You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

Disseminated Intravascular Coagulation memiliki karakteristik dengan


meningkatnya aktivasi dari sistem koagulasi, yang memberikan pengaruh pada
formasi fibrin di dalam intravaskular yang pada akhirnya menyebabkan
penyumbatan dari trombosit pada pembuluh darah kecil maupun sedang.
Koagulasi intravaskular dapat mempengaruhi suplai darah ke organ, dan
berhubungan dengan hemodinamik dan kekacauan metabolik, dan memiliki
kontribusi terhadap kerusakan dari berbagai organ. Pada saat yang sama,
penggunaan dan pengurangan trombosit yang terjadi sesudah itu dan juga
koagulasi protein dari koagulasi yang berlangsung dapat menyebabkan perdarahan
yang hebat. Perdarahan dapat melukiskan gejala pada pasien dengan Disseminated
Intravascular Coagulation, sebuah faktor yang dapat menyulitkan pengambilan
keputusan mengenai terapi yang akan diberikan. 1
Aktivasi sistemik dari koagulasi menyebabkan perubahan deposisi
intravascular dari fibrin dan penipisan jumlah trombosit dan juga factor koagulasi.
Sebagai hasilnya, terjadi trombosis pada pembuluh darah sedang dan kecil, yang
berpengaruh pada kerusakan organ, dan dapat menyebabkan perdarahan hebat. 1
DIC terjadi pada pasien dengan kondisi buruk yang bermanifestasi sebagai
perdarahan yang terjadi pada kulit (purpura) dan jaringan lainnya. Hal tersebut
timbul sebagai komplikasi dari berbagai penyakit serius yang bahkan mengancam
nyawa. Merupakan kelajutan dari peristiwa yang terjadi pada jalur koagulasi. Pada
permulaannya terdapat aktivasi yang tidak terkontrol dari faktor pembekuan pada
pembuluh darah, yang menyebabkan pembekuan darah pada seluruh tubuh.
Penurunan jumlah trombosit tubuh dan faktor koagulasi meningkatkan terjadinya
resiko perdarahan. DIC bukan merupakan suatu diagnosa yang spesifik, tapi
biasanya merupakan indikasi adanya penyakit yang mendasari. 2

BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
DIC adalah sindrom multifaset, sindrom kompleks dimana homeostatik
normal dan sistem fisiologik yang mempertahankan darah agar tetap cair
berubah menjadi sistem yang patologik sehingga terjadi trombi fibrin yang
menyumbat mikrovaskular dari tubuh. System fibrinolitik yang teraktivasi ini
mengakibatkan terjadinya perdarahan yang difus. DIC bukanlah penyakit,
tapi merupakan akibat dari hal lain yang mendasarinya. 3
2. EPIDEMIOLOGI
Kondisi ini lebih terjadi sebagai respon terhadap factor lain dibandingkan
sebagai kondisi primer. Tidak ditemukan factor predisposisi yang
berhubungan dengan umur, jenis kelamin, ataupun ras. 3
3. KLASIFIKASI
Ada sumber yang mengatakan bahwa DIC diklasifikasikan menjadi dua
yaitu DIC akut dan kronik:
DIC akut adalah kelainan perdarahan yang memiliki karakteristik
timbulnya memar atau lebam (ekimosis), perdarahan dari mukosa (seperti
pada mukosa bibir atau genital), dan penurunan jumlah trombosit dan factor
pembekuan di dalam darah. Purpura Fulminan adalah bentuk fatal yang
terjadi cepat dan berbahaya dari DIC akut.
DIC kronik mempengaruhi formasi bekuan darah di pembuluh darah
(tromboembolism). Faktor pembekuan dan trombosit dapat berada pada nilai
normal, meningkat, atau bahkan sedikit menurun pada DIC kronik. 2
4. ETIOLOGI
Penyebab DIC dapat dibedakan menjadi penyebab akut atau kronik,
penyebab sistemik atau local. DIC dapat merupakan suatu hasil dari satu atau
lebih kondisi yang terjadi.4,5

Tabel 1. Klasifikasi DIC. 4,5


DIC akut
Infeksi
Bakteri (contohnya sepsis akibat bakteri gram negative, infeksi bakteri

gram positif, rikettsia)


Viral (contohnya HIV, citomegalovirus, varicella, hepatitis)
Fungi (contohnya hitoplasma)
Parasit (contohnya malaria)
Keganasan
Hematologi (contohnya akut mielositik leukemia)
Metastase (contohnya
mucin-secreting adenocarsinoma)
Obstetrik
Solution plasenta
Emboli cairan amnion
Acute fatty liver pada kehamilan
Eklamsia
Trauma
Terbakar
Kecelakaan Lalu Lintas
Terkena racun ular
Tranfusi
Reaksi hemolitik
Transfusi Masif
Penyakit hepar (acute hepatic failure)
Alat Bantu prostate
Shunt (Denver, LeVeen)
Alat Bantu ventrikel
Insufisiensi renal

