You are on page 1of 25

ACARA I

KEANEKARAGAMAN BIOTA DALAM TANAH


A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Tanah merupakan lapisan kulit bumi yang berasal dari pelapukan
batuan dan mineral. Tanah yang subur mengandung berbagai unsur hara
yang dibutuhkan tanaman untuk mendukung proses pertumbuhan dan
perkmbangannya. Tanah yang baik, tidak hanya didasarkan pada kesuburan
tanah saja tetapi tanah tersebut termasuk tanah yang sehat. Tanah sehat
dapat diartikan sebagai tanah dapat mendukung pertumbuhan tanaman
dengan normal. Tanah sehat berhubungan dengan aktivitas makrofauna dan
mikrobiota tanah. Salah peran makrofauna dan mikrobiota tanah yang
bersifat positif yaitu proses dekomposisi, distribusi hara dan peningkatan
aerasi tanah. Hasil dari dekomposisi yaitu dapat meningkatkan kandungan
bahan organik tanah.
Tanah sebagai habitat biota tanah dan sebagai medium untuk
pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisiologinya. Lingkungan tanah
terdapat beberapa faktor yaitu abiotik (yang meliputi sifat fisik dan kimia
tanah) dan faktor biotik yaitu adanya makrofauna, mesofauna dan
mikrofauna yang ikut berperan dalam menentukan tingkat pertumbuhan dan
aktivitas biota tanah tersebut. Selain peranan makrofauna dan mikrobiota
tanah yang bersifat positif, terdapat juga yang bersifat negatif yaitu dapat
menjadi hama dan patogen.
Keseimbangan ekologi perlu dijaga dengan tujuan agar terjadi
hubungan timbal balik yang baik antara tanah, tumbuhan, makrofauna dan
mikrobiota tanah. Tumbuhan akan tumbuh dan berkembang dengan baik
apabila faktor biotik dan abiotik lingkungan yang sesuai. Interaksi
makrofauna dan mikrobiota tanah dengan sesamanya akan memberikan
pengaruh yang berbeda, mulai dari bentuk interaksi netral sampai dengan
interaksi yang saling mempengaruhi diantara mereka, dapat bersifat positif

dan dapat pula bersifat negatif. Interaksi yang bersifat negatif memberikan
kerugian bagi keduanya.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum acara Keanekaragaman Biota Dalam Tanah adalah
sebagai berikut:
a. Menghitung populasi dan mengidentifikasi mikrofauna, mesofauna, dan
makrofauna tanah (anesik, epigeik, dan endogeik) pada perbedaan jenis
penggunaan lahan (lahan terbuka, semak dan pohon) di lingkungan
Fakultas Pertanian UNS.
b. Menghitung populasi mikrobia tanah pada perbedaan jenis lahan (lahan
terbuka, semak dan pohon) di lingkungan Fakultas Pertanian UNS.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan peran biota tanah dalam memelihara
kesuburan tanah.
d. Mempelajari pengaruh perbedaan penggunaan lahan terhadap populasi
makrofauna dan mikrobiota tanah.
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara Tanah Keanekaragaman Biota Dalam Tanah ini
dilaksanakanpada tanggal 31Maret 2015 pukul 11.20 WIB 12.20 WIB
yang bertempatkan di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian
Universitas sebelas Maret Surakarta.

B. Tinjauan Pustaka
1. Fauna Tanah
a. Makrofauna
Makrofauna tanah merupakan suatu organisme yang hidup
didalam tanah yang memiliki ukuran yang besar dari 2 mm. Organisme
yang termasuk kedalam makrofauna tanah adalah cacing tanah dan
rayap. Cacing tanah mencerna bahan organik bersama tanah dengan
tanah dengan enzim-enzim pencernaan dalam tubuhnya. Lubang-lubang
yang di buat cacing meningkat aerasi dan drainase tanah. Kedua hal ini
merupakan hal yang penting dalam produksi tanah dan perkembangan
tanah (Sholah 2014).
Kelompok makrofauna tanah (ukuran > 2 mm) terdiri dari
milipida, isopoda, insekta, peranannya dalam proses dekomposisi,
aliran karbon, redistribusi unsur hara, siklus unsur hara, bioturbasi dan
pembentukan struktur tanah. Biomasa cacing tanah telah diketahui
merupakan bioindikator yang baik untuk mendeteksi perubahan pH,
keberadaan

horison

organik,

kelembaban

tanah

dan

kualitas

humus.Rayap berperan dalam pembentukan struktur tanah dan


dekomposisi bahan organik (Maftuah et al 2005).
Apabila tanah kita anggap sebagai benda hidup, maka akan kita
jumpai adanya kehidupan berupa mikroorganisme yang sangat banyak
dan bervariasi, seperti: bakteri, aktinomisetes, fungi, alge dan protozoa.
Di amping itu, di jumpai juga fauna tanah seperti: nematoda, cacing
tanah dan bermacam-macam mikro dan makro antropoda. Peranan
makrofauna terhadap kesuburan tanah adalah kemampuanya untuk
memotong-motong bahan organik menjadi ukuran yang lebih kecil dan
kemudian mencampurnya dengan bahan tanah (Sutanto 2006).
Kehidupan dalam tanah analog dengan kehidupan di atas tanah.
Akar, dan tumbuhan di dalam tanh merupakan bagian dari produsen
primer. Terdapat konsumen dan pengurai yang saling dihubungkan oleh
rantai makanan. Barangkali perbedaan utama antara ekologi di atas dan

di bawah daerah peralihan janah adalah bahwa di atas daerah peralihan


hewan berperan dominan sebagai konsumen dan di bawah daerah
peralihan jasad renik berperan dominan sebagai pengurai. Pengurai ini
terutama

