Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pioderma merupakan penyakit infeksi kulit yang sering dijumpai. Di Bagian
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia,
insidenya menduduki tempat
ekonomi. Presdiposisi penyakit ini meliputi, higenitas suatu penderita daya tahan
tubuh penderita, hingga penularan penyakit yang disebabkan karena telah adanya
penyakit kulit lain sebelumnya.1
Penyebab utama infeksi kulit pada pioderma ialah kuman Gram positif, yakni
Streptococcus dan Staphylococcus, Selain itu pioderma bisa juga disebabkan oleh
kuman Gram negatif, misalnya: Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus
mirabitis, Escherichia coli, dan Klebsiella. Penyakit ini bisa mengenai anak-anak
maupun dewasa, namun penyakit ini sering di jumpai pada anak-anak, karena
aktivitas anak-anak yang kerap hubungannya terhadap paparan kuman streptococcus
atau staphylococcus yang terdapat pada benda-benda sekelilingnya.1
Prevalensi pioderma dibeberapa negara lain, seperti di Brazil, Ethiopia,
Taiwan,dan lain-lain adalah 0,2-35 %. Prevalensi pioderma di Indonesia adalah
1,4 % pada dewasa dan 0,2 % pada anak.2
Tubuh manusia mempunyai berbagai cara untuk melakukan proteksi terhadap
suatu ancaman dari luar tubuh. Barrier pertama yang dimiliki tubuh adalah kulit yang
menutupi seluruh permukaan tubuh. Kulit terdiri atas lapisan epidermis, dermis dan
basal bersifat sebagai berier yang penting guna mencegah mikroorganisme dan agen
perusak potensial lain masuk ke dalam jaringan yang lebih dalam.2
I.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi, patofisiologi dan etiologi Pioderma
b. Untuk mengetahui bentuk, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan penunjang
Pioderma.
c. Untuk mengetahui penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi Pioderma.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pioderma
merupakan
penyakit
kulit
yang
disebabkan
oleh
bakteri
Staphilococcus Aureus
Impetigo Bulosa
Folikulitis
Furunkel
Karbunkel
Abses Multipel Kelenjar
Streptococcus
- Impetigo Krustosa
- Ektima
- Erisipelas
Keringat
- Hidradenitis
- Staphylococcal Scaled Skin
Syndrome (S4)
2.3 Epidemiologi
Keduanya
- Selulitis
- Flegmon
- Pionika
2.5 Patofisiologi
lain.
Patofisiologi: Penyakit ini mengenai kulit pada lapisan seperfisial (epidermis).
Kuman penyabab dapat ditemukan dan dibiakan dari cairan bulanya. Pada
impetigo bulosa, dari cairan bula ditemukan toksin epidermolitik yang dianggap
sebagai penyebab terjadinya bula. Masuknya kuman melalui mikro lesi dikulit
dan menular.
Klasifikasi : Terdapat 2 bentuk impetigo, impetigo krustosa dan impetigo bulosa.
a. Impetigo Krustosa
- Sinonim : Impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, impetigo Tillbury
-
FoX.
Etiologi : Biasanya Streptococcus B hemolyticus. Tersering pada anak-
anak
Tempat predileksi: muka sekitar hidung dan mulu, anggota gerak
Gambar
2.A
Gambar 2:
Gambar 2.B
Impetigo
tertentu
Diagnosa banding : Ektima
Pengobatan: Jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salep antibiotic,
Gambar 3.A
Gambar 3.B
Gambar 3.C
1.
Pengobatan topikal:
Krem antibiotik
Drainage: bula dan pustule dengan ditusuk jarum steril untuk
berat, lama
Gambar 4.A
Gambar 4.B
Gambar 4: Impetigo neunatorum , (Sumber : Fitzs Patrick)
-
2.7.2 Folikulitis
- Definisi : keradangan yang dimulai dari folikel rambut.
- Etiologi : Biasanya Staphylococcus aureus.
- Epidemiologi: Folikulitis dapat mengenai semua umur, tetapi lebih sering di
jumpai pada anak anak dan folikulitis juga tidak di pengaruhi oleh jenis
kelamin. Jadi pria dan wanita memiliki angka resiko yang sama untuk terkena
folikulitis, dan folkulitis lebih sering timbul pada daerah panas atau beriklim
-
tropis.
Patogenesis: Setiap rambut tumbuh dari folikel, yang merupakan suatu kantung
kecil di bawah kulit. Selain menutupi seluruh kulit kepala, folikel juga terdapat
pada seluruh tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki dan membrane
mukosa bibir. Folikulitis bisa di sebabkan oleh karena minyak ataupun pelumas
dan keringat berlebihan yang menutupi dan menyumbat saluran folikel rambut.
