You are on page 1of 34

1

PEDOMAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN HAYATI

Dr. Bambang Heru Budianto, MS.


Drs. Hery Pratiknyo, MSi.

FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015

2
TATA KERJA PRAKTIKUM
Tata Tertib Praktikum
1.

Setiap praktikan wajib mengikuti semua acara praktikum. Jika


berhalangan hadir karena sakit, wajib memberikan surat keterangan dokter ke
penanggungjawab praktikum

2.

Praktikan diwajibkan menjaga ketenangan, kebersihan dan kesopanan


selama praktikum

3.

Selama praktikum tidak diperkenankan makan, minum, merokok dan


kegiatan lain yang bisa mengganggu jalannya praktikum

4.

Selama praktikum diwajibkan memakai jas praktikum

5.

Praktikan diwajibkan membawa sendiri beberapa alat dan bahan yang


tidak disediakan laboratorium (jenis dan bahan ditentukan kemudian)

6.

Jika praktikan dengan sangat terpaksa harus mengikuti praktikum susulan,


praktikan harus menghubungi asisten untuk menentukan waktu praktikum
pengganti atau tugas yang diberikan oleh asisten

7.

Alat-alat yang telah selesai dipakai, harus dicuci dan dikembalikan pada
tempatnya. Tidak diperkenankan membuang sampah di bak cucian.

8.

Setelah selesai praktikum, asisten akan mengecek keutuhan dan


kelengkapan alat

9.

Jika ada kerusakan atau hilangnya alat akibat keceroboan praktikan, yang
bersangkutan diwajibkan menggantinya berupa alat yang sama atau bentuk
uang dalam jangka waktu paling lambat satu minggu setelah kejadian.

Nilai Praktikum
1.

Besarnya nilai praktikum adalah 20% dari total nilai mata kuliah.

2.

Nilai praktikum diambil dari (a) laporan, kuis dan acara praktikum; (b)
ujian akhir praktikum

3.

Praktikan yang tidak mengumpulkan laporan, diberi nilai NOL untuk nilai
praktikum yang bersangkutan

4.

Tidak dibenarkan membuat laporan tanpa ikut praktikum

5.

Laporan dikumpulkan tepat pada waktunya, yang ditentukan oleh asisten

3
6.

Praktikan yang tidak mengikuti seluruh materi praktikum, tidak


diperbolehkan mengikuti ujian akhir kuliah

7.

Ujian akhir praktikum dilaksanakan bersamaan dengan ujian akhir kuliah

Laporan
1.

Setiap acara praktikum dibuat dalam satu laporan

2.

Laporan dibuat oleh masing-masing praktikan

3.

Bentuk penulisan laporan

Kertas ukuran kuarto

Laporan ditulis menggunakan komputer, huruf times new roman 12

Format cover terdiri atas : judul acara praktikum (sesuai materi


praktikum), nama mahasiswa dan nomor mahasiswa, fakultas/jurusan/program
studi, Universitas Jenderal Soedirman dan tahun

Isi laporan meliputi : (a) judul materi praktikum; (b) pendahuluan : berisi
latar belakang percobaan/pengamatan dan gambaran tentang sifat percobaan
yang dilakukan, sifat data yang diperoleh apakah dari primer atau data
sekunder. Jika perlu, kemukakan hipotesisnya secara singkat; (c) tujuan
praktikum pada setiap materi praktikum; (d) bahan dan metoda pada laporan;
(e) hasil dan pembahasan : dapat disajikan dalm bentuk gambar, tabel, daftar
atau kombinasi yang sesuai dengan sifat percobaan. Pembahasan dilakukan
sesingkat dan sejelas mungkin berdasar teori yang ada; (f) kesimpulan; (g)
pustaka, cantumkan semua sumber bacaaan yang dipakai dalam pembuatan
laporan. Bila sumber bacaan berasal dari textbook, maka cara penulisan
pustaka adalah nama pengarang, tahun, judul buku, penerbit, kota penerbit.
Bila sumbernya adalah journal/majalah maka cara penulisan pustakanya
adalah nama pengarang, tahun judul, penerbit, volume, halaman.

4
I. KEANEKARAGAMAN ORGANISME DALAM SISTIM PERTANIAN
A. Landasan Teoritis
Dalam ekosistem pertanian, secara umum hewan dapat diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok besar yaitu:
1. Kelompok yang memakan bagian tanaman atau mengisap cairan tanaman
sehingga menimbulkan kerusakan dan kerugian secara ekonomi disebut hama
2. Kelompok yang memakan makanan yang tersedia di suatu lahan atau kebun
tanpa menimbulkan kerusakan pada tanaman dimasukkan kelompok lain-lain,
misalnya lebah penyerbuk dan cacing tanah.
3. Kelompok hewan yang memakan hewan lain termasuk memakan hama
disebut musuh alami.

Gambar 1. Klasifikasi hewan berdasarkan fungsinya dalam ekosistem.


Dari gambar di atas terlihat bahwa tungau menempati ketiga kelompok
klasifikasi hewan. Ada jenis-jenis tungau yang memakan bagian tanaman, ada
yang menjadi dekomposer (pengurai bahan organik dalam tanah) dan ada pula
yang menjadi musuh alami, memangsa tungau lain yang membahayakan tanaman.

