Professional Documents
Culture Documents
Illegal logging dapat disebut sebagai biang keladi dari serangkaian bencana ekologis,
seperti banjir, tanah longsor, dan yang baru-baru ini muncul ke permukaan, isu
pemanasan global, serta menjadi ancaman terhadap habitat spesies-spesies yang terancam
punah. Dalam konteks kehidupan sosial manusia, praktek Illegal logging harus dibayar
mahalberupa hilangnya penghidupan tradisional masyarakat yang tinggal di dalam dan
sekitar hutan. Semestinya, masyarakat sekitar hutan bisa menikmati hasil hutan dan
menjadikannya sebagai sumber penghidupan, tetapi kebanyakan hasil hutan dinikmati
kalangan tertentu
Integritas penegak hukum (Polisi hutan, Polri, Jaksa, TNI, hakim) yang sangat rendah
yang berpotensi melahirkan kompromi-kompromi dalam proses penegakan hukum.
Transparansi pelaksanaan hukum yang rendah juga memungkinkan terjadinya praktek
korupsi dan kolusi mendukung Illegal logging menjadi lebih mudah.
Penebangan hutan secara ilegal itu sangat berdampak terhadap keadaan ekosistem di
Indonesia. Penebangan memberi dampak yang sangat merugikan masyarakat sekitar,
bahkan masyarakat dunia. Kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan hutan tidak hanya
kerusakan secara nilai ekonomi, akan tetapi juga mengakibatkan hilangnya nyawa yang
tidak ternilai harganya. Adapun dampak-dampak Illegal Logging sebagai berikut.
Pertama, dampak yang sudah mulai terasa sekarang ini adalah pada saat musim hujan
wilayah Indonesia sering dilanda banjir dan tanah longsor. Menurut kompas, pada tahun
2007 Indonesia telah mengalami 236 kali banjir di 136 kabupaten dan 26 propinsi,
disamping itu juga terjadi 111 kejadian longsor di 48 kabupaten dan 13 propinsi.
Banjir dan tanah longsor di Indonesia telah memakan korban harta dan jiwa yang sangat
besar. Kerusakan lingkungan yang paling terlihat yaitu di daerah Sumatera yang baru saja
dilanda banjir badang dan tanah longsong sangat parah. Bahkan tidak sedikit masyarakat
yang kehilangan harta benda, rumah, dan sanak saudara mereka akibat banjir dan tanah
longsor. Bahkan menurut Kompas, di Indonesia terdapat 19 propinsi yang lahan
sawahnya terendam banjir dan 263.071 hektar sawah terendam dan gagal panen.
Banjir dan tanah longsor ini terjadi akibat dari Illegal Logging di Indonesia. Hutan yang
tersisa sudah tidak mampu lagi menyerap air hujan yang turun dalam curah yang besar,
dan pada akhirnya banjir menyerang pemukiman penduduk. Para pembalak liar hidup di
tempat yang mewah, sedangkan masyarakat yang hidup di daerah dekat hutan dan tidak
melakukan Illegal Logging hidup miskin dan menjadi korban atas perbuatan biadap para
pembalak liar. Hal ini merupakan ketidakadilan sosial yang sangat menyakitkan
masyarakat.
Kedua, Illegal Logging juga mengakibatkan berkurangnya sumber mata air di daerah
perhutanan. Pohon-pohon di hutan yang biasanya menjadi penyerap air untuk
menyediakan sumber mata air untuk kepentingan masyarakat setempat, sekarang habis
dilalap para pembalak liar. Hal ini mengakibatkan masyarakat di daerah sekitar hutan
kekurangan air bersih dan air untuk irigasi. Menurut kompas, pada tahun 2007 ini tercatat
78 kejadian kekeringan yang tersebar di 11 propinsi dan 36 kabupaten.
Ketiga, semakin berkurangnya lapisan tanah yang subur. Lapisan tanah yang subur sering
terbawa arus banjir yang melanda Indonesia. Akibatnya tanah yang subur semakin
berkurang. Jadi secara tidak langsung Illegal Logging juga menyebabkan hilangnya
lapisan tanah yang subur di daerah pegunungan dan daerah sekitar hutan.
Keempat, Illegal Logging juga membawa dampak musnahnya berbagai fauna dan flora,
erosi, konflik di kalangan masyarakat, devaluasi harga kayu, hilangnya mata pencaharian,
dan rendahnya pendapatan negara dan daerah dari sektor kehutanan, kecuali pemasukan
dari pelelangan atas kayu sitaan dan kayu temuan oleh pihak terkait. Hingga tahun 2005,
setiap tahun negara dirugikan Rp 50,42 triliun dari penebangan liar dan sekitar 50 persen
terkait dengan penyelundupan kayu ke luar negeri.
