You are on page 1of 9

1

BAB I
SEJARAH DAN WAWASAN SEISMOLOGI
1.1 Seismologi
Kata seismologi berasal dari bahasa Latin seismos, yang berarti gempa bumi
dan logos, yang berarti ilmu atau sains. Kadang-kadang seseorang terpaku bahwa
seismologi hanya berhubungan dengan terjemahan kata itu yaitu ilmu gempa bumi.
Pada hal kenyataannya seismologi juga mempelajari hal-hal lain yang berkaitan
dengan gempa bumi. Seperti ilmu pengetahuan pada umumnya, seismologi telah
tumbuh melampaui batasan-batasannya.
Meskipun studi gempa bumi masih merupakan bagian yang terpenting dalam
seismologi, beberapa cabang ilmu pengetahuan juga telah berkembang di dalamnya.
Gelombang elastik yang dipancarkan dari sumber gempabumi memungkinkan
struktur penyusun bumi bagian dalam dipelajari dan diungkapkan. Oleh karena itu
ilmu yang mempelajari sifat-sifat fisis bagian dalam bumi, kemudian merupakan
cabang yang penting dari seismologi. Selain dari pada itu, rekaman data gempa pada
stasiun seismograf di seluruh dunia yang semakin baik telah memungkinkan struktur
bagian dalam bumi dapat dipelajari dengan baik.
Berdasar itu semua, seismologi kemudian dapat didefinisikan dalam dua cara,
yaitu:
1. Seismologi adalah:
a. ilmu gempa bumi, ditambah
b. ilmu fisika bagian dalam bumi (yang berhubungan dengan penjalaran
gelombang seismik dan kesimpulannya mengenai struktur bagian dalam
bumi)
2. Seismologi adalah ilmu tentang gelombang elastik (seismik) yang meliputi:
a. asal atau sumbernya (gempa bumi, ledakan, dll),
b. penjalarannya di dalam bumi, dan
c. perekamannya, termasuk interpretasinya.
Di samping itu ada pula seismologi terpakai, yang di dalamnya dapat juga
dibedakan beberapa cabang ilmu, yang antara lain adalah prospekting seismik, yaitu
penyelidikan dengan metode seismik untuk mencari keberadaan minyak, garam,
mineral, bahan galian (yang bernilai ekonomis), termasuk pengukuran kedalaman
batuan dasar (bed-roc) untuk tujuan pembangunan. Masalah dalam membedakan
antara gempabumi dan ledakan (explosion) dapat dikategorikan sebagai cabang lain
dari seismologi terpakai.
Seismologi adalah bagian dari ilmu yang sangat luas, yakni geofisika.
Geofisika diartikan sebagai aplikasi ilmu fisika dalam mempelajari/menyelidiki bumi,
baik bumi padat dan cair/laut, atmosphere, dan ionospher. Geofisika bumi padat
(Solid Earth Geophysics) atau geofisika dalam pengertian terbatas, yang dapat
diartikan sebagai aplikasi ilmu fisika terhadap bagian dalam bumi.
Sebagaimana ilmu fisika, yang dapat dibagi menjadi beberapa disiplin ilmu
yang lebih kecil (berhubungan dengan variasi kejadian fisikanya), maka Geofisika
Bumi Padat juga dapat dibagi menjadi cabang-cabang ilmu yang lebih kecil, yaitu:
1. Seismologi (mempelajari gempa bumi dan fenomena fisika yang berhubungan
dengannya).

