You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Fachry Ali dan Bahtiar Effendy mengatakan bahwa pola pemikiran
tentang modernisasi Islam berakar dalam modernisme konvensional, namun
dasar dan wawasan pemikirannya sudah relatif berbeda. Berbedanya justru
terletak di sini ; yaitu, para pendukung pola pemikiran modernisme ini sudah
tidak lagi mengikuti tradisi pemikiran teologi sosial modernisme konvensional,
melainkan sudah terlibat pada persoalan-persoalan kemasyarakatan yang
lebih luas.

2. Rumusan Masalah :
A. Bagaimana pemikiran Islam menurut Ahmad Syafii Maarif ?
B. Apa perbedaan pendapat Ahmad Syafii Maarif dengan Djohan Effendi?
3. Tujuan Masalah
A. Untuk mengetahui manfaat Modernisasi Islam.
B. Untuk mengetahui perbedaan pendapat antara Ahmad Syafii Maarif
dengan Djohan Effendi
.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pemikiran Islam Ahmad Syafii Maarif

Fachry Ali dan Bachtiar Efendy bahwa

Ahmad Syafii memusatkan

perhatiannya pada rentang pelembagaan Islam dari sudut sejarah dan peikiran
dalam kaitannya dengan modernisme dan perubahan-perubahan sosial ekonomi
dan politik. Jadi di sini apa yang ingin di tekankan oleh Ahmad Syafii Maarif adalah
partisipasi aktif Islam untuk memecahkan persoalan-persoalan umat manusia
modern serta persoalan hubungan antar Islam dan bangsa Indonesi. Dasar
pemikirannya ialah bahwa umat manusia di manapun pada dasarnya sama dan
merupakan kewajiban umat manusia pula untuk menyelamatkannya dari krisis. Oleh
karena itu pemikiran Islam Ahmad Syafii Maarif telah mencapai tahap kesadaran
untuk memahami keprihatinan universal umat manusia perspektif Islam.
Di katakan bahwa misi terpenting dari pemikiran Islam Ahmad Syafii Maarif
ialah Islam harus berpartisipasi secara aktif dalam kemelut kemanusiaan. Akan
tetapi partisipasi aktif ini mempunyai konsekoensi-konsekoensi tertentu di dalam
tubuh Islam sendiri. Maka dinamika pemikirannya terletak pada ketegangan antara
misi kemanusiaan Islam yang universal dengan kondisi obyektif dalam tubuh umat
Islam sendiri yang tidak mendukung ke arah itu.
Dalam konteks itulah Ahmad Syafii Maarif mengajukan dua tipologi Islam.
Pertama Islam sejarah dan kedua, Islam cita-cita. Yang dimaksudkan dengan Islam
sejarah adalah Islam sebagaimana yang dii pahami dan di terjemahkan dalam
konteks sejarah oleh umat Islam dalam menjawab tantangan sejarah yang serba
kompleks dalam bidang sosial politik dan kultural.
Sedangkan yang di maksudkan dengan Islam cita-cita adalah Islam
sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam Al-Quran dan Sunnah yang otentik,
tetapi yang belum tentu tercermin dalam tingkah laku politik umat Islam dalam
realitas sejarah mereka.

Melalui kedua tipologi yang di ajukan Ahmad Syafii Maarif di atas kita bisa
lebih Berdasarkan kenyataan krisis kemanusiaan inilah dia bertanya, yang lantas
melahirkan ketegangan pemikirannya antara idealisasi Islam dan kenyataan umat
Islam. Di sini tampak bahwa umat Islam dan Islam seperti yang terlihat dewasa ini
belum mampu di dorong ke depan untuk berpartisipasi memecahkan masalah dan
krisis kemanusiaan padahal jika ia mengikuti pandangan Islam ideal, dia melihat
peran yang seharusnya di mainkan oleh umat Islam sangatlah strategis yaitu saksi
atas gerak sejarah umat manusia.
Dasar pemikirannya tentang Islam ideal adalah Al-Quran dengan sendirinya
sebagai sentral perhatian Al-Quran, manusia memiliki posisi istimewa dalam sistem
kosmologi alam semesta. Posisinya yang istimewa serta tanggung jawab yang di
berikan inilah yang harus mendorong manusia muslim menjadi saksi atas perjalanan
sejarah dunia.
Dalam konteks bertanggung jawab inilah Ahmad Syafii Maarif berbicara
tentang konsep ulil al-bab pusat dari manusia muslim yang menjadi saksi sejarah.
Mereka ini di sebut oleh Ahmad Syafii Maarif sebagai kelompok yang
berpengetahuan, punya kebijakan dan kearifan untuk membaca fenomena alam dan
masyarakat. Mereka ingin membawa masyarakat secara bijak dan arif menuju suatu
cita-cita yang sepenuhnya manusiawi, tetapi dengan landasan etik transendental
yang kokoh dan universal.

