Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Putri Rizka Alawiyah
0810311022
Pembimbing :
Prof.Dr.dr.Darwin Amir,Sp.S(K)
dr. Syarif Indra,Sp.S
BAB I
1
PENDAHULUAN
Tulang belakang yang terdiri atas 33 ruas tulang belakang yang tersusun secara
segmental
belakang. Sumsum tulang belakang berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa saraf
yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh. Salah satu
penyebab utama disabilitas neurologis akibat trauma adalah cedera medula spinalis (CMS).1,2
The National Spinal Cord Injury Data Research Centre memperkirakan ada 10.000
kasus baru CMS setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insiden paralisis komplet akibat
kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk, dengan angka tetraplegia 200.000
pertahunnya. Insiden CMS tertinggi pada adalah pada usia 16-30 tahun (53,1%), dengan
insiden pada pria sebanyak 81,2%, yang sekitar 80% diantaranya berusia 18-25 tahun.
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama CMS.1,4
Tingginya angka disabilitas serta komplikasi CMS menuntut adanya penatalaksanaan
menyeluruh terhadap kasus-kasus CMS. Salah satu aspek terpenting dari penatalaksanaannya
adalah rehabilitasi medik penderita, yang meliputi prosedur diagnosis, menentukan problem
fisioterapi, target yang akan dicapai, serta memberikan intervensi fisioterapi yang tepat, yang
meliputi fisik, transfer maupun activity of daily living (ADL), komunikasi, mental-psikososial
maupun terapi vokasional .
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
Cedera medula spinalis (CMS) adalah kerusakan medula spinalis akibat trauma yang
dapat menyebabkan terjadinya gangguan sensoris, motoris, vegetatif, dan gangguan fungsi
seksual. Trauma yang dapat menyebabkan CMS antara lain: kecelakaan kerja, kecelakaan
lalu lintas, jatuh, luka tembak, luka tusuk, maupun kecelakaan olahraga. Salah satu jenis
trauma yang dapat terjadi adalah fraktur. Fraktur yang terjadi dapat mengenai anggota gerak
tubuh maupun tulang belakang sehingga mengenai medula spinalis yang menyebabkan
kelumpuhan atau kelemahan pada anggota gerak bawah.1
Epidemiologi1,4
Berdasarkan data dari National Spinal Cord Injury Statistical Center dari University
of Alabama at Birmingham yang dipublikasikan pada Februari 2013, insiden CMS
diperkirakan sekitar 40 kasus per satu juta populasi di Amerika Serikat, atau 12.000 kasus per
tahun. CMS seringkali diderita oleh dewasa muda, dengan hampir setengah dari seluruh
kasus terjadi pada usia 16 30 tahun.Sejak tahun 2010, disabilitas neurologis yang diderita
adalah tetraplegia inkomplit sebesar 40,6%, paraplegia inkomplit 18,7%, paraplegia komplit
18,0% dan tetraplegia komplit 11,6%. Hanya kurang dari 1% yang mengalami perbaikan
klinis neurologis yang komplit.4
Etiologi1,2,3,5
Penyebab trauma sumsum tulang belakang meliputi kecelakaan sepeda motor (44%),
tindak kekerasan (24%), jatuh (22%), kecelakaan olahraga misal menyelam (8%), dan
penyebab lain (2%). Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama CMS.
Jatuh merupakan penyebab utama trauma sumsum tulang belakang pada orang usia 65 tahun
ke atas.
Holdsworth membuat klasifikasi CMS berdasarkan mekanisme traumanya sebagai
berikut:
1)
2)
Cedera fleksi-rotasi, menimbulkan cedera pada ligamentum posterior dan kadang juga
prosesus artikularis, selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya dislokasi fraktur
3
rotasional yang dihubungkan dengan slice fracture korpus vertebra. Cedera ini
merupakan cedera yang paling tidak stabil.
3)
4)
5)
Cedera robek langsung (direct shearing), biasanya terjadi di daerah torakal dan
disebabkan oleh pukulan langsung pada punggung, sehingga salah satu vertebra
bergeser, fraktur prosesus artikularis serta ruptur ligamen.
Kerusakan pada sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan
melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, atau perdarahan. CMS
primer merupakan akibat dari gangguan mekanis elemen neural. Trauma ini biasa terjadi pada
fraktur dan atau dislokasi tulang belakang, atau tanpa keduanya. Fraktur tulang belakang
terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal. Di daerah torakal tidak banyak terjadi
karena terlindung oleh struktur toraks. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana,
kompresi, kominutif, dan dislokasi. CMS primer juga dapat terjadi akibat trauma penetrasi
seperti trauma tembak. CMS sekunder dapat terjadi akibat gangguan arteri, trombosis arteri
atau hipoperfusi, hipoksemia dan iskemia, edema, hematom epidural spinal atau abses yang
menyebabkan kompresi sumsum tulang belakang akut.
