Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Sandrya Deprisicka S
1102009259
Pembimbing :
dr. Rizky Safaat Nurahim, SpOG, M.Kes
PENDAHULUAN
Malaria dalam kehamilan merupakan masalah obstetrik, sosial dan medis yang
membutuhkan penanganan multidisipliner dan multidimensional.
kelompok usia dewasa yang paling tinggi berisiko terkena penyakit ini dan diperkirakan 80%
kematian akibat malaria di Afrika terjadi pada ibu hamil dan anak balita. Di Afrika kematian
perinatal akibat malaria diperkirakan terjadi sebanyak 1500 kasus/hari.
Di daerah-daerah
endemik malaria, 20-40% bayi yang dilahirkan mengalami berat lahir rendah.
Di Indonesia, sejumlah daerah-daerah tertentu, yaitu daerah rawa dan pantai juga
merupakan daerah endemis malaria. Oleh karena itu malaria juga merupakan masalah kesehatan
di Indonesia. Sehubungan dengan kejadian malaria dalam kehamilan, kita sebagai ahli obstetrik
harus memahami diagnostik dan penanganan malaria pada ibu hamil untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janinnya. Makalah ini akan membahas malaria dalam
kehamilan, dan upaya penanganan maupun pencegahannya.
Sampai saat ini malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negaranegara seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun sub tropis, terutama di negara berkembang
termasuk Indonesia. Penyakit malaria disebabkan oleh parasite protozoa dari Genus plasmodium.
Empat spesies yang ditemukan pada manusia adalah Plasmodium Vivax, P. ovale, P. malariae dan
P. Falciparum. Badan kesehatan seduania (WHO) melaporkan tiga juta anak manusia meninggal
setiap tahun karena menderita malaria. Dan tiap tahun terdapat 110 juta penderita malaria, 280
juta orang sebagai Carrier dan 2/5 penduduk dunia selalu kompak dengan malaria.
1 | Page
2 | Page
3 | Page
Plasmodium vivax. Spesies ini cenderung menginfeksi sel-sel darah merah yang muda
(retikulosit), dengan demikian menyebabkan tingkat parasitemia yang lebih rendah. Kirakira 43% dari kasus malaria di seluruh dunia disebabkan oleh Plasmodium vivax. Dari
semua pasien yang terinfeksi P. vivax, 50% gejala berulang dalam beberapa minggu
sampai 5 tahun setelah gejala awal. Ruptur limpa mungkin berhubungan dengan infeksi
sekunder P. vivax, yakni splenomegaly yang merupakan hasil sekuestrasi sel darah merah.
Plasmodium malariae. Mempunyai kecenderungan untuk menginfeksi sel-sel darah
merah yang tua. Seseorang yang terinfeksi jenis Plasmodium ini biasanya tetap
asimptomatik untuk jangka waktu yang jauh lebih lama dibandingkan orang yang
terinfeksi P. vivax dan P. ovale. Kekambuhan biasanya terjadi pada penderita P. malariae
dan berhubungan dengan sindrom nefrotik yang mungkin akibat dari pengendapan
kompleks antigen-antibodi di glomerulus.
Plasmodium ovale. Predileksinya dalam sel-sel darah merah mirip dengan Plasmodium
vivax (menginfeksi sel-sel darah muda) walaupun gejalanya lebih ringan karena
parasitemianya lebih ringan. P. ovale sering sembuh tanpa pengobatan. Ada juga seorang
penderita terinfeksi lebih dari satu spesies Plasmodium secara bersamaan.
Plasmodium falciparum yang sering menjadi malaria cerebral dengan angka kematian
yang tinggi. Merozoitnya menginfeksi sel darah merah dari segala usia (baik muda
maupun tua) sehingga menyebabkan tingkat parasitemia jauh lebih tinggi dan cepat (>
5% sel darah merah terinfeksi). Spesies ini menjadi penyebab 50% malaria di seluruh
dunia. Sekuestrasi merupakan sifat khusus dari P. falciparum. Selama berkembang dalam
48 jam, parasit terebut melakukan proses adhesi yang menyebabkan sekuestrasi parasit
pada pembuluh darah kecil. Karena hal tersebut, hanya bentuk awal yang dapat dilihat
pada darah tepi sebelum sekuestrasi berlangsung, hal ini merupakan petunjuk diagnostik
penting seorang pasien terinfeksi P. falciparum. Sekuestrasi parasit dapat menyebabkan
perubahan status mental dan bahkan koma. Selain itu, sitokin dan parasitemia
berkontribusi pada organ target. Gangguan pada organ target dapat berlangsung sangat
cepat dan secara khusus melibatkan sistem saraf pusat, paru-paru, dan ginjal.
