You are on page 1of 9

Pendahuluan

Sakit kepala (Headache)


adalah keluhan yang sering
diutarakan oleh orang dewasa.
Headache
menimbulkan
dampak
negatif
dalam
kehidupan, aktivitas sosial dan
kapasitas
kerja.
Hal
ini
berakibat
pada
penurunan
derajat kualitas hidup. (1; 2)
Headache terbagi dua
yaitu primer dan sekunder.
Headache
primer
seringkali
ditemui di masyarakat. Tipe
headache primer yaitu simple
headache, migrain, tensiontype headache
(TTH) dan
cluster headache. (1; 3)
TTH adalah bentuk paling
umum headache primer yang
mempengaruhi
hingga
dua
pertiga populasi. Sekitar 78%
orang
dewasa
pernah
mengalami
TTH
setidaknya
sekali dalam hidupnya. (4)
Prevalensi TTH adalah 3874% per tahun. Prevalensi TTH
di Korea sebesar 16,2% sampai
30,8%, di Kanada sekitar 36%,
di Jerman sebanyak 38,3%, di
Brazil hanya 13%. Insiden di
Denmark sebesar 14,2 per 1000
orang per tahun. Survei di USA
menemukan prevalensi tahunan
TTH episodik sebesar 38,3%
dan TTH kronis sebesar 2,2%.
(1; 3; 2)
TTH
ditemukan
pada
segala usia dengan puncak
prevalensi meningkat di usia
30-39 tahun. Sekitar 40%
penderita TTH memiliki riwayat
keluarga
dengan
TTH.
Prevalensi seumur hidup pada
perempuan
mencapai
88%,
sedangkan
pada
laki-laki
mencapai 69%. (3; 5)

Diskusi
Definisi
TTH adalah nyeri kepala
bilateral
yang
menekan
(pressing/sequeezing),
mengikat,
tidak
berdenyut,
tidak dipengaruhi dan tidak
diperburuk oleh aktivitas fisik,
bersifat ringan hingga sedang,
tidak disertai (atau minimal)
mual dan/atau muntah, serta
disertai
fotofobia
atau
fonofobia.. (2)
Etiopatofisiologi
Etiologi
TTH
diklasifikasikan sebagai berikut
(2)
:
1. Organik,
seperti:
tumor
serebral,
meningitis,
hidrosefalus dan sifilis
2. Gangguan
fungsional,
seperti: lelah, bekerja tak
kenal waktu, anemia, gout,
ketidaknormalan
endokrin,
dan
nyeri
yang
direfeleksikan.
Penyebab
utama
TTH
belum diketahui. Aspek dan
patofisiologi
TTH
yang
dipercaya sebagai penyebab
TTH dalam beberapa dekade
terakhir adalah karena adanya
interaksi proses multifaktorial
yang
melibatkan
faktor
myofascial
perifer
dan
komponen CNS. Mekanisme
myofasial
perifer
sangat
penting
untuk
menjelaskan
kejadian
ETTH
(Episodic
Tension-type
Headache),
sedangkan
jalur
sensitisasi
nosiseptif
central
terlihat
berhubungan
dengan
mekanisme
kejadian
CTTH

(Chronic
Tension-type
Headache). (4)
TTH terjadi karena adanya
asosiasi positif antara nyeri
kepala dan stress. Nyeri kepala
terjadi akibat cetusan dari
faktor resiko yaitu: gangguan
tidur, perubahan pola tidur,
kelaparan, dehidrasi, caffein
withdrawal,
dan
fluktuasi
hormonal
wanita.
Stress
menjadi faktor pemicu tersering
TTH. Tidak ada yang dapat
menjelaskan mekanisme yang
mendasari hal tersebut dapat
terjadi. (3) (5)
Sensitisasi
jalur
nyeri
(pain pathways) terjadi di
sistem saraf pusat karena
perpanjangan
rangsang
nosiseptif
(prolonged
nociceptive
stimuli)
dari
jaringan-jaringan
miofasial
perikranial. (2)
Penelitian
menunjukkan
aktivitas myofascial sebagai
sumber potensial dari TTH
dimana
terjadi
aktivasi
persisten dari trigger poin yang
memimpin
sensitisasi
pada
nosiseptor perifer dan pada
neuron kedua di nukleus spinal
trigeminus. (5)
Pada beragam sinap ini,
terjadi konvergensi nosiseptif
primer
dan
neuron-neuron
mekanoreseptor yang dapat
direkrut
melalui
fasilitasi
homosinaptik
dan
heterosinaptik sebagai bagian
dari plastisitas sinaptik yang
memicu terjadinya sensitisasi
sentral. Pada tingkat molekuler,
sinyal
nyeri
dari
perifer
menyebabkan
pelepasan
beragam
neuropeptida
dan
neurotransmitter
(misalnya:

