“ARTIKEL
PERILAKU PENCARIAN PELAYANAN KESEHATAN
MASYARAKAT KAMPUNG NAGA, KABUPATEN TASIKMALA'
7” Puslit Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes
” Puslit Penyakit Tidak Menular, Badan Litbangkes
Qleh : D. Anwar Musadad’, Ekowati Rahajeng , Luthfi Syafei’, dan Soekidjo Notoatmodjo™
™ Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
ie
Pendahuluan
jam mencari pelayanan Kesehatan, pengobatan
D ndiri paling umum dilakukan oleh penduduk
bila sakit, baik di perkotaan maupun pedesaan.
Proporsi penduduk yang melakukan pengobatan sendiri
mencapai 38,73% dari total penduduk yang mencari
pengobatan tanpa dirinci secara jelas apakah mengguna-
‘kan obat modern atas obat tradisional, sedangkan yang
‘menggunakan jasa dukun, tabih, sinshe, dan lain-lain
‘mencapai 6,164".
Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dipengaruhi
oleh tiga faktor besar, yaitu faktor predisposing, Faktor
enabling, dan faktor need”. Faktor predisposing adalah
predisposisi seseorang untuk menggunakan pelayanan,
yaito faktor demografi, faktor struktur sosial, dan faktor
keyakinan terhadap —kesehatan. Faktor enabling
merupakan kemampuan seseorang untuk mencari
pelayanan, yaitu berupa sumber daya Keluarga atau
sumber daya masyarakat, sedangkan faktor need adalah
kebutuhan seseorang akan pelayanan.
Pencarian pelayanan kesehatan ditentukan oleh
kebutuhan yang dirasakan (perceived need)”. Kebutuhan
ini merupakan keputusan pertama untuk menentukan
tingkah Taku seseorang untuk berobat atau tidak. Jika
Keputusan untuk berobat tersebut disertai pula dengan
“edie Ltbangkes Vor ViTNo. OF & OV7997
kemauan (willingness) dan kemampuan (ability) untuk
membayar imbalan terhadap upaya Kesehatan tersebut
dapatlah dikatakan tercapai effective demand.
Pencarian pelayanan Kesehatan juga dipengaruhi
oleh keterjangkauan akan sarana pelayanan keschatan
oleh masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan 63%
pengunjung puskesmas berasal dari masyarakat yang
inggal dalam radius 0--2 km dan 81,5% pengunjung
puskesmas pembantu berasal dari masyarakat_ yang
tinggal dalam radius 0--1,5 km dari Puskesmas
Untuk mengetahui hubungan antar salah satu faktor
predisposisi, yakni adat istiadavkepercayaan dengan
pencarian pelayanan Kesehatan pada masyarakat,
pedesaan, telah dilakukan suatu studi kualitatif tentang
pencarian pelayanan Kesehatan pada masyarakat
Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya.
Penelitian ini merupakan suaty studi kualitatif
dengan latar penelitian masyarakat Kampung Naga.
Kampung Naga merupakan salah satu kampong
tradisional yang ada di Kabupaten Daerah Tingkat II
Tasikmalaya Jawa Barat, yang secara turun temurun
mempertahankan adat istiadat Sunda secara ketal.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara
wawancara mendalam Cindepth’ interview) terhadap
tokoh-tokoh_masyarakavinforman_ seperti_ketua adat
FARTIKEL
Ckuncen’), ketua RT, ‘amil/lebai’, ‘tukang nyampe', dan
beberapa ibu balita, serta observasi lingkungan di lokasi
selama 3 hari, dari tanggal 15 -- 17 Desember 1994.
Penentuan tokoh yang diwawancarai didasarkan pada
hasil observasi awal tentang informan yang dianggap
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pencarian
pelayanan keschatan oleh masyarakat. Pemilihan metoda
indepth study dimaksudkan untuk menghindari pei
kehadiran peneliti terhadap keabsahan data®
Catatan wawancara dan hasil observasi lingku
kemudian diolah dan dianalisa secara deskripti:
Hasil
Kampung Naga
Kampung Naga adalah sebuah kampung yang
‘merupakan bagian dari Desa Negla Sari Kecamatan
Salawu Kabupaten Daerah Tingkat Il Tasikmalaya
Propinsi Jawa Barat. Letak kampung ini berada di jalur
Jalu lintas Tasikmalaya-Garut, dengan jarak lebih kurang
1 km ke bawah/lembah dengan melalui anak tanga
sebanyak lebih Kurang 400 anak tanga. Dengan luas
daerah permukiman 1,5 hektar, penduduknya berjumlah
308 jiwa dengan 98 kepala keluarga (KK), terdiri dari
155 penduduk wanita dan 153 penduduk pria, Mata
pencaharian pokok penduduk adalah tani di samping
dagang dan membuat kerajinan anyaman, Seluruh warga
Kampung Naga beragama Islam yang mereka anut secara
turun temurun dari lelubur mereka.