DIC kronik
Keganasan
Tumor solid
Leukemia
Obstetrik
Intra Uterine Fetal Death yang lama
Penahan produk konsepsi yang lama dalam rahim
Hematologik
Myeloproliveratif syndrome
Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
Giant cavernous haemangioma (Kasabach-Merritt syndrome)
Vaskular
Rheumatoid arthritis
Raynaud Disease
Trombosis vena atau emboli paru
Cardiovaskular myocardial infarction
Penyakit jaringan yang berat

Penyakit ginjal kronik


Inflamasi
Colitis ulseratif
Crohn disease
Sarcoidosis

5. PATOFISIOLOGI
Hemostasis dan pembekuan adalah serangkaian kompleks reaksi yang
engakibatkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan bekuan
trombosit dan fibrin pada tempat cedera. Pembekuan disusul oleh resolusi
atau lisis bekuan dan regenerasi endotel. Pada keadaan homeostasis,
homeostasis dan pembekuan melindungi individu dari perdarahan masif
sekunder akibat trauma. Dalam keadaan abnormal, dapat terjadi perdarahan
atau trombosis, dan penyumbatan cabang-abang vaskuler, yang dapat
mengancam nyawa.
Pada saat cedera, ada tiga proses utama yang bertanggung jawab atas
hemostasis dan pembekuan :
1. vasokonstriksi sementara
2. reaksi trombosit yang terdiri dari adhesi, reaksi pelepasan dan agregasi
trombosit, dan
3. pengaktifan faktor-faktor pembekuan
langkah-langkah permulaan terjadi pada permukaan jaringan yang cedera,
dan reaksi-reaksi selanjutnya terjadi pada permukaan fosfolipid trombosit
yang mengalami agregasi. 3
Patofisiologi dari DIC meliputi dimulainya proses koagulasi melalui
perlukaan pada endotel atau karena perlukaan jaringan yang kemudian
menghasilkan materi prokoagulan dalam bentuk sitokin dan faktor jaringan.
Interleukin 6 dan faktor nekrosis tumor merupakan hal yang paling
mempengaruhi masuknya sitokin ke dalam proses koagulasi dengan melalui

faktor jaringan, dan merupakan faktor yang paling bertanggung jawab dalam
hal kerusakan end organ yang mungkin terjadi. Lebih jauh lagi, pada sepsis,
neutrofil dan produk yang dikeluarkan dapat menaikkan media trombosit
pada formasi fibrin. 4
Dua enzim proteolitik, yakni trombin dan plasmin, bereaksi aktif secara
sistemik.

Keseimbangannya

menentukan

terjadinya

perdarahan

atau

kecenderungan terjadi trombosis. Trombin memecah fibrinogen menjadi


fibrin monomer. Trombin akhirnya memungkinkan aliran koagulasi dan
menyebabkan trombosis pada pembuluh darah kecil dan sedang, yang
hasilnya menyebabkan iskemik organ atau bahkan kerusakan organ.
Mekanisme pengatur dari aliran koagulasi antara lain tissue factor pathway
inhibitor (TFPI), antithrombin III, dan protein C aktif menyebabkan
kerusakan yang luas. Plasmin, salah satu komponen sistem fibrinolitik,
mampu menurunkan fibrin dalam produk degradasi yang terukur. Plasmin
juga merupakan komplemen aktivasi. Plasmin dan trombin mempengaruhi
secara kualitatif dan kuantitatif abnormalitas trombosit. 4
DIC akut memiliki karakteristik adanya perdarahan secara menyeluruh,
yang dapat berupa petekiae hingga perdarahan eksangunasi atau trombosis
mikrosirkulasi dan makrosirkulasi. Hal ini memacu terjadinya hipoperfusi,
infark, dan kerusakan end organ. Pada kasus yang berat, pasien dapat
mengalami demam dan memiliki gejala seperti syok yang ditandai dengan
takikardi, takipneu, dan hipotensi. DIC kronik memiliki karakteristik adanya
perdarahan subakut dan trombosis yang difus. DIC lokal dicirikan dengan
perdarahan atau trombosis yang membatasi suatu lokasi anatomis spesifik. Ini
berhubungan dengan adanya aneurisma aorta, giant hemangioma, dan
hiperakut renal allograft rejection. 4
Defisiensi factor plasma didapat

dikaitkan

dengan

menurunnya

pembentukan factor-faktor pembekuan, seperti yang ditemukan pada penyakit


hati atau defisiensi vitamin K, atau peningkatan penggunaan pada DIC atau
fibrinolisis. 3
Karena hati merupakan tempat utama sintesis factor-faktor II, V, VII, IX,
dan X, maka kerusakan hati yang berat yaitu sirosis akan merubah respon