2. Volkanologi (juga bagian dari geologi: mempelajari gunungapi, mata air panas,
dsb.)
3. Geomanetisma (mempelajari medan magnet bumi termasuk paleomagnetisma)
4. Geoelektrisitas (mempelajari sifat-sifat kelistrikan bumi)
5. Tektonofisika: (bersama dengan geologi, menggunakan ilmu fisika untuk
mempelajari proses tektonik)
6. Gravitasi (juga bagian dari geodesi; mempelajari dan mengukur kuat medan
gravitasi termasuk menginterpretasikannya).
7. Geotermal (mempelajari suhu bagian dalam bumi, termasuk eksplorasi panas
bumi)
8. Geokosmologi (mempelajari asal-usul bumi).
9. Geokronologi: (mempelajari kejadian bumi, termasuk menentukan umurnya).
Geodesi, yang mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan bentuk dan
ukuran bumi, adalah ilmu yang dekat hubungannya dengan geofisika. Pada saat ini ,
adalah hal biasa untuk memggabungkan geofisika dengan goedesi dan ilmu-ilmu lain
yang berkaitan dengan bumi, seperti geologi dan geografi, ke dalam unit ilmu yang
lebih besar yaitu geosains. Skema pembagian Geosains dapat dilihat pada gambar 1.1.

GEODESI

GEOKOSMOFISIKA (MEMPELAJARI IONOSFER)

SEISMOLOGI

METEOROLOGI

GEOMAGNETISM

OSEANOGRAFI

GEOELEKTRISITAS

VOLKANOLOGI

GEOFISIKA
GEOSAINS
GEOGRAFI
HIDROLOGI
TEKTONOFISIKA

GEOLOGI

GEOFISIKA
BUMI PADAT

GRAVITASI
GEOTHERMAL

GEOKOSMOGONI

GEOKRONOLOGI

Gambar 1.1. Pembagian Geosains, Geofisika, dan


Geofisika Bumi Padat

Geokimia, yang juga berhubungan dengan bumi belum dimasukkan dalam


daftar ini karena geokimia merupakan bagian dari semua subyek geosains.
Batasan mengenai Geofisika Bumi Padat tidak seratus persen memuaskan.
Yang dimaksud dengan bumi padat di sini adalah seluruh bagian bumi dikurangi
bagian yang cair (laut, hidrosfer) dan gas (atmosfer). Padahal, bumi adalah padat
dalam pengertian fisika, hanya sampai pada kedalaman kira-kira 80 km. Pada
kedalaman yang lebih besar material bumi akan bersifat plastis, bahkan di dalam
intibumi (bagian luar) material bumi bersifat cair.
Seismologi, seperti geofisika pada umumnya, bekerja pada tiga front paralel,
yaitu: dengan observasi atau pengukuran di lapangan (termasuk perekaman gempa),
dengan penyelidikan di laboratorium, dan dengan kajian teoritis. Di sini, masalah
yang timbul seringkali sangat sukar karena sebagian besar dari obyek yang dipelajari,
yaitu bagian dalam bumi, secara umum tidak dapat diukur secara langsung di
permukaan. Sebagai pengganti kita mengandalkan pengamatan tidak langsung, yang
dilakukan pada permukaan bumi atau sangat dekat dengan bumi. Adalah jelas bahwa
interpretasi dari pengamatan seperti itu akan memiliki tingkat kesulitan yang besar.
Adalah tidak diragukan lagi bahwa pengamatan seismologi (umumnya dalam bentuk
rekaman seismogram) tidak mempunyai ambiguitas (bermakna ganda) yang berarti
lebih dapat dipercaya dari pada pengamatan geofisika yang lain, seperti gravitasi dan
magnetik.
Penelitian di laboratorium yang berkaitan dengan seismologi juga banyak
dilakukan, terutama yang menyangkut kelakuan berbagai material pada tekanan dan
temperatur yang tinggi. Di sini dimungkinkan untuk meniru proses dalam bumi yang
terjadi di daerah gempa, demikian pula dengan penjalaran gelombang di bagian
dalam bumi. Experiman semacam itu biasa diacu sebagai seismologi model.
Keuntungan penelitian di laboratorium adalah bahwa parameter-parameter yang ada
dapat dikontrol dengan lebih baik dari pada parameter-parameter alami yang ada.
Penyelidikan di laboratorium, khususnya seismologi model telah merupakan
komplemen yang berguna pada saat ini.
Seismologi dikenal sebagai ilmu yang independen baru sekitar awal abad 20.
Akan tetapi landasan teori, khususnya teori elastisitas dan penjalaran gelombang,
telah berkembang jauh lebih awal. Teori elastistas yang dikembangkan terutama oleh
CAUCHY dan POISSON sudah dimulai pada pertengahan abad 19. Observasi
gempabumi dan efeknya telah dilakukan orang dan telah tercatat dalam sejarah jauh
sebelum itu. Alat khusus untuk pengamatan gempa bumi, yaitu seismoskop sudah
dipakai di China kira-kira satu abad sesudah Masehi. Akan tetapi dasar-dasar teoritis
dan observasi, baru benar-benar terpadu satu sama lain pada permulaan abad 19. Ini
semua adalah berkat perkembangan konstruksi seismograf yang telah memungkinkan
dua disiplin tersebut dapat digabungkan.
1.2. Perkembangan Teori Elastisitas dan Seismologi
Secara singkat perkembangan teori elastisitas dan seismologi dapat ditulis
berturut-turut dari tahun ditemukan / dikembangkannya hal-hal yang bersangkutan
dengan teori elastisitas dan seismologi oleh ilmuwan-ilmuwan terdahulu, yang dapat
dirangkum dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Sejarah perkembangan teori elastisitas dan seismologi


