Professional Documents
Culture Documents
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau
suatu histerektomia untuk janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998 ).
Post partum adalah suatu masa yang dimulai setelah partus selesai
dan berakhir kira-kira 6 minggu, tetapi setelah alat genetalia pulih kembali
seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Winkjosastro,2002).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu
bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multi para kurang
dari 5 cm (Mochtar,2002).
Sehingga dapat saya simpulkan bahwa post seksio sesaria dengan
indikasi Ketuban pecah dini adalah suatu masa nifas setelah menjalani
persalinan dengan cara menyayat dinding uterus untuk mengeluarkan janin
yang dikarenakan air ketuban yang keluar sebelum ada tanda-tanda persalinan.
1. Mons Pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutran
berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang
diatas simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea
(minyak) dan ditumbuhi Rambut berwarna hitam, kasar dan ikal pada
masa pubertas, yakni sekitar satu sampai dua tahun sebelum awitan haid.
Fungsinya sebagai bantal pada saat melakukan hubungan sex.
2. Labia Mayora
Labia mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang
menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis.
Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengelilingi labia
monora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora melindungi
labia minora, meatus urinarius, dan introitus vagina (muara vagina).
3. Labia Minora
Labia minora, terletak di antara dua labia mayora, merupakan
lipatan kulit yang panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang
ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette.
Sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen,
permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina; merah
muda dan basah. Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia
berwarna
merah
kemurahan
dan
memungkinkan
labia
minora
5. Prepusium Klitoris
Dekat sambungan anterior, labia minora kanan dan kiri memisah
menjadi bagian medial dan lateral. Bagian lateral menyatu di bagian atas
klitoris dan membentuk prepusium, penutup yang berbentuk seperti kait.
Bagian medial menyatu di bagian bawah klitoris untuk membentuk
frenulum. Kadang-kadang prepusium menutupi klitoris.
6. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau
lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.
Vestibulum terdiri dari muara utetra, kelenjar parauretra (vestibulum
minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina (vestibulum mayus,
vulvovagina, atau Bartholin). Permukaan vestibulum yang tipis dan agak
berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia (deodorant semprot, garamgaraman, busa sabun), panas, rabas dan friksi (celana jins yang ketat).
7. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan
tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di
garis tengah dibawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa
navikularis terletak di antara fourchette dan himen.
8. Perineum
Perineum ialah daerah muscular yang ditutupi kulit antara introitus
vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.
Penggunaan istilah vulva dan perineum kadang-kadang tertuk
b. Struktur Intenal
nal
1. Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus,
uterus, dibawah dan di
belakang tuba falopii.
falopii Dua ligamen mengikat ovarium pada tempatnya,
yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium
dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira
kira kira setinggi Krista iliaka antero
superior, dan ligamentum ovari
ov proprium.
Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan
memproduksi hormon. Saat lahir, ovarium wanita normal mengandung
sangat banyak ovum primordial (primitif). Ovarium juga merupakan
tempat utama produksi hormon seks steroid (estrogen,
(estrogen, progesterone,
proge
dan
androgen)
dalam
jumlah
yang
dibutuhkan
untuk
pertumbuhan,
perjalanan ovum dapat terhalang di titik manapun dan jika ovum tadi di
buahi maka terjadi kehamilan etropik.
3. Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh
peritoneum / serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng.
Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm
pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara
50-70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80
gram / lebih.
Uterus terdiri dari:
a) Fundus Uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, disitu ke-2 tuba fallopi berinsensi
ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai dimana fundus
uteris berada oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan
perabaan fundus uteri.
b) Korpus Uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada
korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3
lapisan: serosa, muskula & mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai
janin berkembang.
c) Serviks Uteri
Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak
dibawah isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun
di
vestibulum
di
antara
labia
minora
vulva)
sampai
serviks.Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas. Karena tonjolan serviks ke bagian atas
vagina, panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 7,5 cm, sedangkan
panjang dinding posterior sekitar 9 cm. Ceruk yang terbentuk di sekeliling
serviks yang menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan
posterior.
Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi
estrogen dan progesterone. Sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus
menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang diambil dari mukosa
vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon seks steroid.
Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau bawah. Cairan
sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen
a. Kulit
1) Lapisan Epidermis
Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa bertingkat.
Sel-sel yang menyusunya secara berkesinambungan dibentuk oleh
lapisan germinal dalam epitel silindris dan mendatar ketika didorong
oleh sel-sel baru kearah permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan.
Lapisan luar terdiri dari keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak
memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat rapat.
2) Lapisan Dermis
Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa dan
elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa
sejumlah papilla kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan
subkutan dan fasia, lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh
limfe dan saraf.