bersel

tunggal

dan

mikroskopis

disebut

mikrobia

(Madigan 2001).
Makrofauna tanah merupakan kelompok fauna bagian dari
biodiversitas tanah yang berukuran 2 mm sampai 20 mm (Gorny dan
Leszek 2003). Makrofauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas
tanah yang berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah melalui proses imobilisasi dan humifikasi. Dalam
dekomposisi bahan organik, makrofauna tanah lebih banyak berperan
dalam proses fragmentasi (comminusi) serta memberikan fasilitas
lingkungan (mikrohabitat) yang lebih baik bagi proses dekomposisi
lebih lanjut yang dilakukan oleh kelompok mesofauna dan mikrofauna
tanah serta berbagai jenis bakteri dan fungi (Lavelle et al 2004). Peran
makrofauna tanah lainnya adalah dalam perombakan materi tumbuhan
dan hewan yang mati, pengangkutan materi organik dari permukaan ke
dalam tanah, perbaikan struktur tanah, dan proses pembentukan tanah.
Dengan demikian makrofauna tanah berperan aktif untuk menjaga
kesuburan tanah atau kesehatan tanah (Adianto 2003).
b. Mikrofauna
Fauna yang berasal dari dari tingkat rendah seperti protozoa dan
nematoda yang berukuran kecil disebut mikrofauna tanah, sedang
hewan tingkat tinggi seperti cacing dan hewan yang agak besar, disebut
makrofauna tanah. Mikroflora bersama-sama mikrofauna menyusun
mikrobia tanah. Mikrobia tanah dari berbagai ukuran, sebagian besar
hidup pada lapisan olah tanah sedalam 20-30 cm; semakin ke bawah
baik jenis maupun jumlahnya semakin berkurang (Aak 2007).
Peranan utama mikrofauna di rhizosfer adalah sebagai
pengendali populasi bakteri atau mikroflora di rhizosfer. Peningkatan
populasi protozoa terutama terjadi pada tanaman menahun selama masa

akuisisi nutrisi menjelang musim berbunga. Pemangsaan oleh


mikrofauna sangat penting untuk menjaga ketersediaan unsur hara bagi
tanaman. Pemangsaan bakteri oleh mikrofauna dapat menahan unsur
hara sehingga dapat diserap oleh tanaman dalam waktu yang lebih lama
lagi (Enny 2013).
Banyak dari jenis mikrobia yang telah diketahui dapat hidup
secara bersimbiosis dengan fauna (hewan) tanah yang berada dalam
fase larva, seperti Coleoptera, dipteral dan hymnoptera. Hubungan ini
khususnya yang bersifat permanen, umumnya terbentuk bersama
penghuni humus yang kurang mampu merombak sampah dedaunan
yang terdapat di permukaan tanah. Hubungan ini dapat terjadi sebagian
akibat dari kurangnya nutrisi dalam humus yang tersedia bagi fauna
(Handyanto 2005).
Didalam tanah, mikrobia tidak saja beriteraksi dengan sesama
mikrobia tetapi juga berinteraksi dengan makrofauna, mesofauna,
bahkan dengan organism tingkat tinggi yaitu tanaman yang tumbuh
disekitarnya. Sejumlah senyawa organik yang bermanfaat sebagai
sumber karbon dan energy bagi kehidupan mikrobia tertentu. Aktifitas
mikrobia dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman
dan juga penyerapannya (Petal 2008).
Komponen dari bahan organic tanah yang paling sulit lapuk
adalah asam-asam humik, yang merupakan hasil pelapukan seresah.
Jadi bisa dikatakan bahwa sunstansi humik adalah produk akhir
dekomposisi bahan organik tanah oleh mikrobia. Ketahanan subsistansi
humik terhadap proses dekomposisi disebabkan konfigurasi fisik
maupun struktur kimia yang sulit dipecahkan oleh mikrobia. Mikrobia
organic tanah tetap memegang peranan penting dalam pembentukan
agregat tanah dan pengikatan kation dalam tanah (Hassink 2003).

c. Mesofauna
Mesofauna tanah merupakan suatu organisme yang penting
terutama sebagai dekomposer. Organisme yang tergolong dalam
mesofauna yakni yang memiliki ukuran tubuh 0,22-2 mm seperti
mikroarthropoda.Mesofauna selain sebagai dekomposer yang mampu
merombak bahan-bahan organik menjadi anorganik untuk tanaman,
juga memiliki peranan dalam menjaga kesuburan fisika, kimia, dan
biologi tanah atau bisa disebut sebagai bioindikator pada suatu
lingkungan (Sugiyarto 2001).
Keberadaan mesofaua dalam tanah sangat tergantung pada
ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan
hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya
berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan
ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka
perkembangan dan aktifitas mesofauna tanan akan berlangsung baik
dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan
tanah. Dalam sistem tanah, interaksi biota tanah tampaknya sulit
dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu jaring-jaring
makanan dalam tanah. Meskipun sebagai penghasil senyawa-senyawa
organik tanah dalam ekosistem tanah, namun tidak berarti fungsi
sebagai subsistem produsen. Tetapi peran ini merupakan nilai tambah
dari

mesofauna

sebagai

subsistem

konsumen

dan

subsistem

dekomposisi (Arief 2010).


Mesofauna tanah merupakan suatu organisme yang berperan
dalam perombakan materi tumbuhan dan hewan yang mati,
pengangkutan bahan organic dari permukaan tanah menuju kedalam
tanah, perbaikan struktur tanah dan pembentukan tanah. Keberadaan
mesofauna sangat dipengaruhi oleh komposisi tegakan, umur vegetasi
serta kondisi lingkungan (Karnado 2012).

