You are on page 1of 18

Meningitis Tuberkulosa

Kevina suwandi
102012001/A3
proud_of_you16@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510
Pendahuluan
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama
di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Meningitis adalah
infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater, arakhnoid, dan dalam
derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang
superfisial. Dibandingkan dengan jenis-jenis tuberkulosa lain, meningitis tuberkulosa
paling banyak menyebabkan kematian. Jumlah penderita meningitis tuberkulosa
kurang lebih sebanding dengan prevalensi infeksi oleh mikobakterium tuberkulosa
pada umumnya. Dibandingkan dengan meningitis bakterial akut maka perjalanan
penyakit lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam CSS tidak begitu hebat.1,2
Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi
tuberculosis primer. Secara histologik meningitis tuberculosis merupakan meningoensefalitis (tuberkulosa) dimana terjadi invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf
pusat.1
Anatomi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh meningea yang melindungi struktur
saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan, yaitu cairan
serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan.2
a.

Lapisan luar (Dura mater)


Dura terdiri dari dua lapisan jaringan ikat yang padat dan keras. Lapisan luar

yang melapisi tengkorak berfungsi sebagai periosteum dan secara kuat melekat pada
tulang. Dan lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar merupakan selaput otak
yang sebenarnya dan menghadap rongga subdural yang sangat sempit untuk
membentuk bagian-bagian falx serebri, tentorium serebeli dan diafragma sellae.2

b.

Lapisan tengah (Arakhnoid)

Merupakan selaput yang halus tetapi kuat yang memisahkan pia mater dari dura mater
terdiri dari membrane selular luar dan lapisan jaringan ikat dalam. Membentuk sebuah
kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi susunan saraf pusat. Ruangan
diantara dura mater dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan
jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan
vena yang menghubungkan system otak dengan mening serta dipenuhi oleh cairan
serebrospinal.2
c.

Lapisan dalam (Pia mater)

Merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah
ke otak dalam jumlah yang banyak dan menyelipkan dirinya ke dalam celah yang ada
pada otak dan sum-sum tulang belakang.2
Anamnesis
Anamnesis pada meningitis meliputi keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga,dan psikososial.2
Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alasan pasien meminta pertolongan kesehatan adalah
suhu badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
Pada skenario diketahui seorang laki-laki usia 68 tahun diantar oleh
keluarganya dengan keluhan sakit kepala yang semakin memberat dan demam sejak 2
minggu yang lalu.2
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis
kuman penyebab. Di sini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul
seperti kapan mulai terjadinya serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada
pengkajian klien dengan meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan
dengan akibat infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Keluhan tersebut di
antaranya sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala
dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen.
Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit. Keluhan kejang

perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana


sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan
apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis
bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula
respons individu terhadap proses fisiologis. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan
koma. Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani
perawatan di RS, pernahkah menjalani tindakan invasif yang memungkinkan
masuknya kuman ke meningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.2
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya
huhungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien
mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit
dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya
pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.2
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada pasien terutama jika ada
keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti tuberkulosis yang
sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulosa. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat kortikosteroid,
pemakaian jenis-jenis antibiotik dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian
antibiotik) dapat menambah komprehensifnya pengkajian. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.2
Pada scenario,dijelaskan bahwa pasien tersebut mempunyai riwayat batuk
lama selama 3 bulan dan tidak rutin minum obat.
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Riwayat Penyakit Keluarga juga penting peranannya, dimana riwayat penyakit
ini ditanyakan untuk mengetahui apakah di keluarga tersebut ada yang pernah
mengalami gejala penyakit yang sama atau mungkin factor resiko yang dapat

