You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor muskuloskeletal dapat berasal dari jaringan tulang maupun jaringan


lunak seperti otot, pembuluh darah, saraf, tendon dan lemak. Secara umum tumor
muskuloskeletal menurut sifatnya dapat dibagi menjadi tumor jinak, tumor ganas,
dan tumor metastatic. Tumor ganas dapat bersifat primer (berasal dari jaringan
musculoskeletal, yakni tulang atau jaringan lunak) maupun sekunder (berasal dari
tumor jinak yang menjadi ganas).
Keganasan jaringan lunak dan tulang merupakan kejadian yang langka dan
bersifat heterogen. Meskipun 75% berat tubuh rata-rata disusun oleh jaringan
lunak dan tulang, namun neoplasma jaringan-jaringan ini hanya mewakili kurang
dari 1% dari keseluruhan keganasan pada orang dewasa dan 15% keganasan pada
anak-anak. Angka insidensi tahunan di Amerika serikat cukup stabil, diperkirakan
terdapat 6000-7000 keganasan jaringan lunak dan 2500 keganasan tulang.
Sarkoma berasal dari lapisan embrionik mesodermal. Sarkoma jaringan lunak
diklasifikasikan berdasarkan jaringan dewasa yang mereka serupai. Sarkoma
tulang biasanya diklasifikasikan sesuai tipe matrix yang mereka hasilkan: sarkoma
yang menghasikal osteoid disebut osteosarkoma, sedangkan sarcoma yang
menghasilkan khondroid dinamakan khondrosarkoma. Tiga sarkoma

jaringan

lunak yang tersering adalah malignat fibrous histiocytoma(MFH), liposarcoma,


leiomyosarcoma.

Sarkoma

tulang

yang

tersering

adalah

osteosarcoma,

chondrosarcoma, dan Ewings Sarcoma.


Dalam dua dekade terakhir, kelangsungan hidup dan kualitas hidup pasien
dengan keganasan jaringan lunak dan tulang mengalami peningkatan yang
dramatis sebagai hasil dari multimodalitas pendekatan pengobatan. Tindakan
pembedahan dikombinasikan dengan kemoterapi dan radioterap, dapat mencapai
kesembuhan pada sebagian besar pasien.

BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Tumor Muskuloskeletal


Tumor tulang relatif jarang terjadi, insidenya hanya 0,2% dari seluruh
neoplasma yang diderita manusia. Bila dibandingkan dengan tumor jaringan
lunak, insiden tumor jaringan lunak insiden tumor tulang 10 kali lebih rendah.
Tumor tulang jinak dan ganas sangat erat hubungannya dengan usia penderita.
Sarkoma tulang mempunyai dua puncak insidensi yaitu puncak pertama pada usia
20-an dan pada usia diatas 60 tahun.
I
Kista
tulang
sederhana
Kista
tulang
aneurisma
Displasi fibrosa
(poliostotik)
Displasi fibrosa
(monostatik)
Kondroblastoma
Sarcoma Ewing
Osteosarkom
konvensional
Osteoblastoma
Osteokondroma
Tumor
sel
raksasa
Fibrosarkoma
histiositoma
Osteosarkom
parosteal
Kondrosarkom
konvensional
Lesi metastatic
Osteosarkoma
sekunder

II

III

IV

VI

VII

VIII

IX

2.1.1 Klasifikasi
Tumor tulang Tumor tulang dapat dibedakan menurut jenis jaringan asalnya atau
sifat neoplastiknya
2.1.2 Distribusi tumor tulang
Tumor tulang mempunyai distribusi lokasi spesifik. Osteosarkom dan
kondrosarkoma biasanya timbul di metafisis tulang panjang terutama sendi lutut,
sedangkan sarcoma ewing paling sering mengenai diafisis tulang. Pada tumor
jinak, tumor sel raksasa paling sering terjadi di daerah epifisi, kista tulang
aneurisma pada metafisis tulang, sedangkan displasi fibrosa sering timbul pada
diafisis tulang.
2.1.3 Gambaran klinis
A. Nyeri
Nyeri adalah gejala tersering tumor tulang, terutama tumor ganas. Bila bukan
kerena oleh fraktur patologis, biasnya nyeri timbul secara perlahan. Pada awalnya
nyeri hanya timbul pada saat istirahat kemudian intesitasnya meningkat sehingga
menggangu tidur dan menyebar kesendi didekatnya. Nyeri ini sering disalah
artikan sebagai arthritis karena trauma. Nyri akibat tumor tulang biasanya sangat
hebat hingga hanya bias diatasi dengan analgesik golongan narkotika. Di daerah
tulang belakang dekat pleksusu saraf, penekanan oleh tumor dapat menimbulkan
nyeri radikuler bahkan hingga paralisis.
B. Massa
Gejala kedua paling sering terjadi adalah timbulnya massa. Pada tumor jinak,
kondisi ini dapat terjadi pada waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala yang
lain. Massa disebabkan oleh bagian tumor yang menembus tulang (ekstraskeletal)
atau bias karena ekspansi tulang. Pada stadium lanjut, masssa dpat menimbulkan
perubahan pada kulit, yaitu kulit menjadi tegang dan mengkilat, pembuluhdrah
lebih menonjol dan kebiruan, timbul striae atau ulkus.
C. Keterbatasan pergerakan
Tumor yang muncul didekat sendi seperti tumor sel raksasa, kista tulang
aneurisma, osteoblastoma, kondroblastoma dan osteosarkoma, dapat menganggu

