You are on page 1of 7

Struma

I. PENDAHULUAN

I.1 Embriologi
Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm yang berasal dari sulcus pharyngeus pertama dan
kedua. Tempat pembentukan kelenjar tiroid ini menjadi foramen sekum di pangkal lidah.
Jaringan endodermal ini turun ke leher sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang
kemudian membentuk dua lobi. Penurunan ini terjadi pada garis tengah mudigah. Saluran pada
struktur endodermal ini tetap ada dan menjadi duktus tiroglossus atau mengalami obliterasi
menjadi lobus piramidalis kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri
pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin.1

I.2 Anatomi
Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di dalam
ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah besar dan saraf. Kelenjar tiroid
melekat pada trakea dan fascia pretrachealis, dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai
tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan
belakang kelenjar tiroid, tetapi letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi. Arteri karotis
komunis, vena jugularis interna dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di
laterodorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus
frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan
prevertebralis.1
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber; arteri karotis superior kanan dan kiri,
cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri,
cabang arteri brakhialis. Kadang kala dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari trunkus
brakiosefalika. Sistem vena terdiri atas vena tiroidea superior yang berjalan bersama arteri, vena
tiroidea media di sebelah lateral, dan vena tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf yang
mensarafi laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens dan cabang dari nervus
laringeus superior.1
Kelenjar tyroid mempunyai dua lobus, struktur yang kaya
vaskularisasi, lobus terletak di sebelah lateral trakea tepat dibawah
laring dan dihubungkan dengan jembatan jaringan tiroid, yang disebut
isthmus, yang terlentang pada permukaan anterior trakea. Secara
mikroskopik, tiroid terutama terdiri atas folikel steroid, yang masing
masing menyimpan materi koloid dibagian pusatnya. Folikel memproduksi,

menyimpan dan mensekresi kedua hormon utama T3 (triodotironin) dan T4


(tiroksin). Jika kelenjar secara aktif mengandung folikel yang besar,
yang masing masing mempunyai jumlah koloid yang disimpan dalam
jumlah besar sel selnya, sel sel parafolikular mensekresi hormon
kalsitonin. Hormon ini dan dua hormon lainnya mempengaruhi metabolisme
kalsium. Hormon hormon ini akan dibicarakan kemudian.

I.3 Fisiologi
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah
menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap dari saluran
cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali
sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang
dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4
kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian
mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin
pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine
binding prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH)
memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh
lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting
dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel
parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme
kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.

Struma adalah pembesaran kelenjar gondok. Menurut klinis, dibagi dua yaitu yang
menyebabkan gejala (istilahnya) sistemik yaitu yang mengenai tubuh secara keseluruhan
misalnya berdebar-debar, keringat, kurus, mens tak teratur, kulit kering atau masih banyak gejala
yang lainnya. Hal ini disebabkan karena ketidakseimbangan hormon tiroksin yang
dihasilkan oleh kelenjar gondok. Jenis yang satunya tidak menyebabkan gejala sistemik. Yang
dengan gejala sistemik disebut struma toksika dan yang tanpa gejala sistemik disebut struma
nontoksika. Masing-masing lagi dibagi berdasarkan banyaknya "tonjolan/pembesaran" yaitu
membesar secara keseluruhan (difus), ada satu tonjolan (uninodosa) atau bnyak (multinodosa).
Semua struma memiliki efek pada jaringan lokal yaitu menekan jaringan sekitar. Bagi
yang toksika ya ada gejala sistemik yang cukup mengganggu yang salah satunya bila dibiarkan
lama dapat berakibat pada gagal jantung karena jantung dipaksa memompa darah dengan
lebih cepat (makanya berdebar2) hingga kelelahan. Beberapa struma (tergantung dari

jumlah, konsistensi kenyal atau tidak, dapat digoyang atau tidak, umur penderita) dapat
menjadi ganas. Struma yang sudah lama membesar tidak dapat diciutkan dengan obat jadi
opsinya tinggal operasi. Jadi sebaiknya konsultasi ke dokter bedah kepala leher atau onkologi.