menyebabkan. Beberapa penyakit tertentu menunjukkan faktor genetik juga


berpengaruh pada penyakit yang diderita anggota keluarga. 2
Riwayat SosioEkonomi
Pada riwayat sosioekonomi perlu ditanyakan suasana, kebersihan tempat
tinggal pasien. Ditanyakan pula pekerjaan dan kesibukan pasien sehari-hari. Perlu
ditanyakan pula hobi dan kebiasaan pasien.2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik penting dilakukan untuk menegakkan diagnosis bersama
dengan anamnesis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dilakukan
adalah pengecekan tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan,dan tekanan darah) dan
pemeriksaan neurologis. Penting juga pencatatan antropometri untuk mengetahui
keadaan normal pasien.2
Berikut adalah pemeriksaan neurologis yang dapat dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis:2
Pemeriksaan Kesadaran, Antropometri dan TTV
Pada saat pasien datang kita melihat bagaimana keadaan umum dan kesadaran
pasien, berikut merupakan tingkatan kesadaran pasien: 2
1. Compos Mentis : Sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun
terhadap lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa
dengan baik.
2. Apatis : kurang memberikan respon terhadap sekelilingnya atau bersifat
acuh tak acuh terhadap sekelilingnya.
3. Delirium: penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur
bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi
dan meronta-ronta.
4. Somnolen : keadaan mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila
dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali.
5. Sopor : keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan
dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak
terbangun sempurna dan tidak dapat membrikan jawaban verbal yang baik.
6. Coma : tidak sadar, dan tidak ada reaksi terhadap rangsangan apapun juga.

Setelah itu kita mengukur antopometri (berat dan tinggi badan pasien, serta
lingkar lengan atas) ,pemeriksaan TTV, dan pemeriksaan tanda rangsang meningeal
o Berat dan tinggi badan
o Lingkar lengan atas
o Tanda-tanda vital (TTV) :

Suhu

Tekanan darah

Tekanan nadi

Frekuensi pernafasan

Pada scenario diketahui Tekanan darah: 110/70, tekanan nadi 90x per menit,
frekuensi pernafasan 20x per menit dan suhu 37,4oC
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang, tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala
pasien. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai
dada. Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk
kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat
ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat kepala tidak dapat ditekuk, melah
sering kepala terkedik ke belakang. Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai
dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.
Hasil pada skenario: Kaku kuduk (+)
b. Pemeriksaan Tanda Kernig
Penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul
sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada
persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135
derajat, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri
sebelum mencapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda kernig positip.
c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinskis neck sign)

Tangan ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan
kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. Bila tanda brudzinski
positip, maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai. Sebaiknya perlu
diperhatikan apakah
d. Pemeriksaan Tanda brudzinski II (Brudzinskis contralateral leg sign)
Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada persendian
panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Bila
tungkai yang satu ini ikut pula terfleksi, maka disebut tanda Brudzinski II positip.
Sebagai halnya dalam memeriksa adanya tanda brudzinski I, perlu diperhatikan
terlebih dahulu apakah terdapat kelumpuhan pada tungkai.
Pemeriksaan Saraf Kranial
Pada tubuh kita didapat 12 nervus yang masing-masing mempunyai fungsi
yang sangat penting. Setiap nervus memegang peranannya masing-masing. Tetapi
pada pemeriksaan fisik untuk meningitis kita hanya memerlukan pemeriskaan saraf
kranial N.III,, IV, VI, VII, dan XII.
Sebelumnya pemeriksa menginspeksi mata pasien, apakah terdapat ptosis,
anemis atau kuning. Selanjutnya pemeriksaan untuk N.III, IV dan VI pemeriksa
memperhatikan kelopak mata pasien

kemudian pasien diminta untuk mengikuti

gerakan jari yang diberikan oleh pemeriksa dengan matanya membentuk huruf H,
pemeriksa melihat apakah gerakan mata pasien mulus tidak ada jerky juga nigtasmus?
Pemeriksa juga menanyakan pada pasien, apakah ada diplopia (penglihatan ganda).
Pemeriksaan N.VII, pasien diminta untuk mengangkat alis dan mengerutkan
dahi. Pasien juga diminta untuk menutup mata dan pemeriksa melihat apakah mata
pasien dapat menutup sempurna atau ada bagian yang terbuka. Pemeriksaan lainnya
pasien diminta untuk menyeringai, mecucurkan bibir dan mengembungkan pipi.
Pemeriksaan N.XII, pasien diminta untuk menjulurkan lidah, lihat lidah pasien
apa ada fasikulasi, tremor, deviasi. Pasien juga diminta untuk menggembungkan pipi
dan mendorong sisi pipi dalam pipi bagian kiri dan kanan dengan lidah.