kisaran gerak sendi. Terbatasnya ROM bukan disebabkan adanya tumor tetapi
sinovitis reaktif.
D. Fraktur patologis
Fraktur terjadi tanpa didahului oleh trauma atau oleh trauma ringan dapat
terjadi akibat destruksi tulang oleh tumor sehingga kekuatan tulang menurun.
Pada tumor tulang jinak, dapat terjadi fraktur patologis tanpa adanya gejala
pendahulu. Pada kasusu tumor ganas biasanya fraktur patologis terjadi pada fase
lanjut ketika pasien telah merasa nyeri dan adanya massa sebelumnya.
2.1.4 Pemeriksaan penunjang
A. Rontgen
Dewasa ini kemajuan dibidang radiologi sangat pesat sehingga banya alternative
yang bias digunakan,tetapi foto rontgen masih mempunyai peranan penting dalam
membantu

penegekakan

memeperlihatkan lokasi

diagnosis

tumor

tulang.

Foto

rontgen

dapat

tumor tulang dan tipe destruksinya. Sebagian besar

tumor tulang mempunyai tempat predileksinya sehingga jenis tumor dapat


ditentukan

dengan mudah.

Destruksi

tulang

menggambarkan kecepatan

pertumbuhan, agresivitas tumor serta respon tubuh terhadap kerusakan yang


terjadi. Bila tumor tumbuh lambat, tubuh akan berusaha melakukan perbaikan dan
melokalisasi tumor sehingga sehingga kerusakan tulang terjadi berbatas tegas.
Reaksi periosteum merupakan repon tubuh untuk memperbaiki kerusakan yang
terjadi pada korteks tulang. Secara garis besar ada dua jenis reaksi periosteum
yaitu interrupted yang menunjukan pertumbuhan tumor agresif dan jenis
uninterrupted yang menunjukan pertumbuhan tumor yang lambat.
Tepi tumor menggambarkan daerah transisi antara tumor dan jaringan sehat.
Pada tumor jinak daerah transisinya sempi, sedangkan pada tumor ganas daerah
transisinya lebar.
Foto rontgen dapat menunjukan matrix tumor. Tumor osteogenik akan
memberikan

gambaran

osteoblastik

9radio-opak),

tumor

kondrogenik

memberikan gambaran kalsifikasi dengan osteolitik di sekitarnya, sedangkan


tumor yang menimbulkan kista tulang memberikan gambaran osteolitik. Akibat

pertumbuhan tumor, dapat terjadi ekspansi tulang atau perluasan tumor kejaringan
lunak jika tumor telah menembus korteks tulang.
B. CT-Scan
CT-Scan dapat berguna untuk melihat gambaran keruskan korteks dan trabekula
tulang secara akurat, dan untuk melihat lesi menimal yang tak tampak pada foto
rontgen. CT-Scan terutama berguna untuk mengevaluasi tulang yang strukturnya
kompleks seperti vertebrae, pelvis, scapula dan sakrum. Untuk melihat ekspansi
tumor ke jaringan lunak, CT-Scan kurang baik bila dibandingkan dengan MRI.
Ct_scan juga tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis tumor yang
spesifik. Ct-Scan 3 dimesni dapat memberikan gambarantumor secara
komperhensif dari berbagai proyeksi.
C. MRI
MRI memberikan gambaran yang akurat untuk menentukan keruskan korteks
dan trabekula tulang, tetapi tidak sebaik CT-Scan.MRI lebih

