Professional Documents
Culture Documents
: DITA PURNAMASARI
NIM
: 1011114028
RUANG
: DAHLIA
LAPORAN PENDAHULUAN
HERNIA
A. Pengertian
Hernia adalah penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui
defek atau bagian lemah dari lapisan dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004).
Hernia adalah proporsi abnormal organ jaringan atau bagian organ melalui
stuktur yang secara normal berisi bagian ini. Hernia paling sering terjadi pada rongga
abdomen sebagai akibat dari kelemahan muskular abdomen konginental atau didapat
(Ester, 2004).
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya
yang normal melalui sebuah defek kongenital atau yang didapat (Long, 2002).
B. Etiologi
a.
Umur
Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun
wanita. Pada Anak anak penyakit ini disebabkan karena kurang sempurnanya
procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis. Pada orang
dewasa khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan oleh melemahnya
jaringan penyangga usus atau karena adanya penyakit yang menyebabkan
peningkatan tekanan dalam rongga perut .
b.
Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki laki biasanya adalah jenis hernia
Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah
selangkangan, hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat reproduksi.
Penyebab lain kaum adam lebih banyak terkena penyakit ini disebabkan karena
1
faktor profesi, yaitu pada buruh angkat atau buruh pabrik. Profesi buruh yang
sebagian besar pekerjaannya mengandalkan kekuatan otot mengakibatkan adanya
peningkatan tekanan dalam rongga perut sehingga menekan isi hernia keluar dari
otot yang lemah tersebut
c.
Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada
kondisi tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau
pembesaran prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi kronis
dan lain-lain. Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada
abdomen yang dapat menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang lemah.
d.
Keturunan
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia.
e.
Obesitas
Berat badan yang berlebihan menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh,
termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia. Peningkatan
tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya penonjolan organ melalui
dinding organ yang lemah.
f.
Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi
tekanan lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya
hernia.
g.
Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan yang
membutuhkan daya
fisik dapat
Kelahiran prematur
Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal daripada
bayi yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum sempurna,
2
sehingga memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau usus melalui
kanalis inguinalis tersebut. Apabila seseorang pernah terkena hernia, besar
kemungkinan ia akan mengalaminya lagi.(Giri Made Kusala, 2009).
C. Jenis- jenis Hernia
a. Hernia hiatal
Kondisi di mana kerongkongan (pipa tenggorokan) turun, melewati
diafragma melalui celah yang disebut hiatus sehingga sebagian perut menonjol ke
dada (toraks).
b. Hernia epigastrik
Terjadi di antara pusar dan bagian bawah tulang rusuk di garis tengah
perut. Hernia epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan jarang yang
berisi usus. Terbentuk di bagian dinding perut yang relatif lemah, hernia ini sering
menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat didorong kembali ke dalam perut ketika
pertama kali ditemukan.
c. Hernia umbilikal
Berkembang di dalam dan sekitar umbilikus (pusar) yang disebabkan
bukaan pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum kelahiran, tidak
menutup sepenuhnya.
d. Hernia inguinalis
Merupakan hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan
di selangkangan atau skrotum. Hernia inguinalis terjadi ketika dinding abdomen
berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah. Hernia tipe ini
lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
e. Hernia femoralis
Hernia ini muncul sebagai tonjolan di pangkal paha. Tipe ini lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
f. Hernia insisional
Hernia ini dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia ini
muncul sebagai tonjolan di sekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar
tidak menutup sepenuhnya.
3
D. Patofisiologi
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan
tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air
besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus ke daerah otot
abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan
menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis
atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau
terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal,
kemudian terjadi hernia. Karena organ organ selalu saja melakukan pekerjaan yang
berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan
yang mengakibatkan kerusakan yang sangat parah. Sehingga akhirnya menyebabkan
kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan.
E. Manifestasi klinik
a.
b.
c.
d.