Pemeriksaan penunjang
1.

Pemeriksaan cairan otak


Merupakan

kunci

diagnosis

untuk

meningitis

tuberkulosis.

Cairan

serebrospinal pada meningitis tuberkulosis jernih, tidak berwarna, dan bila


didiamkan akan membentuk cob web atau pellicle atau sarang laba-laba.
Tekanan sedikit meninggi dan jumlah sel kurang dari 500/ mm3 dengan dominan
limfosit. Protein meninggi sampai 200mg% dan kadar glukosa menurun sampai
dibawah 40mg%.3
Gambaran LCS pada meningitis TB :

2.

Warna jernih / xantokrom


Jumlah Sel meningkat MN > PMN
Limfositer
Protein meningkat
Glukosa menurun <50 % kadar glukosa darah
Pemeriksaan darah rutin
Darah perifer lengkap, gula darah dan elektrolit. Selain itu perlu diperiksa juga

jumlah dan hitung jenis leukosit serta peningkatan laju endap darah (LED).3
3.

Tes tuberkulin
Pemberian tuberkulin intradermal sebanyak 0,1 cc atau tes Mantoux berguna
untuk diagnosis, terutama pada anak.3

4.

Tuberkel koroid
Tuberkel koroid menandakan suatu proses tuberkulosis lanjut. Nampak
sebagai fokus eksudat putih keabuan dibawah pembuluh darah retina.3

5.

Pemeriksaan radiologik
-

Foto Thorak
Hampir sebagian besar penderita meningitis tuberkulosis akan menunjukkan
gambaran radiologik sesuai untuk suatu tuberkulosis.

Foto tengkorak
Pada stadium akut meningitis tuberkulosis tidak akan menjumpai kelainan
pada foto tengkorak. Pelebaran sutura menandakan suatu peninggian tekanan
intrakranial.

Pemeriksaan CT Scan
Dapat digunakan untuk diagnosis meningitis tuberkulosis, kelainan yang
nampak adalah :

Tuberkuloma, dapat mengalami perkapuran dan kadang terlihat suatu


mass effect

Hidrosefalus, terlihat dari pelebaran ventrikel.

Gambaran penyerapan abnormal dari kontras pada sisterna basalis.

Infark

Angiografi
Pada fase akut meningitis tuberkulosis dapat dijumpai kelainan pembuluh
darah berupa penyempitan segmental arteri pada daerah basis otak.
Penyempitan ini terjadi akibat arteritis atau kompresi mekanik oleh eksudat
kental.

Elektroensefalografi
Dijumpai gambaran EEG abnormal berupa perlambatan difus, bentuk
sinusoidal, teratur dengan aktivitas gelombang delta voltase tinggi. Selain itu
dapat memperlihatkan terdapatnya lesi fokal sesuai dengan lesi infark atau
fokus epileptik.

Diagnosis Kerja
Pada scenario seorang laki-laki usia usia 68 tahun datang ke rumah sakit
diantar oleh keluarganya dengan keluhan sakit kepala berat dan demam sejak 2
minggu yang lalu. Keluarga pasien juga mengeluh pasien menjadi sering mengantuk
dan tidak nafsu makan. Pasien mempunyai riwayat batuk lama selama 3 bulan dan
tidak rutin minum obat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah 110/70 mmHg,tekanan nadi
90x per menit,frekuensi pernapasan 20x per menit dan suhu 37,4oC,Kaku kuduk (+)