Bisa juga di sebabkan oleh gesekan saat bercukur atau gesekan pakaian pada
folikel rambut maupun trauma atau luka pada kulit. Hal ini merupakan port de
entry dari berbagai mikroorganisme terutama staphylococcus aureus sebagai
penyebab folikulitis. Kebersihan yang kurang dan higiene yang burukmenjadi
faktor pemicu dari timbulnya folikulitis, sedangkan keadaan lelah, kurang gizi
dan Diabetes melitus merupan faktor yang mempercepat atau memperberat
folikulitis ini.
Klasifikasi:
a. Folikulitis superfisialis: terdatat di dalam epidermis.
- Sinonim : Impetigo Bockhar
- Gejala klinis : Berukuran kecil, mudah pecah, pustule
berbentuk kubah, terdapat di kulit kepala
dan biasanya
Diagnosa
banding:
Patrick)
cystic
acne,
kerion,
hiradenitis
pada
rambut,
dan
ditemukan
nodus
10
radang
Penatalaksanaan:
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah:
1. Pengobatan topikal
bila lesi masih basah/kotor dikompres dengan Solusio Sodium
-
Khloride 0,9%.
Bila lesi telah bersih, diberi salep natrium fusidat atau framisitin
penisilin)
Dosis : 125-250 mg/dosis, 3-4 kali/hari a.c.
Anak-anak : 5-15mg/kg/dosis, 3-4kali/hari a.c.
Fenoksimetil penisilin (penisilin V)
Dosis : 250-500 mg/dosis, 4 kali/hari a.c.
11
2.7.3 Furunkel/Karbunkel
- Definisi :
Furunkel adalah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jiak lebih
dari pada sebuah disebut furunkulosis. Sedangkan karbunkel
adalah kumpulan dari furunkel. furunkel atau bisul adalah suatu
tanda inflamasi berupa nodul dan berkembang di sekitar folikel
rambut, biasanya diawali dengan folikulitis yang berkembang
menjadi abses. sedangkan karbunkel adalah kumpulan dari
furunkel dengan ukuran yang lebih besar serta terdapat lesi
infiltrative yang lebih luas. (2) tempat predileksi pada furunkel
adalah pada bagian dengan bantalan rambut, terutama di
tempat yang banyak friksi, misalnya aksila dan bokong dapat
-
usia tua.
Gejala Klinis :
12
Gambar : 6.A
Gambar : 6.B
Gambar : 6.C
Gambar : 7.B
Gambar : 7.A
13
Pemeriksaan
penunjang
terdapat
leukositosis
pada
2.7.4 Ektima
- Definisi : Ektima ialah ulkus superficial dengan krusta diatasnya disebabkan
-
infeksi Streptococcus,
Etiologi: Disebabkan
hemolyticus
Epidemiologi: Sering terjadi pada traveler (orang yang bepergian) terjdi pada
infeksi
Streptococcus,
biasanya
Streptococcus
anak-anak, dewasa muda, dan orang tua dengan sanitasi dan higienis yang buruk
serta terdapat gangguan imunokompromise. Tidak ada perbedaan ras dan jenis
-
14
Gejala Klinis
Gambar :
8.A
Gambar :
8.B
Gambar :
8.C
terdapat ulkus.
Pemeriksaan Penunjang: Biopsi kulit dengan pewarnaan gram dari jaringan
kulit dalam dan kultur bakteri. Pewarnaan gram dari cairan vesikular dan terlihat
di bawah mikroskop biasanya dipastikan terdapat kokus gram positif yang
menggambarkan grup A streptokokus. Stafilokokus aureus bisa juga terlihat. Tes
kultur dan sensitivitas dari cairan atau kulit yang terlepas bisa digunakan untuk
mengidentifikasi jenis antibiotik yang paling sesuai. Hitung sel darah putih bisa
saja meningkat
15
2.7. 5 Pionikia
- Definisi : Radang sekitar kuku oleh piokokus
- Etiologi : Penyebabnya biasanya Staphylococcus dan/atau Streptococcus B
-
hemolyticus
Gejala Klinis :
16
2.7.6. Erisipelas
- Definisi : Erisipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh
Streptococcus B hemolyticus, gejala utamanya adalah eritema berwarna merah
-
hemolyticus
Patogenesa: Inokulasi bakteri ke daerah kulit yang mengalami trauma
merupakan peristiwa awal perkembangan dari erisipelas. Dengan demikian,
faktor-faktor lokal, seperti insusfisiensi vena, statis ulserasi, dermatitis, gigitan
serangga, dan sayatan bedah telah terlibat sebagai pintu masuknya kuman ke
kulit. Sumber bakteri di erisepalas wajh sering bersumber dari nasofaring dan
riwayat faringitis streptokokus baru-baru ini telah dilaporkan dalam sampai
sepertiga
dari
kasus.