Tahun

Nama

Hal yang ditemukan berkaitan dengan teori elastisitas

1638

GALILEO

1660

HOOKE

1799

CAVENDISH

1821

NAVIER

1822

CAUCHY

1830

STOKES

1860

MALLET

Deformasi batang / balok (problem Galileo). Batang yang


ditopang di pinggirnya dan digantungi beban di tengahnya
akan melengkung sesuai dengan berat bebannya.
Kesebandingan antara stress dan strain (hukum HOOKE).
Stress dan strain berbanding secara linear.
Penentuan densitas rata-rata bumi. Pengukuran tetapan
gravitasi umum memungkinkan massa (dan densitas ratarata) bumi dapat ditentukan.
Persamaan umum elastisitas. Persamaan matematis yang
melukiskan hubungan antara stress dan strain secara
menyeluruh.
Dasar-dasar teori elastisitas, termasuk gelombang elastik
dan penjalarannya di dalam medium.
Kompresibilitas dan modulus geser. Modulus elastisitas
yang menunjukkan ketahanan benda untuk dimampatkan
(compressibility) dan dipencengkan (shear modulus)
Peta seismisitas dunia

1874

DE ROSSI

1878

HOERNES

1880

GRAY, MILNE,
EWING

1887

RAYLEIGH

1888

SCHMIDT

1897

WIECHERT

1899

KNOTT

1900

WIECHERT

1900
1906

MONTESSUS DE
BALLORE, MILNE
OLDHAM

1906

GALITZIN

1906

REID

1909

MOHOROVICIC

Penggunaan skala intensitas yang pertama yang dibagi


atas 10 skala.
Klasifikasi gempabumi, yang terdiri dari gempa tektonik,
vulkanik, dan runtuhan.
Konstruksi seismograf
Gelombang permukaan dengan gerakan partikel retrograd
elliptik (Gelombang Rayleigh)
Penjalaran gelombang di dalam bumi, yang harus
melengkung karena kecepatannya yang makin besar
dengan kedalaman.
Hipotesis iron-core (inti-besi), bahwa material pokok inti
bumi adalah besi.
Refleksi dan refraksi gelombang elastik. Partisi energi
gelombang elastik pada proses pantulan dan biasan.
Konstruksi seismograf Wiechert, yang menggunakan masa
yang besar untuk memperpanjang perioda naturalnya.
Peta seismisitas dunia
Hipotesis iron-core (inti bumi dari besi), pembuktian
secara seismologi
Konstruksi seismogram Galitzin; aplikasi induksi
elektromagnetik
Elastic rebound theory (teori loncatan elastik), teori yang
secara umum masih diakui untuk mekanisme gempabumi
tektonik
Diskontinuitas Mohorovisic (dikontinuitas elastik yang
tajam antara material kerakbumi dengan mantel