Berupa benjolan
Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi
Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang berisi
kandung kencing
F. Penatalaksanaan medis
a. Secara konservatif (non operatif)
Reposisi hernia
Hernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung dengan tangan
Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara,
misalnya pemakaian korset
b. Secara operatif
Hernioplasti
Memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah, hernioplasti sering
Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini dilakukan pada klien
dengan hernia yang sudah nekrosis
G. Fokus Keperawatan
1. Pengkajian
a.
Aktivitas/istirahat
Tanda dan gejala: Atropi otot, gangguan dalam berjalan, riwayat pekerjaan
yang perlu mengangkat benda berat, duduk dalam waktu lama.
b. Eliminasi
Gejala: Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi adanya inkontinensia
atau retensi urin.
c.
Integritas ego
Tanda dan gejala: Cemas, depresi, menghindar ketakutan akan timbulnya
paralisis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
d. Neuro sensori
Tanda dan gejala: Penurunan reflek tendon dalam kelemahan otot hipotonia,
nyeri tekan, kesemutan, ketakutan kelemahan dari tangan dan kaki.
e.
f.
Keamanan
Gejala: adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi.
spasme otot
Kriteria hasil:
Intervensi:
1) Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi lamanya serangan, faktor
pencetus atau yang memperberat
Rasional: Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan
dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap terapi
2) Pertahankan tirah baring selama fase akut letakkan pasien pada posisi
semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan
fleksi, posisi terlentang dengan atau tanpa meninggikan kepala 10-30
derajat pada posisi lateral
Rasional: Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan
pasien untuk menurunkan spasme otot menurunkan penekanan pada
bagian tubuh tertentu dan memfasilitasi terjadinya reduksi dari
tonjolan discus.
3) Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan
Rasional: Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang dapat
menghilangkan spasme otot dan menurunkan edema dan tekanan pada
struktur sekitar discus intervertebralis.
4) Instruksikan pada pasien untuk melakukan teknik relaksasi atau
visualisasi
Rasional: Memfokuskan perhatian klien membantu menurunkan
tegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan.
5) Kolaborasi dalam pemberian terapi
Rasional: Intervensi cepat dan mempercepat proses penyembuhan.
b. Koping individu tidak efektif (ansietas) sehubungan dengan krisis
situasional, perubahan status kesehatan
Kriteria hasil:
Mengkaji
situasi
terbaru
dengan
akurat
mendemonstrasikan
Intervensi:
1)
Mengidentifikasi
keterampilan
untuk
mengatasi
keadaannya sekarang.
2)
3)
4)
c.
Intervensi:
1)
2)
Immobilitas
tang
dipaksakan
dapat
memperbesar
5)
Intervensi:
1) Tentukan kebutuhan kalori harian yang adekuat, kolaborasi dengan
ahli gizi.
Rasional:
Mencukupi
kalori
sesuai
kebutuhan,
memudahkan
Intervensi:
1) Lakukan penilaian terhadap fungsi neurologist secara periodik
Rasional: Penurunan atau perubahan mungkin mencerminkan resolusi
edema, inflamasi sekunder.
2) Pertahankan pasien dalam posisi terlentang sempurna selama beberapa
jam
Rasional: Penekanan pada daerah operasi dapat menurunkan resiko
hematoma.
3) Pantau tanda-tanda vital catat kehangatan, pengisian kapiler
Rasional: Perubahan kecepatan nadi mencerminkan hipovolemi akibat
kehilangan darah, pembatasan pemasukan oral mual, muntah.
4) Kolaborasi dalam pemberian cairan atau darah sesuai indikasi
Rasional: Terapi cairan pengganti tergantung pada derajat hipovolemi.
DAFTAR PUSTAKA
Long, Barbara C. (2002). Perawat Medical Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II. Media Aesculapius
FKUI: Jakarta
10
Poppy Kumala, dkk. (2005). Kamus Saku Kedokteran Dorland. EGC: Jakarta
R. Sjamsuhidayat & Wim, D.J. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta
11