unggul dalam

melihat ekspansi tumor ke jaringan lunak dan lebih akurat untuk melihat struktur
neovaskular terinvasi oleh tumor. Hal ini sangat penting dalam prosedur
penyelamatan ekstrimitas pada tumor ganas tulang.MRI juga sangat berguna
untuk melihat metastasis dekat.
D.Skintigrafi
Skintigrafi merupakan pemeriksaan untuk melihat siklus pergantian tulang
(mineral turnover) yang mencerminkan aktivitas osteoblas. Pemeriksaan ini
menggunakan radio isotop Teknesium-99m metil difosfonat (MDP). Di daerah
yang mengalami peningkatan aktivitas osteoblas (akibat tumor maupun sebab
lain) akan terjadi peningkatan ambilan Teknesium-99m MDP, yang tampak
sebagai bayang hitam pada foto. Pemeriksaan ini sangat sensitif namun tidak
spesifik untuk tumor. Skintigrafi sangat baik bila dikombinasikan dengan
pemeriksaan penunjang lain.
E.PET Scan
Teknik diagnostik yang memungkinkankita melihat perubahan biokimia dan
fisiologi untuk menilai aktivitas metabolik dan perfusi sistem organ. Pet terutama
digunakan untuk mendeteksi tumor primer atau metastasis pada tulang. PET lebih

sensitif dibanding dengan MRI dan CT, tetapi kurang spesifik karena kondisi lain
seperti infeksi dan inflamasi juga bisa memberikan gambaran yang sama.
2.2. Sarkoma Tulang dan jaringan lunak
Tumor yang tumbuh di tulang dan jaringan lunak memiliki karakteristik pola
perilaku biologis karena umumnya berasal dari mesenchymal dan lingkungan
anatominya. Pola-pola yang unik menjadi dasar dalam penentuan staging dan
strategi pengobatan saat ini. Secara histologis, sarkoma dapat dibagi menajadi low
grade, intermediate grade, dan high grade. Pembagian ini didasarkan pada
morfologi tumor, pleomorfisme, atypia, mitosis, dan nekrosis.
Sarkoma membentuk massa padat yang tumbuh secara sentrifugal, dengan
bagian perifer dari lesi lebih kurang matur. Bertentangan dengan kapsul pada
tumor jinak yang terdiri dari sel normal, sarkoma pada umumnya deutupi oleh
zona reaktive atau pseudokapsul. Ini terdiri dari sel-sel tumor dan zona
fibrovaskular jaringan

reaktif dengan

berbagai jenis sel-sel radang yang

berinteraksi dengan jaringan normal. Ketebalan jaringan reaktif ini bergantung


pada tipe histiogeniknya dan tingkatan keganasannya. Terkadang masssa tumor
dapat menembus psedokapsul sehinga membentuk metastase. Hal ini disebut skip
metastase.

Tidak ada satu acuan sistem staging yang universal pada sarkoma tulang dan
jaringan lunak. Beberapa sistem baik dalam penentuan strategi operasi sedangkan
sistem lainnya baik dalam penentuan prognosis. Sistem staging yang pada
umumnya digunakan pada sarkoma tulang dan jaringan lunak adalah yang
dikembangkan oleh American joint Commite on Cancer. Sistem staging ini
mengacu pada sistem yang diciptakan oleh Enneking.

Sistem staging klasik oleh Eneking mengacu pada tiga faktor, yaitu histological
Grade(G), letak (T), dan ada tidaknya metastase (M). Letak dapat dibagi menjadi
intrakompartemen (A) atau ekstrakompartemen(B) informasi ini di dapat melalui
tindakan preopratif beradasarkan berbagai modalitas modalitas pencitraan.

2.2.1 Osteosarkoma
Osteosarkoma merupakan keganasan tulang yang angka mortalitasnya tinggi
(harapan hidup 5 tahunnya hanya 20%) berkat perkembangan modalitas dan terapi
adjuvan (kemoterapi dan radioterapi) angka kesembuhan osteosarkoma tanpa
metastasisi mencapai 70%. Osteo sarkom merupakan 215 dari seluruh tumor
ganas tulang. Lebih banyak diderita laki-laki terutama usia 20 tahun. Pada usia 60
tahun insiden osteosarkom kembali meningkat akibat timbulnya osteosarkoma
sekunder yang berasal dari penyakit paget. Osteosarkom sering timbul di daerah
metafisis, terutama di daerah yang pertumbuhannya cepat, yaitu femur distal
(32%) tibia proksimal (16%), dan humerus proksimal.