Semakin langkanya orang utan juga merupakan dampak dari adanyaIllegal Logging yang
semakin marak di Indonesia. Krisis ekonomi tergabung dengan bencana-bencana alam
dan Illegal Logging oleh manusia membawa orang utan semakin terancam punah. Selama
20 puluh tahun belakangan ini kira-kira 80% hutan tempat orang utan tinggal sudah
hilang. Pada waktu kebakaran hutan tahun 1997-1998 kurang lebih sepertiga dari jumlah
orang utan liar dikorbankan juga. Tinggal kira-kira 12.000 sampai 15.000 ekor orang utan
di pulau Borneo (dibandingkan dengan 20.000 pada tahun 1996), dan kira-kira 4.000
sampai 6.000 di Sumatra (dibandingkan dengan 10.000 pada tahun 1996). Menurut
taksiran para ahli, orang utan liar bisa menjadi punah dalam jangka waktu sepuluh tahun
lagi. Untuk kesekian kalinya masyarakat dan flora fauna yang tidak bersalah menjadi
korban Illegal Logging. Ini akan menjadi pelajaran yang berharga bagi pemerintah dan
masyarakat agar ikut aktif dalam mengatasi masalah Illegal Logging di Indonesia.
Kelima, dampak yang paling kompleks dari adanya Illegal Logging ini adalah global
warming yang sekarang sedang mengancam dunia dalam kekalutan dan ketakutan yang
mendalam. Bahkan di Indonesia juga telah megalami dampak global warming yang
dimulai dengan adanya tsunami pada tahun 2004 di Aceh yang menewaskan ratusan ribu
orang di Indonesia dan negara-negara tetangga.
Global warming membawa dampak seringnya terjadi bencana alam di Indonesia, seperti
angin puyuh, seringnya terjadi ombak yang tinggi, dan sulitnya memprediksi cuaca yang
mengakibatkan para petani yang merupakan mayoritas penduduk di Indonesia sering
mengalami gagal panen. Global warming juga mengakibatkan semakin tingginya suhu
dunia, sehingga es di kutub mencair yang mengakibatkan pulau-pulau di dunia akan
semakin hilang terendan air laut yang semakin tinggi volumenya. Global warming terjadi
oleh efek rumah kaca dan kurangnya daerah resapan CO2 seperi hutan. Hutan di
Indonesia yang menjadi paru-paru dunia telah hancur oleh ulah para pembalak liar, maka
untuk itu kita harus bersama-sama membangun hutan kita kembali dan memusnahkan
para pembalak liar yang berupaya menghancurkan dunia.
Indonesia merupakan salah satu Negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas kedua di
dunia. Keberadaan hutan ini tentunya merupakan berkah tersebdiri. Hutan merupakan
ekosistem alamiah yang keanekaragaman hayatinya sangat tinggi. Keberadaan hutan di
Indonesia sangat penting tak hanya untuk bangsa Indonesia tetapi juga bagi semua makhluk
hidup di bumi. Hutan di Indonesia sering dijuluki sebagai paru-paru dunia. Hal ini wajar
mengingat jumlah pepohonan yang ada di dalam kawasan hutan ini bisa mendaur ulang udara
dan menghasilkan lingkungan yang lebih sehat bagi manusia. Sayangnya, akhir-akhir ini
kebakaran hutan di Indonesia semakin sering terjadi. Penyebabnya bisa beragam yang dibagi
ke dalam dua kelompok utama, alam dan campur tangan manusia. Menurut data statistik,
kebakaran hutan di Indonesia sebanyak 90 % disebabkan oleh manusian dan selebihnya
adalah kehendak alam.
Kebakaran hutan di Indonesia adalah peristiwa dimana hutan yang digologkan sebagai
ekologi alamiah mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh aktfitas pembakaran
secara besar-besaran. Pada dasarnya, peristiwa ini memberi dampak negatif maupun positif.
Namun, jika dicermati, dampak negatif kebakaran hutan jauh lebih mendominasi ketimbang
dampak positifnya. Oleh sebab itu hal ini penting untuk dicegah agar dampak negatifnya
tidak merugikan manusia terlalu banyak. Salah satu upaya pencegahan yang paling mendasar
adalah dengan memahami penyebab terjadinya kebakaran hutan di Indonesia. Di dalam
Kamus Kehutanan yang diterbitkan oleh Kementrian Kehutanan RI, disebutkan bahwa
kebakaran hutan disebabkan oleh alam dan manusia. Konteks alam mencakup musim
kemarau yang berkepanjanganjuga sambaran petir. Sementara faktor manusia antara lain
kelalaian membuang punting rokok, membakar hutan dalam rangka pembukaan lahan, api
unggun yang lupa dimatikan dan masih banyak lagi lainnya.