5
B. Lokasi, alat dan cara kerja
Lokasi Praktikum : Areal persawahan kampus Karangwangkal, Unsoed dan
perkebunan jagung
Alat alat
: Aspirator, jaring serangga, silet, botol serangga, loup,
mikroskop stereo
Cara kerja:
1. Amati setiap jenis hewan yang anda temukan di areal persawahan kampus
Karangwangkal, Unsoed dan kebun jagung ditempat yang sama, baik
menggunakan mata telanjang maupun loup.
2. Catatlah hewan apa saja yang anda temukan di areal persawahan
3. Tangkaplah serangga yang anda temukan menggunakan jaring serangga
4. Pergunakan aspirator apabila anda temukan tungau baik pada daun-daun
tanaman padi maupun gulma di sekitar tanaman padi
5.

Identifikasi hewan yang anda peroleh dengan gambar di bawah ini. Selain
gambar di bawah ini, anda dapat menggunakan berbagai buku identifikasi
yang lain.

6. Kelompokkan hewan yang anda peroleh sesuai dengan gambar 1.

Kumbang kubah

Telur k. kubah

Larva k. kubah

Berbagai jenis laba-laba (gambar paling kiri : sedang memakan belalang)

Wereng

Kutu daun (Aphid)

Kutu daun (diperbesar)

Kutu daun (diperbesar) Ulat grayak

Kutu kebul (diperbesar) Nimfa kutu kebul (diperbesar) Tungau merah

Bapak pucung

Kutu putih dewasa (+kantong telur)

Kumbang tanah

Kumbang tanah dewasa

Lalat jala dewasa

Telur lalat jala

Larva lalat jala

Thrips

Nimfa thrips sedang memakan telur tungau merah


(diperbesar)

Kepik leher

Kepik leher memakan ulat

10

Damsel bug

C. Tugas

Damsel bug memakan telur ulat

11
Buatlah laporan hasil kerja anda sesuai dengan petunjuk pada Tata Kerja
Praktikum, sub bab laporan. Bahaslah setiap hama dan musuh alami yang anda
peroleh menggunakan Referensi journal ilmiah.

12
II. KELIMPAHAN RELATIF HAMA DAN MUSUH ALAMI
DALAM SISTEM PERTANIAN
A. Landasan Teoritis
Seperti manusia, setiap hama mempunyai makanan yang paling
disukainya. Ada hama yang suka makan daun. Ada yang suka makan buah
berbagai jenis tanaman termasuk tanaman dalam berbagai sistim pertanian.
Bahkan ada yang suka makan ranting. Hama biasanya makan tanaman pada
waktu tertentu. Ada yang makan tunas dan daun muda. Ada yang menyerang
tanaman pada waktu berbunga, atau pada waktu pembentukan buah. Oleh
karena itu, kehadiran hama sangat berdampak terhadap status produk hasil
pertanian.
Penurunan produk hasil pertanian, telah mendorong penggunaan musuh
alami. Berbagai cara telah dipakai untuk meningkatkan kehadiran dan peran
musuh alami. Meskipun pengendalian hayati ini sekarang telah terintegrasi
dalam pengendalian hama terpadu, namun pada prinsipnya penerapan metoda
pengendalian hama terpadu memerlukan kejelasan status setiap komponen
yang terlibat. Salah satu diantara berbagai komponen tersebut adalah
menaksir populasi hama dan musuh alami.
Berkaitan dengan upaya menaksir populasi, maka dikenal tiga macam
populasi yaitu populasi absolut, relatif dan indeks populasi. Populasi absolut
adalah jumlah individu hewan per satuan luas tanah habitatnya. Masih
termasuk dalam pengertian ini adalah intensitas populasi, yaitu jumlah hewan
per satuan habitat seperti daun, ranting, cabang, atau tumbuhan. Untuk suatu
habitat seperti pohon misalnya dapat dipilih satuan seperti 10 m2 permukaan
cabang. Hal ini disebut juga penafsiran populasi dasar.
Berbeda dengan populasi absolute, populasi relative adalah jumlah
individu

di

dalam

satuan

yang

tidak

diketahui,

dengan

hanya

membandingkan jumlah dalam ruang dan waktu. Misalnya jumlah serangga


hasil tangkapan per satuan usaha atau per alat perangkap. Perbedaan antara
cara absolut dengan relatif tidak begitu jelas sebab dengan cara absolut
serangga yang ada di suatu tempat tidak selalu dapat tertangkap 100 persen.

13
Indeks populasi dihitung bukan berdasarkan hewannya sendiri tetapi
produk yang dihasilkannya seperti kotoran, sarang, atau dampak kerusakan.
Baik populasi relatif ataupun indeks populasi dapat diubah ke dalam populasi
absolut.
Berdasarkan jenis populasi sebagaimana telah dijelaskan maka terdapat
berbagai cara untuk menaksirkan tingkat populasi serangga. Serangga dengan
berbagai bentuk serta perilakunya memerlukan berbagai cara untuk
menangkapnya.
Berikut ini dikemukakan beberapa cara mendeteksi dan sekaligus
menaksir populasi serangga yang ada pada sistim pertanian.
1. Pengamatan langsung
(1) Pemeriksaan satu tumbuhan
Satu tumbuhan dipilih secara acak. Dari tumbuhan tersebut diamati
serangga yang besar dan bergerak dengan cepat. Semua daun
(permukaan

