You are on page 1of 6

Abses serebri adalah infeksi intraserebral fokal yang berawal dari area serebrittis

lokal dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi oleh kapsul yang
bervaskularisasi dengan baik. Insiden abses serebri di Amerika serikat adalah sekitar 15002500 kasus per tahun dan insiden yang lebih tinggi dijumpai pada negara berkembang.
Terdapat lebih banyak penderita laki-laki dibanding wanita, dengan rasio dari 1,3:1 hingga
3:1. Rentang usia pasien adalah dari bayi hingga usia lanjut. Pada pasien dengan PJB
sianotik, right-to-left shunt dalam jantung memungkinkan resirkulasi darah yang tidak
teroksigenasi dengan baik ke sirkulasi sistemik. Kondisi ini menyebabkan hipoksia pada
sirkulasi sistemik dan jaringan, termasuk otak. Hipoksia pada otak dapat menyebabkan
pembentukan area nekrotik yang menjadi predisposisi untuk infeksi otak.1,2
Hipoksia juga menyebabkan polisitemia dan hiperviskositas yang menyebabkan
aliran darah lambat pada mikrosirkulasi serebral sehingga memungkinkan terbentuknya
mikrotrombi dan ensefalomalasia fokal.2,3 Pasien dengan PJB tampaknya memiliki area
dengan perfusi rendah pada otak akibat hipoksemia berat yang kronis, juga peningkatan
viskositas darah akibat polisitemia sekunder. Area dengan perfusi rendah ini biasanya
berlokasi di batas antara substansia grisea dan substansia alba, dan area ini rentan terhadap
penyebaran mikroorganisme yang mungkin terdapat di aliran darah. Cara penyebaran
hematogen ini berperan dalam terbentuknya abses multipel.
Pembentukan abses serebri pada pasien ToF juga dipengaruhi oleh paparan otak
terhadap bakterimia. Pertama, bakterimia dapat disebabkan oleh terlewatinya sistem
sirkulasi pulmonal, karena sistem ini memiliki efek penyaringan bakteri melalui
fagositosis.2,5 Pada pasien dengan PJB sianotik, terdapat right-to-left shunt yang
memungkinkan darah vena di jantung, tidak melalui sirkulasi pulmonal2,8 sehingga bakteri
di aliran darah tidak disaring melalui sirkulasi pulmonal, dimana biasanya bakteri-bakteri ini
akan disingkirkan oleh fagositosis.3,4,5 Kedua, jantung itu sendiri menjadi predisposisi untuk
terbentuknya vegetasi pada katup. Jika terjadi bakterimia, bakteri akan berada pada vegetasi.
Ini kemudian akan menjadi sumber emboli yang jika mencapai otak akan menyebabkan
terbentuknya abses otak.Maka,terdapat dua kondisi yang diperlukan untuk terbentuknya
abses otak yaitu bakterimia dan ensefalomalasia fokal. 2,3
Lokasi dan kondisi predisposisi abses memberi petunjuk tentang kemungkinan
penyebabnya. Abses otak yang berhubungan dengan penyebaran langsung dari sinus atau

fokus odontogenik cenderung berlokasi di frontal dan disebabkan oleh streptococci aerob
atau anaerob (termasuk streptococcus milleri), enterobacteriaceae, staphylococcus aureus.
Abses sekunder dari infeksi telinga biasanya berlokasi di temporal atau serebellar, dengan
organisme penyebab mencakup streptococci dan pseudomonas aeruginosa. Abses otak
pasca trauma biasanya disebabkan oleh S.aureus, streptococci atau enterobacteriaceae.
Penyebaran hematogen dari fokus yang jauh biasanya menyebabkan abses multipel di
distribusi arteri serebri media. Haemophillus aphrophillus, relatif sering dijumpai pada PJB
sianotik, sedangkan S.aureus adalah penyebab utama abses pada endokarditis.2,6
Pada studi pada pasien PJB, mikroorganisme penyebab yang paling sering adalah
cocci gram-positive, Streptococcus milleri, Streptococcous viridans, microaerophilic,
Staphylococcus aureus dan streptococci anaerob. Abses serebri terjadi sebagai respon
parenkim terhadap infeksi bakteri piogenik, yang dimulai dengan area serebritis lokal dan
berlanjut menjadi lesi supuratif yang dikelilingi oleh kapsul fibrotik yang bervaskularisasi
baik. Stadium abses otak pada manusia didasarkan pada temuan CT scan. Tahap awal atau
early cerebritis terjadi dari hari 1 hingga 3 dan ditandai dengan akumulasi neutrofil, nekrosis
jaringan dan edema. Aktivasi mikroglia dan astrosit juga nyata pada tahap ini dan menetap
sepanjang perkembangan abses. Tahap late cerebritis, terjadi dari hari ke 4 hingga 9
berkaitan dengan dominasi infiltrasi limfosit dan makrofag. Tahap akhir atau pembentukan
kapsul terjadi dari hari ke 10 hingga seterusnya dan berkaitan dengan pembentukan dinding
abses yang bervaskularisasi dengan baik, untuk membatasi lesi dan melindungi jaringan
parenkim dari kerusakan lebih lanjut. Tahap early capsul formation berlangsung pada hari ke
10 hingga 13 dan cenderung lebih tipis pada sisi medial abses dan lebih rentan untuk ruptur.
Setelah hari ke 14 adalah tahap late capsule formation, dengan pembentukan lapisan gliotik
kolagen dan granulasi.1,3,7
Gambaran klinis mencakup nyeri kepala yang konstan dan progresif yang refrakter
terhadap terapi, muntah, papil edema, defisit neurologis fokal, konvulsi,meningismus dan
perubahan kesadaran.1,5