Anatomi dan Patofisiologi2,3
Medula spinalis bermula pada medula oblongata, menjulur ke arah kaudal melalui
foramen magnum berakhir di antara vertebra lumbalis pertama dan kedua, lalu meruncing
sebagai konus medularis dan kemudian menjadi filum terminale, yang menembus kantung
duramater. Panjangnya sekitar 45 cm, memiliki 31 segmen, antara lain: 8 segmen cervical, 12
segmen thoracal, 5 segmen lumbal, 5 segmen sacral, 1 segmen coccygeus. Setiap segmen
mengeluarkan sepasang saraf spinal yang terbentuk dari radiks posterior dan anterior. Letak
pada segmen medula spinalis tidak selevel dengan segmen columna vertebra. Segmen
cervical pertama medula spinalis terletak posterior terhadap vertebra cervical pertama.
Segmen thoracal pertama medula spinalis terletak pada vertebra cervical 7. Segmen lumbal
pertama medula spinalis terletak pada vertebra thoracal 12. Hubungan antara segmen-segmen
4
medula spinalis dengan corpus vertebra dan tulang belakang penting artinya didalam klinik
untuk menentukan lesi pada medula spinalis. (Gambar 1)
inkomplit. Fungsi otonom dijalankan melalui traktus interomedial anterior. Saraf simpatis
keluar dari sumsum tulang belakang di antara C7-L1, sedangkan saraf parasimpatis keluar di
antara S2 dan S4. Oleh karena itu lesi atau trauma sumsum tulang belakang dapat
menyebabkan disfungsi otonom.
Syok neurogenik ditandai dengan disfungsi otonom, seperti hipotensi, bradikardi
relatif, vasodilatasi perifer, dan hipotermi. Hal ini biasanya tidak terjadi pada trauma sumsum
tulang belakang di bawah T6. Syok spinal didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi
neurologis komplit, termasuk refleks dan tonus otot, dan terkait dengan disfungsi otonom.
Syok neurogenik mengacu pada terjadinya trias hipotensi, bradikardi dan vasodilatasi perifer
akibat disfungsi otonom dan gangguan pada sistem kontrol saraf simpatis pada trauma
sumsum tulang belakang akut.
Suplai darah sumsum tulang belakang terdiri atas 1 arteri spinalis anterior dan 2 arteri
spinalis posterior. Arteri spinalis anterior mensuplai dua pertiga anterior sumsum tulang
belakang. Trauma iskemik pada arteri ini berdampak terjadinya disfungsi traktus
kortikospinal, spinotalamikus lateral, dan interomedial anterior. Sindrom arteri spinalis
anterior meliputi paraplegia, hilangnya sensasi nyeri dan suhu dan disfungsi otonom. Arteri
spinalis posterior mensuplai kolumna dorsalis.
Manifestasi Klinis1,2,3,5,6
Gejala yang biasa dikeluhkan oleh pasien dengan trauma tulang belakang antara lain
adalah nyeri, hilangnya fungsi motorik, hilang atau berubahnya sensari sensorik, sesuai
dengan letak lesi dan jenis lesinya (komplit/inkomplit).
Sindrom sumsum tulang belakang dapat komplit atau inkomplit yang ditandai dengan
hilangnya fungsi motorik dan sensorik di bawah level lesi. Sindrom sumsum tulang belakang
inkomplit meliputi anterior cord syndrome, Brown-Squard syndrome, dan central cord
syndrome. Sindrom lainnya meliputi conus medullaris syndrome, cauda equina syndrome,
dan spinal cord concussion.
-
Anterior cord syndrome, yang meliputi hilangnya fungsi motorik dan sensasi nyeri
dan/atau suhu, dengan dipertahankannya propriosepsi.
Central cord syndrome biasanya melibatkan lesi servikal, dengan kelemahan otot pada
ekstremitas atas yang dominan daripada ekstremitas bawah. Hilangnya sensasi
6
bervariasi, nyeri dan/atau suhu lebih sering terganggu daripada propriosepsi dan/atau
vibrasi.
-
Conus medullaris syndrome adalah trauma vertebra sakral dengan atau tanpa
keterlibatan saraf lumbal. Sindrom ini ditandai arefleksia pada kandung kemih,
pencernaan. Hilangnya fungsi motorik dan sensorik pada ekstremitas bawah
bervariasi.