atas dan bawah), tangkai daun, batang, bunga, dan

buahnya diperiksa. Hasil pengamatan mengenai jenis serangga yang


diperkirakan ada dan jumlahnya, stadium yang ada serta keadaan
lainnya ditabelkan.
(2) Perhitungan untuk suatu jarak
Penaksiran populasi dilakukan menurut kenampakan dengan berjalan
menempuh suatu jarak yang telah ditentukan sambil membolak-balik
bagian tumbuhan. Cara ini baik dilakukan untuk tumbuhan stadium
muda dengan mengamati serangga yang tidak begitu aktif atau yang
cepat menjatuhkan diri. Untuk serangga aktif cukup dengan
mengetuk tumbuhan dan menghitung serangga yang terbang atau
meloncat.
Kedua cara di atas sangat bersifat individual tergantung kepada
kemampuan pengamat. Faktor angin juga dapat berpengaruh pada hasil
perhitungan. Konversi harga relatif ke harga absolut dapat dilakukan
sebagai berikut :
Pada penaksiran dengan satuan panjang

14
Jumlah individu per hektar =
(jumlah individu dalam M meter jalur di survei x 10.000)
(jarak tanam dalam meter x M meter jalur yang disurvei)
Pada penaksiran dengan satuan satu tumbuhan
Jumlah individu per hektar =
(jumlah individu dalam M meter jalur di survei x 10.000)
(jarak tanam dalam meter)
2.

Lembar penutup tanah


Lembar penutup tanah dibuat dari kain putih atau yang berwarna terang
dengan panjang dan lebar yang sama dengan ukuran 0,5 sampai 1 m ,
kedua tepi kain dilekatkan pada tongkat kayu bergaris tengah 2-3 cm
untuk menggulungnya. Tempat pengambilan sampel ditentukan, dan
sampel diperoleh dengan merentangkan kain penutup di antara dua baris
tumbuhan. Kedua baris tumbuhan dipegang dan diguncangkan ke arah
kain sebanyak 10 sampai 15 kali sehingga serangga berjatuhan. Serangga
ini dapat langsung dihitung jumlahnya sambil diidentifikasi atau
dikumpulkan ke dalam botol pengawet untuk pengerjaan selanjutnya.
Cara ini baik untuk menangani serangga yang bergerak lambat serta
tumbuhan masih rendah dan muda sehingga tidak terjadi kerontokan
daun atau bunga. Harga absolut dapat diperoleh dengan menggunakan
rumus yang telah diberikan.

3. Jala ayun
Alat ini paling umum digunakan untuk mengambil contoh populasi
serangga karena dengan alat ini dapat ditangkap serangga dalam jumlah
relatif besar, waktu singkat, dan biaya tidak besar.
Jala ayun terdiri dari bagian jala berbentuk kerucut, gelang kawat besar
atau besi dan sebuah tangkai. Garis tengah jala 38 cm dengan kedalaman
75 cm, panjang tangkai 60 sampai 90 cm dengan garis tengah 2,2 cm
(lihat gambar 45).
Ada berbagai cara untuk mengayun jala ini :

15
Ayunan sepanjang satu baris tumbuhan dan setiap ayunan berbentuk
huruf S. Dapat juga dilakukan ayunan sepanjang dua baris tumbuhan
dengan cara ayunan huruf S. Selain ayunan berbentuk huruf S ada juga
ayunan yang berbentuk angka 8. Meskipun metoda jala ayun merupakan
salah satu metoda yang paling mudah dilaksanakan, tetapi penafsiran
yang didapatkan tidaklah terlalu teliti. Beberapa faktor lingkungan
sangat mempengaruhi hasil tangkapan :
-

Suhu yang memberikan pengaruh pada pergerakan serangga

Suhu dan Kelembaban Udara yang memberikan pengaruh pada posisi


tumbuhan dan serangga

Kecepatan Angin yang berpengaruh pada tempat bersembunyi


serangga

Posisi Matahari yang berpengaruh kepada perilaku serangga

Ukuran tumbuhan yang berpengaruh pada pelaksanaan ayunan

Kerapatan dan Tekstur Daun yang berpangaruh pada pelaksanaan


ayunan

4. Jala pengisap atau alat penghisap


Di samping perangkap yang mampu menghisap udara sehingga serangga
tersedot ke dalamnya, ada juga alat pengambil sampel yang bernama DVac yang boleh juga dianggap semacam jala yang dapat menghisap
udara. Ini merupakan jala dengan bingkai logam dihubungkan kepada
blower dengan lorong lentur yang terbuat dari karet atau bahan kedap
lainnya. Blower digerakkan dengan mesin penggerak kecil dan
keseluruhan alat ini dapat dibawa di punggung. Cara pengambilan
sampel mempunyai pola yang sama dengan jala ayun. Alat ini sangat
cocok

untuk

mengambil

serangga

kecil.

Segi

yang

kurang

menguntungkan adalah harga dan perawatannya yang mahal.