DIAGNOSIS
Anamnesis :
Sejak kapan benjolan timbul
Rasa nyeri : spontan atau tidak, berpindah atau tetap
progresivitas : cepat atau lambat
Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya
pembesaran leher saja
Riwayat keluarga
Riwayat penyinaran daerah pada waktu kecil/muda
Perubahan suara
Gangguan menelan ,sesak nafas
Penurunan berat badan
Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan fisik ;
Umum
Local ;
o Jumlah nodul tunggal atau majemuk,atau difus
o Nyeri tekan
o Konsistensi
o Permukaan
o Perlekatan pada jaringan sekitarnya
o Pendesakan atau pendorongan trakea
o Pembesaran kelenjar getah bening regional
o Pembertons sign
Penilaian risiko keganasan :
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostic penyakit tiroid jinak ,tetapi tak
sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid :
Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusi jinak
Riwayat keluarga dengan tiroiditis hashimoto atau penyakit tiroid autoimun,
Gejala hipo atau hipertiroidisme
Nyeri berhubungan dengan nodul
Nodul lunak, mudah digerakan
Multinodul tanpa nodul yang dominant ,dan konsistensi sama.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan kearah keganasan tiroid :
Umur < 20 tahun atau > 70 tahun
Gender laki- laki
Nodul disertai disfagi ,serak atau obstruksi jalan napas
Pertumbuhan nodul cepat ( beberapa minggu bulan )
Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak anak atau dewasa ( juga meningkatkan insiden
penyakit nodul tiroid jinak )
Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
Nodul yang tunggal ,berbatas tegas ,keras, irregular dan sulit digerakan
Paralysis pita suara
Temuan limpadenofati servikal
Metastasis jauh ( paru-paru ),DLL
Langkah diagnosis I :TSHs FT4
Hasil : non toksis langkah diagnostic H :BAJAH nodul tiroid
Hasil ; A ganas
B curiga
C jinak
D tak cukup /sediaan tak representative
DIAGNOSIS BANDING
Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa
pertumbuhan ,pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan, menopause, infeksi, stres lain.
Tiroiditis akut
Tiroiditis subakut
Tiroiditis kronis,limpositik (hashimoto), fibrous-invasif ( riedel )
Simple goiter
Struma endemic
Kista tiroid,kista degenerasi
Adenoma
Karsinoma tiroid primer,metastatik
Limfoma
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : T4 atau T3, dan TSHs
Biosi aspirasi jarum halus ( BAJAH ) nodul tiroid
o Bila hasil laboratorium; non toksik
o Bila hasil lab,(awal ) toksik,tetapi hasil scan : cold nodule syrat sudah menjadi eutiroid,
USG tiroid
o Pemantau kasus nodul yang tidak diopersi

o Pemendu pada BAJAH


Sidik tiroid :
o Bila klinis ganas,tetapi hasil sitologi dengan BAJAH ( 2 X );jinakm ,
o Hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas
Petanda keganasan tiroid ( bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid
medular,diperiksakan kalsitonik)
Pemeriksaaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat,curiga penyakit hashimoto
TERAPI
Sesuai hasil BAJAH ,maka terapi :
A, Ganas ;------- operasi tirodektomi near total
B, curiga ;-------- operasi dengan lebih dulu melakukan potong beku (VC)
Bila hasil = ganas ---- operasi tiroidektomi near total
Bila hasil = jinak ----- operasi lobektomi,atau tiroidektomi near total.
--- alternatif ; sidik tiroid, bila hasil = cold nodule --- operasi
C, tak cukup / sediaan tak representatif
Jika nodul solid ( saat BAJAH ); ulang BAJAH.
Bila klinis curiga ganas tinggi ----- operasi lobektomi
Bila klinis curiga ganas rendah ----- observasi
Jika nodul kistik (saat BAJAH ) ;aspirasi
Bila kista regresi ---- observasi
Bila kista rekurens,klinis curiga ganas rendah ---- observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi ----- operasi lobektomi

D,jinak
* terapi dengan levo-tiroksin ( LT 4) dosis subtoksis .
Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug ( 3 hari )
Dilanjutkan 3 x 25 ug ( 3 4 hari )
Bila tidak ada efek samping atau tanda toksis ; dosis - menjadi 2 x 100 ug sampai 4 --- 6
minggu , kemudian evaluasi TSH ( target 0,1 - 0,3 ulU /L)
Supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan
Evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil mengecil atau tidak ( berhasil bila mengecil > 50
% dari volume awal )
o Bila nodul mengecil atau tetap --- L tiroksin dihentikan dan diobservasi;

o Bila setelah itu struma membesar lagi ,maka L-tiroksin dimulsi lagi ( target TSH 0,1 0,3 ul
U/L

