangguan yang ditandai dengan serangan panik yang spontan dan
tidak diperkirakan, atau periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relative singkat
( biasanya kurang dari 1 tahun). yang disertai dengan gejala somatik.
Wanita 2-3 kali lebih sering terkena daripada laki-laki, gangguan paling sering berkembang
pada dewasa muda.
Faktor yang berperan dalam etiologi dan patofisiologi terjadinya gangguan panik, diantaranya
faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial.
Beberapa golongan obat yang efektif untuk gangguan panic adalah obat trisiklik dan
tetrasiklik, Mono Amine Oksidase Inhibitor (MAOIs), Serotonin Spesific Inhibitors (RSSI)
dan Benzodeazepine.

DAFTAR PUSTAKA
Kaplan

dan

sadok,

Gangguan

Panik

dan

Diagnosis

Gangguan

Jiwa

Rjukan

dari PPDGJ,Jakarta.2000.
Daniels CY, Panic Disorders, available at www.emedicine.com.2004.p1-13
Media Aeusculapius, Gangguan Panik dalam Kapita Selekta Kedokteran UniversitasIndonesia,
Edisi Ketiga. Jakarta 1996.p206-7
Anonym, Gangguan Panik dan Agorafobia II, available at www.google.com.2003.p1-4
Maslim R, Pedoman Diagnostik Gangguan Panik dalam Diagnosis Gangguan JiwaRujukan
Ringkas dari PPDGJ III, jakarta 1996.

You might also like