5. Kotak fumigasi (absolut)
Kotak atau kandang fumigasi dapat berupa kotak sampah plastik yang
besar dan diberi lubang untuk fumigasi atau dibuat khusus dari kerangka
metal yang dibungkus dengan lembaran kayu, plastik, atau seng serta
diberi lubang untuk fumigasi. Tinggi kandang sedikit melebihi tinggi

16
tumbuhan dan perlu disediakan alas yang sedikit lebih luas dari dasar
kandang. Landasan dapat terdiri dari dua belahan yang dapat disatukan
di dasar tumbuhan.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menutupkan kandang atau kotak
di atas landasan tumbuhan. Fumigasi dilakukan dengan aerosol yang
berisi pyretrin 20%. Dalam waktu 5 sampai 8 detik serangga yang berada
di kandang atau kotak berjatuhan. Kotak diangkat dan serangga
dikumpulkan untuk diidentifikasi dan dihitung.
6. Ekstraksi tumbuhan utuh
Untuk cara ini diperlukan sebuah sangkar kasa dengan ukuran 1,8 x 1,8 x
1,8 m yang berkerangka metal. Salah satu sisi sangkar diberi zipper
untuk masuk satu dua orang. Sangkar ditempatkan pada lokasi yang
dikehendaki. Pengambil sampel masuk ke dalam sangkar membawa alat
pengumpul serangga (aspirator), pemotong tumbuhan, dan kantung
plastik. Semua serangga di dinding sangkar diambil sampai habis,
kemudian tumbuhan dipotong dan dimasukkan ke dalam kantung plastik
dan diikat erat. Serasah dan daun jatuhan juga dikumpulkan dalam
plastik lainnya. Sangkar dibiarkan untuk satu dua jam lagi sehingga sisa
serangga yang keluar dari persembunyiannya masih dapat dikumpulkan
lagi.
7. Mengektraksi serangga dari tanah
Sangat sulit untuk dapat mengumpulkan serangga yang berada di dalam
tanah, karena kepadatan dari tanah dan biasanya serangga di dalam tanah
tidak dapat dengan mudah untuk dilihat atau diambil. Karena itu, teknik
untuk mengumpulkan serangga dari dalam tanah menjadi lebih
kompleks, rumit, dan mahal. Walaupun demikian mengambil sampel
serangga dari dalam tanah sangat penting karena lebih dari 90% spesies
serangga menghabiskan sekurang-kurangnya satu tahapan hidup di
dalam atau pada permukaan tanah. Cara yang paling umum digunakan
untuk mengumpulkan serangga dari tanah adalah dengan menggunakan
Berlese funnel, menyaring, dan mengambangkan. Semua teknik tersebut

17
memerlukan sampel tanah terlebih dahulu. Sampel tanah diambil dengan
menggunakan bor tanah atau sekop.
Berlese furnel merupakan salah satu alat yang paling umum digunakan
untuk mengumpulkan serangga dari dalam tanah. Teknik ini, aslinya
dikembangkan oleh seorang ahli serangga Italia A. Berlese pada awal
tahun 1990, menggunakan air panas di sekeliling furnel untuk
memanaskan dan mengeringkan sampel tanah yang terdapt di dalam
furnel. A. Tullgreen, orang Swedia, mengganti sumber panas ini dengan
lampu pijar yang diletakkan di atas sampel tanah. Modifikasi yang lain
untuk efisiensi telah dikembangkan, tetapi semuanya memiliki satu
prinsip yang sama, yaitu membuat kondisi lingkungan menjadi tidak
sesuai bagi serangga sehingga memaksa mereka untuk keluar dari tanah
atau memberikan suatu bentuk perangsangan bagi serangga untuk keluar
dari dalam tanah. Bila menggunakan teknik ini, hal yang harus
diperhatikan adalah pencegahan kematian serangga sebelum ia
meninggalkan tanah. Biasanya pemanasan dilakukan secara bertahap
sehingga serangga dapat terhindar dari kekeringan. Teknik ini tidak dapat
digunakan untuk mengambil serangga yang berada dalam tahap tidak
aktif seperti, telur, pupa, atau serangga-serangga yang dorman.
Teknik pengayakan (penyaringan) merupakan suatu teknik yang sangat
mekanik. Kelebihan dari teknik ini bila dibandingkan dengan
menggunakan Berlese furnel adalah tidak tergantung kepada pergerakan
dari serangga. Pengayakan kering atau basah dapat digunakan untuk
mengumpulkan serangga. Ayakan yang digunakan adalah ayakan
bertingkan dimulai dari ayakan kasar sampai ayakan halus. Metoda ini
sangat mengandalkan ukuran tubuh dari serangga.
Metoda pengambangan merupakan metoda yang didasarkan kepada
prinsip bahwa partikel yang memiliki gravitasi lebih rendah dari
mediumnya akan mengambang pada permukaan medium. Serangga pada
umumnya dapat mengambang di atas permukaan air. Efisiensi dari
metoda ini dapat ditingkatkan dengan menambahkan garam, seperti
magnesium sulfat pada medium.

18
8. Berbagai perangkap khusus
(1) Perangkap cahaya (lampu)
Perangkap ini khusus digunakan
untuk serangga dewasa yang
tertarik pada sinar. Serangga yang
tertangkap dibunuh dengan air
campur

minyak

tanah

atau

dengan

sianida.