Penderita osteosarkom biasanya mengeluhkan adanya benjolan yang nyeri


dengan batas tidak tegas. Nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah berat pada
malam hari. Kulit diatas tumor teraba hangat dan vena kelihatan menonjol. Tumor
tumbuh membesar dengan cepat, sehingga bila tidak segera ditangani akan timbul
nekrosis pada kulit yang akan membentuk ulkus. Jika destruksi tulang cukup
besar, dapat terjadi fraktur patologis. Osteosarkoma dapat dianggap sebagai
penyakit sistemik karena sangat mudah bermetastasis ke organ lain terutama paruparu.
Pada gambaran Radiologis tampak dekstruksi tipe permiatif, reaksi periosteal
(sun burst, segitiga codman) gambaran matriks osteoblastik bercampur osteolitik,
serta gambaran massa jaringan lunak disekitar tumor. Semua gambaran diatas
menunjukan pertumbuhan tumor yang cepat dan agresif.

Preoperatif kemoterapi (Induction/Neoadjuvant Chemotherapy) diikuti dengan


pembedahan limb-sparing (dapat dilakukan pada 80% pasien) dan diikuti dengan
postoperatif

kemoterapi

(Adjuvant

Chemotherapy)

manajemen.

BAB III
PENYAJIAN KASUS

merupakan

standar

1. Identitas
Nama
Umur
JenisKelamin
Agama
Suku
Alamat
Pekerjaan

: Ny. S
: 64 tahun
: Perempuan
: Islam
: Melayu
: Kel Pajintan, Singkawang Timur.
: tidak bekerja

2. Anamnesis( dilakukan pada tanggal 15 Januari 2015, Pasien dirawat di RS


Abdul Aziz sejak tanggal 14 Januari 2014)
KeluhanUtama :
Benjolan pada paha kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan utama benjolan pada paha kanannya yang
sudah diketahui ada sejak kurang lebih 7 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Benjolan awalnya berukuran kecil seperti telur ayam kemudian
dirasakan semakin membesar perlahan-lahan, teraba keras, dan

tidak

terasa nyeri. Benjolan tidak menganggu pergerakan sendi paha, sehingga


pasien masih dapat berkativitas fisik seperti biasa. Pasien mengaku tidak
terdapat benjolan lain

dibagian tubuh lainnya. Pasien mengaku tidak

terdapat penurunan berat badan yang bermakna setelah memiliki keluhan


benjolan pada paha kanan. Pasien sudah selama 1 bulan terakhir rutin
melakukan konsultasi di poli klinik bedah rumah sakit Abdul Azis dan
telah dilakukan beberapa pemeriksaan Laboratorium dan radiologi, dan
masuk ruang rawat inap untuk dilakukan biopsi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku 1 tahun sebelum terdapat benjolan dipaha kanan, pasien
pernah jatuh terduduk, namun tidak menimbulkan keluhan sehingga pasien
tidak berobat ke dokter.
RiwayatPenyakitKeluarga :
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan
pasien maupun riwayat tumor lainnya.

3. PemeriksaanFisik (15 Janurai 2015)


Kesadaran
: Kompos Mentis
TekananDarah
: 150/80 mmHg
Nadi
: 76 kali/menit, regular
FrekuensiNapas : 24 kali/menit
Suhu
: 36,5C
Status Generalis
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Dada
Jantung
Paru

: Normosefali
: Konjungtivaanemis (-/-), sclera ikterik (-), pupil isokor
: Otorea (-)
: Rhinorea (-), Deviasi septum (-)
: Stomatitis (-), Lidah berselaput (-),
:Pembesaran Thyroid (-), deviasi trakea (-)
: Status Lokalis
: bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
: suara napas dasar vesikuler pada paru kanan dan kiri,

Abdomen

ronkhi (-), wheezing (-), perkusi sonor


: tampak datar, bising usus normal, hepar dan lien tidak

Ekstremitas

teraba, perkusi timpani ,massa (-)


: massa (+) pada 1/3 proksimal paha kanan sisi lateral
dengan ukuran 17 x15 cm. terba keras, immobile, tandatanda

perdangan

(-)

warna

kulit

sama

dengan

sekitarnnya, kulit diatas massa terasa tipis dan licin,


nyeri tekan (-)