Cauda equina syndrome melibatkan trauma saraf lumbosakral dan ditandai arefleksia
pada pencernaan dan/atau kandung kemih, dengan hilangnya fungsi motorik dan
sensorik ekstremitas bawah yang bervariasi.
Spinal cord concussion ditandai dengan defisit neurologik sementara pada sumsum
tulang belakang yang akan pulih sempurna tanpa adanya kerusakan struktural yang
nyata.
Trauma komplit berarti terjadi kehilangan komplit dari sensasi dan kontrol otot di
bawah level trauma. Hampir separuh dari trauma sumsum tulang belakang adalah komplit.
Sebagian besar trauma sumsum tulang belakang, termasuk trauma komplit, merupakan akibat
luka dari sumsum tulang belakang atau kehilangan darah yang mengalir ke sumsum tulang
belakang dan bukan dari terpotongnya sumsum tulang belakang.
American Spinal Injury Association (ASIA) membagi CMS berdasarkan derajat
kerusakan (impairment scale) seperti dibawah ini:
A. Komplit
B. Inkompli
S4-S5
: Fungsi motorik tidak ada, fungsi sensorik normal di bawah
t
C. Inkompli
t
D. Inkompli
t
E.
Normal
Diagnosis1,2,3
7
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis yang tepat, dilakukan pemeriksaan
laboratorium rutin untuk hemoglobin dan hematokrit untuk mendeteksi atau memonitor
kehilangan darah. Urinalisis juga diperlukan untuk mendeteksi adanya trauma pada traktur
genitourinarius. Selain itu, dilakukan pemeriksaan dengan foto rontgen proyeksi anteroposterior dan lateral, dan bila perlu tomografi tulang belakang untuk mengidentifikasi trauma
tulang belakang, namun jika penderita memiliki gejala atau terdapat trauma sumsum tulang
belakang, dilakukan CT-Scan atau MRI pada penderita dengan defisit neurologis tetapi
rontgen tidak menunjukkan adanya fraktur. Semua tindakan diagnostik tersebut dikerjakan
tanpa memindahkan atau mengubah posisi penderita.
Penatalaksanaan1,2,7,8
Setelah dipastikan airway, breathing dan circulation (ABC) penderita aman,
dilakukan imobilisasi untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah atau cedera
sekunder, yaitu dengan dilakukannya imobilisasi di tempat kejadian dengan memanfaatkan
alas yang keras. Pada CMS servikal dilakukan pemasangan cervical collar. Setelah semua
langkah tersebut di atas dipenuhi, barulah dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologik yang
lebih cermat. Pemeriksaan penunjang radiologi juga dapat dilakukan.
Tindakan pembedahan merupakan penatalaksanaan utama yang ditujukan untuk
stabilisasi patah tulangnya untuk memudahkan perawatan atau untuk dapat dilakukan
mobilisasi dini. Pembedahan juga dilakukan dengan tujuan dekompresi yaitu melakukan
reposisi untuk menghilangkan penyebab yang menekan medula spinalis, dengan harapan
dapat mengembalikan fungsi medula spinalis yang terganggu akibat penekanan tersebut.
Dekompresi paling baik dilaksanakan dalam waktu enam jam pascatrauma untuk mencegah
kerusakan medula spinalis yang permanen. Tidak boleh dilakukan dekompresi dengan cara
laminektomi, karena akan menambah instabilitas tulang belakang.
Mobilisasi dini merupakan syarat penting sehingga penyulit yang timbul pada
kelumpuhan akibat cedera tulang belakang seperti infeksi saluran nafas, infeksi saluran
kencing atau dekubitus dapat dicegah.
Aspek Rehabilitasi Medik Cedera Medula Spinalis7,8
Asuhan pelayanan fisioterapi yang diberikan pada penderita CMS dilakukan secara
bertahap sesuai dengan problema yang ditemukan pada saat dilakukan assessment. Untuk itu
sebelum melakukan intervensi fisioterapi, hendaknya kita mengetahui problema fisioterapi
apa saja yang ada pada penderita dengan CMS.
8
a)
b)
Kelumpuhan
Kelumpuhan atau paralisis dapat terjadi pada seluruh otot-otot tubuh sesuai dengan
level yang terkena. Nilai otot pada penderita cedera medula spinalis pada fase syok
spinal sangat rendah, namun setelah melewati fase tersebut kekuatan otot akan
berangsur membaik yang ditentukan pula oleh seberapa besar tingkat kerusakan pada
medula spinalis.
c)
Spastisitas/flaksiditas
Untuk mengukur spastisitas seringkali digunakan modified Asworth scale. Skala ini
menilai pergerakan anggota gerak melalui lingkup geraknya untuk meregangkan otot,
yaitu:
:
:
:
:
f)
g)
Kekakuan pada sendi terutama pada sendi-sendi pada anggota gerak akibat dari
immobilisasi pasien yang lama dan tidak pernah dilakukan gerak secara pasif,
didukung oleh adanya spastisitas.
h)
i)
yang akan dicapai, yang mencakup tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Adapun
penentuan tujuan dilakukan berdasarkan problematik fisioterapi yang ditemukan dalam
proses assessment.