Menurut anamnesis dan pemeriksaan fisik,pasien diduga menderita meningitis


tuberculosis.
Diagnosis Banding
1. Meningitis limfositik (virus) akut
Sebagian besar kasus meningitis limfositik akut disebabkan oleh virus.
Berbeda dengan meningitis bakterialis, kebanyakan kasus meningitis virus
bersifat swasirna, dan pasien umumnya memiliki prognosis yang lebih baik.
Meningitis dapat terjadi dalam perjalanan setiap infeksi virus. Pada beberapa
kasus, meningitis virus berkaitan dengan infeksi pada parenkim (ensefalitis),
tetapi meningitis biasanya adalah manifestasi satu-satunya infeksi SSP.
Penyebab penting adalah echovirus, coxsackievirus, virus gondongan, dan
virus imunodefisiensi manusia (HIV). 4
Gambaran klinis pada meningitis virus serupa dengan yang ditemukan pada
meningitis bakterialis akut, tetapi biasanya lebih ringan. CSS mengandung
banyak limfosit. Konsentrasi protein CSS biasanya meningkat sedang, tetapi
berbeda dengan meningitis bakterialis akut, kadar glukosa CSS biasanya
normal. 4
2. Meningitis bacterial
Kebanyakan kasus meningitis bacterial disebabkan oleh infeksi meningen oleh
satu dari tiga organism berikut: 4,5
C Neisseria meningitides (meningokokus),
C Haemophilus influenza (tipe b) (jarang, terjadi setelah vaksinasi),
C Streptococcus pneumonia (pneumokokus).
Organisme lainnya, terutama mycobacterium tuberculosis, dapat ditemukan
pada kelompok berisiko yang spesifik, misalnya pasien immunocompromised.
Epidemiologi
Di negera maju, insidensi meningitis bacterial adalah 5-10 per 100.000 per
tahun.
Gambaran klinis
Umumnnya terdapat nyeri kepala hebat disertai nyeri dan kekakuan pada leher
dan punggung, muntah, serta fotofobia. Kecepatan onset nyeri kepala cukup
cepat (menit hingga jam), walaupun umumnnya tidak mendadak seperti

pendarahan subaracnoid. Pasien dapat mengalami penurunan kesadaran dan


kejang. 4
Pemeriksaan umum menunjukkan tanda infeksi seperti demam, takikardia,
syok, dan kadang adanya bukti sumber infeksi primer (misalnya pneumonia,
endokarditis, sinusitis, otitis media). Sebagian besar kasus meningitis
meningokokal akan disertai kemerahan, biasanya berupa petekie atau purpura.
4

Tanda-tanda neurologis meliputi:

Meningismus bukti iritasi meningen, kaku kuduk saat leher difleksikan,

tangisan bayi yang bernada tinggi/ meningeal cry, tanda kernig.


Penurunan tingkat kesadaran,
Peningkatan tekanan intracranial edema papil, fontanel (ubun-ubun) menonjol

pada bayi.
Palsi nervus kranialis dan tanda neurologis fokal lainnya.

Etiologi
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh mikobakterium tuberkulos jenis
hominis, jarang oleh jenis bovinum atau aves. Mycobacterium tuberculosis tipe
human merupakan basilus tahan asam yang merupakan penyebab pathogen yang
banyak menginfeksi sistem nervus. Penyakit ini terdapat pada penduduk dengan
keadaan sosio-ekonomi rendah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari,
perumahan tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal atau tidur
berdesakan, kekurangan gizi, kebersihan yang buruk. Factor suku atau ras, kurang
atau tidak mendapat fasilitas imunisasi. 2
Patofisiologi
Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke
meningen. Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk
lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi
primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi
keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil
dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak) akibat trauma atau proses
imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid. Meningitis TB biasanya terjadi
36 bulan setelah infeksi primer.5
Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebro spinal dalam bentuk kolonisasi
dari nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid, parenkim otak,

atau selaput meningen.Kerusakan lapisan dura dapat disebabkan oleh fraktur , paska
bedah saraf, injeksi steroid secara epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing
seperti implan koklear, VP shunt, dll. Sering juga kolonisasi organisme pada kulit
dapat menyebabkan meningitis. Walaupun meningitis dikatakan sebagai peradangan
selaput meningen, kerusakan meningen dapat berasal dari infeksi yang dapat
berakibat edema otak, penyumbatan vena dan memblok aliran cairan serebrospinal
yang dapat berakhir dengan hidrosefalus, peningkatan intrakranial, dan herniasi5
Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa
BTA masuk tubuh

