Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
DIC adalah sindrom multifaset, sindrom kompleks dimana homeostatik
normal dan sistem fisiologik yang mempertahankan darah agar tetap cair
berubah menjadi sistem yang patologik sehingga terjadi trombi fibrin yang
menyumbat mikrovaskular dari tubuh. System fibrinolitik yang teraktivasi ini
mengakibatkan terjadinya perdarahan yang difus. DIC bukanlah penyakit,
tapi merupakan akibat dari hal lain yang mendasarinya. 3
2. EPIDEMIOLOGI
Kondisi ini lebih terjadi sebagai respon terhadap factor lain dibandingkan
sebagai kondisi primer. Tidak ditemukan factor predisposisi yang
berhubungan dengan umur, jenis kelamin, ataupun ras. 3
3. KLASIFIKASI
Ada sumber yang mengatakan bahwa DIC diklasifikasikan menjadi dua
yaitu DIC akut dan kronik:
DIC akut adalah kelainan perdarahan yang memiliki karakteristik
timbulnya memar atau lebam (ekimosis), perdarahan dari mukosa (seperti
pada mukosa bibir atau genital), dan penurunan jumlah trombosit dan factor
pembekuan di dalam darah. Purpura Fulminan adalah bentuk fatal yang
terjadi cepat dan berbahaya dari DIC akut.
DIC kronik mempengaruhi formasi bekuan darah di pembuluh darah
(tromboembolism). Faktor pembekuan dan trombosit dapat berada pada nilai
normal, meningkat, atau bahkan sedikit menurun pada DIC kronik. 2
4. ETIOLOGI
Penyebab DIC dapat dibedakan menjadi penyebab akut atau kronik,
penyebab sistemik atau local. DIC dapat merupakan suatu hasil dari satu atau
lebih kondisi yang terjadi.4,5
DIC kronik
Keganasan
Tumor solid
Leukemia
Obstetrik
Intra Uterine Fetal Death yang lama
Penahan produk konsepsi yang lama dalam rahim
Hematologik
Myeloproliveratif syndrome
Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
Giant cavernous haemangioma (Kasabach-Merritt syndrome)
Vaskular
Rheumatoid arthritis
Raynaud Disease
Trombosis vena atau emboli paru
Cardiovaskular myocardial infarction
Penyakit jaringan yang berat
5. PATOFISIOLOGI
Hemostasis dan pembekuan adalah serangkaian kompleks reaksi yang
engakibatkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan bekuan
trombosit dan fibrin pada tempat cedera. Pembekuan disusul oleh resolusi
atau lisis bekuan dan regenerasi endotel. Pada keadaan homeostasis,
homeostasis dan pembekuan melindungi individu dari perdarahan masif
sekunder akibat trauma. Dalam keadaan abnormal, dapat terjadi perdarahan
atau trombosis, dan penyumbatan cabang-abang vaskuler, yang dapat
mengancam nyawa.
Pada saat cedera, ada tiga proses utama yang bertanggung jawab atas
hemostasis dan pembekuan :
1. vasokonstriksi sementara
2. reaksi trombosit yang terdiri dari adhesi, reaksi pelepasan dan agregasi
trombosit, dan
3. pengaktifan faktor-faktor pembekuan
langkah-langkah permulaan terjadi pada permukaan jaringan yang cedera,
dan reaksi-reaksi selanjutnya terjadi pada permukaan fosfolipid trombosit
yang mengalami agregasi. 3
Patofisiologi dari DIC meliputi dimulainya proses koagulasi melalui
perlukaan pada endotel atau karena perlukaan jaringan yang kemudian
menghasilkan materi prokoagulan dalam bentuk sitokin dan faktor jaringan.
Interleukin 6 dan faktor nekrosis tumor merupakan hal yang paling
mempengaruhi masuknya sitokin ke dalam proses koagulasi dengan melalui
faktor jaringan, dan merupakan faktor yang paling bertanggung jawab dalam
hal kerusakan end organ yang mungkin terjadi. Lebih jauh lagi, pada sepsis,
neutrofil dan produk yang dikeluarkan dapat menaikkan media trombosit
pada formasi fibrin. 4
Dua enzim proteolitik, yakni trombin dan plasmin, bereaksi aktif secara
sistemik.