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Terdapat
lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, dan hanya sekitar 67 spesies yang terbukti
mengandung sporozoit dan dapat menularkan ke manusia. Di setiap daerah dimana terjadi
4 | Page
transmisi malaria biasanya hanya ada satu atau paling banyak 3 spesies Anopheles yang menjadi
vektor penting. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies.
selama
kehamilan
misalnya:
penurunan
respon
limfoproliferatif,
peningkatan level kortisol serum. Hal ini dikondisikan untuk mencegah penolakan
terhadap janin. Akan tetapi, kejadian ini tidak menurunkan reaksi imunologis pada ibu
multigravida yang pernah menderita malaria.
Hipotesis 2:
Apakah yang hilang adalah cell mediated immunity saja, atau transfer antibodi mediated
immunity secara pasif juga terganggu sehingga ibu hamil mudah terkena malaria.
Hipotesis 3: plasenta adalah organ yang baru bagi seorang primigravida sehingga
memungkinan adanya imunitas host yang langsung menerobos atau adanya zat tertentu
pada plasenta yang memudahkan P. falciparum untuk memperbanyak diri.
5 | Page
nyamuk dan bila nyamuk menggigit/menusuk manusia maka sporozoit masuk kedalam darah dan
mulailah siklus preeritrositik.
7 | Page
(menghasilkan IFN dan TNF) dan subset Th-2 (menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, IL10). Sitokin
tersebut berperan mengaktifkan imunitas humoral. CD4+ berfungsi sebagai regulator membantu
produksi antibodi dan aktivasi fagosit lain sedangkan CD8+ berperan sebagai efektor langsung
untuk fagositosis parasit dan menghambat perkembangan parasit dengan menghasilkan IFN.
Epitop-epitop antigen parasit akan berikatan dengan reseptor limfosit B yang berperan
sebagai sel penyaji antigen kepada sel limfosit T dalam hal ini CD4+. Selanjutnya sel T akan
berdiferensiasi menjadi sel Th-1 dan Th-2. Sel Th-2 akan menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang
memacu pembentukan Ig oleh limfosit B. Ig tersebut juga meningkatkan kemampuan fagositosis
makrofag. Sel Th-1 menghasilkan IFN dan TNF yang mengaktifkan komponen imunitas
seluler seperti makrofag dan monosit serta sel NK.
Malaria Dalam Kehamilan
Di daerah endemik malaria, wanita hamil lebih mudah terinfeksi parasit malaria
dibandingkan wanita tidak hamil. Kemudahan infeksi itu terjadi karena kekebalan yang menurun
selama kehamilan, akibatnya dapat terjadi peningkatan prevalensi densitas parasit malaria berat.
Laporan dari berbagai negara menunjukan insidens malaria pada wanita hamil umumnya cukup
tinggi, dari El vador 55,75% yaitu 63 kasus dari 113 wanita hamil; dari berbagai tempat
bervariasi antara 2-76%. Adapun kematian ibu hamil akibat malaria di benua Afrika mencapai
puluhan ribu tiap tahunnnya, 8-14 % ibu hamil melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah,
selain itu 3-8% mengalami kematian janin dalam rahim.
Di Indonesia sendiri, angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi terutama di
daerah Indonesia Timur. Di daerah endemis malaria masih sering terjadi letusan kejadian luar
biasa (KLB) malaria. Di daerah Timika, 20% ibu hamil yang melahirkan positif malaria.