Perangkap

cahaya

merupakan

perangkap

yang paling banyak digunakan terutama untuk menangkap serangga


ham dari kelompok ngengat (Lepidoptera) dan nyamuk (Diptera :
Culicidae). Karena banyak ngengat (terutama spesies dari kelompok
Noctuidae) dan serangga lain yang tertarik dengan panjang
gelombang cahaya yang pendek, makalampu ultra violet banyak
digunakan pada perangkap cahaya
(2) Perangkap dengan menggunakan umpan
Perangkap tipe ini mengandalkan kepada kemampuan mencium dan
mengecap dari serangga. Umpan yang paling umum digunakan
adalah makanan. Aroma dari makanan yang menyebabkan serangga
tertarik atau merubah perilakunya disebut kairomone. Penarik lain
yang sering digunakan adalah sex pheromone (feromon sex).
Serangga yang tertarik oleh senyawa ini selanjutnya dapat dibunuh
dengan menggunakan kertas berpelekat atau sianida.
(3) Perangkap Malaise
Perangkap ini merupakan suatu perangkap yang tidak menggunakan
umpan dan mengandalkan kepada kebiasaan terbang serangga yang
biasanya mengarah ke atas. Perangkap ini pada dasarnya merupakan
suatu tenda yang terbuat dari jala halus yang terbuat dari katun atau
nilon yang berfungsi untuk menangkap serangga yang terbang. Pada
bagian puncak tenda terdapat wadah untuk menampung serangga.

19
(4) Suatu lembaran alumunium atau kain (karton) diberi perekat khusus
dan direntangkan di tempat yang diperkirakan dilewati serangga
terbang.
(5)Alat penangkap serangga yang merayap di tanah, terdiri dari tabung
yang ditanam di tanah, corong, dan pelindung. Serangga yang
melewatinya akan tergelincir masuk ke tabung. Serangga yang
tertangkap dibunuh dengan formalin. Perangkap ini dikenal sebagai
Perangkap Pitfall. Perangkap ini digunakan untuk menangkap
serangga-serangga yang bergerak di permukaan tanah. Masalah yang
banyak muncul dari penggunaan perangkap ini adalah curahan air
hujan yang dapat menyebabkan air pada wadah penangkap meluap
dan serangga yang tertangkap hilang. Dengan menggunakan suatu
struktur yang dapat mencegah curahan air hujan, masalah ini dapat
diatasi.
B. Lokasi praktikum : Areal persawahan kampus Karangwangkal, Unsoed dan
perkebunan jagung
Alat alat

: Aspirator, jaring serangga, silet, botol serangga, loup,

mikroskop stereo dan alkohol 70%


C. Cara kerja
C.1. Pemeriksaan langsung terhadap individu tanaman padi
1. Satu tumbuhan padi dipilih secara acak
2. Semua daun (permukaan atas dan bawah), tangkai daun, batang, bunga,
dan buahnya diperiksa.
3. Amati hewan (serangga, kutu, acari, laba-laba) yang anda temukan baik
menggunakan mata telanjang ataupun loup
4. Tabulasikan hasil pemeriksaan dengan cara mengelompokkan yang
termasuk hama, musuh alami dan lainnya
C.2. Pemeriksaan langsung pada suatu jarak
1. Berjalanlah lurus sejauh 4 m di antara dua pematang sawah

20
2. Disepanjang perjalanan tersebut, periksalah setiap individu tanaman padi
di salah satu sisi anda dengan cara membolak-balikkan bagian tumbuhan
tersebut
3. Amati hewan (serangga, kutu, acari, laba-laba) yang anda temukan dan
catatlah jumlah maupun jenisnya.
4. Kelompokkan hewan yang termasuk hama, musuh alami dan lainnya
5. Hitunglah jumlah individu per hektar
Jumlah individu per hektar =
(jumlah individu dalam M meter jalur di survei x 10.000)
(jarak tanam dalam meter x M meter jalur yang disurvei)
C.3. Pemeriksaan menggunakan jaring serangga
1. Lakukan ayunan sepanjang satu baris tumbuhan
2. Ayunan dapat menggunakan pola huruf S atau angka 8.
3. Catatlah hewan yang apa saja yang anda temukan. Hitunglah jumlah
individu setiap jenisnya
4. Kelompokkan yang termasuk hama, musuh alami dan lainnya
5. Tabulasikan hasil pengamatan anda
C4.Pemeriksaan menggunakan aspirator
1.

Dipilih satu individu tanaman padi

2.

Apabila anda temukan hewan yang bergerak lambat, gunakan


aspirator untuk menghisap hewan tersebut masuk ke dalam botol
aspirator

3.

Catatlah hewan yang anda temukan. Hitunglah jumlah individu


setiap jenisnya

4. Kelompokkan yang termasuk hama, musuh alami dan lainnya


5. Tabulasikan hasil pengamatan anda
C5.Pemeriksaan menggunakan perangkap pitfall
1. Isilah perangkap pitfall dengan alkohol 70%
2. Tempatkan perangkap pitfall untuk setiap lajur tanaman jagung
sebanyak 3 buah dengan jarak setiap lajur 4 m
3. Ambillah perangkap tersebut pada keesokan harinya

21
4. Amati di bawah mikroskop binokuler organisme permukaan tanah apa
saja yang anda peroleh
5. Tabulasikan hasil pengamatan anda
C. Tugas
Buatlah laporan hasil kerja anda sesuai dengan petunjuk pada Tata Kerja
Praktikum, sub bab laporan. Buatlah grafik kelimpahan relatif hama dan musuh
alami dan bahas. Pembahasan menggunakan journal ilmiah sangat disarankan.