Faktor
predisposisi
lainnya
termasuk
diabetes,
17
Gejala Klinis :
Gambar 10.B
Gambar 10.A
Pengobatan :
1. Pada penderita bayi, usia tua dan yang keadaan umumnya lemah sebaiknya
dirawat di RS.
2. Pemberian antibiotika sistemik diberikan 7 10 hari.
a. Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu)
Penisilina G Prokain
Dosis : 1 2 dd 0,6 1,2 juta U
Anak-anak : 1 2 dd 25.000 50.000 I.U./kg
18
Ampisilin
4 dd 250 500 mg a.c.
anak-anak : 4 dd 25 75 mg/kg a.c.
Amoksilin (penulisan resep harus diparaf staf medik UPF)
3dd 250 500 mg.a.
1. Nefritis
2. Abses subkutan
3. Septisemia
4. Kematian 50% pada bayi, penderita usia tua dan yang lemah.
2.7.7 Selulitis
- Definisi: Infeksi bakteri pada kulit dan jaringan lunak, sering dengan keterlibatan
dari struktur utama seperti fasia, otot, dan tendon 14. Infeksi yang meluas dengan
19
melibatkan dermis dan lemat di subkutan, dan sering menyebar ke otot atau
-
tulang.
Etiologi: Selulitis terjadi pada lapisan dermis dan subkutan. Etiologi paling
sering disebabkan oleh S. pyogens, S.aureus dan GAS. Selain itu, bakteri
streptokokus grup B juga bisa menyerang bayi dan bakteri basil gram negatif bisa
menyerang orang dengan tingkat imun yang rendah. Tinea pedis biasanya
menjadi port of the entry infeksi penyakit ini. Selulitis mempunyai gejala yang
sama dengan erisipelas yaitu eritema dan sakit, tetapi dapat dibedakan dengan
batas lesi yang tidak tegas, terjadi di lapisan yang lebih dalam, permukaan lebih
keras dan ada krepitasi saat dipalpasi. Selulitis dapat berkembang menjadi bulla
dan nekrosis sehingga mengakibatkan penggelupasan dan erosi lapisan epidermal
yang luas.
Epidemiologi: Selulitis bukan satu penyakit tetapi kumpulan gejala, sehingga
Gambar :
11.A
Gambar 11:
Gambar :
11.B
Selulitis,
menjadi tanda umum adalah abses dan ulkus yang baru terbentuk.
Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan histopatologi tidak banyak membantu,
hanya menunjukkan edema dan neutrophil. Pada banyak kasus, kultur kuman
dapat dilakukan dengan mengaspirasi dari lesinya
Tabel 2: Perbedaan selulitis dan abses:
20
2.7.8 Flegmon
- Definisi: Selulitis yang mengalami supurasi. Terapi sama dengan selulitis hanya
saja ditambah dengan insisi
Gambar : 12. A
Gambar : 12. A
21
Gambar : 13. A
Gambar : 13. B
ulkus yang lain, terutama ulkus yang disebabkan oleh kuman Gram negatif
Pengobatan: Antibiotik yang disarankan untuk pengobatan secara sistemik
adalah penisilin 600.000 - 1,2 juta IU intramuskular selama 5 - 7 hari; eritromisin
4 x 500 mg selama 7 hari. Siprofloksasin atau sefalosporin memberi hasil yang
baik.
kubah.
Etiologi: Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
Patogenesa: Bakteri Staphylococcus Aureus menginfeksi kelenjar keringat ekrin
akibat hygiene seseorang yang buruk dan system imun yang kurang. Bakteri yang
masuk direspon oleh tubuh sebagai benda asing, sehingga terjadi peradangan
pada daerah yang terinfeksi. Rasa gatal merupakan alarm yang menandakan
adanya respon imun terhadap pathogen. Rasa gatal ini yang memicu seseorang
untuk menggaruk, sehingga memperparah jaringan kulit disekitarnya yang mana
22
Gambar 14.A
Gambar 14.A
Diagnosis Banding: Furunkulosis, pada penyakit ini terasa nyeri dan berbentuk
seperti krucut dengan pustule di tengah dan relative lebih cepat pecah.