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, 70 juta penduduk tinggal di
daerah endemik malaria dan 56,3 juta penduduk diantaranya tinggal pada daerah endemik
malaria sedang sampai tinggi dengan 15 juta kasus malaria klinis dan 43 ribu di antaranya
meninggal. Dari data-data yang lain, jumlah penderita malaria cenderung mengalami kenaikan
8 | Page
pertahunnya. Tahun 2006, wabah malaria dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) di 7
provinsi, 7 kabupaten, 7 kecamatan, dan 10 desa dengan jumlah penderita mencapai 1.107 orang,
23 di antaranya meninggal. Tahun berikutnya (2007) KLB terjadi di 8 provinsi, 13 kabupaten, 15
kecamatan, dan 30 desa, dengan jumlah penderita mencapai 1.256 orang dan mengakibatkan 74
penderitanya meninggal dunia.
Penyakit malaria dan kehamilan adalah dua kondisi yang saling mempengaruhi.
Perubahan fisiologis pada kehamilan dan perubahan patologis akibat malaria mempunyai efek
sinergis pada kondisi masing-masing, sehingga semakin menambah masalah baik bagi ibu hamil,
janin maupun dokter yang menanganinya. Malaria pada kehamilan dapat disebabkan oleh
keempat spesies Plasmodium, tetapi Plasmodium falciparum merupakan parasit yang dominan
dan mempunyai dampak paling berat terhadap morbiditas dan mortalitas ibu dan janinnya.
Pengaruh malaria selama kehamilan membahayakan hasil kehamilan yang melibatkan ibu dan
janin. Gejala dan komplikasi malaria selama kehamilan berbeda-beda tergantung pada intensitas
dan berhubungan langsung dengan tingkat imunitas ibu hamil.
1. Pengaruh pada Ibu
Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan tergantung pada
tingkat kekebalan seseorang terhadap infeksi parasit malaria dan paritas dimana gejala
malaria akan lebih berat pada primigravida dan menurun seiring jumlah paritas karena
kekebalan pada ibu telah dibentuk dan meningkat.
Perempuan dewasa yang belum pernah terkena parasit dalam jumlah banyak
(tinggal di daerah epidemik atau transmisi malaria rendah), seringkali menjadi sakit bila
terinfeksi oleh parasit pertama kali. Ibu hamil yang tinggal di daerah dengan transmisi
rendah mempunyai resiko 2 sampai 3 kali lipat untuk menjadi sakit yang berat dibandingkan
dengan perempuan dewasa tanpa kehamilan. Kematian ibu hamil biasanya diakibatkan oleh
penyakit malarianya sendiri atau akibat langsung anemia yang berat. Masalah yang biasa
timbul pada kehamilannnya adalah meningkatnya kejadian berat bayi lahir rendah,
prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, infeksi malaria dan kematian janin.
Pada daerah dengan transmisi malaria sedang sampai tinggi, kebanyakan ibu hamil
telah mempunyai kekebalan yang cukup karena telah sering mengalami infeksi. Gejala
biasanya tidak khas untuk penyakit malaria. Yang paling sering adalah berupa anemia berat
9 | Page
dan ditemukan parasit dalam plasentanya. Janin biasanya mengalami gangguan pertumbuhan
dan selain itu menimbulkan gangguan pada daya tahan neonatus.
2. Pengaruh pada Janin
Seorang ibu yang terinfeksi parasit malaria, parasit tersebut akan mengikuti
peredaran darah sehingga akan ditemukan pada plasenta bagian maternal. Bila terjadi
kerusakan pada plasenta, barulah parasit malaria dapat menembus plasenta dan masuk ke
sirkulasi darah janin sehingga terjadi malaria kongenital. Beberapa peneliti menduga hal ini
terjadi karena adanya kerusakan mekanik, kerusakan patologi oleh parasit, fragilitas dan
permeabilitas plasenta yang meningkat akibat demam akut dan akibat infeksi kronis.
Kekebalan ibu berperan menghambat transmisi parasit ke janin. Oleh sebab itu pada
ibu-ibu yang tidak kebal atau dengan kekebalan rendah terjadi transmisi malaria intra-uretrin
ke janin walaupun mekanisme transplasental dari parasit ini masih belum diketahui.