substansi p dan glutamat) yang


mengaktivasi reseptor-reseptor
di
membran
postsynaptic,
membangkitkan
potensialpotensial aksi dan berakumulasi
pada plastisitas sinaptik serta
menurunkan
ambang
nyeri
(pain thresholds. (3)
Ambang nyeri tampak
normal pada infrequent ETTH
tetapi tampak menurun pada
frequent
ETTH
dan
CTTH.
Penderita
dengan
CTTH
memiliki
tingkat
hipersensitivitas tinggi terhadap
stimulus
dari
tekanan
(pressure), panas (thermal),
dan
modalitas
listrik.
Sensitivitas ini juga terlihat
pada jaringan (otot, tendon dan
saraf) selama nyeri kepala dan
diantara nyeri kepala. (5)
Pada
penderita
TTH
episodik,
peningkatan
konsentrasi substansi P jelas
terlihat
di
platelet
dan
penurunan konsentrasi betaendorphin dijumpai di sel-sel
mononklear
darah
perifer.
Peningkatan
konsentrasi
metenkephalin dijumpai pada
CSF
(Cairan
serebrospinal)
penderita TTH kronis, hal ini
mendukung
hipotesis
ketidakseimbangan mekanisme
pronociceptive
dan
(2)
antinociceptive pada TTH.
Gejala & tanda
Gejala
klinis
yang
dapat
ditemukan pada tension-type
headache (TTH) adalah (2) (4):
a. Tidak ada gejala prodromal
berupa mual, muntah dan
demam.
b. Nyeri dapat ringan hingga
sedang maupun berat

c. Kualitas nyeri khas, yaitu


menekan
(pressing)
atau
mengikat (tightening), nyeri
tidak
berdenyut
(nonpulsating).
d. Menyeluruh atau difus, tidak
hanya pada satu titik atau
satu sisi), nyeri lebih hebat di
daerah kulit kepala, oksipital
dan belakang leher.
e. Terjadi
secara
spontan
disertai anoreksia
f. Iritabilitas yaitu tidak nyaman
melihat
cahaya
(photopphobia) atau tidak
nyaman dengan rangsang
suara (phonophobia).
g. Memburuk atau dicetuskan
oleh stres, dan kelelahan
h. Kadang-kadang
disertai
vertigo
i. Beberapa
orang
mengeluhkan
rasa
tidak
nyaman di daerah leher,
rahang
dan
temporomandibular.
j. Terjadi dalam waktu relatif
singkat
dengan
durasi
berubah-ubah (episodik) atau
terus-menerus (kronis).
Klasifikasi
TTH dibedakan menjadi empat
subklasifikasi (Gambar) (6) :
1. TTH episodik yang jarang
(infrequent
episodic):
1
serangan per bulan atau
kurang dari 12 sakit kepala
per tahun.
2. TTH episodik yang sering
(frequent episodic): 1-14
serangan per bulan atau
antara 12 dan180 hari per
tahun.
3. TTH menahun (chronic):
lebih dari 15 serangan atau

sekurangnya 180 hari per


tahun.
4. Kemungkinan
TTH
(probable)
TTH
episodik
dibagi
berdasarkan asosiasi dengan
nyeri perikranial atau tidak.
Asosiasi dengan yeri periranial
dikatakan
postif
apabila
ditemukan peningkatan kualitas
nyeri perikranial pada saat
dilakuan palpasi manual. (6) (7)
TTH episodik jarang
Kriteria diagnosis (7):
(1)Minimal 10 episode nyeri
kepala < 1 hari per bulan
atau < 12 hari per tahun
dan memenuhi kriteria (2)
hingga (4).
(2)Dirasakan selama 30 menit
hingga 7 hari
(3)Memenuhi minimal 2 dari 4
kriteria berikut:
a. Lokasi bilateral
b. Kualitas nyeri berupa
rasa
mengikat
atau
menekan tidak disertai
denyut
c. Intensitas ringan hingga
sedang
d. Tidak dipengaruhi oleh
aktivitas fisik misalnya
berjalan
atau
naik
tangga.
(4)Memenuhi 2 kriteria berikut:
a. Tidak ada mual muntah
b. Hanya memiliki salah
satu dari fotofobia atau
fonofobia.
TTH episodik sering
Kriteria diagnosis (7):
(1)Minimal 10 episode nyeri
kepala dalam 1- 14 hari per
bulan atau 12 180 hari