Tahun

Nama

Hal yang ditemukan berkaitan dengan teori elastisitas

1911

LOVE

1913

GUTENBERG

1922
1928
1935
1935
1936
1954

TUNER
WADATI
BENIOFF
RICHTER
LEHMANN
BENIOFF &
WADATI

Gelombang permukaan yang gerakan partikelnya adalah


horisontal seperti gelombang SH (Gelombang Love)
Perhitungan kedalaman inti luar (outer core), 2900 km,
berdasar daerah bayangan fase gelombang P
Indikasi adanya gempabumi dengan fokus dalam
Adanya gempa bumi dalam terbukti
Konstruksi seismograf regangan
Skala kekuatan/magnitude gempabumi
Penemuan inti dalam (inner core)
Penemuan dipping seismic zone sehubungan dengan
subduction zone.

1.3. Pengamatan gempa bumi


Catatan tentang kejadian gempa bumi sudah ada sejak 1800 sebelum Masehi.
Sampai dengan tahun-tahun 1600-an, catatan ini masih bersifat kualitatif-diskriptif.
Kebanyakan laporan mengenai gempa bumi hanya menyebut akibat yang
ditimbulkanya pada konstruksi, topografi, dsb. Adalah hal yang sudah umum bahwa
efek sekunder akan teramati dan digambarkan lebih detail, sementara efek primer
seperti patahan mendapat perhatian yang lebih kecil.
Baru pada tahun-tahun 1700-an kejadian gempa telah dilaporkan secara lebih
ilmiah. Gempa Lisbon pada tanggal 1 November 1755 telah dipelajari secara lebih
ilmiah; Gempa Calibria, Italia, pada tahun 1783 telah dipelajari oleh sebuah komisi
ilmu pengetahuan khusus. Gempa Cutch di India (1819) tampaknya merupakan yang
pertama dilaporkan bahwa gempa merupakan efek yang jelas dari aktivitas sesar.
Studi lebih lanjut dari observasi lapangan yang berhubungan dengan rekahan-rekahan
(sesar) dipermukaan dilaporkan dari gempa Owari, Jepang pada 1891 dan dari gempa
San Fransisco pada tahun 1908. Yang tersebut terachir telah melahirkan teori loncatan
elastik (elastic rebound theory) oleh Reid, yaitu teori tentang mekanisme gempabumi
yang masih valid sampai sekarang.
Pada tahun 1878, R. Hoernes dari German mengusulkan klasifikasi gempa
bumi, yang juga masih valid sampai sekarang, yaitu:
1. Gempabumi runtuhan (Collapse earthquakes), yang disebabkan oleh runtuhnya
lubang-lubang didalam bumi, seperti gua, tambang dan sebagainya.
2. Gempabumi volkanik (Volcanic earthquakes)
3. Gempabumi tektonik (Tectonic earthquakes)
Gempabumi tektonik dikarenakan oleh proses penyesaran karena perlipatan
kerak bumi, pembentukan pegunungan dan sebagainya yang secara umum berupa
gerakan dalam bumi padat. Gempabumi jenis inilah yang signifikan terjadi di bumi
secara menyeluruh. Gempa jenis 1 dan 2 pada umumnya hanya signifikan secara
lokal dan kecil magnitudonya.
Berdasar pengamatan gempa, efek gempabumi akan sangat kuat pada tanah
yang lunak dan basah dari pada dalam tanah yang keras apalagi kering. Demikian
juga dengan amplitudo gerakannya, ditanah yang lunak akan lebih besar dari pada di