Abortus, kematian janin, bayi lahir mati dan prematuritas dilaporkan terjadi pada
malaria berat dan resiko ini meningkat sampai tujuh kali, walaupun apa yang menyebabkan
terjadinya kelainan tersebut diatas juga masih belum diketahui. Malaria maternal dapat
menyebabkan kematian janin karena terganggunya transfer makanan secara transplasental,
demam yang tinggi (hiperpireksia) atau hipoksia karena anemia. Kemungkinan lain adalah
Tumor Necrosis Factor (TNF) yang dikeluarkan oleh makrofag bila di aktivasi oleh antigen
merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan berbagai kelainan pada malaria,
antara lain demam, kematian janin dan abortus.
Umumnya infeksi pada plasenta lebih berat daripada darah tepi. Kortmann (1972)
melaporkan bahwa plasenta dapat mengandung banyak eritrosit yang terinfeksi (sampai
65%), meskipun pada darah tepi tidak ditemukan parasit. Hal ini mungkin terjadi karena
plasenta merupakan tempat parasit berkembang biak, seperti pada kapiler alat dalam lainnya.
Pada semua daerah, malaria maternal dapat dihubungkan dengan berkurangnya
berat badan lahir, terutama pada kelahiran anak pertama. Hal ini mungkin akibat gangguan
pertumbuhan intra-uretrin, persalinan prematur atau keduanya akibat berkurangnya transfer
makanan dan oksigen dari ibu ke janin. Namun patofisiologi pertumbuhan lambat intrauretrin pada malaria adalah multifaktor.
Insidens malaria plasenta dipengaruhi oleh paritas ibu yaitu lebih tinggi pada
primipara (persalinan pertama) dan makin rendah sesuai dengan peningkatan paritas ibu.
10 | P a g e
Demikain pula berat badan lahir dipengaruhi oleh paritas ibu, ini dapat diterangkan bahwa
pada multigravida kekebalan pada ibu telah dibentuk dan meningkat.
Imunitas Wanita Hamil Yang Terinfeksi Malaria
Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi parasit banyak ditemukan di plasenta sehingga
diduga respon imun terhadap parasit di bagian tersebut mengalami supresi. Hal tersebut
berhubungan dengan supresi sistem imun baik humoral maupun seluler selama kehamilan
sehubungan dengan keberadaan fetus sebagai "benda asing" di dalam tubuh ibu. Supresi sistem
imun selama kehamilan berhubungan dengan keadaan hormonal. Konsentrasi hormon
progesteron yang meningkat selama kehamilan berefek menghambat aktifasi limfosit T terhadap
stimulasi antigen. Selain itu efek imunosupresi kortisol juga berperan dalam menghambat respon
imun.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama infeksi malaria adalah demam yang diduga berhubungan dengan proses
skizogoni (pecahnya merozoit/skizon) dan terbentuknya sitokin dan atau toksin lainnya. Pada
daerah hiperendemik sering ditemukan penderita dengan parasitemia tanpa gejala demam.
Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodik, anemi dan splenomegali. Sering
terdapat gejala prodromal seperti malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang/otot, anoreksi dan diare
ringan. Namun sebenarnya efek klinik malaria pada ibu hamil lebih tergantung pada tingkat
kekebalan ibu hamil terhadap penyakit itu sedangkan kekebalan terhadap malaria lebih banyak
ditentukan dari tingkat transmisi malaria tempat wanita hamil tinggal/berasal, yang dibagi
menjadi 2 golongan besar :
1. Stable transmission/transmisi stabil, atau endemik (contoh: Afrika Sub-Sahara). Orang-orang
di daerah ini terus-menerus terpapar malaria karena sering menerima gigitan nyamuk infektif
setiap bulannya. Kekebalan terhadap malaria terbentuk secara signifikan.
2. Unstable transmission/transmisi tidak stabil, epidemik atau non-endemik (contoh: Asia
Tenggara dan Amerika Selatan). Orang-orang di daerah ini jarang terpapar malaria dan hanya
menerima rata-rata < 1 gigitan nyamuk infektif/tahun.