per tahun dan memenuhi


kriteria (2) hingga (4).
(2)Dirasakan selama 30 menit
hingga 7 hari
(3)Memenuhi minimal 2 dari 4
kriteria berikut:
a. Lokasi bilateral
b. Kualitas nyeri berupa
rasa
mengikat
atau
menekan tidak disertai
denyut
c. Intensitas ringan hingga
sedang
d. Tidak dipengaruhi oleh
aktivitas fisik misalnya
berjalan
atau
naik
tangga.
(4)Memenuhi 2 kriteria berikut:
a. Tidak ada mual muntah
b. Hanya memiliki salah
satu dari fotofobia atau
fonofobia.
TTH kronis
Kriteria diagnosis (7):
(1)Minimal 10 episode nyeri
kepala dalam >15 hari per
bulan atau >3 bulan per
tahun
dan
memenuhi
kriteria (2) hingga (4).
(2)Dirasakan selama 30 menit
hingga 7 hari
(3)Memenuhi minimal 2 dari 4
kriteria berikut:
a. Lokasi bilateral
b. Kualitas nyeri berupa rasa
mengikat atau menekan
tidak disertai denyut
c. Intensitas ringan hingga
sedang
d. Tidak
dipengaruhi
oleh
aktivitas
fisik
misalnya
berjalan atau naik tangga.
(4)Memenuhi 2 kriteria berikut:
a. Tidak ada mual muntah

b. Hanya memiliki salah satu


dari
fotofobia
atau
fonofobia.
Kemungkinan TTH (7)
Probable TTH adalah TTH yang
tidak memenuhi satu kriteria
yang menjadi kriteria diagnosis
dari sub-type TTH dan tidak
memenuhi kriteria lain dari
Headache Disorders.
Penegakan diagnosa
anamnesa
Nyeri
kepala
(Headache)
merupakan
salah
satu
penyebab
tersering
permasalahan
di
bidang
neurologi.
Nyeri
kepala
merupakan keluhan subjektif,
dimana hanya penderita saja
yang bsia merasakannya. Hal
ini menyebabkan anamnesis
menjadi hal
paling penting
dalam
mendiagnosa
nyeri
kepala. (7)
Anamnesis
mesti
meliputi
riwayat perjalan nyeri kepala
penderita, dimulai dari lokasi,
onset, kualitas dan intensitas.
Selain
itu
juga
harus
diperhatikan apakah ada gejala
neurologis
seperti
muntah,
mual atau perubahan sensoris.
Cidera kepala dalam 48 jam
juga mesti ditanyakan. (7)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik
generalis dan lokalis biasanya
menunjukkan
tidak
ada
kelainan apapun. (2) (4)
Pemeriksaan fisik yang
dapat dilakukan adalah palpasi
manual.
Palpasi
manual
dilakukan
untuk
menilai

perikranial tenderness. Palpasi


manual dilakukan di daerah
delapan pasang otot dan insersi
tendon yaitu frontal, temporal,
masetter, processus coronoid,
sternocleidomastoid,
suboccipital, mastoid dan otototot trapezius. Cara melakukan
palpasi manual adalah dengan
melakukan gerakan memutar
kecil dengan tekanan kuat
menggunakan jari ke dua dan
ke
tiga
di
daerah-daerah
tersebut selama 4-5 detik.
Penilaian
palpasi
manual
dibantu dengan palpometer. (2)(4)
Pericranial
tenderness
dicatat
dengan
Total
Tenderness Score. Tenderness
dinilai dengan empat poin yatu
0,1,2 dan 3 di setiap lokasi otot.
Nilai dari sisi kiri dan kanan
dijumlahkan menjadi total skor
(maksimum skor 48 poin).
Penderita TTH diklasifikasikan
sebagai
terkait
(asosiasi)
dengan pericranial tenderness
apabila skor total > 8 poin dan
dikatakan
tidak
terkait
(asosiasi) dengan pericranial
tenderness apabila skor < 8
poin. (2) (4)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
penunjang
seperti
pemeriksaan darah,
rontgen, CT-Scan kepala atau
MRI tidak perlu dilakukan jika
tidak ada indikasi apapun. (8)
Neuroimaging
yaitu
pecitraan otak atau cervical
spine,
terutama
direkomendasikan untuk (2) (4):
(1)Nyeri kepala dengan pola
atipikal
(2)Riwayat kejang