hemostasis. Terdapat juga penurunan pembersihan hati dari faktor-faktor


pembekuan yang sudah diaktifkan. Selain itu, terdapat gangguan sintesis
faktor-faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K. Hipertensi portal
pada penyakit hati mengakibatkan splenomegali kongestif yang disertai
trombositopenia dan varises esofagus. Keadaan ini, bersama-sama dengan
gangguan pembekuan dapat mengakibatkan perdarahan masif. PT, PTT, dan
masa perdarahan semuanya memanjang. 3
Vitamin K yang diperoleh dari diet dan sintesis bakterial, diperlukan untuk
sintesis faktor-faktor II, VII, IX, dan X. Pada kasus malnutrisi, malabsorpsi,
atau sterilisasi saluran cerna oleh antibiotika, vitamin K berkurang secara
nyata dengan akibat penurunan aktivitas biologis faktor-faktor pembekuan.
Terapi perdarahan berat memerlukan penggantian faktor-faktor pembekuan
dengan plasma beku segar (yang memberikan faktor-faktor II, VII, IX, dan
X), vitamin K parenteral, dan penyembuhan proses penyakit yang
mendasarinya. 3

Gambar 1: patofisiologi DIC


6

6. PATOGENESIS
Sindrom ini diawali dari masuknya materi atau aktivitas prokoagulan ke
dalam sirkulasi darah. Ini dapat ditemukan pada setiap keadaan dimana
tromboplastin jaringan dibebaskan karena terjadi perusakan jaringan, yang
mengawali jalan pembekuan ekstrinsik. Karena plasenta banyak mengandung
tromboplastin jaringan, maka salah satu penyebab DIC yang paling sering
adalah solsio plasenta (pelepasan plasenta yang prematur). Keadaan ini
menyebabkan tertahannya hasil-hasil konsepsi (plasenta, fetus) yang
mengakibatkan nekrosis dan kerusakan jaringan lebih lanjut. Produk-produk
tumor, luka bakar, cedera remuk, dan leukemia promielositik semuanya
menyebabkan pelepasan tromboplastin. Awal jaras intrinsik juga terjadi bila
prokoagulan intrinsik kontak dengan endotel pembuluh yang rusak seperti
pada vaskulitis, sepsis, dan syok. Selama proses pembekuan, trombosit akan
beragregasi dan bersama-sama dengan faktor-faktor pembekuan akan dipakai,
sehingga jumlahnya berkurang. Hasil trombi fibrin dapat atau juga tidak
menyumbat mikrovaskular. Bersamaan dengan ini sistem fibrinolisis
diaktifkan untuk mencairkan trombi fibrin, menghasilkan banyak fibrin, dan
dan produk degradasi fibrinogen, yang mengganggu polimerisasi fibrin dan
fungsi trombosit. Akibatnya terjadi perdarahan difus yang merupakan ciri
khas dari DIC. 3
Nekrosis jaringan, inflamasi, kerusakan trombosit dan sel darah merah,
ataupun kerusakan endothelial yang dipengaruhi oleh antigen-antibodi atau
endotoksin memicu proses koagulasi yang mana pada akhirnya menyebabkan
terbentuknya suatu bekuan. secara simultan, system fibrinolitik juga turut
terpengaruh. Plasmin, protease aktif pada proses fibrinolisis, menurunkan
fibrinogen dan fibrin, memproduksi produk penghancur fibrin yang
mencegah pertukaran polimerisasi fibrin. Plasmin juga dapat menurunkan
factor koagulasi. Bagaimanapun, kecenderungan perdarahan pada pasien DIC
adalah konsekuensi dari penurunan factor koagulasi dan trombosit dan juga
sifat antikoagulan dari produk penghancur fibrin. 6
Pada kebanyakan respon dari inflamasi sistemik, kekacauan dari koagulasi
dan fibrinolisis pada DIC diperantarai oleh beberapa sitokin pendukung