Wanita hamil (semi-imun) di daerah transmisi stabil/endemik tinggi akan mengalami
peningkatan parasite rate (pada primigravida di Afrika parasite rate pada wanita hamil
meningkat 3040% dibandingkan wanita tidak hamil), peningkatan kepadatan (densitas)
11 | P a g e
parasitemi perifer, serta menyebabkan efek klinis lebih sedikit, kecuali efek anemi maternal
sebagai komplikasi utama yang sering terjadi pada primigravida. Anemia tersebut dapat
memburuk sehingga menyebabkan akibat serius bagi ibu dan janin.6
Sebaliknya di daerah tidak stabil/non-endemik/endemik rendah yang sebagian besar populasinya
merupakan orang-orang non-imun terhadap malaria, kehamilan akan meningkatkan risiko
penyakit maternal berat, kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal. Ibu hamil
yang menderita malaria berat di daerah ini memiliki risiko fatal lebih dari 10 kali dibandingkan
ibu tidak hamil yang menderita malaria berat di daerah yang sama.
DIAGNOSIS
Gambaran klinik malaria pada wanita non-imun (di daerah non-endemik) bervariasi dari
Malaria ringan tanpa komplikasi (uncomplicated malaria) dengan demam tinggi, sampai Malaria
berat (complicated malaria) dengan risiko tinggi pada ibu dan janin (maternal mortality rate 2050 % dan sering fatal bagi janin). Sedangkan gambaran klinik malaria pada wanita di daerah
endemik sering tidak jelas, mereka biasanya memiliki kekebalan yang semi-imun, sehingga tidak
menimbulkan gejala, misal demam dan tidak dapat didiagnosis klinik.6
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
1. Malaria klinis ringan/tanpa komplikasi
Pada anamnesis:
-
Harus dicurigai malaria pada seseorang yang berasal dari daerah endemis malaria
Di daerah endemis malaria, pada penderita yang telah mempunyai imunitas terhadap
malaria, gejala klasik di atas tidak timbul berurutan, bahkan tidak semua gejala tersebut
dapat ditemukan. Selain gejala klasik di atas, dapat juga disertai gejala lain/gejala khas
setempat, seperti lemas, sakit kepala, mialgia, sakit perut, mual/muntah, dan diare.1,4,6
12 | P a g e
dapat
menjadi
berat(complicated) jika tidak diobati secara dini dan semestinya. Semua wanita hamil yang
menderita malaria harus diskrining HIV sebagai koinfeksi malaria dan karena HIV
meningkatkan kematian bayi secara signifikan.4,12
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan mikroskopik masih merupakan yang terpenting pada penyakit malaria
karena selain dapat mengidentifikasi adanya parasit, juga dapat mengidentifikasi jenis
Plasmodium secara tepat sekaligus juga dapat menghitung jumlah parasit sehingga derajat
parasitemi dapat diketahui. Pada umumnya apusan darah tepi dan tebal harus dilakukan. Jika
apusan darah awal negatif, spesimen baru harus diperiksa dalam interval 6 jam. Diantara pasien
malaria, 57% terinfeksi lebih dari satu spesies Plasmodium
Pemeriksaan dengan mikroskop:
-
digunakan untuk menentukan nilai ambang parasit dan mengetahui kepadatan parasit (terutama
penderita rawat inap) pada sediaan darah. Identifikasi pemeriksaan ini sangat bergantung pada
pengalaman ahli mikroskopi yang mengetahui morfologi parasit.
Gambar 7. Merozoit pada Darah Perifer. Beberapa merozoit telah berpenetrasi ke membran
eritrosit dan memasuki sel
risiko tinggi dan risiko tersebut bahkan semakin besar dalam dua bulan setelah mereka
melahirkan. Di masa lalu, kita sering menduga bahwa peningkatan kepekaan terhadap malaria
pada para wanita hamil akan berakhir seiring dengan terjadinya kelahiran. Ternyata
dibandingkan dengan setahun sebelum mereka hamil, para wanita memiliki kemungkinan sekitar
4 kali lebih besar untuk terjangkit malaria dalam 60 hari setelah melahirkan.