tanah yang keras. Hasil observasi ini telah dikonfirmasikan dengan perekaman
langsung dengan seismograf.
Satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu arah jatuhnya pilar akibat gempa.
Sebelumnya dipercaya bahwa arah jatuhnya pilar berkaitan dengan arah letak pusat
gempa. Namun kenyataannya dalam banyak kasus arah jatuhnya pilar tegak lurus
terhadap arah pusat gempa. Jelas bahwa penyebab jatuhnya pilar dapat berupa
gelombang longitudinal (yang searah) ataupun gelombang transversal (yang tegak
lurus)
Gempabumi bawah laut dapat dirasakan diatas kapal karena gelombang
gempa dapat menjalar di dalam air dari sebuah kejutan (shock) dibawah dasar laut.
Ini hanya memungkinkan untuk gelombang longitudinal. Beberapa laporan
menyatakan bahwa gelombang ini dapat menyebabkan sensasi seolah-olah kapal
menabrak batu yang keras.. Efek gempa bawah laut yang lain yaitu apa yang
dinamakan tsunami (atau gelombang pasang, tapi sebetulnya salah menamakan). Ini
adalah gelombang pada permukaan laut, beberapa ratus kilometer
panjanggelombangnya, tetapi tidak begitu tinggi, yang menjalar dengan kecepatan
kira-kira 220 m/sec pada perairan dengan kedalaman 5 km, dan lebih lambat pada
perairan yang lebih dangkal. Pada laut terbuka tsunami tidak memperlihatkan bahaya,
tetapi jika menghantam pantai, khususnya pada celah yang sempit, tsunami akan
meningkat tingginya dan bisa menyebabkan banyak kerusakan.
Untuk menyatakan efek gempabumi secara kuantitatif (sehingga dinamakan
observasi makroseismik), De Rossi dari Italia memperkenalkan skala intensitas pada
tahun 1870-an. Pada tahun 1881, Forel dari Swis memperkenalkan skala yang serupa;
dan setelah itu mereka menggabungkannya menjadi skala Rossi-Forel. Dengan
menggambarkan harga intensitas gempa ini diatas peta, akan diperoleh peta
isoseismal (isoseismal adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang berintensitas
sama). Berdasar peta isoseismal ini magnitude dan kedalaman gempa dapat
diperkirakan, yaitu bila intensitas turun dengan cepat terhadap jarak maka gempanya
adalah dangkal.
1.4 Pengetahuan awal tentang bagian dalam bumi
Pada mulanya, dalam waktu yang cukup lama, pengetahuan tentang bagian
dalam bumi merupakan obyek spekulasi dan imajinasi bebas. Pendapat pertama yang
cukup ilmiah boleh jadi yang berdasarkan pengamatan pada lava cair yang keluar dari
gunungapi yang sampai pada kesimpulan bahwa bumi bagian dalam adalah panas,
membara, dan meleleh. Pendapat ini mendapat dukungan karena sebelumnya telah
diketahui bahwa temperatur di dalam bumi naik dengan bertambahnya kedalaman.
Namun Poisson tidak percaya bahwa pusat bumi berupa gas dengan temperatur yang
mencapai ratusan ribu derajat, dan mengingatkan bahwa suhu tersebut tidak bisa
diperkirakan hanya berdasar extrapolasi suhu bumi yang diukur di dekat permukaan.
Dengan menggunakan hasil observasi efek pasang-surut terhadap bumi padat, Lord
Kelvin, pada tahun 1863 mengklaim bahwa bumi secara keseluruhan adalah lebih
keras (rigid) dari pada kaca. Pendapat ini mendapatkan dukungan setelahnya, namun
sebagai perbandingan bukanlah kaca tetapi baja.
Sejak awal abad ke 18, perkiraan harga densitas rata-rata bumi telah mencapai
harga yang mendekati kenyataan, antara lain oleh ilmuwan Inggris, Lord Cavendis
pada tahun 1799. Karena harga densitas ini melebihi densitas batuan dipermukaan,
maka kesimpulannya adalah bahwa densitas bumi harus bertambah dengan