Berdasarkan problema, tentukan intervensi fisioterapi yang diperlukan yang sesuai
dengan kebutuhan penderita maupun keluhannya, agar tujuan akhir dari intervensi dapat
tercapai. Intervensi fisioterapi terutama ditujukan untuk mengurangi atau mencegah masalahmasalah yang belum ada namun berpotensi untuk terjadi pada penderita tersebut. Selain itu
intervensi juga ditujukan untuk meningkatkan kemandirian penderita. Adapun berbagai
intervensi fisioterapi yang dapat dilakukan antara lain :
1)
Latihan gerak pasif, yang dilakukan pada semua sendi. Pada lesi di lumbal
yang harus diperhatikan adalah saat menggerakkan pinggul jangan sampai
tulang belakang juga ikut bergerak. Perhatian yang sama juga dilakukan saat
menggerakkan ekstremitas atas pada lesi servikal.
10
2)
Sitting balance
Transfer, misalnya dari tempat tidur ke kursi rodanya maupun dari kursi
rodanya ke toilet.
Penguatan anggota gerak atas, dengan latihan dengan tahanan maupun dengan
olah raga.
Latihan berdiri dan berjalan, baik dengan orthosis maupun dengan alat bantu
lainnya.
Evaluasi dapat dilakukan secara berkala dengan tujuan untuk mengetahui apakah
terapi yang diberikan bermanfaat bagi penyembuhan dan kemandirian penderita CMS
ataukah harus dimodifikasi/diubah.
Komplikasi2,7,8
Pada penderita dengan tetraplegia, persentase terjadinya komplikasi yang biasa terjadi
adalah sebagai berikut: pneumonia (60,3%), ulkus dekubitus (52,8%), trombosis vena dalam
(16,4%), emboli pulmo (5,2%), infeksi pascaoperasi (2,2%).
11
Prognosis2,3,5
Pada awal tahun 1900, angka kematian 1 tahun setelah trauma pada pasien dengan lesi
komplit mencapai 100%. Namun kini, angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien dengan
trauma tetraplegia mencapai 90%. Perbaikan yang terjadi dikaitkan dengan pemakaian
antibiotik untuk mengobati pneumonia dan infeksi traktus urinarius. Penderita CMS komplit
berpeluang sembuh kurang dari 5%. Prognosis trauma tulang belakang inkomplit lebih baik,
jika fungsi sensorik masih ada, peluang penderita untuk dapat berjalan kembali dapat lebih
dari 50%.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Basuki A. Cedera medula spinalis akut. Dalam: Basuki A. Dian S. (editor) Kegawatdaruratan
neurologi. Edisi pertama. Bandung, Indonesia: Bagian Saraf FK Universitas Padjadjaran/RS Dr.
Hasan Sadikin; 2009. p123-149
2. Chin
LS.
Spinal
cord
injuries.
http://emedicine.medscape.com/article/793582-
MF.
Rehabilitation
of
Persons
With
Spinal
Cord
Injuries
13
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien laki-laki 27 tahun masuk poli neurologi RSUP Dr.Mdjamil pada tanggal 10
Juni 2014
a. KELUHAN UTAMA
Tidak dapat berjalan karena kelumpuhan kedua tungkai.
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Tidak dapat berjalan karena kelumpuhan kedua tungkai 2tahun terjadi secara
tiba-tiba. Awalnya 2 tahun penderita sedang bekerja di kebun tiba-tiba
punggung penderita tertimpa pohon yang tumbang, penderita lalu mengalami
kelumpuhan, dimana kedua tungkai penderita sama sekali tidak bisa
digerakkan dan nyeri pada pinggang belakang yang terasa semakin hari
semakin sakit. Penderita juga mengalami gangguan sensibilitas, yaitu baal
mulai dari ujung-ujung jari kedua tungkai sampai 3 jari di bawah umbilikus,
penderita juga tidak bisa buang air kecil dan buang air besar. Kelumpuhan
tidak dirasakan semakin berat dan sehari-hari penderita menggunakan kursi
roda untuk aktivitas dan kateter uretra untuk buang air kecil.
c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat trauma ada 2 tahun yang lalu, punggung bawah penderita tertimpa
pohon tumbang, penderita terjatuh dalam posisi terlungkup.