14 | P a g e
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Malaria dalam Kehamilan
Ada 3 aspek yang sama pentingnya untuk menangani malaria dalam kehamilan, yaitu:
1. Pengobatan malaria
2. Penanganan komplikasi
3. Penanganan proses persalinan
Terapi Malaria
Terapi malaria dalam kehamilan harus energetik, antisipatif dan seksama (careful)
Energetik: Tidak membuang-buang waktu, lebih baik memperlakukan semua kasus
sebagai kasus malaria falciparum, dan memeriksa tingkat keparahan penyakit dengan
melihat keadaan umum, pucat, ikterus, tekanan darah, suhu, hemoglobin, hitung parasit,
SGPT, bilirubin dan kreatinin serum serta glukosa darah.
Antisipatif: malaria dalam kehamilan dapat tiba-tiba memburuk dan
menunjukkan
komplikasi yang dramatik. Oleh karena itu harus dilakukan monitoring ketat serta me
nilai kemungkinan timbulnya komplikasi pada setiap pemeriksaan/visite rutin.
Seksama: Perubahan fisiologis dalam kehamilan menimbulkan masalah yang khusus
dalam penanganan malaria.
kontraindikasi untuk kehamilan atau dapat menimbulkan efek samping yang berat.
Semua faktor tersebut harus selalu dipertimbangkan saat memberikan terapi pada pasienpasien malaria dengan kehamilan.
Pilih obat yang sesuai dengan tingkat keparahan penyakit dan pola sensitivitas di
: Quinine: Artesunate/artemether/arteether
Trimester dua
: Mefloquine; pyrimethamine/sulfadoxine
Trimester tiga
Kontraindikasi
cephalosporin generasi ketiga, pemberian cairan, monitoring tanda-tanda vital dan intake-output.
Transfusi ganti:
Transfusi ganti diindikasikan pada kasus malaria falciparum berat untuk menurunkan jumlah
parasit.
bermanfaat pada kasus parasitemia yang sangat berat (membantu membersihkan) dan impending
odema paru (membantu menurunkan jumlah cairan).
Penanganan saat persalinan
Anemia, hipoglikemia, edema paru dan infeksi sekunder akibat malaria pada kehamilan
aterm dapat menimbulkan masalah baik bagi ibu maupun janin. Malaria falciparum berat pada
kehamilan aterm menimbulkan risiko mortalitas yang tinggi. Distres maternal dan fetal dapat
terjadi tanpa terdeteksi. Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring yang baik, bahkan untuk
wanita hamil dengan malaria beat sebaiknya dirawat di unit perawatan intensif.
16 | P a g e
resistensi obat. Di daerah yang diketahui telah resisten terhadap klorokuin dapat diergunakan
pirimetamin/sulfadoksin atau meflokuin. Akan tetapi obat-obat alternatif tersebut baru dapat
diberikan pada trimester kedua. Dosis meflokuin mungkin perlu ditingkatkan pada trimester
ketiga karena peningkatan klirens obat pada saat ini.
KOMPLIKASI
Anemia
Menurut defini WHO, anemia dalam kehamilan adalah bila kadar hemoglobin
(Hb) < 11 g/dL. Gregor (1984) mendapatkan data bahwa penurunan kadar Hb dalam
darah hubungannya dengan parasetimia, terbesar terjadi pada primigravida dan berkurang
sesuai dengan peningkatan paritas.3 Malaria dapat menyebabkan atau memperburuk
anemia. Hal ini disebabkan:
Hemolisis eritrosit yang terinfeksi parasit
Peningkatan kebutuhan Fe selama hamil
Penekanan hematopoeisis
Peningkatan klirens sel darah merah oleh limpa
Hemolisis berat dapat menyebabkan defisiensi asam folat yang mampu
memperberat anemia.