22
III.KAPASITAS PREDASI LABA-LABA TERHADAP
HAMA EKOSISTIM PERTANIAN
A. Landasan Teoritis
Pengendalian hayati adalah perbuatan parasitoid, predator dan patogen
dalam memelihara kepadatan populasi organisme pada tingkat rata-rata yang lebih
rendah dari pada apabila perbuatan itu tidak ada. Pengendalian alami mencakup
semua pengaturan populasi secara hayati tanpa campur tangan manusia.
Sebaliknya jika pengendalian alamiah secara langsung dan sengaja digunakan
untuk pengendalian organisme pengganggu atau jika pernahaman tentang
organisme hidup digunakan sebagai dasar untuk strategi atau taktik pengendalian,
maka didefinisikan sebagai pengendalian hayati (Biological Control) . Jadi
pengendalian hayati adalah manipulasi secara langsung dan sengaja musuh alami,
pesaing organisme pengganggu, seluruhnya atau sebagian, atau sumber daya yang
diperlukan oleh agen itu untuk pengendalian organisme pengganggu atau dampak
negatifnya.
Pada ekosistem sawah maupun sistim pertanian lainnya
terdapat berbagai komunitas yang saling berinteraksi, meskipun
kompleksitasnya tidak seperti yang terdapat pada ekosistem alami.
Komunitas arthropoda (terutama serangga dan laba-laba) umumnya
mendominasi ekositem sawah. Laba-laba merupakan kelompok
predator terbesar kedua setelah Heteroptera. Dari seluruh kelompok
predator yang terdapat pada ekosistem sawah, sekitar 16% sampai
35% adalah laba-laba. Laba-laba merupakan predator polifag
(terutama

memangsa

serangga)

sehingga

berperan

dalam

mengontrol populasi serangga. Komunitas laba-laba umumnya


berhubungan erat dengan karakteristik komunitas tumbuhan. Labalaba pembuat jaring berhubungan langsung dengan arsitektur
vegetasi karena merupakan prasyarat untuk dapat menempatkan
jaringnya. Bagi laba-laba yang hidup di serasah, daun daun yang

gugur di lantai hutan merupakan habitat yang sesuai baginya. Jumlahnya secara
dramatis meningkat ketika lapisan serasah semakin tebal karena lebih banyak
tempat tersedia untuk bersembunyi dan terhindar dari suhu yang ekstrim. Pada

23
ekosistem sawah, struktur komunitas laba-laba mungkin berbeda karena
perbedaan lingkungan, varietas yang digunakan, pola tanam, serta cara bercocok
tanam.
Kebanyakan

familia

laba-laba

yang

ditemukan

dalam

ekosistim sawah polikultur adalah Metidae, Salticidae, Pisauridae,


dan Clubionidae, sedangkan Linyphiidae hanya dijumpai pada
ekosistem sawah monokultur. Clubionidae, misalnya, merupakan
laba-laba yang aktif pada malam hari (nokturnal) yang pada siang
hari masuk ke dalam kokon yang dibuatnya di bawah daun padi.
Pisauridae merupakan laba-laba pemburu di pangkal tanaman dekat
permukaan air. Linyphiidae dan Metidae membuat jarring pada
rumpun padi yang rimbun sehingga agak tersembunyi. Sedangkan
Salticidae merupakan laba-laba pelompat yang sangat lincah
sehingga tidak mudah untuk menangkapnya.
Keberhasilan
mengendalikan

laba-laba

berbagai

pada

jenis

ekosistim

hama,

pertanian

termasuk

lalat

untuk
sangat

ditentukan oleh kapasitas predasinya. Kapasitas predasi suatu


musuh alami bergantung pada ukuran mangsa, lama waktu
menemukan, melumpuhkan dan menangani mangsa, selain juga
jumlah mangsa.

B. Lokasi praktikum : Areal persawahan kampus Karangwangkal, Unsoed dan


perkebunan jagung
Bahan : laba-laba yang ditemukan di areal persawahan dan perkebunan
jagung, lalat rumah
Alat : stopwatch
C. Cara kerja
1. Ambillah satu tempat baik di persawahan padi maupun perkebunan
jagung, yang berisi satu individu laba-laba dalam jaringnya
2. Carilah lalat rumah menggunakan perangkap yang diberikan asisten dan
ulat pada daun-daun ekosistim pertanian dan perkebunan jagung

24
2. Tempelkan satu individu lalat rumah dan ulat dalam keadaan hidup pada
jaring laba-laba
3. Pada saat menempelkan lalat rumah dan ulat, mulailah mencatat waktu
4. Hitunglah lama waktu laba-laba menemukan, melumpuhkan dan
menangani mangsa
5. Pengertian menangani mangsa dapat bermakna lama waktu menggulung
mangsa menggunakan jaring-jaring tambahan

karena tidak akan

dikonsumsi pada saat itu juga. Selain itu, pengertian menangani mangsa
juga bermakna mengkonsumsi segera. Catatlah kemungkinan yang terjadi.
D. Tugas
Buatlah laporan hasil kerja anda sesuai dengan petunjuk pada Tata Kerja
Praktikum, sub bab laporan. Buatlah tabel pengamatan lama waktu menemukan,
melumpuhkan dan menangani mangsa. Pembahasan menggunakan journal ilmiah
sangat disarankan.

Laba-laba lompat

Laba-laba lompat sedang makan ulat

Laba-laba serigala

Laba-laba kepiting

25

Laba-laba pemburu (bermata tajam) Laba-laba pembuat sarang bundar

26
IV. RANTAI MAKANAN
A. Landasan Teori :
Rantai makanan adalah urutan transfer energi melalui kegiatan makan
dimakan dalam urutan Produsen- Konsumen-Konsumen2- Konsumen3- Pengurai.
Pada studi rantai makanan kutu loncat (Heteropsylla cubana) terdapat urutan:
Daun lamtoro (produsen)- Kutu Loncat (pythopagus/konsumen tk I)- Serangga x
(predator/konsumen tk 2)- dst.
B. Bahan, Alat dan Cara Kerja :
Bahan : Kutu loncat (Heteropsylla cubana), daun lamtoro, serangga predator.
Alat

: Loup. Label.