,8

Tidak ada tanda patognomonis: sebagian besar pasien

menunjukkan tanda klinis yang bergantung pada lokasi lesi; nyeri kepala, muntah, demam,
perubahan kesadaran, seizure dan kelamahan motorik adalah gejala yang paling sering
dijumpai. Demam tidak selalu dijumpai, dan hanya 30-55% dari pasien mengalami demam
>38.5C. Defisit neurologis fokal dijumpai pada 40-60% pasien, bergantung lokasi lesi.

Maka, trias gejala abses otak, yaitu demam, nyeri kepala dan defisit neurologis hanya
terlihat pada 15-30% pasien.1,5 Penurunan kesadaran dengan kaku kuduk dapat terjadi pada
kasus dimana terdapat peningkatan efek massa yang menyebabkan herniasi atau pada kasuskasus terjadinya ruptur intraventrikel dari abses serebri.5
Pemeriksaan CT scan dengan kontras membantu dalam deteksi awal, menentukan
lokasi abses, ukuran dan staging abses, jumlah, efek massa, edema, dan pergeseran dan ada
tidaknya ruptur intraventrikuler.5,7 Gambaran imejing dari abses serebri bergantung pada
stadium pada saat dilakukan imejing dan sumber infeksi. Sebagian besar abses menunjukkan
edema yang cukup nyata di sekelilingnya, yang umumnya muncul pada tahap late cerebritis
atau early capsule formation, sekunder akibat efek massa. Abses yang terjadi akibat
penyebaran hematogen, yang biasanya dijumpai pada pasien PJB sianotik, biasanya multipel
dan terletak di daerah gray-white matter junction dan berlokasi di teritori arteri serebri
media. Pada fase awal, CT scan tanpa kontras hanya menunjukkan abnormalitas berupa area
hipodens dengan efek massa dan pada fase lanjut ring enhancement hampir selalu terlihat.1
Tumor metastase, high grade glioma, infark serebri, limfoma, hematoma atau
kontusio serebri yang mengalami penyembuhan, toksoplasmosis, penyakit demielinating
dan nekrosis radiasi harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding abses serebri, yang
juga terlihat sebagai lesi ring-enhancing. Lingkaran cincin pada abses biasanya lebih tipis
jika dibandingkan dengan lesi neoplastik.1
Manajemen abses serebri pada pasien PJB sianotik sedikit lebih rumit. Pasien-pasien
ini tidak hanya memiliki risiko kardiovaskular namun juga sejumlah defek koagulasi yang
meningkatkan risiko anestesi dan pembedahan.7 Manajemen yang ideal dari abses otak
bertujuan untuk mengurangi efek massa dan tekanan intrakranial dan kontrol yang efektif
terhadap proses infeksinya.12 Terdapat 3 pilihan terapi untuk abses serebri : 1) obat-obatan;
2) aspirasi; atau 3) eksisi total. Dalam memilih terapi yang tepat sejumlah faktor harus
diperhatikan yaitu : skor Karnofsky performance scale; infeksi primer; status predisposisi;
dan jumlah, ukuran lokasi dan stadium abses.
Lokasi anatomis, jumlah dan ukuran abses, stadium abses, usia dan status neurologis
pasien dapat mempengaruhi strategi penanganan abses otak. Pada pasien dengan durasi
penyakit < 2 minggu, terapi obat-obatan saja dapat berhasil jika kondisi berikut ini terpenuhi
: 1) agen penyebab diketahui dengan tingkat akurasi yang tinggi sebagai hasil dari kultur