Keseimbangannya
menentukan
terjadinya
perdarahan
atau
dikaitkan
dengan
menurunnya
6. PATOGENESIS
Sindrom ini diawali dari masuknya materi atau aktivitas prokoagulan ke
dalam sirkulasi darah. Ini dapat ditemukan pada setiap keadaan dimana
tromboplastin jaringan dibebaskan karena terjadi perusakan jaringan, yang
mengawali jalan pembekuan ekstrinsik. Karena plasenta banyak mengandung
tromboplastin jaringan, maka salah satu penyebab DIC yang paling sering
adalah solsio plasenta (pelepasan plasenta yang prematur). Keadaan ini
menyebabkan tertahannya hasil-hasil konsepsi (plasenta, fetus) yang
mengakibatkan nekrosis dan kerusakan jaringan lebih lanjut. Produk-produk
tumor, luka bakar, cedera remuk, dan leukemia promielositik semuanya
menyebabkan pelepasan tromboplastin. Awal jaras intrinsik juga terjadi bila
prokoagulan intrinsik kontak dengan endotel pembuluh yang rusak seperti
pada vaskulitis, sepsis, dan syok. Selama proses pembekuan, trombosit akan
beragregasi dan bersama-sama dengan faktor-faktor pembekuan akan dipakai,
sehingga jumlahnya berkurang. Hasil trombi fibrin dapat atau juga tidak
menyumbat mikrovaskular. Bersamaan dengan ini sistem fibrinolisis
diaktifkan untuk mencairkan trombi fibrin, menghasilkan banyak fibrin, dan
dan produk degradasi fibrinogen, yang mengganggu polimerisasi fibrin dan
fungsi trombosit. Akibatnya terjadi perdarahan difus yang merupakan ciri
khas dari DIC. 3
Nekrosis jaringan, inflamasi, kerusakan trombosit dan sel darah merah,
ataupun kerusakan endothelial yang dipengaruhi oleh antigen-antibodi atau
endotoksin memicu proses koagulasi yang mana pada akhirnya menyebabkan
terbentuknya suatu bekuan. secara simultan, system fibrinolitik juga turut
terpengaruh. Plasmin, protease aktif pada proses fibrinolisis, menurunkan
fibrinogen dan fibrin, memproduksi produk penghancur fibrin yang
mencegah pertukaran polimerisasi fibrin. Plasmin juga dapat menurunkan
factor koagulasi. Bagaimanapun, kecenderungan perdarahan pada pasien DIC
adalah konsekuensi dari penurunan factor koagulasi dan trombosit dan juga
sifat antikoagulan dari produk penghancur fibrin. 6
Pada kebanyakan respon dari inflamasi sistemik, kekacauan dari koagulasi
dan fibrinolisis pada DIC diperantarai oleh beberapa sitokin pendukung
hipotensi (syok), oligouria atau anuria, kejang dan koma, mual dan muntah,
diare, nyeri abdomen, nyeri punggung, dispneu dan sianosis. 3
Sirkulasi
Tanda dari perdarahan spontan dan perdarahan yang mengancam nyawa.
8. DIAGNOSIS
Diagnosis yang biasa ditemukan pada DIC dapat dilihat pada tabel berikut
ini. Hasil pemeriksaan klinis dan laboratoris pada DIC akut berbeda dengan
yang ditemukan pada DIC kronis. Hal tersebut merupakan suatu aturan
umum, bagaimanapun, pada DIC kronik yang disebabkan oleh sindrom
Perdarahan multipel
Ekimosis pada kulit dan membran mukosa
Hemoragia visceral
Iskemia jaringan
DIC kronik
Penemuan klinis
Tanda dari trombosis atau emboli pada arteri atau vena profunda
Trombosis vena superfisial, biasanya tanpa varises vena
Trombosis multipel pada berbagai tempat dalam waktu yang
bersamaan
Episode trombosis secara seri
Abnormalitas laboratorium
pasien
Pemendekan atau pemanjangan waktu tromboplastin parsial
Waktu trombin normal pada kebanyakan pasien
Angka fibrinogen bisa tinggi, rendah, atau bahkan normal
Peningkatan angka fibrin Degradation Product (FDP)
Fakta dari ditemukannya penanda molekular* (contohnya komplek
10
11
12
abnormal dari penyakit hati tanpa komplikasi biasanya akan berangsur stabil
daripada menjadi lebih buruk secara progresif. Pada pasien dengan DIC,
apusan darah dapat mengandung sistosit, dan hasil analisis histologi dari
biopsi jaringan organ dapat menyatakan deposisi fibrin pada pembuluh darah
kecil atau sedang. 1
Lebih khusus lagi, tapi tidak tersedia secara umum, terlaboratorium
yang sangat berguna dalam menegakkan diagnosis DIC termasuk ukuran dari
fibrin yang dapat dilarutkan dan pengujian kadar logam yang sensitif yang
dapat mengukur generasi dari trombin, seperti pengujian kadar logam untuk
mendeteksi fragmen aktivasi protombin F1+2 atau komplek trombinantitrombin. Sensitifitas dan spesifisitas dari pengujian kadar logam ini untuk
menegakkan diagnosa DIC mencapai 80-90%, tapi walaupun hal tersebut
sangat membantu dalam situasi klinis yang cukup sulit, namun hal tersebut
tidak biasa diterapkan dalam praktek klinis. 1
9. PENATALAKSANAAN
Landasan dari manajemen DIC adalah terapi penyakit yang mendasarinya.