Cara Kerja :

Pilihlah 10 tangkai daun lamtoro secara acak.

Berikan label penanda group anda pada pangkal tangkai daun lamtoro.

Gunakan Luop pembesar untuk memeriksa fauna yang hidup pada


tangkai daun lamtoro yang terpilih.

C. Tugas
Buatlah laporan hasil kerja anda sesuai dengan petunjuk pada Tata Kerja
Praktikum, sub bab laporan. Buatlah tabel pengamatan urutan rantai makanan
dengan mengidentifikasi fauna yang ada, lengkapi pula tabel pengamatan berikut.
Pembahasan menggunakan journal ilmiah.
Tabel pengamatan
No

Nama ilmiah fauna

Peran

dalam

makanan

rantai

Rasio
Prey

Predator

27
V. STRUKTUR POPULASI
A. .Landasan teori:
Struktur populasi merupakan proporsi antara tahapan hidup suatu jenis
fauna. Pada fauna yng mengalami metamorfosa sempurna (holometabola) maka
struktur populasi menunjukkan jumlah

masing-masing tingkatan hidup yaitu

telur, larva, pupa dan imago sedangkan pada fauna dengan metamorfosa tidak
lengkap (hemimetabola) maka struktur populasi merujuk jumlah telur, jumlah
nympha dan jumlah imago dari populasi fauna.
Struktur populasi dipengaruhi 4 faktor yaitu natalitas, memigrasi , imigrasi
dan mortalitas. Dalam kurun waktu tertentu struktur populasi dapat mengalami
salah satu dari 3 model struktur populasi yaitu:
1. Struktur Populasi stabil : adalah populasi yang memiliki jumlah individu
tingkatan yang lebih mu

da selalu lebih banyak dibanding jumlah

individu yang lebih tua. Telur berjumlah lebih banyak dari larva, larva
berjumlah lebih banyak dari pupa dan pupa berjumlah lebih banyak dari
imago.
2. Struktur Populasi Konstan : adalah Populasi yang memiliki jumlah
individu tingkatan yang lebih muda sama banyak dibanding jumlah
individu yang lebih tua. Telur berjumlah sama banyak dengan larva, larva
berjumlah sama banyak dengan pupa dan pupa berjumlah sama banyak
dengan imago.
3. Struktur Populasi tidak stabil : adalah populasi yang memiliki jumlah
individu tingkatan yang lebih muda selalu lebih sedikit dibanding jumlah
individu yang lebih tua. Telur berjumlah lebih sedikit dari larva, larva
berjumlah lebih sedikit dari pupa dan pupa berjumlah lebih sedikit dari
imago.
Dari ketiga model struktur populasi ini maka model struktur populasi
stabil merupakan struktur populasi ideal yang mampu bertahan dari waktu ke
waktu.

28
B. Bahan, Alat dan Cara Kerja :
Bahan : Kutu loncat (Heteropsylla cubana).
Alat

: Loup. Label. Hand counter.

Cara Kerja :

Pilihlah 10 tangkai daun lamtoro secara acak.

Berikan label penanda group anda pada pangkal tangkai daun lamtoro.

Gunakan Luop pembesar untuk memeriksa fauna yang hidup pada


tangkai daun lamtoro yang terpilih.

Hitunglah setiap tingkatan hidup (telur, nympha dan sewasa).

C. Tugas
Buatlah laporan hasil kerja anda sesuai dengan petunjuk pada Tata Kerja
Praktikum, sub bab laporan. Buatlah tabel pengamatan jumlah setiap tingkatan
kutu loncat, buatlah histogram secara simetri yang menggambarkan jumlah setiap
tingkatan hidup, masuk dalam kategori model struktur populasi manakah hasil
pengamatan anda?. Pembahasan menggunakan journal ilmiah.

29
VI. DAYA BUNUH DAN KEMAMPUAN PREDASI
A. Dasar Teori :
Daya bunuh dan kemampuan predasi merupakan ukuran kemampuan suatu
agen hayati dalam mengatasi musuh alaminya. Daya bunuh atau kemampuan
predasi dimiliki oleh kelompok agen hayati melalui mekanisme predasi, parasit
dan antibiosis.
Pada studi daya bunuh ini akan dicoba menggunakan cairan berisi : aquades,
aquades mengandung nicotin dan aquades mengandung hifa jamur entomophagus
untuk disemprotkan secara terukur pada kutuloncat yang hidup pada ranting daun
lamtoro.
B. Bahan, Alat dan Cara Kerja :
Bahan : Kutu loncat (Heteropsylla cubana)., ciran aquades, aquades
mengandung nicoktin dan aquades mengandung hifa jamur entomopagus.
Alat

: Loup. Label. Hand counter.

Cara Kerja :

Pilihlah 12 tangkai daun lamtoro secara acak.

Berikan label penanda group anda pada pangkal tangkai daun lamtoro.

Semprotkan acairan berisi bahan di atas pada populasi kutuloncat di


tangkai pohon lamtoro.