(3)Dijumpai
tanda/gejala
neurologis
(4)Penyakit
simptomatis,
seperti:
AIDS
(Acquired
Immunodeficiency
Syndrome),
tumor,
atau
neurofibromatosis.
Pemeriksaan funduskopi untuk
papiloedema atau abnormalitas
lainnya penting untuk evaluasi
nyeri kepala sekunder. (2)
Penatalaksanaan
Manajemen terapi untuk TTH
adalah kombinasi dari gaya
hidup,
fisik
dan
terapi
farmakologi. Kombinasi dari
gaya hidup dan fisik adalah
bentuk terapi non-farmakologis.
Tujuan penatalaksanaan adalah
reduksi frekuensi dan intensitas
nyeri kepala (terutama TTH)
dan menyempurnakan respon
terhadap abortive. Tetapi dapat
dimulai lagi jika nyeri kepala
berulang. (1) (2) (6)
Pendekatan multidisiplin adalah
strategi efektif mengatasi TTH.
Edukasi baik untuk anak dan
dewasa
disertai
intervensi
nonfarmakologis dan dukungan
psikososial amat diperlukan. (2)

Non-farmakologis
Terapi non-farmakologis berupa
latihan
relaksasi,
relaksasi
progresif,
terapi
kognitif,
biofeedback training, cognitivebehavioural
therapy
atau
kombinasi. Solusi lain adalah
modifikasi perilaku dan gaya
hidup berupa (2) (5):
(1)Istirahat di tempat tenang
dan gelap
(2)Peregangan leher dan otot
bahu 20-30 menit, idealnya
di pagi hari, selama minimal
seminggu
(3) Hindari terlalu lama bekerja
di
depan
komputer.
Beristirahat setiap 15 menit
setiap
1
jam
berkerja,
berselang-seling,
iringi
dengan instrumen musik
alam/klasik.
(4)Tidur dengan posisi yang
benar
(5)Hindari suhu dingin
(6)Bekerja,
menonton
dan
membaca
dengan
pencahayaan yang tepat
(7)Terapi psikologi (menuliskan
pengalaman bahagia, terapi
tawa dan beribadah)
farmakologis

TTH
biasanya
diberikan
pengobatan selama episode
akut.
Analgetik
tipikal
merupakan obat awal yang
diberikan.
Berdasarkan
evidence,
analgetik
yang
direkomendasikan
adalah
golongan NSAID (Non Steroid
Anti
Inflammatory
Drugs)
seperti ibuprofen, ketoprofen,
dll (Tabel 2.1). Banyak studi
kontrol
yang
membuktikan
bahwa golongan NSAID dan
kombinasi agen memiliki efikasi
yang
bagus
dalam
memperbaiki episode akut TTH.
Penggunaan
kombinasi
ini
dibatasi rata-rata 2-3 hari per
minggu
untuk
mencegah
pengobatan
nyeri
kepala
berlebihan
dan
mencegah
transformasi
ETTH
menjadi
CTTH. (6)
Kategori NSAID yang digunakan
sebagai lini pertama dalam
mengatasi TTH akut adalah
simple
analgetic
berupa
ibuprofen dan naproxen, karena
toleransinya
terhadap
gastrointestinal yang baik. Jika
simple
analgetic
tidak
memberikan
efek
yang
maksimal
maka
bisa

ditambahkan dengan caffeine,


karena penelitian Controlled
Clinical
Trials
menunjukkan
peningkatan
efikasi
simple
analgetic dengan penambahan
caffeine 130 mg 200 mg.
Butalbital
dapat
digunakan
pada
penderita
dengan
kontraindikasi konsumsi simple
analgetic, tetapi memiliki resiko
tinggi dalam transformasi ETTH
menjadi CTTH. (2) (6)
Suntikan
botulinum
toxin
(Botox) diduga efektif untuk
nyeri kepala primer, seperti
TTH, migren kronis, nyeri
ekpala harian kronis. Botulinum
toxins
adalah
sekelompok
protein
produksi
bakteri
Clostridium
botulinum.
Mekanisme kerjanya adalah
menghambat
pelepasan
asetilkolin di sambungan otot,
menyebabkan
kelumpuhan
flaksid.
Botox
bermanfaat

mengatasi
kondisi
dimana
hiperaktivitas otot berperan
penting. Riset tentang Botox ini
masih berlangsung3.

minggu. Meskipun penangan


dari nyeri kepala TTH ini
mungkin
menyebakan
meningkatnya
resiko
transformasi menjadi CTTH.
Penatalaksanaanya
menggunakan agen tricyclic
antidepressant
amintryptiline
yang dimulai dengan dosis
terendah
dan
ditingkatkan
secara
bertahap
hingga
tercapai
dosis
terapi.
Berdasarkan penelitian, dimulai
dari
10
mg-25
mg
dan
mencapai final dose hingga 50
mg-75 mg untuk penderita
CTTH. Pemberian agen ini di
malam hari, 1-2 jam sebelum
tidur
untuk
meminimalkan
pening saat terbangun. Jika
dosis terapi telah tercapai,
maka
mesti
dipertahankan
selama 6-12 bulan. Bila tidak
efektif, bisa diganti dengan
mirtazepine. Selain itu juga bisa
digunakan Selective Serotonin