terjadinya inflamasi. Mediator terkuat dari aktivasi koagulasi muncul untuk


akhirnya menjadi interleukin-6. factor nekrosis factor secara tidak langsung
mempengaruhi aktivasi koagulasi karena efeknya terhadap interleukin-6, dan
itu merupakan mediator paling penting dari disregulasi jalur antikoagulasi
fisiologi dan penurunan fibrinolitik. 1
DIC terjadi saat monosit dan sel endothelial teraktivasi atau rusak oleh
karena substansi racun yang rumit pada bagian dari penyakit yang sedang
berlangsung. Respon dari monosit dan sel endothelial terhadap trauma adalah
untuk menghasilkan factor jaringan pada permukaan sel, mengaktifkan aliran
koagulasi . Pada DIC akut, suatu generasi eksplosif dari trombin menurunkan
factor pembekuan dan trombosit, dan juga mengaktifkan system fibrinolisis.
Perdarahan pada jaringan subkutan, kulit, dan membrane mukosa terjadi,
bersamaan dengan oklusi dari pembuluh darah disebabkan karena fibrin
dalam mikrosirkulasi. 7
Pada DIC kronis, prosesnya sama, tapi terjadi eksplosif yang lebih sedikit.
Biasanya ada waktu untuk respon kompensasi untuk terjadi, yang dapat
mengurangi kemungkinan dari perdarahan, tapi memberikan kenaikan pada
bagian hiperkoagulasi. Perubahan yang terjadi pada darah ini dapat terdeteksi
dengan melakukan tes terhadap system koagulasi. 1-4 tromboembolisme
terjadi pada keadaan ini, dan saat antikoagulan oral diberikan mengikuti
terapi heparin, ada kecenderungan untuk berulang. Terapi jangka panjang
dengan heparin yang memiliki berat molekul rendah mungkin dapat menjadi
solusi terhadap masalah ini sampai kasus yang mendasari dapat diatasi. 7
7. GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinisnya tergantung dari luas dan lamanya pembentukan
trombi fibrin, organ-organ yang terlibat, dan nekrosis serta perdarahan yang
ditimbulkan. Organ-organ yang paling sering terlibat adalah ginjal, otak,
hipofise, paru-paru, dan adrenal, dan mukosa saluran cerna. Bisa timbul
perdarahan pada membran mukosa dan jaringa-jaringan bagian dalam, serta
perdarahan sekitar tempat cedera, vena pungsi, penyuntikan, dan pada setiap
lubang. Petechiae dan ekimosis sangat sering terjadi. Manifestasi lain berupa

hipotensi (syok), oligouria atau anuria, kejang dan koma, mual dan muntah,
diare, nyeri abdomen, nyeri punggung, dispneu dan sianosis. 3
Sirkulasi
Tanda dari perdarahan spontan dan perdarahan yang mengancam nyawa.

Tanda dari perdarahan subakut.


Tanda dari trombosis yang difus atau bersifat lokal.
Susunan syaraf pusat
Perubahan kesadaran yang tidak spesifik/stupor.
Defisit fokal biasanya tidak ditemukan.
Sistem kardiovaskular
Hipotensi
Takikardi
Kolaps sirkulasi
Sistem respirasi
Pergeseran pleura.
Tanda dari distress sindrom pernapasan pada orang dewasa.
Sistem gastrointestinal
Hematemesis
Hematochezia
Sistem Genitourinaria
Tanda dari azotemia dan gagal ginjal.
Acidosis
Hematuria
Oliguria
Metrorrhagia
Perdarahan uterus
Sistem Dermatologi
Petechiae
Purpura
Bulla hemorrhagic
Sianosis akral
Nekrosis kulit pada organ bawah (purpura fulminan)
Infark lokal dan gangren
Perdarahan luka dan hematom subkutan
Trombosis. 4,5

8. DIAGNOSIS
Diagnosis yang biasa ditemukan pada DIC dapat dilihat pada tabel berikut
ini. Hasil pemeriksaan klinis dan laboratoris pada DIC akut berbeda dengan
yang ditemukan pada DIC kronis. Hal tersebut merupakan suatu aturan
umum, bagaimanapun, pada DIC kronik yang disebabkan oleh sindrom

kematian janin dalam rahim dan kelainan vaskular tertentu, contohnya


aneurisma aorta, dapat menunjukkan suatu koagulasi yang abnormal yang
biasanya ditemukan pada DIC akut.
Tabel 2: temuan klinis dan laboratorium pada klasifikasi DIC
DIC akut
Penemuan Klinis

Perdarahan multipel
Ekimosis pada kulit dan membran mukosa
Hemoragia visceral
Iskemia jaringan

Abnormalitas hasil laboratorium

Abnormalitas koagulasi : Pemanjangan waktu protombin, aktivasi


waktu tromboplastin partial, waktu trombin, penurunan angka
fibrinogen, peningkatan angka Fibrin Degradasi Produk/FDP (pada

saat dilakukannya tes untuk FDP, D dimer)


Angka trombosit menurun secara perlahan atau bisa juga secara

mendadak dari angka yang tinggi atau normal.