Mesofauna tanah merupakan penghuni lingkungan tanah yang


memberikan sumbangan energy dari suatu eskosistem. Hal ini
disebabkan

karena

kelompok

fauna

tanah

dapat

melakukan

penghancuran terhadap materi tumbuhan dan fauna yang telah mati.


Mesofauna memiliki rentang ukuran tubuh 200 m sampai 1cm.
Kelompok mikroarthopodas adalah anggota penting dalam grup ini
yang juga meliputi nematode, rotifer, targigrada serta sebagian besar
kelompok araneida, chelonethi. Beberapa fauna tanah merupakan
(Coleman 2004).
d. Endogeik
Kelompok endogeik adalah fauna tanah yang secara permanen
berada di dalam tanah, serta makan bahan organik tanah atau perakaran
tumbuhan. Anggota kelompok endogeik adalah cacing endogeik seperti
genus Megascolex yang hidup pada kedalaman sekitar 20 cm lebih dari
permukaan tanah. Cacing ini memakan bahan organik dan akar tanaman
yang telah mati dan memiliki peran seperti pada lubang cacing tanah
sebagai jalur jalan dan tempat tinggalnya untuk memperlancar aerasi
dan drainase tanah, mencampur dan menggranulasikan butir-butir
tanah, mengangkut bahan organik kebagian tanah yang lebih dalam
memantapkan agregasi tanah, sebagai penghancur sersesah dan
memperbaiki struktur tanah (Harry 2013).
Endogeik adalah organisme yang jarang muncul ke permukaan
tanah. Beberapa organisme endogeik menghuni rhizosper, daerah yang
dekat dengan akar tanaman, tempat dimana cacing memakan tanah
yang diperkaya dengan akar tanaman yang membusuk, bakteri dan
jamur. Hidup di dalam tanah dekat permukaan, membuat lubang yang
dalam dan terkadang meluas. Kotoran berada didalam lubang hasil dari
mencerca tanah (Arthanya 2003).

Jenis pohon memiliki pengaruh yang relative rendah terhadap


kepadatan populasi dari makrofauna endogeik, namun memiliki
pengaruh yang relative rendah terhadap kepadatan populasi makrofauna
endogeik. Faktor yang menentukan keberadaan jenis endogeik adalah
ketebalan seresah dan suhu udara. Endogeik lebih aktif pada bagian
subsoil tanah dan bertugas mencampur bahan organic didalam tanah
(Sugiyarto 2005).
e. Anesik
Makrofauna anesik adalah makrofauna tanah yang dapat berada
dialam maupun permukaan tanah. Kelompok anesik mengambil dan
memakan seresah yang berada di atas permukaan tanah kemudian
membawa seresah tersebut kedalam tanah untuk dicerna. Terdapat
banyak spesies makrofauna tanah yang dapat berada di permukaan
maupun didalam tanah. Makrofauna tersebut seperti Ponera sp,
Solenopsis invicta, Leptomyrmex rufipes, Mycetophagus sp., Calosoma
scrutator, Eleodes suturalis, Blatella sp., Allonemobius facciatus,
Xerolycosa miniata dan Lycosa sp (Markantia 2010).
Tidak semua cacing dapat dimanfaatkan untuk vermikultur.
Cacing epigeik merupakan jenis cacing yang hidup pada sersah di
permukaan tanah. Cacing aneksik merupakan jenis cacing yang
mengmbil makanan dari sersah di permukaan tanah, kemudian
membuat liang ke dalam lapisan atas tanah.kedua jenis cacing ini
merupakan cacing penghasil humus tanah dan dapat dimanfaatkan
untuk vermikultur (Widyatmani dan Supriyadi 2003).
Makrofauna anesik yaitu makrofauna yang mencari makan di
permukaan tanah lalu dibawa ke sub soil. Anesik mendistribusikan
tanah atasan (top soil), mineral dan bahan organik pada profil tanah.
Anggotanya adalah cacing tanah, rayap dan Arachnidae (Putri 2008).

f. Epigeik

Makrofauna epigeik adalah suatu organisme yang mana


kehidupan dan aktifitasnya berada diatas permukaan tanah. Makrofauna
epigeik memiliki peran pentng sebagai dekomposer atau pengurai, litter
transformer, dan juga sebagai predator. Peranan dari makrofauna
epigeik ini tidak bermaksud langsung oleh suatu organisme tersebut
melainkan dalam proses makanannya memiliki efek yang sangat
bermanfaat bagi lingkungannya sehingga sangat penting dalam menjaga
keseimbangan agroekosistem. Makrofauna epigeik seperti cacing
epigeik (Widyatmani et al 2008).
Kandungan kadmium dalam tubuh cacing tanahdipengaruhi oleh
jenis cacingtanah. Cacing tanah yang termasuk dalamkelompok cacing
epigeik memiliki kandungankadmium lebih tinggi bila dibanding
kelompok cacing endogeik. Semakin besar kandungan bahanorganik
dalam tanah menyebabkan kemungkinankandungan kadmium dalam
cacing tanah semakinbesar (Setyoningrum 2014).
2. Metode Isolasi Makrofauna
a. Monolith
Monolith merupakan suatu alat manual yang berukuran
25x25x10 cm3 yang beruna untuk merangkap suatu fauna dan sampel
tanah pada lapisan tertentu sesuai dengan besar petakan monolith.
Tahap pengambilannya dengan menentukan terlebih dahulu titik
pengambilan sampel. Titik pengambilan yang sudah ditentukan tersebut
ditanami monolit hingga rata dengan permukaan tanah.