cairan serebrospinal atau drainase dari telinga atau sinus; 2) pasien tidak menunjukkan
gangguan fungsi neurologis; 3) tidak dijumpai tanda peningkatan tekanan intrakranial; dan
4) ukuran diameter abses kurang dari < 3 cm.1,6
Terapi obat-obatan saja juga dapat dipertimbangkan jika pasien adalah kandidat yang buruk
untuk intervensi bedah menurut kriteria berikut: jika lesi mutipel; diameter <1,5 cm;
berlokasi di area eloquent; atau jika terdapat infeksi tambahan seperti meningitis atau
ependimitis. Terapi obat-obatan juga akan lebih berhasil jika dimulai pada stadium
serebritis; jika diameter lesi <1,5 cm; durasi gejala < 2 minggu dan jika pasien menunjukkan
perbaikan klinis dalam minggu pertama.
Antibiotik sistemik diberikan selama 6 minggu, namun kini ada yang menganjurkan 2
minggu antibiotika parenteral diikuti dengan 4 minggu antibiotik oral.1
Antibiotik empiris untuk lesi yang disebabkan oleh PJB sianotik adalah cefotaxime
atau ceftriaxone dan metronidazole yang kemudian harus diganti berdasarkan hasil uji
sensitivitas. Durasi terapi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap terapi,
namun biasanya 4-6 minggu.3 Kortikosteroid direkomendasikan pada pasien-pasien dengan
edema di sekitar lesi yang signifikan tapak secara radiologis. Jika kondisi neurologis pasien
memburuk atau terdapat peningkatan ukuran abses atau terapi antibiotik selama 2 minggu
gagal untuk mengecilkan ukuran abses, maka aspirasi untuk tujuan diagnostik dapat
dilakukan.6,7 Aspirasi pus dari abses melalui burr hole telah digunakan secara luas dan
menjadi pilihan utama terapi. Aspirasi pus, dapat menurunkan tekanan intrakranial dan
menyediakan pus untuk kultur dan uji sensitivitas dan memungkinkan irigasi rongga abses
dan instilasi antibiotik ke dalam abses.9
Drainase bedah yang diikuti dengan terapi antimikroba adalah terapi pilihan untuk
sebagian besar abses serebri. Jika ukuran diameter abses <2.5 cm dan tidak menimbulkan
efek massa, dianjurkan untuk CT-guided stereotactic aspiration untuk kepentingan diagnosis
dan pemilihan antibiotik.

10

Terapi abses otak terdiri dari aspirasi abses atau eksisi abses

diikuti dengan terapi antibiotik parenteral. Pemeriksaan CT scan tiap minggu atau tiap dua
minggu harus dilakukan untuk memonitor ukuran abses setelah aspirasi dan aspirasi
berulang mungkin saja diperlukan.
Kraniotomi dan eksisi dilakukan untuk abses yang membesar setelah 2 minggu terapi
antibiotik atau yang tidak mengecil setelah terapi 3-4 minggu. 5 Tindakan kraniotomi

dianjurkan pada keadaan : terdapat peningkatan tekanan intrakranial akibat efek massa dari
abses otak; kesulitan diagnosis; jika abses disebabkan oleh trauma yang menyebabkan
adanya benda asing; jika lesi berada di fossa posterior.1 Eksisi abses melalui kraniotomi
merupakan pilihan terapi untuk abses yang telah memiliki kapsul berbatas tegas. Eksisi
abses memiliki keuntungan dapat mengangkat semua materi purulen pada abses, sehingga
menurunkan tekanan intrakranial dengan cepat dan memperpendek durasi pemberian
antibiotik.9 Komplikasi yang paling sering dari abses serebri adalah herniasi, hidrosefalus
obstruktif, ruptur abses ke ruang subarakhnoid atau ventrikel. Herniasi dapat diketahui
dengan adanya kompres batang otak progresif. Keadaan ini membutuhkan penanganan
darurat dengan tindakan pembedahan segera.8

1 Erdogan E, Cansever T. Pyogenic Brain Abscess. Neurosurg Focus. 2008 ; 24(6); E2.
2 Ontoseno T. Iron deficiency, low arterial oxygen saturation and high hematocrit level as
a major micro-enviromental risk factors in the development of brain abscess in patients
with tetralogy of fallot. Folia Medica Indonesiana. 2004 ; 40 (3); 86-89.
3 Mehnaz A, Syed AU, Saleem AS, et al. Clincal features and outcome of cerebral abscess in

congenital heart disease. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2006 ; 18 (2) ; 21-24.
4 Sung CW, Jung J, Choi S, et al. Brain absess in an adult with atrial septal defectCli Cardiol. 2010. 33

(4) ; E51-E53
5 Moorthy RK, Rajshekhar V. Management of brain abscess. Neursurg Focus. 2008. 24(6); E3.
6 Cavusoglu H, Kaya Alper R, Turkmenoglu O, et al. Brain abscess analysis of results in a series of 51

patients with a combined surical and medical approach during an 11-year period. Neurosurg Focus.
2008 ; 24(6); E9.
7 Ghafor T, Amin MU. Multiple brain abscesses in a child with congenital cyanotic heart disease. J Pak

Med Assoc. 2006 ; 56 (12) ; 603-605.


8 Thomas LE. Brain Abscess. 2010. Available from : http://www.emedicine.com/article/781021.

Accessed 10 Januari 2010.


9 Kocherry XG, Hedge T, sastry K, et al. Efficacy of stereotactic aspiration in deep seated and

eloquent-region intracranial pyogenic abscesses. Neurosurg Focus. 2008 ; 24 96) E13.

You might also like