Schistosit pada apusan periperal

DIC kronik
Penemuan klinis

Tanda dari trombosis atau emboli pada arteri atau vena profunda
Trombosis vena superfisial, biasanya tanpa varises vena
Trombosis multipel pada berbagai tempat dalam waktu yang

bersamaan
Episode trombosis secara seri

Abnormalitas laboratorium

Peningkatan waktu protombin secara sederhana pada beberapa

pasien
Pemendekan atau pemanjangan waktu tromboplastin parsial
Waktu trombin normal pada kebanyakan pasien
Angka fibrinogen bisa tinggi, rendah, atau bahkan normal
Peningkatan angka fibrin Degradation Product (FDP)
Fakta dari ditemukannya penanda molekular* (contohnya komplek

10

trombin-antitrombin, penanda aktivasi dari membran trombosit,


fragmen protombin F1+2)
Diagnosis dari DIC akut dapat ditegakkan tanpa harus disertai semua
hasil dari tes laboratorium yang kita ketahui memiliki nilai abnormal yang
biasa ditemukan pada kebanyakan kasus. Hal ini terutama benar apabila
kriteria klinis yang didapatkan sesuai dengan DIC dan juga tes rutin
(contohnya, angka trombosit, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial,
level fibrinogen) ditemukan abnormal. Kelainan seperti insuficiensi hepar,
hekrosis hepar, dosis berlebihan antikoagulan, dan kehadiran dari beberapa
antikoagulan dalam sirkulasi dapat juga menjadi pertimbangan pada diagnosa
banding, terutama saat dimana tidak ada penyakit yang jelas mendasari untuk
terjadinya DIC. 7
Beberapa tes laboratorium yang lain juga berhubungan dengan DIC,
termasuk pemanjangan waktu trombin, dan penurunan antitrombin III, protein
C, plasminogen, dan alfa2-antiplasmin. Bagaimanapun juga, kesamaan dari
abnormalitas ini dapat terlihat pada penyakit hati yang berat, dan juga pada
perdarahan hebat yang dikarenakan kehilangan plasma. Salah satu tes sistem
koagulasi yang dapat membantu membedakan antara DIC dan penyakit hati
adalah D dimer. Ters ini biasanya negatif pada penyakit hati kecuali bila
terjadi nekrosis secara masif, yang mana dapat menyebabkan DIC. 7
Tes laboratorium yang lain yang dapat menjadi petunjuk DIC kronis
adalah pemendekan wakru tromboplastin parsial teraktivasi. Angka trombosit
dapat normal, tinggi, atau bahkan rendah. Ada kalanya, angka trombosit dapat
naik dengan adanya terapi heparin, dan menjadi turun saat hepatin dihentikan
pada saat munculnya hiperkoagulasi atau DIC kronis. 7
Bila hanya ada satu hasil tes laboratorium, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosis dari DIC. Bagaimanapun, suatu kombinasi dari hasil tes
pada pasien dengan kondisi klinis yang ada kaitannya dengan DIC dapat
digunakan untuk mendiagnosa kelainan ini dengan alasan yang tepat pada
kebanyakan kasus. Pada penerapannya, adanya kelainan dapat didiagnosa

11

sebagai dasar dari kelainan yang ditemukan ; penyakit yang mendasari


diketahui berhubungan dengan DIC; angka trombosit yang kurang dari
100.000 per mm3 atau penurunan yang tidak beraturan pada perhitungan
angka trombosit; pemanjangan waktu penjendalan, contohnya waktu
protombin dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi; ditemukannya fibrin
degradation product dalam plasma, dan level plasma yang rendah dari
penghambat koagulasi contohnya antitrombin III. 1
Angka trombosit yang rendah, dan terutama sekali, penurunan secara
progresif terhadap angka trombosit sangat sensitif, walaupun tidak spesifik,
tanda dari DIC dan dapat merupakan indikasi terjadinya aktivasi yang
mepengaruhi thrombin atau penggunaan trombosit. Pemanjangan waktu
pembekuan dapat mencerminkan penurunan faktor koagulasi, suatu
kemungkinan yang dapat diperkuat dengan ukuran dari satu atau dua faktor
koagulasi terpilih. Ukuran dari faktor koagulasi plasma dapat menyatakan
abnormalitas koagulasi, contohnya defisiensi dari vitamin K. 1
Ukuran dari plasma fibrinogen hampir selalu diajurkan, tapi tingkat
plasma fibrinogen biasanya berada pada kisaran normal meskipun terjadi
aktivitas koagulasi yang amat sangat, karena protein ini pada fase akut
beraksi. Faktanya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa penemuan dari
hipofibrinogemia secara diagnostik sangat bermanfaat pada kasus DIC yang
sangan berat. Ukuran dari ihibitor koagulasi terpilih, termasuk antitrombin III
atau protein C, dapat memberikan informasi prognosis yang berguna. Tes
untuk fibrin degradation product atau D dimer dapat membantu untuk
membedakan DIC dengan kondisi lain yang berhubungan dengan rendahnya
angka trombosit atau pemanjangan waktu pembekuan. 1
Sangatlah sulit untuk membedakan antara penyakit hati berat dengan
DIC, sejak kedua kondisi tersebut memiliki karakteristik abnormalitas
laboratorium yang sama. Penemuan yang tidak langsung seperti adanya
hipertensi portal, yang merupakan indikasi pada penyakit hati, atau kondisi
yang mendasari yang diketahui berhubungan dengan DIC dapat membantu
dalam membedakan dua kelainan tersebut. Begitu juga, hasil koagulasi