3) Lapisan subkutan
Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh
darah dan ujung syaraf. Lapisan ini mengikat kulit secara longgar
dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya. Dalam hubungannya
dengan tindakan Seksio Sesaria, lapisan ini adalah pengikat organorgan yang ada di abdomen, khususnya uterus. Organ-organ di
abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium. Dalam
tindakan Seksio Sesaria, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar
(epidermis) sampai dinding uterus.
b. Fasia
oleh variabel lapisan lemak.. Fascias adalah lembar jaringan ikat atau
mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh.
c. Otot perut
C. Etiologi
1. Penyebab ketuban pecah dini
Penyebab ketuban pecah dini karena berkurangnya kekuatan membran
atau meningkatnya tekanan intra uterin atau kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan membran disebabkan adanya infeksi yang dapat
berasal dari vagina dan serviks (Saifudin, 2000).
Menurut manuaba 1998 penyebab ketuban pecah dini antara lain
a.
servik incompetent
yaitu kelainan pada servik uteri di mana kanalis servikalis selalu
terbuka.
b.
c.
d.
e.
f.
Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini
seksio
sesaria
bila
ada
Panggul
sempit,
Kontra indikasi
a) Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan janin
hidup kecil. Dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan
operasi.
b) Janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk
seksio sesaria ekstra peritoneal tidak ada.
D. Patofisiologi
Ketuban pecah dini terjadi karena ada kelemahan selaput ketuban
perubahan menyeluruh dalam metabolisme kolagen atau ketika tekanan
dalam ketuban meningkat. Adanya bakteri yang mengandung enzime protease
dan kolagenase di tambah dengan respon inflamasi dari neutrofil secara
bersama-sama menurukan kadar kolagen membran yang akan mengakibatkan
penurunan kekuatan dan elastisitas selaput membran. Diduga juga adanya
molekul perusak jaringan lunak yang di sebut Reactive Oxigen Species ( ROS
) merusak kebutuhan jaringan kolagen sehingga menyebabkan kelemahan
selaput ketuban.
Produksi relaxine yang berlebihan juga akan meningkatkan aktivitas
enzime kolagenase yang akan merusak jaringan kolagen dari selaput ketuban.
Kemungkinan jugatrombosis vaskuler plasenta juga turut berperen karena
menimbulkan gangguan transport nutrisi sehingga aktivitas metabolisme
kolagen terganggu ( Mochtar, 1998).
E. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau
tanpa komlikasi harus di rujuk di rumah sakit. Bila janin hidup dan terdapat
polap tali pusat pasien di rujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari
badanya, bila mungkin dengan posisi bersujud. Kalau perlu posisi kepala janin
di dorong keatas dengan 2 jari agar tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di
vulva di bungkus kain hangat yang dilapisi plastik.
Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau
ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti penisilin prokain 1,2
juta IU intra muskuler tiap 12 jam dan ampisilin 1 gr per oral. Bila pasien
tidak tahan ampisilin diberikan eritromisin 1 gr peroral
Bila keluarga pasien menolak rujukan, klien di istirahatkan dengan
posisi berbaring miring, berikan antibiotik pinisilin prokain 1,2 juta IU intra
muskuler tiap 12 jam dan ampicilin 1 gr peroral dengan di ikuti 500 mg tiap 6
jam atau eritromisin dengan dosis yang sama.
Dengan kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan
konservatif yaitu tirah baring, diberi sedatif berupa fenobarbital 3x30 mg.
Diberikan antibiotik selama 5 hari dan glukoortikosteroid, contoh
dexametason 3x5 mg selama 2 hari. Berikan pula tokolisis bila terjadi infeksi,
akhiri kehamilan
Pada kehamilan 33-35 minggu lakukan terapi konservatif selama 24
jam lalu induksikan persalinan, bila terjadi infeksi akhiri kehamilan.
Sedangkan pada kehamilan lebih dari 2 minggu, bila ada his,
mimpin
meneran dan lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his
lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor
pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dengan skor pelvik
lebih dari 5, sectio cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor
pelvik kurang dari 5 ( Arif Mansyur, 2001).
Apabila persalinan dilakukan dengan tindakan Seksio Sesaria maka
penatalaksanaan Post Seksio Sesaria antara lain periksa dan catat tanda
tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam
kemudian. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat. Pemberian
tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum karena pemberian
antibiotika, walaupun pemberian antibiotika sesudah seksio sesarea efektif
dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
Mobilisasi karena pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun
dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua
penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan. Dan pada
tahap akhir adalah pemulangan apabila tidak terdapat komplikasi penderita
dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi (Mochtar Rustam, 2002).