4. Pemeriksaan Penunjang
22 Desember 2014:
Bilirubin Total: 0.91
SGOT
: 8.3
SGPT
: 11.2
Urea
: 48.6
Creatinine
: 0.6
HB
:10.7
Leukosit
:6.600
Trombosit
;330.000
Hematokrit : 29.8
27 Desember 2014
Alkali fosfatase
: 72
05 januari 2015
USG: Tidak tampak metastasepada hepar, spleen dan para aorta, tidak

tampak asites.
14 Januari 2015
Glucose
SGOT
SGPT
alkaline phospatase
Urea
Creatinine
Kalium
HIV
HbsAg
14 januari 2014
CT scan

: 91
:10.7
:10.7
:63
:35.6
:0.5
:2.16
:non reaktif
: non reaktif

: Susp. Tumor maligna pada Trochanter

mayor femur dextra yang telah meng invasi M.vastus


intermedius

dekstra

dan

m.vastus

intermedius

dextra,dimana curiga ada nekrosis pada M. Vastus lateral


dextra.

19 januari 2014

Telah dilakukan biopsi (hasil belum ada)

5. Diagnosis
Tumor Tulang maligna dd Rhabdomiosarcoma
6. Usulan Pemeriksaan Lanjutan
7. Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa
Perawatan luka post biopsi
Medikamentosa
Operatif
8. Prognosis
Ad vitam
: dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Adsanationam : dubia ad malam

BAB IV
PEMBAHASAN
Os datang dengan keluahan benjolan pada paha kanan yang sudah dirasakan
kurang lebih tujuh bulan. Benjolan awalnya berukuran kecil seperti telur puyuh

kemudian dirasakan semakin membesar perlahan-lahan, teraba keras, dan tidak


terasa nyeri. Benjolan tidak menganggu pergerakan sendi paha, sehingga pasien
masih dapat berkativitas fisik seperti biasa. Pasien mengaku tidak terdapat
benjolan lain dibagian tubuh lainnya. Pasien mengaku tidak terdapat penurunan
berat badan yang bermakna setelah memiliki keluhan benjolan pada paha kanan.
Dari data anamnesis ini diapatkan bahwa pasien memiliki tumor pada paha
kanannya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa (+) pada 1/3 proksimal paha kanan
sisi lateral

dengan ukuran 17 x15 cm. terba keras, immobile,

tanda-tanda

perdangan (-) warna kulit sama dengan sekitarnnya, kulit diatas massa terasa tipis
dan licin, nyeri tekan (-). Ukuran yang besar, kecepatan pertumbuhan massa yang
cukup cepat, serta massa terba keras dan tidak dapat digerakan menimbulkan
kecurigaan bahwa tumor dapat bersifat ganas. Tempat tumor di anggota gerak
badan mengarahkan tumor dapat berasal dari jaringan muskuloskeletel, sehingga
diperlukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen femur dextra, namun
disayangkan pada kasus ini tidak dapat ditelusuri sebab pasien tidak melakukan
pemeriksaan tersebut. Namun padadata rekam medis dipatkan hasilpemeriksaan
usg pada tanggal 05 januari dimana didapatkan hasil bahwa tidak terdapat
metastase pada hati dan dicurigai sebagai suatu rhabdomiosarcom.
Jika mempertimbangkan usia pasien 60 tahun masih dapat juga dicurigai
sebagai suatu osteosarcoma sekunder yang memamng puncak insidensinya pada
usia tersebut. Pada pemeriksaan CT scan diapatkan hasil kecurigaan sebuah
keganasan tulang femur pada trochanter mayor dan curiga nekrosis M.vastus
lateralis. Hal ini memperkuat kecurigaan sebuah tumor ganas berupa osteosarcom.
Dan kemudian dilakukan biopsi untuk mengetahui jaringan patologis tumor dan
hingga sekarang sedang menunggu hasil pemeriksaan tersebut untuk membantu
dalam menyusun strategi pengobatan yang tepat untuk pasien.
Prognosis pasien untuk sementara bisa dikatakan buruk sebab angka harapan
hidup 5 tahun osteosarkom cukup buruk. Prognosis osteosarkom berkaitan erat
dengan staging dari tumor tersebut. Diamana pada kasus ini dapat digunakan
sistem staging Eneking, dimana terdiri dari 3 faktor yaitu, histological grade yang

harus menunggu hasil pemeriksaan PA terlebih dahulu, letak (T) dimana massa
tumor sudah berada pada ekstrakompartemen (T2), dan tidak tampak adanya
metastase regional maupun jauh (M0). Sehingga untuk saat ini staging terendah
yang mungkin untuk OS adalah stage IIa.

You might also like