Tirotoksikosis merupakan keadaan klinis manifestasi kelebihan hormon tiroid yang


ditandai dengan peningkatan aktivitas simpatis, misalnya jantung menjadi berdebar-debar,
gelisah, berkeringat, tidak tahan dingin, diare, gemetar, dan kelelahan. Tirotoksikosis dapat
terjadi meskipun tanpa pembesaran kelenjar tiroid. Penyebab utama tirotoksikosis ialah
Penyakit Graves, Adenoma Toksik, Struma Multinodosa Toksik (Penyakit Plummer),
Tiroiditis, serta penyebab lain yang relatif jarang.
Dengan demikian langkah diagnosis tirotoksikosis yang paling utama ialah kenampakan
klinis yang mencerminkan kelebihan hormon tiroid dalam darah, baru kemudian dipikirkan
penyebab paling mungkin yang mendasari tirotoksikosis tersebut. Mengingat manifestasi
tirotoksikosis terjadi karena kelebihan hormon tiroid, maka evaluasinya melibatkan kadar
hormon tiroid di dalam darah dan tata laksananya pun melibatkan pengembalian fungsi
kelenjar tiroid ke dalam kadar yang normal di dalam darah.
Satu dari sepuluh manusia di dunia ini memiliki pembesaran kelenjar tiroid, namun tidak
semua akan menimbulkan keluhan. Umumnya pasien akan datang ke dokter jika benjolan ini
sudah sangat besar atau telah menimbulkan gejala kompresi trakea. Benjolan ini dikenal
dalam istilah kedokteran sebagai 'struma' atau 'goiter', orang awam menyebutnya gondok.
Belakangan untuk mempermudah segala macam jenis pembesaran kelenjar tiroid dikenal sebagai
'nodul tiroid'.
Kebalikan dari tirotoksikosis, nodul tiroid atau struma dapat terjadi meskipun tanpa
gangguan kadar hormon tiroid dalam darah. Jadi struma tiroid dapat terjadi pada keadaan
eutiroid, hipotiroid, dan hipertiroid. Cara termudah (bukan yang paling akurat) untuk
menegakkan diagnosis bila kita melihat adanya benjolan di leher ialah 1 MEMASTIKAN
BAHWA BENJOLAN BERASAL DARI KELENJAR TIROID dengan melihat
pergerakannya waktu menelan. Jika sudah yakin bahwa benjolan tersebut merupakan nodul tiroid
(struma), maka 2 tentukan bentuknya, apakah difus (batas tidak jelas) atau nodul (batas tegas).
Barulah didapatkan penamaan struma ini termasuk struma nodosa atau struma difusa. Bentuk
nodul dan difus penting dibedakan karena UMUMNYA bentuk yang difus mengarahkan
pada keganasan, meskipun tidak sepenuhnya benar.
Setelah menentukan struma difus atau struma nodosa, 3 pastikan gejala klinisnya apakah
terdapat tanda-tanda tirotoksikosis atau tidak. Jika tirotoksikosis terlihat jelas, maka struma
tersebut diklasifikasikan sebagai struma toksik, sebaliknya nontoksik. Hasilnya, penamaan
digabung semua menjadi [struma + nodosa/difus + toksik/nontoksik]. Setelah urusan penamaan

selesai maka hal penting berikutnya adalah 4 menentukan apakah kasus ini mengarah pada
keganasan atau tidak.
Cara praktis menarik kecurigaan keganasan ialah dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis, struma yang mengarah pada keganasan umumnya tumbuh besar dalam waktu
cepat (kurang dari sebulan), ada riwayat tanda-tanda kompresi trakea (batuk, dispnea,
disfagia, disfonia, dan suara serak), terdapat kecurigaan metastasis (nyeri tulang atau batuk
yang tidak sembuh dengan obat warung), riwayat radiasi daerah kepala, umur sangat tua
atau sangat muda, serta riwayat karsinoma medular tiroid atau neoplasia endokrin multipel
pada keluarga. Dari pemeriksaan fisis kecurigaan keganasan didapat dari adanya nodul yang
sangat keras, unilateral, batasnya tidak tegas, limfadenopati regional, paralisis pita suara
pada laringoskopi, serta diameter nodul yang lebih dari 4 cm.
Semua studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa jenis struma yang paling sering
ialah struma nodosa nontoksik, lazim disingkat SNNT. Angkanya mencapai satu hingga sepuluh
persen dari total populasi. Sedangkan angka keganasan masih di bawah 1% namun
membutuhkan evaluasi dan tata laksana yang jauh lebih akurat.

You might also like