Kebakaran hutan di Indonesia perlu ditanggulangi secara tepat sebab peristiwa ini memiliki
dampak buruk bagi kehidupan manusia. Apa saja? Berikut uraiannya:
1. Kebakaran hutan akan menyebarkan sejumlah emisi gas karbon ke wilayah atmosfer
dan berperan dalam fenomena penipisan lapisan ozon.
2. Dengan terbakarnya hutan, satwa liar akan kehilangan rumah tempat mereka hidup
dan mencari makan. Hilangnya satwa dalam jumlah yang besar tentu akan berakibat
pada ketidakseimbangan ekosistem.
3. Hutan identik dengan pohon. Dan pepohonan identik sebagai pendaur ulang udara
serta akarnya berperan dalam mengunci tanah serta menyerap air hujan. Jika
pepohonan berkurang, dipastikan beberapa bencana akan datang seperti bajir atau
longsor.
4. Kebakaran hutan di Indonesia akan membuat bangsa kita kehilangan bahan baku
industri yang akan berpengaruh pada perekonomian.
5. Jumlah hutan yang terus berkurang akan membuat cuaca cenderung panas.
6. Asap dari hutan akan membuat masyarakat terganggu dan terserang penyakit yang
berhubungan dengan pernapasan.
7. Kebakaran hutan bisa berdampak pada menurunnya jumlah wisatawan yang
berkunjung ke sebuah Negara.
8. Dll
Sejumlah spesies yang potensial untuk menjadi hama tersebut selama ini berada di hutan
dan melakukan interaksi dengan lingkungannya membentuk rantai kehidupan. Kebakaran
yang terjadi justru memaksanya terlempar dari rantai ekosistem tersebut. Dan dalam beberapa
kasus ia masuk dalam komunitas manusia dan berubah fungsi menjadi hama dengan
merusak proses produksi manusia yang ia tumpangi atau dilaluinya.
Hama itu sendiri tidak harus berbentuk kecil. Gajah dan beberapa binatang bertubuh besar
lainnya terpaksa merusak kawasan yang dilaluinya dalam upaya menyelamatkan diri dan
dalam upaya menemukan habitat barunya karena habitat lamanya telah musnah terbakar.
4. Terganggunya kesehatan
Peningkatan jumlah asap secara signifikan menjadi penyebab utama munculnya penyakit
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Gejalanya bisa ditandai dengan rasa sesak di dada
dan mata agak berair.
Untuk Riau kasus yang paling sering terjadi menimpa di daerah Kerinci, Kabupaten
Pelalawan (dulu Kabupaten Kampar) dan bahkan di Pekanbaru sendiri lebih dari 200 orang
harus dirawat di rumah sakit akibat asap tersebut.
4. Produktivitas menurun
Munculnya asap juga menghalangi produktivitas manusia. Walaupun kita bisa keluar dengan
menggunakan masker tetapi sinar matahari dipagi hari tidak mampu menembus ketebalan
asap yang ada. Hal ini tentu saja menyebabkan waktu kerja seseorangpun berkurang karena ia
harus menunggu sedikit lama agar matahari mampu memberikan sinar terangnya. Ketebalan
asap juga memaksa orang menggunakan masker yang sedikit banyak mengganggu
aktivitasnya sehari-hari.
2. Ancaman erosi
Kebakaran yang terjadi di lereng-lereng pegunungan ataupun di dataran tinggi akan
memusnahkan sejumlah tanaman yang juga berfungsi menahan laju tanah pada lapisan atas
untuk tidak terjadi erosi. Pada saat hujan turun dan ketika run off terjadi, ketiadaan akar tanah
-akibat terbakar- sebagai pengikat akan menyebabkan tanah ikut terbawa oleh hujan ke
bawah yang pada akhirnya potensial sekali menimbulkan bukan hanya erosi tetapi juga
longsor.
Hutan sebelum terbakar secara otomatis memiliki banyak fungsi. Sebagai catchment
area, penyaring karbondioksida maupun sebagai mata rantai dari suatu ekosistem yang lebih
besar yang menjaga keseimbangan planet bumi. Ketika hutan tersebut terbakar fungsi
catchment area tersebut juga hilang dan karbondioksida tidak lagi disaring namun melayanglayang diudara. Dalam suatu ekosistem besar, panas matahari tidak dapat terserap dengan
baik karena hilangnya fungsi serapan dari hutan yang telah terbakar tersebut.
Hutan itu sendiri mengalami perubahan peruntukkan menjadi lahan-lahan perkebunan dan
kalaupun tidak maka ia akan menjadi padang ilalang yang akan membutuhkan waktu lama
untuk kembali pada fungsinya semula.