2. Pemikiran Islam Djohan Effendi


Pergulatan pemikiran Islam Ahmad Syafii Maarif tidak begitu tampak pada
Djohan Effendi. Kecenderungan pemikiran Islam Djohan Effendi agak terkonsentrasi
pada aspek dalam. Dari kelembagaan Islam. Apa yang di maksudkan dengan

aspek dalam itu adalah aspek pemikiran teologi dan sufistik Islam. Besar
kemungkinan terkonsentrasikannya pemikiran Djohan Effendi pada aspek dalam
dari kelembagaan Islam terjadi karena adanya transformasi spiritual dalam diri
Djohan Effendi. Gejala ini dapat di dekati dari pilihan-pilihan ke cenderungan Djohan
Effendi terhadap ide-ide dan gagasan Iqbal dalam tulisannya tentang konsepsi
manusia menurut Iqbal, Djohan Effendi memilih tema-tema yang menguak mitos
tentang manusia dari gagasan Iqbal. Misalnya Djohan Effendi menguraikan
intepretasi Iqbal tentang Adam yang menyataka bahwa Adam adalah mitos, bahkan
Legenda. Dengan demikian Adam hanya merupakan simbol dari lahirnya era baru
kemanusiaan.
Obsesi pemikiran Djohan Effendi tergambar pada usahanya memperteguh
posisi manusia dalam pergulatannya dengan Tuhan dan alam. Dan melalui obsesi ini
pula yang mendorong Djohan Effendi untuk lebih cenderung untuk mengartikulasika
pemikiran-pemikiran Islam dalam bentuk diskusi teologis ataupun sufisme Islam.
usahanya mendiskusikan gagasan bahwa manusia lebih menjadi partner
Allah, di bandingkan dengan hanya sebagai hamba yang menyembah kepadanya.
Dan untuk itulah Djohan Effendi terpanggil untuk menulis sekitar gagasan takdir,
yang merupakan problema fundamental manusia dalam konsepsi agama maupun
filsafat. Lewat pembicaraannya tentang takdir ini, Djohan Effendi membuka peluang
untuk membebaskan manusia dari belenggu konsepsi tentang dirinya, yang selama
ini di anggap menekan.
Dari segi inilah id-ide bersesuaikan dengan tradisi pemikiran tasawuf.
Djohan Effendi tampak akrab dengan tasawuf,Di samping karena transformasi
spiritual yang di alaminya, juga lebih karena di dorong oleh obsesinya untuk
membebaskan manusia. Lewat tasawuf yang menekankan dimensi kedalaman

keberagamaan, manusia di bebaskan dari belenggu abdi. Hubungan cinta antara


Asyik dan sang masyuk melambangkan trasformasi posisi manusia dari seorang
hamba yang menyembah, menjadi partner yang saling membutuhkan. Posisi
manusia berhadapan dengan Tuhan menjadi relatif sejajar : antara kekasih dengan
kekasih. Dalam perspektif ini pula Djohan Effendi berbicara tentang takdir . Konsep
takdir yang sebelumnya menggambarkan kepasrahan manusia

atas kehendak

Tuhan, Justru di jadikan ajang eksperimen pemikirannya utuk menyatakan posisi


manusia sebagai partner Tuhan.
Menurut Djohan Effendi manusia menjadi partner Tuhan karena di dorong
oleh rasa tanggug jawab sebagai khalifah Allah. Lewat konsep faqaddaruhu, konsep
tanggung jawab manusia di arahkan pada pengertian bahwa Tuhan menganugrahi
daerah tertentu dalam mana dia mampu membuat kemajuan. Faqaddaruhu, di
artikan oleh Djohan Effendi sebagai adanya kemampuan dan kemungkinan kreatif
bagi manusia. Dari sinilah takdir bagi manusia menjadi bersifat khusus.
Kekhususannya ialah bahwa hubungan manusia dengan takdir mengandung nsur
ikhtiari.

Djohan Effendi mengartikan konsep ikhtiari ini sebagai sifat keaktifan


manusia dalam hubungannya dengan takdir. Hubungan aktif ini di lahirkan dalam
gairah manusia untuk tidak sekedar hidup secara alamiah, melainkan hidup secara
manusiawi, yang tidak sekedar menerima apa adanya, melainkan berusaha
mengubah dan memperbaiki kehidupan diri dan lingkungannya. Dengan dan dalam
hubungan aktif itulah terletak peranan manusia sebagi khalifah Allah di muka bumi.
Dan lewat tanggung jawab yang bersamaan dengan kebebasannya, serata

posisinya sebagai kalifah

Allah, manusia berhasil mendasari logika keagamaan

bahwa manusia adalah partner Allah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kiranya tidak keliru manakala kami berkata bahwa modernisme Islam
merupakan aliran baru dalam Islam yang merefleksi, memperbaiki krisis
kemanusiaan yang universal.
Jadi titik tolak mdernisme Islam ialah realitas manusia yang konkret itu,
khususnya manusia yang mengalami berbagai krisis hidup. Para tokoh

modernisme Islam mencari sumber-sumber dasar yang mendukung perjuangan


untuk mengubah krisis hidup ini. Misalnya, Ahmad Syafii Maarif menekankan
bahwa umat manusia Islam harus aktif untuk memecahkan persoalan-persoalan
umat manusia modern.
B. Saran
Demikian makalah ini yang dapat kami buat, sebagai manusia biasa
kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangannya, untuk itu kritik dan saran yang bersifat
konstruktif amat sangat kami harapkan demi membangun kesempurnaan
makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita
semua. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
1. Effendi, Djohan
1985 pengantar ke pemikiran Iqbal, Bandung : Mizan
1985 Adam, Khudi, dan insan Kamil : pandangan Iqbal tentang manusia,
Da1m M. Dawam Rahardjo, ( ed ), Insan Kamil : konsepsi manusia menurut
Islam, Jakarta : pers.
1984 keterbatasan, kebebasan dan tanggung jawab manusia, sebuah
tinjauan tentang masalah takdir dari perspektif teologi Islam, dalam prisma,
No. Ekstra
2. Fachry, Ali
1986 Merabah jalan baru Islam, Rekonstruksi pemikiran Islam masa orde
baru, Bandung : Mizan
3. Maarif, Ahmad Safii
1983 Islam, politik dan demokrasi Indonesia, dalam bosco carvallo dan
dasrisal ( ed ), aspirasi umat Islam Indonesia, jakarta : Leppenas
---- Islam dan masa depan Indonesia, dalam panji masyarakat, No. 481

You might also like