Setiap cairan diulang 4 kali sehingga total perlakuan adalah 12 kali.

Bungkuslah secara rapat tangkai lamtoro yang sudah disemprot


menggunakan plastik ukuran 0,5 kg.

Tusuk-tusuklah

plastik

menggunakan

lidi

atau

jarum

untuk

memberikan udara masuk ke dalam plastik.

Hitunglah setiap tingkatan hidup (telur, nympha dan sewasa).

C. Tugas
Buatlah laporan hasil kerja anda sesuai dengan petunjuk pada Tata Kerja
Praktikum, sub bab laporan. Buatlah tabel pengamatan jumlah individu kutu

30
loncat yang terbunuh akibat penyemprotan setelah 24 jam,

masukkan hasil

pengamatan dalam tabel pengamatan berikut. Pembahasan menggunakan journal


ilmiah.
Tabel pengamatan
No

Cairan yang digunakan

Efek
1

1
2
3

Aquqdestilata + nicotin
Aquqdestilata + jamur
Aquadestilata

Mati
2
3

Tidak mati
1
2
3 4

31
VII. KAPASITAS PREDASI TUNGAU PREDATOR Phytoseius sp.
TERHADAP Tetranychus urticae
A. .Landasan teori:
Tungau predator merupakan kelompok tungau yang hidupnya memangsa
tungau lain atau serangga kecil. Dalam mencari mangsa ini seekor tungau predator
menghabiskan waktu yang relatif lama. Dimulai dengan orientasi yaitu tingkah
laku mengelilingi daun untuk mempersiapkan penyergapan pada seekor mangsa.
Disusul Penyergapan yaitu usaha menaklukkan mangsa yang diawali dengan
mengejar dan menangkap kemudian membunuh. Tidak semua mangsa yang
berhasil dibunuh langsung dimangsa, kadang-kadang sekor tungau predator akan
menyergap mangsa lain lagi meskipun mangsa yang sudah terbunuh belum
berhasil dimakan.
Pemeliharaan tungau predator dapat dilakukan dengan membuat tempat
pemeliharaan menggunakan plastic wall berbentuk persegi ukuran 10 cm X 15
cm, pada plastic wall ini diletakkan beberapa lembar kapan dan kemudian ditutup
dengan cover glass. Plastic wall kemudian diletakkan di atas busa dengan ukuran
10 cm x 15 cm dan busa tersebut ditempatkan di atas cawan air dengan maksud
mencegah tungau melarikan diri. Agar tungau tersedia minum maka pada tepi
plastic wall di tempatkan

tisu tanpa parfum yang diharapkan dengan daya

kapilernya akan mampu menyerap air cawan sehingga mudah dihisap oleh tungau
predator peliharaan. Tungau predator mempunyai pergerakan yang sangat lincah,
tidak pernah diam (mobil) pindah dari satu tempat ke tempat lain. Aktifitas ini
memungkinkan tungau akan hilang dari arena pemeliharaan, sehingga untuk

32
mencegahnya

di tepi plastic wall tepat diatas tisu diberi batas melingkar

menggunakan vaselin.
Makanan pokok tungau predator utamanya adalah tungau lainya atau
serangga kecil, namun dalam pemeliharaan dapat diberi makanan pollen bunga
sebagai makanan tambahan. Pemberian pollen bunga tidak perlu dilakukan setiap
hari, yang penting pollen kering yang diberikan dijaga jangan sampai membusuk.

B. Bahan , alat dan cara kerja


Bahan

: Tungau predator, pollen bunga, tungau lain sebagai mangsa.

Alat

: Plastik wall, cawan, tisu tanpa parfum, vaselin.

Cara kerja:
Dibuat arena pemeliharaan sesuai petunjuk gambar.
Letakkan tungau predator yang telah dipuasakan selama 12 jam
menggunakan ujung kuas lukis yang sudah dibasahi air
Berikan stadium telur, larva, nimfa dan dewasa tungau hama
Catatlah lama waktu menemukan, melumpuhkan dan menangani mangsa

33
D. Tugas
Buatlah laporan hasil kerja anda sesuai dengan petunjuk pada Tata Kerja
Praktikum, sub bab laporan. Buatlah tabel pengamatan lama waktu menemukan,
melumpuhkan dan menangani mangsa. Pembahasan menggunakan journal ilmiah

34
DAFTAR PUSTAKA
Baiquni, H. 2007. Pengelolaan Keanekaragaman Hayati. Praktek
Unggulan Program Pembangunan Berkelanjutan Untuk Industri
Pertambangan. Department of Industry Tourism and Resources,
Australia.
Barrion AT., Litsinger J.A. 1995. Riceland Spiders of South and
Southeast Asia. Manila: IRRI. CABI.
Foelix, R.F. 1996. Biology of Spider. Second Edition. New York:
Oxford Univ Pr
and Georg Thieme Verlag. p.110 149.
Heong, K.L., Aquino G.B., Barrion A.T. 1991. Arthropod community
structure of rice ecosystem in the Philippines. Bull. Entomol.
Res. 81: 407 416.

Van Mele, P. dan N.T.T. Cuc, 2004. Semut Sahabat Petani : meningkatkan hasil
buah-buahan dan menjaga kelestarian lingkungan bersama semut rangrang
(Alih bahasa oleh: Rahayu, S.). World Agroforestry Centre (ICRAF), 61 p.

You might also like