Tersering melalui inhalasi


Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / focus infeksi lain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif / dormain


Bila daya tahan tubuh menurun

Rupture tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS
Epidemiologi
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan
mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB
terjadi setiap 300 TB primer yang tidak diobati. CDC melaporkan pada tahun 1990
morbiditas meningitis TB 6,2% dari TB ekstrapulmonal. Insiden meningitis TB
sebanding dengan TB primer, umumnya bergantung pada status sosio-ekonomi,
higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik yang menentukan respon
imun seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya infeksi TB adalah malnutrisi,
penggunaan kortikosteroid, keganasan, cedera kepala, infeksi HIV dan diabetes

melitus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih sering dibanding
dengan dewasa terutama pada 5 tahun pertama kehidupan. Jarang ditemukan pada
usia dibawah 6 bulan dan hampir tidak pernah ditemukan pada usia dibawah 3 bulan.5
Manifestasi Klinis
Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita. Faktorfaktor yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan
perubahan patologi yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis TB muncul
perlahan-lahan dalam waktu beberapa minggu.5
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk
dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya
otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam
sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran
menurun.tanda Kernigs dan Brudzinsky positif.

Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta
virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang
tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita
merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta
penglihatan menjadi kurang jelas.5
Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel
muncul bercak pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan,
badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat
gerakan tidak beraturan.5
Gejala meningitis meliputi :5

Gejala infeksi akut

Panas
Nafsu makan tidak ada
Anak lesu
Gejala kenaikan tekanan intracranial
Kesadaran menurun
Kejang-kejang
Ubun-ubun besar menonjol
Gejala rangsangan meningeal
kaku kuduk
Kernig
Brudzinky I dan II positif

Gejala klinis meningitis tuberkulosa dapat dibagi dalam 3 stadium :2


Stadium I : Stadium awal
Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise,
demam, anoreksia
Stadium II : Intermediate
Gejala menjadi lebih jelas
Mengantuk, kejang,
Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III dan
N.VII, gerakan involunter
Hidrosefalus, papil edema
Stadium III : Advanced
Penurunan kesadaran
Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi
Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah:3
- Hidrosefalus
Hidrosefalus merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi dari meningitis
tuberkulosa dan dapat saja terjadi walaupun telah mendapat terapi dengan respon
yang baik. Hampir selalu terjadi pada penderita yang bertahan hidup lebih dari 4-6
minggu. Hidrosefalus sering menimbulkan kebutaan dan dapat menjadi penyebab
kematian yang lambat. Perluasan inflamasi pada sisterna basal menyebabkan
gangguan absorpsi CSS sehingga menyebabkan hidrosefalus komunikans dan dapat
pula terjadi hidrosefalus obstruksi (hidrosefalus non komunikans) akibat dari oklusi
aquaduktus oleh eksudat yang mengelilingi batang otak, edema pada mesensefalon
atau adanya tuberkuloma pada batang otak atau akibat oklusi foramen Luschka oleh
eksudat.

Hidrosefalus komunikans dan non komunikans dapat terjadi pada meningitis


tuberkulosa. Adanya blok pada sisterna basalis terutama pada sisterna pontis dan
interpedunkularis oleh eksudat tuberkulosis yang kental menyebabkan gangguan
penyerapan CSS sehingga menyebabkan hidrosefalus komunikans. Gejalanya antara
lain ialah ataksia, inkontinensia urin dan demensia. Dapat juga terjadi hidrosefalus
non komunikans (obstruktif) akibat penyumbatan akuaduktus atau foramen Luschka
oleh eksudat yang kental. Gejala klinisnya ialah adanya tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial seperti penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntah, papiledema,
refleks patologis (+) dan parese N VI bilateral.
- Epilepsi
- Buta karena atrofi N.II
Dapat terjadi dengan gangguan visual yang bervariasi sampai buta total
- Kelumpuhan otot yang dipersarafi N.III,N.IV dan N.VI
- Hemiparesis