Isolasi

dilakukan dengan mengangkat kembali monolit dan tanah akan ikut


terbawa, kemudian melakukansortasi untuk mengambil sampel fauna
dan tanah (Edi 2007).
b. Pitfall Trap
Jebakan pitfall merupakan suatu jebakan yang didesain untuk
merangkap makrofauna yang epigeik atau yang berada diatas
permukaan tanah. Pitfall kebanyakan digunakan untuk menghitung
populasi semut pada saat proses pencarian makanan. Tahap untuk

menggunakan pitfall pertama kali dilakukan penentuan titik jebakan,


kemudian dilakukan penggalian sebesar perangkap pitfall yang
digunakan dan menyetarakan dengan tanah dan tutup menggunakan
seresah (Krista et al 2001).
3. Media Isolasi Mikrobiota
a. NA (Nutrient agar)
Nutrient agar atau yang sering dikenal dengan NA digunakan
untuk budidaya berbagai mikroorganisme. Media NA banyak
digunakan untuk uji biasa dari air dan produk pangan, media transport
untuk stok kultur, pertumbuhan sampel uji bakteri, dan mengisolasi
organisme dalam kultur murni. Komposisi nya adalah ekstrak daging 10
gr, pepton 10 gr, NaCL 5 gr, air destilat 1000 ml dan 15 gr agar. Cara
pembuatannya

agar dilarutkan dengan komposisi lainnya

dan

disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C dan


menyiapkan wadah sesuai yang dibutuhkan (Neogen 2009).
Pada media NA (Nutrient Agar) setelah diinkubasi selama 24
jam koloninya berpigmen kuning emas berukuran 20m (sebesar kepala
jarum), bulat, cembung, licin, berkilau, keruh, tepinya rata. Pada media
BAP (Blood Agar Plate) daerah disekitar koloni terlihat zona beta
hemolisa (zona jernih) yang lebar. Pada media MSA (Manitol Salt
Agar) koloni berwarna kuning karena terjadi fermentasi manitol
menjadi asam, dengan indikator phenol red warna media semula
berwarna merah berubah menjadi kuning (Tambayong 2009).
b. PDA(Potato Dextrose Agar )
Media PDA (Potato Dextrose Agar ) adalah media tumbuh yang
dibuat dengan campuran bahan-bahan yaitu kentang yang telah dikupas
200 g, gula pasir 20 g, tepung agar 16 g, aquades 1000 ml. Pembuatan
medium yakni dengan mengiris kentang 1 cm, kemudian direbus
sampai diperoleh air rebusan yang kekuning-kuningan yaitu ketika
kentang

mulai

lunak.

Air

rebusan

kentang

disaring

dengan

menggunakan kain saring. Filtrat hasil saringan air rebusan kentang

tersebut ditambahkan dengan gula pasir dan tepung agar kemudian


semua bahan dipanaskan dan diaduk sampai larut atau sampai
homogen. bahan-bahan yang telah larut, dimasukkan kedalam wadah
kemudian disterilkan di autoclave selama 15 menit pada suhu 121 0C,
dengan tekanan 1,5 atm (Astuti et al 2008).
Media PDA (Potato Dextrose Agar) merupakan medium
emisintetik. Media merupakan tempat dimana terjadi perkembangan
organism, organism menyerap karbohidrat dari kaldu kentang dan gula
serta dari agar yang telah dicampur. Hal ini lah yang menyebabkan
mengapa kentang harus dipotong dadu, agar karbohidrat di kentang
dapat di kelar dan menyatu dengan air sehingga menjadi kaldu.
Semakin kecil permukaan maka semakin besar daya osmosirnya
(Risda 2007).
c. SCA (Starch Casein Agar)
Media SCA (Starch casein Agar) merupakan suatu media yang
digunakan untuk menanam suatu isolat yang memiliki suatu yang khas.
Organisme yang biasa di letakkan pada media SCA adalah kelompok
Actinomycetes.Actinomycetes merupakan organisme yang berupa
peralihan bentuk dari jamur dan bakteri sehingga memerlukan media
yang khusus untuk menumbuhkannya. Media SCA ini merupakan
media yang selektif untuk perkembangan Actinomycetes karena
mengandung NaCL dapat mengurangi pertumbuhan bakteri gram
negatif (Wulan 2013).
Pembuatan Media SCA dilakukan dengan cara melarutkan pati
dengan air suling dalam erlenmeyer dan diukur dengan volume
yang sesuai, selanjutnya pH (derajat keasaman atau kebasaan) medium
fluida ditentukan dan disesuaikan (dengan penambahan larutan basa
atau

asam) dengan

nilai

yang

optimum

bagi

pertumbuhan

mikroorganisme. Lalu medium tersebut dituang pada wadah yang


sesuai seperti labu, tabung atau botol dan ditutup dengan sumbat kapas
atau tutp plastik atau logam sebelum disterilisasi dan langkah terakhir

adalah mensterilkan medium menggunakan autoklaf yang dilakukan


pada suhu di bawah tekanan uap (Winarno 2002).
C. Alat, Bahan, dan Cara Kerja
1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum acara Keanekaragaman Biota
Dalam Tanah adalah sebagai berikut:
a. Cangkul dan linggis
b. Monolith
c. Gelas plastik
d. Flakon
e. Sungkup
f.

Lup/kaca pembesar

g. Koran bekas
h. Tabung reaksi
i.

Dryglassky

j.

Petridish

k. Pinset
l.