Jumlah bangunan di Kampung Naga sebanyak 107
buah, terdiri dari 103 buah rumah penduduk, 1 buah
‘masjid, 1 buah rumah adat (‘Bumi Ageung’), 1 buah
balai/tempat pertemuan dan satu buah lumbung. Jumlah
bangunan tersebut tidak boleh bertambah, baik karena
alasan adat maupun Karena lahat pemukimannya yang
terbatas. Seluruh bangunan rumah mempunyai bentuk
dan posisi yang sama, dengan ukuran luas relatit sama.
Bahan bangunan yang digunakan adalah kayu dan
bambu untuk rangka, bambu anyam/gedeg untuk dinding
dan langit-langit, serta ilalang dan ijuk untuk atap.
Sumber air untuk mandi, mencuci dan kakus adalah
air sungai yang dialirkan ke permukiman (kampung). [ni
dilakukan melalui pipa-pipa PVC serta bambu yang
ditampung pada bak penampungan, Sebagian air
dialirkan melalui pipa-pipa berupa pancuran ke kolam
tempat pemeliharaan ikan yang sekaligus digunakan
untuk mandi dan buang air besar. Air untuk memasak
dan minum berasal dari sumber mata air yang terletak di
lingkungan kampung.
Fasilitas penerangan yang digunakan hanya lampu
minyak dan petromak. Listrik pada saat dilakukan
penelitian belum ada karena mereka belum dapat
menerima dengan alasan dapat menimbulkan bahaya
kebakaran. Menurut- mereka, bahan bangunan yang
hanya terdiri dari kayu, bambu, dan ijuk akan sangat
mudah menimbulkan kebakaran, Televisi dan radio
nnsistor sud banyak dimiliki warga, terutama radio
asistor hampir dapat dijumpai disetiap rumah,
Fasilitas pendidikan dan pelayanan kesehatan belum
alt, Anak-anak yang sekolah harus keluar kampung.
Sekolah Dasar (SD) ada di desa, Sekolah Lanjutan
‘Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Menengah Umum
(SMU) di kecamatan, sedangkan warga yang kuliah pada
lumumnya memilih perguruan tinggi yang ada di
Bandung. Jarak kampung ini ke puskesmas lebih kurang
5 km.
Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Kampung,
Naga adalah penolong pengobatan yang mereka sebut
sebaai 'tukang nyampe’
Adat Istiadat dan Kepercayaan
Masyarakat Kampung Naga merupakan masyarakal
gotong royong yang memegang dan ‘memiliki tradisi
warisan nenek moyang, Selain memeluk agama Islam
mereka percaya dan mematuhi adat istiadat dan falsafah
yang diamanatkan para tetwanya.
Secara adat, pada setiap tanggal 1 Muharam
masyarakat memotong kambing hitam serta memotong
ayam jantan dan memasang penangkal di pintu rumah
yang terdiri dari jukut paliyas’ (Pogonatherwm paniceum
HACK), daun ‘darangdan’ (Ficus rostrata LAMK), daun
‘cariang’ (Homalomena alba HASSK), ‘ketupat dupi’
(lantang angin) yaitu ketupat yang berbentuk segi tiga
dibungkus daun bambu. Penangkal ini maksudnya untuk
menolak bala dan penyakit.
Kepercayaan yang tampak kuat adalah kepercayaan
terhadap Dewi Sri (dewi padi), yang mana padi dianggap
sebagai sumber kekuatan, sehingga padi perlu dihargai
lau dihormati sebagai mana layaknya-mabluk
hidup/manusia. Hal ini terlihat dari cara mereka
menghormati padi dengan mengadakan upacara-upacara
lertentu pada setiap tahapan pertumbuban padi hingga
padi dipanen, seperti upacara tabur bibit (upacara pada
waktu menanam padi), upacara pada waktu padi mulai
berbunga, upacara panen serta upacara pada waktu akan
mulai menumbuk padi.
Selain ada kepercayaan-kepercayaan yang harus
diikuti ada juga tradisi atau Kepercayaan yang bagi
masyarakat Kampung Naga dianggap tabu untuk
dilakukan dalam —kehidupan—sehari-hari, seperti
‘Media Libangkes Vol. Vi No. 09 & 04/1987“ARTIKEL
mengubah bentuk dan mengubah bahan hangunan
rumah, menggunakan listrik, menyimpan beras yang
disatukan tempatnya dengan padi, memasuki ‘bum
ageung’, dan lain-lain.
Konsep Sakit dan Penyakit
Dalam kehidupan masyarakat di Kampung Naga,
terutama pada Kalangan orang twa dikenall istilh
*kabadi’, yaitu penyakit yang disehabkan oleh ‘padamelan
kurang tarapti’ (pekerjaan yang Kurang (eliti), misalnys
menyimpan padi lebih dari dua jenis «i dalam
menancapkan bambu atau kayo secara terhalik. Sel
juga terdapat istilah ‘sasalad', yakni penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh kejadian sehari-hari seperti karena
masuk angin, kena panas, kena dingin, dan sebagainya.