Anemia yang disebabkan oleh malaria lebih sering dan lebih berat antara usia
kehamilan 16-29 minggu. Adanya defisiensi asam folat sebelumnya dapat memperberat
anemia ini. Brabin (1990) menyatakan bahwa makin besar ukuran limpa makin rendah
nilai Hb-nya, dan anemia yang terjadi pada trimester I kehamilan sangat menentukan
apakah wanita tersebut akan melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau tidak
karena kecepatan pertumbuhan maksimal janin terjadi sebelum minggu ke 20 usia
kehamilan. Seiring dengan berlangsungnya infeksi, parasit tersebut dapat menyebabkan
trombositopenia. Laporan WHO menyatakan bahwa anemia berpengaruh terhadap
morbiditas ibu hamil dan secara tidak langsung dapat menyebabkan kematian ibu dengan
meningkatnya angka kematian kasus yang disebabkan oleh pendarahan setelah
persalinan.
Anemia meningkatkan kematian perinatal dan morbiditas serta mortalitas
maternal. Kelainan ini meningkatkan risiko edema paru dan perdarahan pasca persalinan
secara tidak langsung akibat perubahan hemodinamik. Transfusi yang terlalu cepat,
18 | P a g e
19 | P a g e
Edema paru akut bertambah berat karena adanya anemia sebelumnya dan adanya
perubahan hemodinamik dalam kehamilan. Kelainan ini sangat meningkatkan risiko
mortalitas. Gejalanya mula-mula frekuensi pernafasan meningkat, kemudian terjadi
dispneu dan penderita dapat meninggal dalam waktu beberapa jam.
Imunosupresi
Imunosupresi dalam kehamilan menyebabkan infeksi malaria yang terjadi
menjadi lebih sering dan lebih berat. Lebih buruk lagi, infeksi malaria sendiri dapat
menekan respon imun. Perubahan hormonal selama kehamilan menurunkan sintesis
imunoglobulin.Penurunan fungsi sistem retikuloendotelial adalah penyebab imunosupresi
dalam kehamilan. Hal ini menyebabkan hilangnya imunitas didapat terhadap malaria
sehingga ibu hamil lebih rentan terinfeksi malaria. Infeksi malaria yang diderita lebih
berat dengan parasitemia yang tinggi. Pasien juga lebih sering mengalami demam
paroksismal dan relaps. Infeksi sekunder (infeksi saluran kencing dan pneumonia) dan
pneumonia algid (syok septikemia) juga lebih sering terjadi dalam kehamilan karena
imunosupresi ini.
Gagal Ginjal
Hemoglobinuri (blackwater fever) merupakan kondisi urin yang berwarna gelap
akibat hemolisis sel darah merah dan parasitemia yang hebat dan sering merupakan tanda
gagal ginjal.
Risiko Terhadap Janin
Malaria dalam kehamilan adalah masalah bagi janin.
Tingginya demam,
janin dan klorokuin sekitar l/3 dari kadarnya dalam plasma ibu sehingga kadar
subterapeutik ini tidak dapat menyembuhkan infeksi pada janin.
Keempat spesies
plasmodium dapat menyebabkan malaria kongenital, tetapi yang lebih sering adalah P.
malariae.
21 | P a g e
Daftar Pustaka
1
Prawirodihardjo.
Bruce LJ, Chwatt. Malaria and pregnancy. England: British Medical Journal; 1983. Volume
3
4
286.
Chahaya I. Pengaruh Malaria Selama Kehamilan.
Harijanto, N Paul. Malaria. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.
Jakarta: 2007.
Rijken MJ Rijken JA Papageorghiu AT etc. Malaria in pregnancy: the difficulities in
measuring birthweight. England:
6
7
L.L.C.NY
Ukaga CN, Nowke BEB, et al. Placental malaria in Owerri, Imo State, south-eastern Nigeria.
2007.
9 Krishnan S, Cheripalli P, Tangella K. Placental Malaria. 2009.
10 Bardaji A, Sigauque B, Sanz S, et al. Impact of Malaria at the End of Pregnancy on Infant
Mortality and Morbidity. USA Journal of Infectious Disease; 2011.
11 Hanretty KP. Obstetric Illustrated. 6th Ed. British: Crurchill Livingstone; 2003. p.152-55.
12 Surya I.G.P .Penyakit Infeksi : Infeksi Malaria. Ilmu Kandungan Edisi IV. Jakarta : P.T. Bina
Pustaka Sarwono Prawirodihardjo.
22 | P a g e