Bunsen

m. Autoklaf
n. Mikropipet dan cip
o. Botol penggojog
p. Timbangan analitik
q. Vortex

2. Bahan
Bahan

yang

digunakan

dalam

praktikum

acara

Tanah

Keanekaragaman Biota Dalam Tanah adalah sebagai berikut:


a. Sampel tanah pada berbagai jenis lahan (Lahan terbuka, semak, dan di
bawah tegakan pohon)
b. Sampel fauna dari tiga lapisan (0-10 cm, 10-20 cm, dan 20-30 cm)
c. Formalin 4%
d. Deterjen bubuk
e. Alkohol 75%
f.

Air/aquadest

g. Media NA, PDA, dan SCA


h. NaCl
i.

Spirtus

3. Cara Kerja
Cara

kerja

yang

dilaksanakan

dalam

praktikum

acara

Keanekaragaman Biota Dalam Tanah adalah sebagai berikut:


a. Menentukan lokasi pengambilan contoh makrofauna tanah dan sampel
tanah. Lokasi dipilih berdasarkan tutupan vegetasi yaitu di bawah
tegakan pohon, semak, dan lahan terbuka.
b. Isolasi makrofauna epigeik (pitfall) :
1) Membuat lubang untuk menanam gelas plastik (perangkap jebak).
2) Mengisi gelas dengan larutan deterjen sampai 1/2 tinggi tabung.
3) Menanam gelas plastik hingga sejajar dengan permukaan tanah, lalu
pada bagian atasnya ditutup dengan sungkup.
4) Membiarkan satu hari, lalu pada hari berikutnya mengambil gelas
tersebut yang berisi makrofauna untuk dilakukan identifikasi di
laboratorium.
5) Setelah di laboratorium, mencuci specimen menggunakan air bersih,
lalu memasukkan ke dalam flakon yang berisi alkohol 75%.
6) Mengdentifikasi, menghitung dan menggambar makrofauna yang
ditemukan.
c. Isolasi makrofauna anesik dan endogeik (monolith) :
1) Meletakkan frame besi berukuran 25 x 25 x 10 cm 3 pada titik yang
ditentukan.

2) Mengambil tanah tiap kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm.
3) Melakukan handsorting insitu. Specimen cacing tanah dimasukan ke
dalam flakon yang berisi formalin 4%, sedangkan makrofauna lainnya
ke dalam flakon yang berisi alkohol 75%.
4) Setelah di laboratorium, membersihkan spesimen menggunakan air
bersih.
5) Mengidentifikasi, menghitung dan menggambar makrofauna yang
ditemukan.
d. Isolasi mikrobia tanah pada media NA (Nutrient Agar), PDA (Potato
Dextrose Agar) dan SCA (Starch Casein Agar)
1) Mengambil sampel tanah pada setiap penggunaan lahan yang berbeda
(lahan terbuka, semak, dan di bawah tegakan pohon).
2) Menyiapkan botol penggojog berisi 90 ml larutan garam fisiologis
steril. Memasukkan 10 g tanah ke dalam botol secara aseptis
kemudian menggojog hingga homogen.
3) Membuat seri larutan pengenceran sampai 10-5.
4) Menyiapkan media NA, PDA dan SCA dalam petridish, kemudian
melakukan inokulasi secara plate count menggunakan suspensi tanah
pada seri pengenceran 10-4 dan 10-5. Meratakan menggunakan
drygalski. Menginkubasikan pada suhu kamar selama 2 x 24 jam.

D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan


1. Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Isolasi Makrofauna Epigeik (Pitfall trap)
No
Nama
Ciri-ciri
Jangkrik

Famili :
Grylidae

Kecoa
(Blattodea)

Gambar

Keterangan

Panjang : 1,5; 0,5;


0,4; 0,6; 0,3 cm
Jumlah Kaki : 6
Warna : coklat dan
hitam

5 ekor

Panjang : 0,8 cm
Jumlah kaki : 6
Warna : hitam

1 ekor

Semut
Rangrang
(Oecohylla
smaragdina)

Panjang : 0,3 cm
Jumlah kaki : 6
Warna : merah

3 ekor

Kumbang
Collembola

Panjang : 0,3 cm
Jumlah kaki : 6
Warna : hitam

1 ekor

Semut Hitam
(Dolichederu
s thoracicus)

Panjang : 0,9 cm
Jumlah kaki : 6
Warna : hitam

1 ekor

Sumber : Hasil Pengamatan

Tabel 1.2 Isolasi Makrofauna anesik dan Endogeik (Monolith)


No Nama
Ciri-ciri
Gambar
1

Lapisan 1
Cacing tanah
(Lumbrecus
terestis)

Keterangan

Panjang : 1-4 cm
Warna : merah
kecoklatan
Tubuh lunak dan
bersegman
Berjalan dengan
perut

48 ekor

Kumbang
(Coconelidae)

Panjang : 0,2 cm
Jumlah kaki : 6
Warna : hitam
Tubuh beruas

1 ekor

Lapisan 2

Panjang : 3 cm
Jumlah kaki : 6
Warna : krem
Berambut
Bersegmen
Bertubuh lunak
Panjang : 1,5-2,5
cm
Warna : merah
kecoklatan
Bertubuh lunak
Bersegmen
Berjalan dengan
perut

1 ekor

Uret/ lundi
(Leppidiota
stigma)
4

Cacing
(Lumbrecus
terestis)

Sumber : Hasil Pengamatan

5 ekor

Tabel 1.3 Isolasi Mikrobia tanah pada media NA, PDA, dan SCA
Jumlah
No
Media
Ukuran
Bentuk
Elevasi Margin
koloni
NA 10-4