12

abnormal dari penyakit hati tanpa komplikasi biasanya akan berangsur stabil
daripada menjadi lebih buruk secara progresif. Pada pasien dengan DIC,
apusan darah dapat mengandung sistosit, dan hasil analisis histologi dari
biopsi jaringan organ dapat menyatakan deposisi fibrin pada pembuluh darah
kecil atau sedang. 1
Lebih khusus lagi, tapi tidak tersedia secara umum, terlaboratorium
yang sangat berguna dalam menegakkan diagnosis DIC termasuk ukuran dari
fibrin yang dapat dilarutkan dan pengujian kadar logam yang sensitif yang
dapat mengukur generasi dari trombin, seperti pengujian kadar logam untuk
mendeteksi fragmen aktivasi protombin F1+2 atau komplek trombinantitrombin. Sensitifitas dan spesifisitas dari pengujian kadar logam ini untuk
menegakkan diagnosa DIC mencapai 80-90%, tapi walaupun hal tersebut
sangat membantu dalam situasi klinis yang cukup sulit, namun hal tersebut
tidak biasa diterapkan dalam praktek klinis. 1
9. PENATALAKSANAAN
Landasan dari manajemen DIC adalah terapi penyakit yang mendasarinya.
Terapi terhadap DIC tanpa terapi terhadap penyakit yang mendasari akan
mengarah pada kegagalan. Pengukuran suportif dapat berguna, walaupun
dasar yang kuat yang mana merupakan manajemen dasar sangatlah langka,
dan tidak ada penelitian yang menyampaikan terapi optimal atau strategi
suportif. Pasien dengan DIC yang mengalami perdarahan difus dari berbagai
tempat pada saat yang hampir bersamaan akan memerlukan terapi suportif
yang berbeda dari apa yang diperuntukkan pada pasien dengan sumbatan
trombotik pada pembuluh darah dan kerusakan multiorgan yang terjadi
sesudah itu. 1
Perawatan ditujukan pada mekanisme yang mendasari. Perawatan
mungkin memerlukan penggunaan antibiotika, agen-agen kemoterapeutik,
dukungan kardiovaskular, dan pada peristiwa retensio plasenta, isi uterus
dikeluarkan. Penggantian faktor plasma dengan plasma kriopresipitat, serta

13

transfusi trombosit dan sel darah merah mungkin diperlukan. Bila terjadi
perdarahan yang hebat, peranan heparin, suatu antitrombin yang kuat, masih
sangat kontroversial. Heparin menetralkan aktivitas trombin dan dengan
demikian

menghambat

penggunaan

faktor-faktor

pembekuan

dan

pengendapan fibrin. Meningkatkan konsentrasi faktor-faktor pembekuan dan


trombosit dengan memberikan infus plasma dan trombosit akan menghambat
diatesis perdarahan. Heparin merupakan indikasi jika terapi penggantian tidak
dapat meningkatkan faktor-faktor pembekuan dan perdarahan masih terus
berlangsung. Heparin juga diindikasikan pada keadaan dimana terjadi
pengendapan fibrin akibat nekrosis dermal. Heparin dosis rendah sudah
digunakan dengan sukses bersama-sama dengan agen kemoterapeutik pada
pengobatan leukemia promielositik, untuk mencegah DIC sekunder akibat
pelepasan tromboplastin oleh granula leukosit. 3
Antikoagulan
Secara teori, interupsi dari koagulasi dapat merupakan suatu keuntungan
pada pasien dengan DIC. Tentu saja, studi eksperimental sudah menunjukkan
bahwa heparin dapat menghambat secara parsial aktivasi dari koagulasi yang
mana berkaitan dengan sepsis atau penyebab lainnya. Profilaksi yang adekuat
juga dibutuhkan untuk mengurangi faktor resiko dari tromboemboli vena.
Heparin juga sudah dibuktikan memiliki efek yang menguntungkan pada
studi tanpa kontrol yang dilakukan pada pasien DIC, namun tidak pada studi
yang dilakukan secara clinical controlled trials. Walaupun keamanan heparin
pada pasien dengan DIC masih diperdebatkan, studi klinis tidak menunjukkan
bahwa terapi dengan heparin meningkatkan terjadinya komplikasi perdarahan
secara signifikan. Diberikan secara bersamaan, penemuan ini menunjukkan
bahwa heparin sangat mungkin berguna pada pasien dengan DIC, terutama
sekali pada mereka yang secara klinis jelas mengalami tromboembolisme atau
endapan fibrin yang luas yang ditunjukkan dengan adanya purpura fulminan
atau iskemia pada akral. Pasien dengan DIC biasanya diberikan dosis heparin
yang relatif rendah (300-500 U tiap jam) sebagai pemasukan yang berkala.