F. Manifestasi klinik
Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau
kecoklatan sedikit- sedikit atau sekaligus banyak. Dapat disertai demam bila
sudah ada infeksi. Janin mudah diraba. Pada pemeriksa dalam selaput ketuban
tidak ada, air ketuban sudah kering. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir
atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering ( Arif mansjoer,
2001).
4) Perdarahan kurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri
spontan kurang atau lebih kecil.
Kekurangan :
1) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat
menye-babkan uterine putus dan terjadi perdarahan hebat.
2) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi.
2. Sectio Caesarea ekstraperitonealis
Sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian
tidak membuka kavum abdominal.
H. Macam-macam anastesi
1. Pengertian
Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran
disertai hilangnya rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap
keadaan membawa problema-problema tersendiri sesuai dengan kondisi
penderita, sebab obat-obat anestesi bersifat depresi pada organ-organ vital.
2. Aspek farmakologik anestesi yaitu :
Narkotik, analgesic, Sedatif, hipnotik, neuroleptik, Relaksasi otot-otot,
Vasokonstriktor dan vasopresor, dan oksitosik
3. Teknik anestesi
a. Anestesi Umum
Anestesi umum adalah menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang
disertai dengan hilangnya kesadaran. Cara kerja obat anestetika
masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke
jaringan, yang pertama terpengaruh adalah jaringan yang kaya akan
pembuluh darah yaitu otak sehingga kesadaran menurun atau hilang,
disertai hilangnya rasa nyeri dan lain-lain.
Cara pemberian obat :
1) Melalui rectum
2) Intramuskular
3) Intra vena
4) Perinhalasi
Kontra indikasi :
1) Kontra indikasi mutlak payah jantung.
2) Kontra indikasi relatif, tergantung kepada efek farmakologis dari
obat yang dipakai yaitu Kelainan jantung hindarkan pemakaian
obat
atau
penghapusan
saluran
udara
dapat
bergabung dengan
mengelilingi
sumsum
tulang
belakang
( cairan
besar
terjadi
untuk
menutup
lubang
dan
Proses
Inflamasi
Reaksi radang
II
Proliferasi
Regenerasi
fibroplasia
III
Penyudahan
Pematangan
perupaan kembali
c. Lochea serosa
Berwarna merah muda agak kekuningan, mengandung serum,
selaput lendir, leucocyt dan jaringan yang telah mati, pada hari ke-7
- 10.
d. Lochea alba
Berwarna putih / jernih, berisi leucocyt, sel epitel, mukosa serviks
dan bakteri atau kuman yang telah mati pada hari ke-1 - 2 minggu
setelah melahirkan.
3. Adaptasi Fisik
a. Tanda-tanda vital
Suhu meningkat, dehidrasi karena perubahan hormonal tetapi bila
suhu diatas 38C dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post
partum perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih,
endometritis dan sebagainya, pembengkakan buah dada pada hari ke2 / 3 setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu,
walaupun tidak selalu.
b.
Adaptasi kardiovaskuler
1) Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik 20
mmHg dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring duduk. Keadaan sementara sebagai kompensasi cardiovaskuler
terhadap penurunan dalam rongga panggul dan perdarahan.
2) Denyut nadi berkisar antara 60 - 70 /menit, berkeringat dan
menggigil mengeluarkan cairan yang berlebihan dari sisa-sisa
d.
e.
f.
g.
Perinuem
perawatan
anak,
seperti
memberikan
makan,
hari
setelah
melahirkan
akan
menangguhkan
pengalaman
kehamilan,
melahirkan
dan
rasa
ketidaknyamanan.
b. Fase taking hold (Fase Independen)
1) Ibu sudah malu menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu
dengan memperlihatkan bayinya.
2) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.
3) Ibu mulai terbuka untukmenerima pendidikan kesehatan bagi diri
dan bayinya.
c. Fase letting go (Fase Interdependen)
1) Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru.
2) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih
meningkat.
3) Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya.
K. Komplikasi
Menurut Mochtar Rustam (1998). Komplikasi akibat seksio
sesaria antara lain:
1. Infeksi puerperal ( nifas )
Infeksi post operasi terjadi apabiia sebelum keadaan pembedahan sudah
ada gejala-gejala infeksi intra parfum atau ada faktor-faktor yang
merupakan gejala infeksi.
a.
b.
c.
L. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan USG (Ultra SonoGrafi)
Untuk menentukan usia kehamilan
2. Test Nitrazin atau test lakmus
M. Pengkajian fokus
Menurut Marillyn E (2001) :
1.
2. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
3. Integritas ego
Dapar menunjukkan labilitas emosional dan kegembiraan sampai
ketakutan, marah atau menarik diri klien/ pasangan dapat memiliki
pertanyaan atau salah terima pesan dalam pengalaman kelahiran
munngkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi
situasi baru.
4.
Eliminasi
Kateter urinarius indwelling tidak terpasang, urine jernih, bau khas
amoniak, bising usus tidak ada, samar/jelas
5. Makanan / Cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal
6. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal
epidural
7. Nyeri / Ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dan berbagai sumber misalnya
trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/abdomen,
efek-efek anestesi, mulut mungkin kering.
8. Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler
9. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh. jalur
parenteral bila digunakan, paten dan insisi bebas eritema, bengkak dan
nyeri tekan
10. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus aliran lochea sedang
dan bebas, bekuan berlebihan / banyak.
11. Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap Hb/Ht, mengkaji perubahan dan pra operasi
dan mengevaluasi efek kehilangan daerah pada pembedahan.
HAMIL
Ketuban pecah dini
Persalinan
N. Pathways Keperawatan
Tindakan SC
Perubahan Psikologis
Taking In
Dependen, butuh
pelayanan dan
perlindungan
Defisit
paeawatan diri
Post anestesi
Taking Hold
Mampu
Penurunan saraf
menyelesaikan pernafasan
dengan keluarga
Kurang
pengetahuan
mandiri
Luka Post Op
Penurunan saraf
Autonom
Kontinuitas
jaringan terputus
Akumalasi sekret
Penurunan reflek
batuk
Tidak efektifnya
bersihan jalan nafas
Resiko terjadi
konstipasi
Resiko Nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Perangsangan
area sensorik
motorik
Menimbulkan
reflek spasme
otot
Perubahan Fisiologis
Perdarahan
Endokrin
Komponen
darah menurun
Progesteron dan
estrogen turun
Adekuat
Tidak
Adekuat
Prolaktin dan
oksitosin
meningkat
Involusi
Perdarahan
Lochea
Hb turun
Sel darah
merah menurun
Perfusi jaringan
menurun
Nyeri
Kelemahan
fisik
Keterbatasan
mobilitas
Gangguan
pemenuhan
personal higiene
dan ADL
Kontraksi uterus
Produksi ASI
Payudara
bengkak
Isapan bayi
Potensial efektif
Kurang volume
cairan dan
elektrolit
Dehidrasi
Kebersihan
kurang
Lemah
Gangguan pada
hipotalamus
Peningkatan
suhu tubuh
O. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doenges, 2001).
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan
nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder
akibat pembedahan (Doenges, 2001).
4. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2006).
5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
6. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam
pembedaran (Doenges, 2001).
7. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal /
rektal (Doenges, 2001).
8. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi
(Carpenito, 2006).
9. Suhu tubuh berhubungan dengan intake yang kurang (dehidrasi ).
10. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges,
2001).
11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis,
periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri
(Doenges, 2001)
b.
Intervensi :
a.
b.
c.
d.
e.
b.
Intervensi :
a.
b.
c.
d.
e.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
klien
dapat
Rasional : Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena
kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat terpenuhi dengan bantuan
keluarga dan perawat.
e. Tingkatkan aktifitas secara bertahap
Rasional : Aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh para
klien sesuai yang diinginkan, meningkatkan proses penyembuhan dan
kemampuan koping emosional.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap
bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2006)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a.
Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan fungsio
laesa)
b.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya
infeksi (color)
b. Kaji luka pada abdomen dan balutan
Rasional :Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya
pus.
c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka
dengan teknik aseptik.
Rasional : Masa Post Op, semakin lama durasi anestesi semakin besar
resiko untuk mual. Mual yang lebih dari 3 hari Post Op mungkin
dihubungkan untuk mengontrol rasa sakit atau terapi obat lain.
d. Periksa pembalut, banyaknya perdarahan
Rasional : Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada
hemoragi.
e. Kolaborasi pemberian cairan sesuai program
Rasional
Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan
saat penerimaan
Rasional: membuat data dasar, membantyu dan memantau keefektifan
aturan terapeutik dan menyadarkan perawat terhadap ketidaktepatan
kecenderungan dalam penurunan/penambah berat badan
c.
kebutuhan
memenuhi
metabolic
dan
meningkatkan
penyembuhan
d.
e.
aktivitas
yang
menentukan
atau
meningkatkan
b.
c.
d.
b.
Intervensi :
a.
b.
c.
d.
Memperbaiki
harga
diri,
meningkatkan
perasaan
kesejahteraan.
e.
f.
dengan
kurang
pemajanan/mengingat,
kesalahan
b.