Gangguan penyakit yang disebabkan olett ‘kabadi
bisa dalam bentuk panas, sakit kepala yang hebat,
muntah- muntah, Temas, atau bentuk seperti
bengkak-bengkak. Biasanya penyakit tersebut_menjadi
parah setelah waktu dluhur (setelah siang menuju malam
hari). Pada anak-anak penyakit juga bisa disebabkan oleh
karena salah dalam memberi nama.
Selain konsep sakit/penyakit di atas, terdapat pula
‘masyarakat, terutama pada keluarga muda yang
menyatakan bahwa terjadinya sakit atau penyakit
disebabkan Karena masuknya bibit penyakit ke dalam
tubuh manusia.
‘Tempat Pengobatan
Masyarakai di Kampung Naga pads umun
sudah -mengenal, bahkan sudah banyak yang meng-
gunakan fasilitas pelayanan Kesehatan profesional seperti
puskesmas, dokter prakiek, dan maniri kesehatan sebagai
tempat pengobatan penyakit. Walaupun sarana pelayanan
keschatan tidak tersedia di Kampung tersebut, merekit
dengan menggunakan sarana angkutan umum sudah,
banyak yang pergi ke puskesmas yang berjarak lebit
kurang 5-7 km.
‘Akan tetapi untuk pencarian pertolongan pertama,
pada umumnya masyarakat di Kampung Naga adalah
dengan meminta pertolongan jasa dukun pengobat
tradisional yang dalam istilah masyarakat Kampung
Naga disebut sebagai ‘tukang nyampe’. Tukang nyampe’
yang ada di Kampung Naga sebanyak 7 orang dengan
usia rata-rata sudah tua, di atas 50 tahun. "Tukang
‘nyampe’ tidak hanya melayani masyarakat Kampung
Naga, tetapi juga masyarakat lain di tuar Kampung
Naga,
Sedangkan untuk pertolongan persalinan sebagian
esr ibu-ibu menggunakan jasa tenaga dukun beranak
‘atau ‘paraji (di Kampung Naga terdapat 1 orang ‘paraji’.
Pencarian Pengobatan
Untuk mengobati penyakit yang diderita (baik untuk
dirinya maupun anaknya), masyarakat di Kampung Naga
omumnya menggunakan Kombinasi antara pengobatan
tradisional dan pengobatan modern (medis). Dalam hal
pencarian pengobatan, Khususnya pada pertolongan
Ppertama ketikat sakit, sebagian besar masyarakat pergi ke
wukang nyampe’ (berarti orang yang suka memberi
jam “Tukang nyampe’ akan menentukan jenis
penyakit yang diderita seria mengobatinya dengan
memberikan air putih yang telah diberi jampi-jampi,
Dalam meneatukan apakah penyakit ersebut
disebabkan oleh ‘kabadi’ atau hanya merupakan ‘sasalad’,
penderita atau orangtua penderita menyediakan sejenis,
daun ‘walen’ (Fieus ribes, REINW) dan daun ‘etek’ atau
sirih (Piper betle, LINN). Kemudian sambil mengucap;
oe lamun kabadi sing beoreum, Jamun sanes. sing
hejo....." Kedua daun tersebut ‘digerus’. Bila hasil
gerusan berwarna ‘beureum’ (mera) berarti benar yang
bersangkutan ‘kabadi’, sedangkan bila berwarna ‘hejo'
(hijau) berarti bukan ‘kabadi’, capi 'sasalad’
Penderita penyakit yang disebabkan ‘kabadi’
membawa gerusan daun tersebut ke ‘tukang nyampe’
untuk Kemudian diberijampi-jampi, Setelah “diberi
jampi-jampi kemudian ramuan tersebut dioleskan secara
silang (X) di kening penderita, dan sisanya digosokkan
ke hugian tubuh lain yang dirasakan sakit. Biasanya bila
henar penderita ‘kabadi', tidak lama setelah itu akan
sembuh. Akan tetapi bila tidak sembuh umumnya
masyarakat mencoba pergi ke ‘tukang nyampe’ lain, 2
sampai 3 kali.
Untuk iencariasal penyebab penyakit, penderita
menyediakan ‘ektek’ atau bahan-bahan untuk makan
sirih seperti daun sirih (Piper beile, LINN), kapur dan
gambit (Uncuria gambir, ROXB); bawang putih (Allium
sativum, LINN), “daun panglay’ (Zingiber cassumunar,
ROXB), ‘daun jawer kotok’ (Coleus atropurpureus,
BENTH), dan air cucian beras. Setelah ramuan tersebut
dieri jampi-jampi oleh ‘tkang nyampe’, kemudian
dengan’ menggunakan wadah batok kelapa ramuan
tersebut dibawa ke tempat yang diperkirakan pertama
kali penderita kena penyakit. Bila waktu dipegang
ramuan tersebut tumpah/jatub berarti sumber penyebab
penyakit berasal dari tempat itu, dan arab tumpahan
‘menunjukkan arah sumber penyebab penyakit. Bila
lumpahnya ke sebelah selatan maka sumber penyebab
penyakit berasal dari sebelah selatan, bila tumpabnya ke
“Modla LRbangkos Vol. Vil No. 03 & 0471987
B