Terapi terhadap DIC tanpa terapi terhadap penyakit yang mendasari akan
mengarah pada kegagalan. Pengukuran suportif dapat berguna, walaupun
dasar yang kuat yang mana merupakan manajemen dasar sangatlah langka,
dan tidak ada penelitian yang menyampaikan terapi optimal atau strategi
suportif. Pasien dengan DIC yang mengalami perdarahan difus dari berbagai
tempat pada saat yang hampir bersamaan akan memerlukan terapi suportif
yang berbeda dari apa yang diperuntukkan pada pasien dengan sumbatan
trombotik pada pembuluh darah dan kerusakan multiorgan yang terjadi
sesudah itu. 1
Perawatan ditujukan pada mekanisme yang mendasari. Perawatan
mungkin memerlukan penggunaan antibiotika, agen-agen kemoterapeutik,
dukungan kardiovaskular, dan pada peristiwa retensio plasenta, isi uterus
dikeluarkan. Penggantian faktor plasma dengan plasma kriopresipitat, serta
13
transfusi trombosit dan sel darah merah mungkin diperlukan. Bila terjadi
perdarahan yang hebat, peranan heparin, suatu antitrombin yang kuat, masih
sangat kontroversial. Heparin menetralkan aktivitas trombin dan dengan
demikian
menghambat
penggunaan
faktor-faktor
pembekuan
dan
14
Heparin dengan berat molekul rendah juga dapat digunakan sebagai alternatif
dari heparin yang belum terpecah. 1
Novel, antitrombin III-inhibitor independen dari trombin, seperti desirudin
dan komponen senyawa yang terkait, mungkin lebih efektif daripada heparin,
dan studi eksperimentalnya memiliki hasil yang menjanjikan. Bagimanapun,
belum ada controlled clinical trial dari obat ini pada pasien dengan DIC, dan
resiko perdarahan yang relatif tinggi yang berhubungan dengan penggunaan
senyawa ini masih merupakan faktor pembatas. 1
Trombosit dan Plasma
Angka yang rendah dari trombosit dan juga faktor koagulasi dapat
menyebabkan perdarahan serius atau meningkatkan resiko perdarahan pada
pasien yang memerlukan prosedur invasif. Pada beberapa pasien, kemanjuran
terapi dengan menggunakan konsentrat trombosit dan plasma ditunjukkan
secara jelas. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan dari penggunaan
profilaksi dari trombosit atau plasma pada pasien dengan DIC yang tidak
mengalami perdarahan atau tidak memiliki resiko perdarahan yang tinggi. Hal
ini dapat memungkinkan bagi penatalaksana volume yang cukup besar dari
plasma (lebih dari 6 unit tiap 24 jam), untuk memperbaiki defek atau
kerusakan dari koagulasi. Terapi dengan menggunakan konsentrat faktor
koagulasi dapat mengatasi kebutuhan pemasukan yang banyak akan plasma,
tapi penggunaannya pada pasien dengan DIC secara umum tidak dianjurkan
karena konsentrat tersebut dapat saja terkontaminasi oleh sedikit faktor
koagulasi teraktivasi, yang dapat mengeksaserbasi kelainan koagulasi. Selain
itu, konsentrat ini hanya terdiri dari faktor koagulasi yang sudah terpisah,
dimana pasien dengan DIC biasanya memiliki kekurangan dari semua faktor
koagulasi. 1
Konsentrasi dari inhibitor koagulasi
Pemulihan jalur fisiologis dari antikoagulasi merupakan tujuan yang tepat
dari terapi. Antitrombin III adalah salah satu inhibitor alami yang paling
penting untuk koagulasi, dan pasien dengan DIC hampir tanpa kecuali
memiliki defisiensi antitrombin yang didapat. Penatalaksanaan dari inhibitor
15
mengalami
koagulopati
yang
berhubungan
dengan
leukemia
16
Terapi harus mendekati cara-cara yang logis dan sistematis. Uluran yang