Penatalaksanaan
Terapi Farmakologis yang dapat diberikan pada meningitis TB berupa:4

Rifampicin ( R )
Efek samping : Hepatotoksik
INH ( H )
Efek samping : Hepatotoksik, defisiensi vitamin B6
Pyrazinamid ( Z )
Efek samping : Hepatotoksik
Streptomycin ( S )
Efek samping : Gangguan pendengaran dan vestibuler
Ethambutol ( E )
Efek samping : Neuritis optika
Regimen : RHZE / RHZS
Nama Obat

DOSIS

INH

Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari


+ piridoksin 50 mg/hari

Anak : 20 mg/kgBB/hari

Streptomisin

20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan

Etambutol

25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertama


Dilanjutkan 15 mg/kgBB/hari

Rifampisin

Dewasa : 600 mg/hari

Anak

10-20

mh/kgBB/hari
Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan
deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan
antara araknoid dan otak.
Steroid diberikan untuk:

Menghambat reaksi inflamasi

Mencegah komplikasi infeksi

Menurunkan edema serebri

Mencegah perlekatan arachnoid pada jaringan otak

Mencegah arteritis/infark otak

Indikasi Steroid :

Kesadaran menurun
Defisit neurologist fokal

Dosis steroid :
Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2
minggu selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.
Bagan Penatalaksanaan Meningitis4
Jika dijumpai tanda klinis meliputi :
1) Panas
2) Kejang
3) Tanda rangsang meningeal
4) Penurunan kesadaran

Cari tanda kenaikan tekanan intra cranial :

1) Mual muntah hebat


2) Nyeri kepala
3) Ubun-ubun cembung (anak)

Prognosis
Prognosis meningitis tuberkulosa lebih baik sekiranya didiagnosa dan diterapi
seawal mungkin. Sekitar 15% penderita meningitis nonmeningococcal akan dijumpai
gejala sisanya. Secara umumnya, penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh
dengan cacat motorik atau mental atau meninggal tergantung : 2

o umur penderita.
o Jenis kuman penyebab
o Berat ringan infeksi
o Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
o Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
Kesimpulan
Meningitis Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada
meningitis tuberculosis terdapat 3 stadium yaitu stadium 1 dengan gejala apatis,
iritabilitas, nyeri kepala, malaise, demam, anoreksia. Stadium 2 dengan gejala
mengantuk,kejang,hemiparesis,paresis

saraf

kranial,gerakan

involunter,hidrosefalus,papil edema.Sedangkan pada stadium 3 terdapat gejala


penurunan kesadaran,disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi .
Pada pemeriksaan fisik biasa didapatkan kaku kuduk (+),kernig (+),brudzinski (+).
Meningitis tuberkulosis dapat diobati dengan obat anti tuberkulosis yaitu
INH,Rifampicin,Pirazinamid,Etambutol kemudian dapat diberikan steroid seperti
deksametason

untuk

Menghambat

reaksi

inflamasi

mencegah

komplikasi

infeksi,menurunkan edema serebri,mencegah perlekatan arachnoid pada jaringan


otak,mencegah arteritis/infark otak

Daftar Pustaka
1. Lumbantobing SM. Neurologi klinik : pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:
FKUI,2013, h. 5-6, 17-20.
2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. dalam : at a glance anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h.1-17.
3. Harsono. Kapita selekta neurologi.Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press;2007. H 165-7
4. Aditama Y. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006.
5. Koppel BS. Bacterial, Fungal,& Parasitic infections of the Nervous System in
Current Diagnosis and Treatment Neurology. USA; The McGraw-Hill
Companies. 2007. p403-8, p421-3.

You might also like