kedalaman dan diasumsikan mencapai maksimum di pusatnya. Pada tahun 1897,


geofisikawan Jerman, Wiechert menemukan berdasar perhitungan teoritis bahwa
bagian dalam bumi terdiri dari mantel (silikat) dengan ketebalan kurang lebih 1500
km, yang melingkupi inti besi. Ini adalah usulan yang pertama sehingga dikenal
sebagai hipotesis inti besi. Adanya inti bumi kemudian telah dikonfirmasikan oleh
Oldham, seismologist Inggris pada tahun 1906. Kedalaman core telah direvisi
menjadi harganya pada saat ini (2900 km) oleh geofisikawan Jerman/Amerika,
Guttenberg pada tahun 1913.
1.5 Instalasi seismograf: Seismologi menjadi sains.
Pada subbab 1.3 telah disinggung bahwa pengamatan gempa dapat dilakukan
secara kualitatif dengan menggunakan skala intenitas sejak skala ini diperkenalkan
pada tahun 1870-an, namun laporan deskriptif murni yang ada masih terlalu jauh dari
dasar-dasar matematis teori elastisitas untuk dapat menyatukan dua disiplin ilmu
yaitu ilmu-ilmu tentang elastisitas dan gempabumi. Dengan instalasi seismograf, link
pemersatu antara kedua disiplin ilmu tersebut terwujut, dan gempabumi dapat
dipelajari secara eksak. Ini telah mengubah seismologi menjadi sains, yang tidak
hanya merupakan ilmu yang diskriptif alamiah, tetapi juga ilmu matematis-fisis.
Sekarang adalah sama sulitnya untuk memahami seismologi tanpa seismograf
dengan astronomi tanpa teleskop. Sementara teleskop telah ada sekitar tahun 1600-an,
seismogram yang pertama kali digunakan baru tercatat pada tahun 1880, yaitu sejak
tiga orang Inggris yaitu Gray, Milne, dan Ewing membuat seismograf di Jepang
(khusus untuk gempa-gempa di Jepang).
Setelah itu perkembangan pembuatan seismograf tumbuh dengan cepat, dan 2
seismologist mempublikasikan konstruksi seismograf yang mereka buat, yaitu
Wiechert (Jerman) pada tahun 1903 yang membuat seismograf mekanis dan Galitzin
(Rusia) membuat seismograf elektromagnetik pada tahun 1911. Beberapa seismograf
jenis awal masih banyak yang dioperasikan dan bekerja dengan baik, khususnya di
Eropa tempat seismograf ini dikembangkan. Karena kecilnya magnifikasi seismograf
ini, mereka masih mempunyai arti yang penting untuk merekam kejadian gempa
yang besar, yang kadang-kadang sudah diluar jangkauan seismograf modern yang
biasanya mempunyai magnifikasi yang besar.
Segera setelah studi seismogram yang pertama dihasilkan, identifikasi
gelombang longitudinal dan transerval menjadi sangat jelas. Demikian juga dengan
gelombang Rayleigh. Pada tahun 1890-an, Oldham di Inggris dan Wiechert di
German secara terpisah mengemukakan bahwa gelombang longitudinal, gelombang
transerval dan gelombang permukaan ada pada seismogram. Melalui penemuan ini
link dengan teori elstisitas dibangun, dan ini merupakan permulaan periode yang
sangat berarti dalam seismologi. Pada periode ini banyak ditemukan permukaan
diskontinyuitas di dalam bumi. Pada tahun 1913, Guttenberg mengkonfirmasikan
bahwa kedalaman intibumi berdasar data seismogram adalah 2900 km. Pada tahun
1930-an, inti dalam diketemukan dan kedalamannya sekitar 5000 km. Penemuan lain
yang terkenal adalah diskontinuitas dibawah kerak bumi. Ini ditemukan oleh
Mohorovicic pada tahun 1909 dengan menggunakan rekaman seismik dari gempa
bumi di Kroasia. Setelah itu permukaan ini dinamakan diskontinuitas Mohorovicic
atau kependekannya, Moho. Adanya gempa dalam telah ditemukan oleh seismologist
Inggris, Turner pada tahun 1922 dan seismologist Jepang, Wadati pada tahun 1928.
Gempa ini mempunyai kedalaman sampai beberapa ratus km. Gempa yang paling