Reuptake Inhibitor (SSRI). (2) (6) (7)


Jenis
agen
yang
efektif
tercantum pada Tabel 2.2.
Komplikasi

Terapi farmakologi preventif


digunakan
apabila
minimal
penderita mengalami 2 hingga
3 hari nyeri kepala setiap

TTH berhubungan dengan


gangguan psikiatri dan kondisi
medis, meskipun penelitian
menunjukkan
komplikasi

tersebut lebih banyak pada


migrain. Gangguan psikiatri
teramati lebih dari dua pertiga
penderita nyeri kepala kronis. (2)
(3) (7)

Komplikasi psikiatri yang


sering dijumpai adalah cemas
(38,5%),
depresi
mayor
(32,7%),
stres
psikososial,
gangguan panik, dan tingginya
frekuensi bunuh diri. Gangguan
ini lebih banyak dijumpai pada
penderita
TTH
kronis
dibandingkan TTH episodik. (2)
Prognosis
Informasi mengenai prognosis
TTH adalah terbatas. Penelitian
di Denmark dengan desain
potong lintang selama 2 tahun
menyatakan rata-rata remisi
45% diantara penderita ETTH
atau CTTH, 39% berlanjut
menjadi ETTH dan 16% CTTH 6.
Secara umum dapat dikatakan
prognosis TTH adalah baik. (1) (3)
Simpulan
TTH
adalah
nyeri
kepala
bilateral
yang
menekan
(pressing/sequeezing),
mengikat,
tidak
berdenyut,
tidak dipengaruhi dan tidak
diperburuk oleh aktivitas fisik,
bersifat ringan hingga sedang,
tidak disertai (atau minimal)
mual dan/atau muntah, serta
disertai
fotofobia
atau
fonofobia. TTH mempengaruhi
hingga dua pertiga populasi.
Prevalensi TTH 1-tahun sekitar
38-74%.Usia terbanyak adalah
25-30 tahun. TTH terjadi karena
adanya asosiasi positif antara
nyeri kepala dan stress. TTH
terjadi karena adanya asosiasi

positif antara nyeri kepala dan


stress.
Penatalaksanaan
bertujuan
untuk
reduksi
frekuensi dan intensitas nyeri
kepala (terutama TTH) dan
menyempurnakan
respon
terhadap
abortive,
dengan
manajemen
terapi
adalah
kombinasi dari gaya hidup, fisik
dan
terapi
farmakologi.
Prognosis TTH adalah baik.

References
1. Clinical practice guideline for
the mnagement of headache
disorders in adults. Federation,
The. s.l. : online:
www.chiropracticcanada.ca,
January 2012.
2. Personality characteristics in
migraine and tension type
headache. al, Sharareh Saghafi
et. s.l. : J Psychiatry, 2014, Vol. 17.
5.
3. The International classification
of headache disorders, 3rd edition
(beta version). IHS. 9, The
international headache society :
Cephalgia, 2013, Vol. 33. 629-808.
4. Galeata: chronic migraine
independently considered in a
medieval headache classification.
al, Guerrero-Peral et. 16, s.l. :
The hournal of headache and pain,
2014, Vol. 15.
5. Tension type headache. D,
Anurogo. 3, s.l. : Cermin Dunia
Kedokteran, 2014, Vol. 41. 186191.
6. Headache. NINDS. s.l. :
National Institute of Neurological
Disorders and Stroke, U.S.

Departement of Health and Human


Service.
7. Has the prevalence of Migraine
and tension type headache
changed over a 12-year period? A
danish population survey.
Lynberg et al. s.l. : eur J
Epidemiol, 2005, Vol. 20. 243-9.
8. Tension type headache. RG,
Kaniecky. 4, s.l. : Continum: Life
long learning neurol, 2012, Vol. 18.
823-834.
9. Diagnosis dan tata laksana
penyakit saraf. al, dewanto G et.
Jakarta : EGC, 2009.
10. A guide to the primary care of
neurological disorders. al, Pop AJ
et. New york : Thieme, 2007.
11. EHMTI-0212. Possible
dependence of primary headache
intensity on enviromental factor as
nuclear plant. AS, Harutyunyan.
suppl 1, s.l. : The journal of
headache and pain, 2014, Vol. 12.
813.

You might also like