Titik

Sirkular

Flat

Entire

NA 10-4

Small

Irregular

Raised

Lobate

NA 10-5
PDA 10-4
PDA 10-5

3
11
1

Titik
Besar

Sirkular
Filament

Flat
Raised

Entire
Entire

SCA 10-4

Sirkular

Datar

Entire

SCA 10-5

Small

Sirkular

Raised

Lobate

SCA 10-5

Titik

Irregular

Flat

Undulate

Sumber : Hasil Pengamatan


Analisis Data Perhituungan CFU :
NA 10-4
NA 10-5
PDA 10-4
PDA 10-5
SCA 10-4
SCA 10-5

1.
2.
3.
4.
5.
6.

jumlah koloni : 16
jumlah koloni : 5
jumlah koloni : 1
jumlah koloni : 50
jumlah koloni : 80
jumlah koloni : 100

= 2,5101
= 25 x

x > 2 maka dihitung dengan rata-rata


x < 2 dihitung dengan CFU

CFU

Keterangan
Tidak
kontam
Tidak
kontam
Kontam
Kontam
Kontam
Tidak
kontam
Tidak
kontam
Tidak
kontam

= 54
= 5,4

CFU/gram

2. Pembahasan
Mikroba yang terdapat dalam tanah sangatlah banyak jumlahnya
antara lain fungi, bakteri, virus, mikroflora dan aktinomisetes. Masingmasing biota tersebut mempunyai peranannya bagi kesuburan tanah maupun
kesehatan tanah. Misalnya bakteri penambat fosfat yang dapat menyediakan
fosfat bagi tanaman dan bakteri penambat nitrogen yang mampu mengikat
nitrogen bebas dari atmosfer. Menurut Ernawati (2008) grup-grup fauna
tanah yang menguntungkan berperan sebagai saprofagus, geofagus dan
predator. Saprofagus adalah fauna pemakan sisa-sisa organik sehingga
mempercepat proses dekomposisi dan mineralisasi serta meningkatkan
populasi mikroba tanah. Geofagus adalah fauna pemakan campuran tanah
dan sisa bahan organik yang secara tidak langsung dapat meningkatkan
porositas, membantu penyebaran unsur hara, memperbaiki proses hidrilogi
tanah dan meningkatkan pertukaran udara di dalam tanah. Predator yaitu
fauna pemakan organisme pengganggu sehingga sebagai pengendali
populasi hama dan penyakit.
Pitfall trapping atau jebakan penjatuh menurut Tambayong dkk
(2009) adalah salah satu metode yang banyak digunakan untuk mengambil
data serangga yang ada dipermukaan tanah atau serasah. Perangkap pitfall
trap dapat digunakan untuk menangkap serangga yang aktif pada siang
maupun malam hari. Pitfall trap terbuat dari gelas plastik berukuran

diameter 10 cm dan tinggi 12 cm. Metode ini juga digunakan untuk


hepertofauna. Herpetofauna adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk
kelompok binatang amfibi dan reptil.
Selain penggunaan metode pitfall, penjebakan serangga tanah dapat
dilakukan menggunakan metode monolith atau metode kuadrat. Metode
kuadrat merupakan metode pengambilan sampel makrofauna dengan
pembuatan monolith yang berukuran 25x25x30 cm 3. Metode ini bertujuan
untuk mengetahui populasi cacing yang ada di dalam tanah. Penangkapan
makrofauna tanah menggunakan monolith dilakukan tiga kali yaitu pada
lapisan 0-10 cm, 10-20 cm dan 20-30 cm. Masing-masing lapisan dicari
makrofauna tanah. Meode dengan cara ini sesuai untuk mengamati
makrofauna tanah epigeik dan endogeik.
Populasi makrofauna didalam tanah pada dasarnya dipengaruhi oleh
berbagai faktor yaitu jenis tanah, kelembaban, vegetasi yang dominan, serta
kerapatan vegetasi di dalamnya. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat
bahwa semakin dalam, jumlah dan keragaman makrofauna semakin kecil.
Hal tersebut terjadi karena, seperti halnya dengan makluk hidup yang
lainya, makrofauna tanah membutuhkan oksigen dan bahan makanan.
Adapun keberadaannya didalam tanah, semakin dalam kedalaman suatu
tanah maka jumlah oksigen semakin berkurang, juga tentang bahan
makanan karena bahan makanan makrofauna ialah bahan organik, dimana
bahan organik ini terakumulasi didaerah permukaan tanah yang berasal dari
seresah-seresah tanaman. Pengaruh vegetasi, bahwa semakin beragamnya
vegetasi yang ada pada tanah maka semakin banyak makrofauna yang
tinggal di dalamnya karena merupakan sumber bahan makanan.
Berdasarkan hasil pengamatan, pada setiap kedalaman tanah peroleh
jenis makrofauna yang berbeda-beda. Hal ini karena adanya perbedaan sifat
makrofauna. Sifat tersebut antara lain epigeik yaitu makrofauna yang hidup
di permukaan tanah, aneksik yaitu makrofauna yang mencari makan di
permukaan tanah kemudian dibawa ke dalam tanah dan endogeik yaitu
makrofauna yang hidup di dalam tanah. Dengan demikian, pengamatan pada