Riwayat batuk lama tidak ada.
d. RIWAYAT PENYAKIT PADA KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga yang memderita sakit seperti ini
e. RIWAYAT PEKERJAAN
Penderita sebelumnya bekerja sebagai buruh penyadap pohon karet. Posisi
aktivitas kerja banyak berdiri.
f. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Penderita menikah dan memiliki satu orang anak perempuan berusia 2 tahun.
Penderita tinggal di rumah orang tuanya bersama kedua orangtua, istri dan
anaknya.
Jarak antara rumah penderita dengan fasilitas kesehatan (rumah sakit) cukup
jauh.
14
Saat ini penderita tidak dapat mencari nafkah secara aktif dan tidak ikut serta
dalam organisasi kemasyarakatan.
g.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Tinggi/Berat Badan
Tekanan Darah
Nadi
Nafas
Suhu
:
:
:
:
:
:
:
2. Status Internus
Leher
Tidak ada pembesaran KGB
JVP 5-2 CmH2O
Bising carotis (-)
Thorak
Paru-paru:
Inspeks
Palpasi
Perkusi
: sonor
Palpasi
Perkusi
: batas atas : RIC II, batas kanan : LSD, batas kiri : 1 jari medial LMCS
: distensi (-)
Palpasi
Perkusi
: timpani
Kaku kuduk
: (-)
Kerniq
: (-)
Laseque
: (-)
Brudzinski I
: (-)
Brudzinski II : (-)
Brudzinski IV : (-)
Penciuman baik
Tajam penglihatan normal, lapangan penglihatan normal,
N. III (Occulomotorius)
N.IV (Trochlearis)
kelateral +/+
N.VI (abducen)
N. V (Trigeminus)
N.VII (Facialis)
N.VII (Vestibularis)
N.IX (Glossopharyngeus)
N. X (Vagus)
N. XI (Acessorius)
N.XII (Hipoglossus)
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Kanan
Luas
Kiri
Luas
5
5
5
5
5
Eutoni
Eutrofi
5
5
5
5
5
Eutoni
Eutrofi
Normal
Normal
Normal
Normal
Tidak ada
16
Tidak ada
Tromner
Fungsi Sensorik
eksteroseptif
Proprioseptif
Tidak ada
:
:
Tidak ada
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Kanan
Tidak ada
Kiri
Tidak ada
0
0
0
0
0
0
0
Meningkat
Disuse atrophy
0
0
0
0
0
0
0
Meningkat
Disuse atrophy
:
:
Menurun
Menurun
Menurun
Menurun
:
:
:
:
:
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Hipestesi mulai ujung-ujung jari
kaki sampai setinggi 4 jari di
bawah umbilikus
Fungsi vegetatif
Miksi
Defekasi
:
:
Retensio urine
inkontinensia alvi
h. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologis:
-
i. DIAGNOSIS KLINIS
1.
2.
Hipestesi mulai ujung-ujung jari kaki sampai dengan empat jari di bawah
umbilikus.
3.
DIAGNOSIS TOPIK
Lesi transversal total medula spinalis setinggi segmen thoracal 11 - 12
DIAGNOSIS ETIOLOGI
Trauma medula spinalis ec fraktur corpus vertebra thoracal 12
j. TERAPI MEDIKAMENTOSA
-
sejak dua tahun yang lalu. Dari anamnesis didapatkan kelumpuhan kedua tungkai
secara tiba-tiba sejak dua tahun yang lalu dengan gangguan sensibilitas pada kedua
tungkai sampai ke dua jari di bawah umbilikus, disertai tidak bisa buang air kecil dan
tidak bisa buang air besar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam
batas normal, status neurologis penderita dengan kekuatan tungkai bawah nol dan
refleks fisiologis meningkat dan refleks patologis tidak ada. Selain itu didapatkan
hipestesi mulai ujung-ujung jari kaki sampai 4 jari di bawah umbilikus, dengan
retensio urine dan retensio alvi. Pemeriksaan radiologis vertebrae thoracolumbal
didapatkan fraktur pada corpus vertebra thoracal 12. Penderita didiagnosis dengan
paraplegia inferior spastik dengan hipestesi mulai ujung-ujung jari kaki sampai
setinggi 3 jari di bawah umbilikus dan retensio urine et alvi, dengan diagnosis topik
lesi transversal total medula spinalis setinggi Thoracal 11-12, dengan etiologi trauma
medula spinalis akibat fraktur pada corpus vertebra thoracal 12.
18