dalam mencapai 720 km dijumpai di kepulauan Indonesia. Pada tahun 1954, Wadati
dan Benioff dalam penelitiannya, yang antara lain menggunakan data gempa di
bawah pulau Jawa mendapatkan dipping seismic zone (Wadati-Benioff zone) yang
berhubungan dengan lempeng kerak bumi yang sedang menghunjam di bawah
lempeng kerak yang lain pada daerah subduksi.
Untuk selanjutnya, adalah suatu hal yang berat untuk menjadikan seismologi
sebagai ilmu yang populer. Tapi sejak perang dunia kedua, seismologi menjadi sangat
berarti lagi karena dengan seismologi dimungkinkan untuk mendeteksi ledakan,
khususnya ledakan nuklir. Oleh karena itu, khususnya di Amerika sejak tahun 1950an penelitian seismologi telah mendapatkan dukungan dana yang cukup besar dari
pemerintah. Melalui proyek VELA nya, Amerika telah mengeluarkan dana yang
sangat besar tidak hanya untuk dalam negeri, tapi juga dikompetisikan di luar negeri
dengan terbuka dan bebas. Namun pada tahun 1970-an, proyek penelitian ini mulai
diberhentikan dan dilanjutkan di dalam negeri dengan penelitian yang bersifat
aplikasi. Di samping itu, UNESCO ternyata juga mempunyai ketertarikan yang
sangat besar pada masalah gempabumi, karena bencana yang diakibatkannya. Untuk
itu UNESCO telah banyak mengeluarkan dana di samping untuk mempelajari resiko
gempa untuk manusia maupun bangunan di seluruh penjuru dunia, juga berusaha
untuk mencari cara untuk mengurangi resiko tersebut (mitigasi). Dalam International
Geophysical Year (IGY) pada tahun 1957-1958 telah diprakarsai kerjasama
internasional terutama untuk memperbaiki jejaring observasi gempabumi, khususnya
di belahan bumi Selatan, termasuk Antartika, dan menggiatkan kerjasama global
dalam bidang seismologi. Selama tahun 1960-an, International Upper Mantle Project
(UMP) telah memberikan sumbangan yang cukup berarti pula untuk mengatasi
masalah besar dalam seismologi, antara lain menstimulasi kerja sama yang lebih erat
antara cabang-cabang ilmu geofisika yang berbeda ataupun ilmu lain yang terkait.
Setelah UMP berakhir pada tahun 1970, International Geodynamics Project telah
menggantikan menyediakan dana untuk kerja sama yang lebih luas, multi disiplin
untuk memecahkan masalah-masalah utama dalam geofisika, geokimia, dan geologi.
Akhirnya, kita dapat menyimpulkan perkembangan seismologi sebagaimana
ilmu pengetahuan pada umumnya. Pada awalnya dengan pemikiran yang relatif
sederhana bisa diperoleh hasil dengan ketepatan yang mengherankan. Tapi pada fase
berikutnya, bila orang ingin memperbaiki hasil tersebut, banyak sekali problem akan
dijumpai, yang memerlukan input yang relatif besar untuk output yang biasa saja.
Ilustrasi hubungan antara output dan input dalam fase-fase perkembangan seismologi
dapat dilihat pada gambar 1.1. Pada tahap awal yang dinyatakan sebagai fase A,
dengan input yang relatif kecil dapat diperoleh output yang relatif besar. Tapi pada
tahap berikutnya yaitu fase B, situasinya berbalik, yaitu dengan input yang besar
diperoleh output yang kecil.

O
U
T
P
U
T

B
A

INPUT

Gambar 1.2. Hubungan antara output dan input dalam perkembangan

Seismologi pada fase A (tahap awal) dan fase B (tahap berikutnya)

You might also like