masing-masing kedalaman yang berbeda akan menghasilkan makrofauna


yang berbeda pula. Penggunaan metode monolith praktikum ini dilakukan
sampai pada lapisan ketiga.
Cacing tanah banyak ditemukan di semak, bawah pohon, pada
rumput dan tempat terbuka pada masing-masing lapisan tanah. Menurut
Qudratullah et al (2013) cacing merupakan makrofauna tanah yang memiliki
peranan penting dalam ekosistem tanah adalah cacing tanah. Cacing tanah
membantu proses humifikasi, memperbaiki aerasi tanah, mencampur
material organik dan menstabilkan pH tanah. Cacing tanah melalui
aktivitasnya dapat mempengaruhi terbentuknya pori makro tanah. Pori
makro tanah dipengaruhi oleh diversitas makrofauna, tekstur tanah,
kandungan bahan organik tanah, dan aktivitas makrofauna penggali tanah.
Keanekaragaman cacing tanah dapat digunakan untuk monitoring sistem
pertanian yang berbeda-beda serta untuk mengevaluasi tanah yang
terkontaminasi residu pestisida, pengolahan tanah dan pemadatan tanah.
Populasi cacing tanah sangat bergantung pada faktor fisik-kimia tanah dan
sumber makanan.
Isolasi mikrobiota dilakukan pada lapisan 1 dan lapisan 2 jenis tanah.
Isolasi yang dilakukan adalah isolasi bakteri dan jamur dengan
menggunakan media PDA, NA dan SCA. Proses pemisahan/pemurnian dari
mikroorganisme lain perlu dilakukan karena semua pekerjaan mikrobiologis
memerlukan suatu populasi yang hanya terdiri dari satu macam
mikroorganisme saja. Teknik tersebut dikenal dengan Isolasai Mikroba.
Pemurnian mikroba tersebut dilakukan hingga 6 kali pengenceran. Setelah
itu isolasi mikroba dilakukan pada pengenceran ke-4 dan ke-5.
Pengenceran pada isolasi mikroba bertujuan untuk mempermudah
dalam perhitungan dalam jumlah koloni mikroba yang tumbuh, baik warna
maupun karakteristik lainnya. Berdasarkan hasil praktikum variabel yang
diamati pada isolasi mikroba ini antara lain adalah jumlah koloni pada
masing-masing media (NA, PDA, dan SCA); ukuran; bentuk; elevasi; dan
margin. Media NA 10-4 memiliki 9 jumlah koloni dan 1 koloni yang

memiliki ukuran, bentuk, elevasi, dan margin yang berbeda. Media NA 10-4
yang jumlah koloninya 9 memiliki ukuran titik, bentuk sircular, elevasi flat,
dan margin entire. Variabel pengamatan pada media tersebut sama dengan
isolasi pada media NA 10-5. Sedangkan pada media NA 10-4 dengan 1 koloni
memiliki ukuran yang kecil (small), bentuk irregular, elevasi raised, dan
margin lobate. Isolasi pada media NA 10-4 tersebut tidak mengalami
kontaminasi, sedangkan pada media NA 10-5 mengalami kontaminasi. Isolasi
mikroba tanah pada media PDA 10-4 terjadi kegagalan karena isolat
mengalami kontaminasi sehingga tidak dapat dilakukan pengamatan. Hal
tersebut berbeda dengan media PDA 10-5, dimana isolat dapat dilakukan
pengamatan meskipun dalam kondisi media yang kontam. Jumlah koloni
yang ditemukan pada isolasi media PDA 10 -5 adalah 1 dengan ukuran yang
besar, bentuk filament, elevasi raised, dan margin entire. Isolasi pada media
SCA 10-4 tidak mengalami kontam, variabel yang diamati diperoleh hasil
bahwa jumlah koloni yang ditemukan sebanyak 3 buah dengan bentuk
sircular, elevasi flat, dan margin lobate. Hasil lain ditemukan pada media
SCA 10-5 yang memiliki jumlah koloni 1 buah dengan ukuran seperti titik,
bentuk irregular, elevasi flat, dan margin undulate. Media tersebut tidak
mengalami kontaminasi.
Koloni-koloni yang telah ditemukan pada masing-masing medium
kemudian diidentifikasikan morfologinya yaitu bentuk luar, warna, struktur
dalam koloni, tepi koloni, elevasi serta jumlah koloninya. Masing-masing
media sendiri terdapat keanekaragaman dalam morfologi tersebut. Koloni
bakteri dapat dengan mudah dibedakan dari koloni jamur dengan adanya
penampakan umum berupa lendir dan agak mengkilap sedangkan pada
koloni jamur memiliki hifa. Bakteri dan jamur adalah salah satu contoh
mikroorganisme yang penting dan memiliki bentuk yang beragam.
Mikroorganisme perombak bahan organik ini terdiri atas fungi dan
bakteri. Mikroorganisme perombak bahan organik kondisi aerob terdiri atas
fungi, sedangkan pada kondisi anaerob sebagian besar perombak bahan
organik adalah bakteri. Fungi berperan penting dalam proses dekomposisi

bahan organik untuk semua jenis tanah. Fungi toleran pada kondisi tanah
yang asam, yang membuatnya penting pada tanah-tanah hutan masam. Sisasisa pohon di hutan merupakan sumber bahan makanan yang berlimpah bagi
fungi tertentu mempunyai peran dalam perombakan lignin.

E. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Keanekaragaman
Biota dalam Tanah dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Tanah yang subur mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan
tanaman untuk mendukung proses pertumbuhan dan perkembangannya.
Tanah yang baik, tidak hanya didasarkan pada kesuburan tanah saja
tetapi juga harus sehat. Tanah sehat merupakan tanah yang mendukung
pertumbuhan tanaman dengan normal. Tanah sehat berhubungan
dengan aktivitas makrofauna dan mikrobiota tanah.
b. Tanah sebagai habitat biota tanah dan sebagai medium untuk
pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisiologinya.
c. Berdasarkan ukurannya, fauna tanah dibedakan menjadi tiga yaitu
makrofauna, mesoafauna, dan mikrofauna.
d. Berdasarkan cara memperoleh makanannya, fauna tanah dibedakan
menjadi epigeik, anesik, dan endogeik.
e. Metode isolasi yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode
monolith dan pitfall trap.
f. Media isolasi yang digunakan dalam praktikum ini adalah media NA
(Nutrient Agar.)
2. Saran
Berdasarkan terlaksanya praktikum Keanekaragaman Biota dalam
Tanah maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
a. Perlunya pendampingan coass terhadap praktikan lebih diintensifkan
lagi agar praktikan lebih paham dalam proses pelaksanaan praktikum.
b. Perlunya kekompakan antar anggota kelompok dalam pembagian kerja
baik dalam proses pelaksanaan praktikum maupun dalam proses
pembuatan laporan sehingga dapat terselesaikan secara baik dan tepat
waktu.