14

Heparin dengan berat molekul rendah juga dapat digunakan sebagai alternatif
dari heparin yang belum terpecah. 1
Novel, antitrombin III-inhibitor independen dari trombin, seperti desirudin
dan komponen senyawa yang terkait, mungkin lebih efektif daripada heparin,
dan studi eksperimentalnya memiliki hasil yang menjanjikan. Bagimanapun,
belum ada controlled clinical trial dari obat ini pada pasien dengan DIC, dan
resiko perdarahan yang relatif tinggi yang berhubungan dengan penggunaan
senyawa ini masih merupakan faktor pembatas. 1
Trombosit dan Plasma
Angka yang rendah dari trombosit dan juga faktor koagulasi dapat
menyebabkan perdarahan serius atau meningkatkan resiko perdarahan pada
pasien yang memerlukan prosedur invasif. Pada beberapa pasien, kemanjuran
terapi dengan menggunakan konsentrat trombosit dan plasma ditunjukkan
secara jelas. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan dari penggunaan
profilaksi dari trombosit atau plasma pada pasien dengan DIC yang tidak
mengalami perdarahan atau tidak memiliki resiko perdarahan yang tinggi. Hal
ini dapat memungkinkan bagi penatalaksana volume yang cukup besar dari
plasma (lebih dari 6 unit tiap 24 jam), untuk memperbaiki defek atau
kerusakan dari koagulasi. Terapi dengan menggunakan konsentrat faktor
koagulasi dapat mengatasi kebutuhan pemasukan yang banyak akan plasma,
tapi penggunaannya pada pasien dengan DIC secara umum tidak dianjurkan
karena konsentrat tersebut dapat saja terkontaminasi oleh sedikit faktor
koagulasi teraktivasi, yang dapat mengeksaserbasi kelainan koagulasi. Selain
itu, konsentrat ini hanya terdiri dari faktor koagulasi yang sudah terpisah,
dimana pasien dengan DIC biasanya memiliki kekurangan dari semua faktor
koagulasi. 1
Konsentrasi dari inhibitor koagulasi
Pemulihan jalur fisiologis dari antikoagulasi merupakan tujuan yang tepat
dari terapi. Antitrombin III adalah salah satu inhibitor alami yang paling
penting untuk koagulasi, dan pasien dengan DIC hampir tanpa kecuali
memiliki defisiensi antitrombin yang didapat. Penatalaksanaan dari inhibitor

15

ini pada consentrasi suprafisiologi mengurangi angka kematian yang


berkaitan dengan sepsis pada hewan. Beberapa clinical controlled trial,
hampir semua pasien dengan sepsis atau syok sepsis, menunjukkan efk yang
menguntungkan dalam masa perbaikan dari DIC dan terkadang turut
memperbaiki fungsi organ. Pada penelitian yang lebih baru, dosis tinggi dari
konsentrat antitrombin III (lebih dari 150% dari normal), dan efek yang
menguntungkan dari penelitian ini semakin jelas terlihat. Beberapa penelitian
menunjukkan penurunan yang sederhana dalam kematian pada pasien yang
diterapi dengan antitrombin III, tapi efek ini tidak mencapai angka statistik
yang signifikan. 1
Suatu penelitian meta analisis dengan metode studi adekuat menunjukkan
suatu penurunan dari kematian dari 56 persen menjadi 44 persen. Saat ini,
randomisasi yang luas, penelitian multicenter terkontrol singan dosis
suprafisiologis dari antitrombin III pada pasien dengan sepsis sudah mulai
dilaksanakan, dan hasil dari penelitian ini akan membantu untuk memutuskan
tempat dari terapi antitrombin III pada sepsis dan DIC. Pada waktu yang
dimaksudkan, terapi dengan antitrombin III dapat digunakan sebagai pilihan
terapi suportif pada pasien dengan DIC berat, meskipun harga substansi dari
terapi ini akan menjadi faktor yang menghambat. 1
Agen Antifibrinolitik
Terapi antifibrinolitik efektif pada pasien dengan perdarahan, tapi
penggunaan sedian ini pada pasien dengan DIC tidak direkomendasikan.
Sejak terjadi deposisi fibrin terlihat sebagai bagian dari insufisiensi
fibrinolisis, penghambatan yang lebih jauh dari sistem fibrinolisis bukanlah
solusi yang tepat. Pengecualian dapat dilakukan pada kasus dimana pasien
mengalami hiperfibrinolisis primer atau sekunder, contohnya pada mereka
yang

mengalami

koagulopati

yang

berhubungan

dengan

leukemia

promielositik dan beberapa pasien dengan DIC yang berhubungan dengan


kanker. Pada beberapa pasien, terapi antifibrinolitik dapat mengontrol
koagulopati. 1