paling penting melibatkan pemusnahan dari faktor pendorongnya. Saat hal
tersebut tidak mungkin dilakukan, terapi yang spesifik dapat merupakan
indikasi. Terapi cairan digunakan untuk memperbaiki hipovolemia, mencegah
atau mengurangi stasis vaskular dan dilusi dari trombin, FDP dan aktivator
fibrinolisis. Obat untuk menghambat koagulasi merupakan indikasi jika
pasien tersebut mengalami manivestasi perdarahan secara langsung,
trombosis atau disfungsi organ. Heparin menguatkan aksi dari plasma
antitrombin III. Bila terjadi perdarahan pada pasien DIC, penggantian dari
beberapa atau semua komponen darah merupakan indikasi untuk melengkapi
lagi faktor koagulasi yang berkurang dan juga trombosit. Transfusi plasma
merupakan pilihan, tapi darah lengkap dapat diberikan jika dibutuhkan juga
penambahan jumlah sel darah merah. Transfusi sel darah merah membawa
resiko terjadinya hemolisis dan eksaserbasi dari DIC.
Kembalinya normal dari koagulogram screening (PT, APTT, dan FDP)
biasanya menunjukkan kesuksesan terapi. Kembali normalnya konsentrasi
fibrinogen merupakan indikator yang dapat dipercaya pada terapi heparin
jangka panjang. 6
Terapi harus berdasarkan pada etiologi dan keuntungannya dalam
menyingkirkan penyakit yang mendasari. Terapi harus disesuaikan dengan
umur pasien, penyakit, dan keparahan serta lokasi dari perdarahan atau
trombosis. Terapi untuk DIC akut meliputi antikoagulan, komponen darah,
dan antifibrinolitik. 1
Hemostatik dan parameter koagulasi harus dimonitor secara berkala
selama terapi dilakukan. Dasar keputusan terapi yakni dari evaluasi klinis dan
laboratoris dari hemostasis. Pada kasus DIC ringan, terapi lain selain terapi
suportif tidak diperlukan atau biasanya menyertakan agen antitrombosit atau
heparin subkutan. Keputusan terapi harus berdasarkan pada evaluasi klinis
dan laboratoris dari hemostasis. Protein C manusia teraktivasi ditunjukkan
untuk mengurangi angka kematian pada kasus sepsis yang berat untuk pasien
17
dengan resiko kematian tinggi, dimana harus digunakan secara tepat dan
bekesinambungan, mengikuti prosedur penggunaan yang berlaku. 1
Kategori Obat: Antikoagulan Preparat ini digunakan sebagai terapi bila
terdapat kejadian klinis trombosis intravaskular dimana asien berdarah terus
menerus atau baru terjadi bekuan darah setelah 4-6 jam setelah pemberian
terapi primer dan suportif. Trombosis dapat berupa purpura fulminan atau
iskemia pada akral. Lakukan tindakan pencegahan khusus pada gawat darurat
obstetrik atau kegagalan hati yang masif. Anti inflamasi dari antitrombin III
dapat digunakan pada DIC sekunder karena sepsis.
10. PROGNOSIS
Prognosis dari DIC sangat dipengaruhi oleh kondisi yang mendasari yang
menyebabkan DIC dan juga dipengaruhi seberapa beratnya DIC yang terjadi.
4
DAFTAR PUSTAKA
1. Levi, Marcel., ten Cate, Hugo., 1999, Disseminated Intravascular
Coagulation,
the
New
England
Journal
of
Medicine,
http://www.content.nejm.org
2. Ngan, Vanessa., 2005, Dissemninated Intravascular Coagulation, DermNet
NZ, http://www.dermnetdz.org
18
Consumption
Coagulopathy,
http://www.healthlibrary.epnet.com
6. Newman, Arthur., 1999, Disseminated
Defibrination
Syndrome),
Intravascular
Coagulation,
http://www.addl.perdue.edu.htm
7. Messmore, Harry L., Wehrmacher, William H., 2002, Disseminated
Intravascular Coagulation; A primer for primary care physicians,
http://www.postgradmed.com.htm
19