DAFTAR PUSTAKA
Aa Sholah 2014. Makrofauna Tanah dan Mikrofauna Tanah. http://www.
caragampang.com /2014/ 08/ makrofauna tanah dan mikrofauna
-tanah. html. Diakses pada tanggal 11 April 2015.
Aak 2007. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta: Kanisius.
Adianto 2003. Biologi Pertanian Pupuk Kandang, Pupuk Organik dan Insektisida.
Penerbit Alumni. Bandung.
Arief A 2010. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta: Kanisius.
Arthanya 2003. Membangun Sistem Pertanian Berkelanjutan. PAU FMIPA ITB.
Bandung.
Astuti Ar et al 2008. Isolasi dan Identifikasi Jamur Kayu dari Hutan Pendidikan
Universitas Hasanuddin di Bengo-Bengo Kecamatan Cenrana Kabupaten
Maros. J Perennial 5(1) : 15-22.
Coleman 2004. Potensi Cacing Tanah Sebagai Alternative Bio-indikator
Pertanian Berkelanjutan. Jakarta: Aksara Jaya.
Edi H dan R D M Simanungkalit 2007. Metode Analisis Biologi Tanah. Bogor:
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Enny Widyati 2013. Dinamika Komunitas Mikroba di Rizosfir dan Kontribusinya
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Hutan. J.Tekno Hutan Tanaman 6(2): 5564.
Handyanto 2005. Potensi Diversitas Makrofauna Tanah Sebagai Indicator Kualitas
Tanah Pada Beberapa Penggunaan Lahan. Makalah Seminar Nasional
Biologi 2. ITS : Surabaya.
Harry Q, Tri R S, Ari H Y 2013. Keanekaragaman Cacing Tanah (Oligochaeta)
pada Tiga Tipe Habitat di Kecamatan Pontianak Kota. J Protobiont 2(2):
56-62.
Hassink 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Bharata Karya Aksara.
Karnado 2012. Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius.
Krista H P et al 2001. Report on Pitfall Trapping of Ant at the Biospecies Sites in
the Nature Reserve of Orange Country, California. California: Science for
a Changing World.
Madigan 2001. Biology of Microorganisms, Prentice Hall, Inc. New Jersey.
Maftuah, Alwi dan Mahrita 2005. Potensi Makrofauna Tanah Sebagai
Bioindikator Kualitas Tanah Gambut. Jurnal Bioscientiae 2 (1): 1-14.
Markantia Z P 2010. Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Pola
Agroforestri Lahan Miring di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Surakarta. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNS.
Suarakarta.

Neogen Corporation 2009. Nutrient Agar. Acumedia.http://www.neogen.com/


Acumedia/ pdf/ ProdInfo/7145_PI.pdf. Diakses pada tanggal 12 april 2015.
Petal 1998. The Influence Of Ants On Carbon And Nitrogen Mineralization In
Drained Fen Soil. Applied Soil Ecology. 9: 271-272.
Putri Handayani 2008. Inventori Diversitas Makrofauna Tanah Pada Pertanaman
Wortel (Daucus Carota L.)Yang Diberi Berbagai Imbangan Pupuk
Organik Dan Anorganik. Skripsi Sarjana FP UNS : tidak diterbitkan.
Risda 2007. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Gramedia.
Setyoningrum H M, Hadisusanto S, dan Yunianto T 2014. Kandungan Kadmium
(Cd) pada Tanah dan Cacing Tanah di TPAS Piyungan, Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Jurnal Manusia dan Lingkungan 21 (2): 149-155.
Sugiyarto 2005. Konservasi Makrofauna Tanah Dalam Sistem Agroforestri.
Surakarta : UNS Press.
Sugiyarto, Martinus P, Miato N S 2001. Hubungan Keanekaragaman Mesofauna
Tanah dan Vegetasi Bawah pada Berbagai Jenis Tegakan di Hutan
Jobolarangan. Biodiverstitas 2 (2): 140-145.
Sutanto R 2006. Pertanian Organik. Yogyakarta: Kanisius.
Swift M and Bignell D 2010. Standard Methods for Assessment of Soil
Biodiversity And Land Use Practice. Southeast Asia : ICRAF.
Tambayong 2009. Mikrobiologi Farmasi Dasar. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret Press.
Widyatmani Sih Dewi dan Supriyadi 2003. Kualitas Vermikompos Didasarkan
Pada Campuran Media, Jenis Cacing Tanah, Dan Pakan Tambahan. Sains
Tanah 3(2).
Widyatmani Sih Dewi, Putri Handayani, Sumani 2008. Keragaman dan Layanan
Ekologi Makrofauna Epigeik pada Pertanaman Wortel (Daucus carota L.)
yang Diberi Berbagai Imbangan Pupuk Organik dan Anorganik.Sain
Tanah. J Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi. 5(3) : 113-120.
Winarno F G 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Wulan P N 2013. Isolasi Actinomycetes dari Rizosfer Rumput Belulang (Eleusine
Indica (L.) Gaertn.) Sebagai Penghasil Antibiotik. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

You might also like