16

Terapi harus mendekati cara-cara yang logis dan sistematis. Uluran yang
paling penting melibatkan pemusnahan dari faktor pendorongnya. Saat hal
tersebut tidak mungkin dilakukan, terapi yang spesifik dapat merupakan
indikasi. Terapi cairan digunakan untuk memperbaiki hipovolemia, mencegah
atau mengurangi stasis vaskular dan dilusi dari trombin, FDP dan aktivator
fibrinolisis. Obat untuk menghambat koagulasi merupakan indikasi jika
pasien tersebut mengalami manivestasi perdarahan secara langsung,
trombosis atau disfungsi organ. Heparin menguatkan aksi dari plasma
antitrombin III. Bila terjadi perdarahan pada pasien DIC, penggantian dari
beberapa atau semua komponen darah merupakan indikasi untuk melengkapi
lagi faktor koagulasi yang berkurang dan juga trombosit. Transfusi plasma
merupakan pilihan, tapi darah lengkap dapat diberikan jika dibutuhkan juga
penambahan jumlah sel darah merah. Transfusi sel darah merah membawa
resiko terjadinya hemolisis dan eksaserbasi dari DIC.
Kembalinya normal dari koagulogram screening (PT, APTT, dan FDP)
biasanya menunjukkan kesuksesan terapi. Kembali normalnya konsentrasi
fibrinogen merupakan indikator yang dapat dipercaya pada terapi heparin
jangka panjang. 6
Terapi harus berdasarkan pada etiologi dan keuntungannya dalam
menyingkirkan penyakit yang mendasari. Terapi harus disesuaikan dengan
umur pasien, penyakit, dan keparahan serta lokasi dari perdarahan atau
trombosis. Terapi untuk DIC akut meliputi antikoagulan, komponen darah,
dan antifibrinolitik. 1
Hemostatik dan parameter koagulasi harus dimonitor secara berkala
selama terapi dilakukan. Dasar keputusan terapi yakni dari evaluasi klinis dan
laboratoris dari hemostasis. Pada kasus DIC ringan, terapi lain selain terapi
suportif tidak diperlukan atau biasanya menyertakan agen antitrombosit atau
heparin subkutan. Keputusan terapi harus berdasarkan pada evaluasi klinis
dan laboratoris dari hemostasis. Protein C manusia teraktivasi ditunjukkan
untuk mengurangi angka kematian pada kasus sepsis yang berat untuk pasien

17

dengan resiko kematian tinggi, dimana harus digunakan secara tepat dan
bekesinambungan, mengikuti prosedur penggunaan yang berlaku. 1
Kategori Obat: Antikoagulan Preparat ini digunakan sebagai terapi bila
terdapat kejadian klinis trombosis intravaskular dimana asien berdarah terus
menerus atau baru terjadi bekuan darah setelah 4-6 jam setelah pemberian
terapi primer dan suportif. Trombosis dapat berupa purpura fulminan atau
iskemia pada akral. Lakukan tindakan pencegahan khusus pada gawat darurat
obstetrik atau kegagalan hati yang masif. Anti inflamasi dari antitrombin III
dapat digunakan pada DIC sekunder karena sepsis.

10. PROGNOSIS
Prognosis dari DIC sangat dipengaruhi oleh kondisi yang mendasari yang
menyebabkan DIC dan juga dipengaruhi seberapa beratnya DIC yang terjadi.
4

DAFTAR PUSTAKA
1. Levi, Marcel., ten Cate, Hugo., 1999, Disseminated Intravascular
Coagulation,

the

New

England

Journal

of

Medicine,

http://www.content.nejm.org
2. Ngan, Vanessa., 2005, Dissemninated Intravascular Coagulation, DermNet
NZ, http://www.dermnetdz.org

18

3. Price, Sylvia Anderson., Wilson, Lorraine McCarty, 1995, Patofisiologi;


konsep klinis proses-proses penyakit, Penerbit buku kedokteran EGC,
Jakarta
4. Furlong, Mary A., 2005, Disseminated Intravascular Coagulation,
WebMD, http://www.emedicine.com.htm
5. Kellicker, Patricia Griffin., 2005, Dissemniated Intravascular Coagulation
(DIC,

Consumption

Coagulopathy,

http://www.healthlibrary.epnet.com
6. Newman, Arthur., 1999, Disseminated

Defibrination

Syndrome),

Intravascular

Coagulation,

http://www.addl.perdue.edu.htm
7. Messmore, Harry L., Wehrmacher, William H., 2002, Disseminated
Intravascular Coagulation; A primer for primary care physicians,
http://www.postgradmed.com.htm

19

You might also like