Pengobatan: Dapat diberikan pengobatan antibiotic yang sistemi dan topikal.
Gambar : 15.A
Gambar : 15.B
23
leukositosis.
Pemeriksaan Penunjang: Pada pemeriksaan darah lengkap terdapat leukositosis
Pengobatan : Antibiotic seistemik. Jika telah terbentuk abses dapat diinsisi.
Kalau belum melunak diberi kompres terbuka. Pada kasus yang kronik dan
residitif, kelenjar apokrin dieksisi.
faga 71`
Epidemiologi: Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) merupakan
penyakit pada neonatus dan anak-anak. S4 jarang terjadi pada dewasa kecuali
dengan gangguan ginjal, defisiensi imun dan penyakit kronik. Prevalensi pada
anak kurang dari 2 tahun sebesar 62% dan hampir seluruh kasus terjadi pada anak
kurang dari 6 tahun (98%). Rasio pada pria dan wanita adalah 2:1.23
Anak-anak merupakan faktor resiko pada SSSS karena kekurangan imunitas dan
kemampuan renal imatur dalam pembersihan toksin (toksin exfoliative). Antibodi
maternal dapat ditransfer kepada infant melalui ASI tetapi SSSS masih dapat
terjadi karena inadekuat imunitas dan imatur ginjal.
24
Patogenesis : Sebagai sumber infeksi ialah infeksi pada mata, hidung, tenggorok,
dan telinga. Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat epidermolitik (epidermolin,
eksofoliatin) yang beredar di seluruh tubuh sampai pada epidermis dan
menyebabkan kerusakan. Pada kulit tidak selalu ditemukan kuman penyebab.
Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk mengekskresikan eksofoliatin, pada
bayi diduga fungsi ginjal belum sempurna sehingga penyakit ini terjadi pada
golongan usia tersebut
Gejala Klinis :
Gambar : 16. A
Gambar : 16. B
25
terjadi deskuamasi. Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa
disertai sikatriks
Pemeriksaan Penunjang:
o Pemeriksaan Laboratorium
o Pemeriksaan Gram
o Kultur (mata, tenggrorok) untuk mengetahui S. Aureus.
o Pemeriksaan darah (WBC, ESR)
o Pemeriksaan PCR
o Pemeriksaan Histologi: Pemeriksaan pada tepi bula untuk melihat lapisan
kulit (epidermis) sehingga dapat mengetahui aktivitas epidermolitik kulit.
o Biopsi kulit: Pemeriksaan biopsi pada daerah kulit yang terinfeksi akan
terlihat gambaran pemisahan epidermis pada lapisan granular.
26
terjadi berupa dehidrasi, infeksi sekunder, dan sepsis. Kasus SSSS pada anak
jarang menyebabkan sepsis sehingga angka kematiannya lebih rendah (1-5%).
Angka kematian pada dewasa lebih besar (mencapai 50-60%) karena diikuti
-
anafilaktik
Ampisillin,
Dosis 4500 mg,
Cunam)
Amoksisilin,
27
dosisnya sama dengan ampisilin, dipakai setelah makan (PostCunam) dan absorbsinya lebih cepat dari Ampisilin sehingga
-
dikloksasillin,
28
29
BAB 3
RINGKASAN
Pioderma
merupakan
penyakit
kulit
yang
disebabkan
oleh
bakteri
beberapa
macam
pioderma
antara
lain
impetigo,
folikulitis,
30
baik agar diberikan kompres terbuka contohnya, larutan permanganas kalikus 1/5000,
larutan rivanol 1 o/oo dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10 kali
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, Seven Edition. Mc Graw Hill;
2008.
2. Stevens,L, Alan L, Hery f, Practice Guidelines for the Diagnosis and
Management of Skin Soft-Tisue Infection. Oxfordjournal.org 2005 . 13761379.
3. Djuanda A. Pioderma. Dalam Djuanda A., Hamzah M.Aisah S. Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Edisi keenam. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2010. h.29-35
4. Martodihardjo. Sunarko dkk, 2005. Impitigo dan Furunkel/Karbunkel. Dalam
Pedoman Diagnosa dan Terapi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
Ketiga. Surabaya: Airlangga University Press, hal 94-97
5. Mansjoer A, Suprohaita dkk, 2000. Pioderma. Kapikta Selekta Kedokteran
Edisi ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal 76-85
6. Murtiastutik
D,
Ervianti
E
dkk,
2009.
Impetigo,
Folikulitis/Furunkel/Karbunkel, Erisipelas. Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
kedua. Surabaya: Fakultas Airlangga/RSUD dr. Soetomo, hal 27-38
32