You are on page 1of 11

B AB I

PE N DAH U LUAN
A. Latar Belakang
Laporan keuangan memiliki peran penting dalam dunia bisnis. Hal ini
disebabkan laporan keuangan dapat mencerminkan bagus tidaknya posisi
suatu perusahaan sehingga dapat menentukan keberlangsungan suatu
perusahaan (going concern). Laporan keuangan suatu perusahaan pasti
membutuhkan jasa seorang akuntan publik (auditor) untuk memeriksa laporan
keuangan tersebut.
Pemeriksaan ini tidak dimaksudkan untuk mencari kesalahan atau
menemukan kecurangan, walaupun dalam pelaksanaannya sangat
memungkinkan ditemukannya kesalahan atau kecurangan. Pemeriksaan atas
laporan keuangan dimaksudkan untuk menilai kewajaran laporan keuangan
berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia (Agoes, 2007).
Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai
pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk
meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan opini audit yang dapat
diandalkan bagi pihak yang membutuhkan.
Akuntan publik bertugas untuk membuktikan kewajaran suatu laporan
keuangan klien dan tidak memihak kepada siapapun karena akuntan publik
tidak hanya mendapatkan kepercayaan dari klien tetapi juga pihak ketiga.
Seringkali kepentingan klien dan pihak ketiga bertentangan atau dengan kata
lain terjadi situasi konflik audit. Ketika terjadi situasi konflik audit inilah
auditor dituntut untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan
pihak ketiga dengan cara mempertahankan independensinya.
Auditor yang dianggap telah melakukan kesalahan maka akan
mengakibatkan mereduksinya kepercayaan klien. Hal ini dikarenakan klien
merupakan pihak yang mempunyai pengaruh besar terhadap auditor.
Kurangnya independensi auditor dan maraknya rekayasa laporan keuangan
korporat, telah menurunkan kepercayaan para pemakai laporan keuangan
auditan, sehingga para pemakai laporan keuangan seperti investor dan
kreditor mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak yang
independen. Beberapa kasus dalam dunia bisnis terkait kegagalan auditor
dalam mendeteksi kecurangan terbukti dengan adanya beberapa skandal
keuangan yang melibatkan akuntan publik seperti Enron, Xerox, World Com,
Walt Disney, Merck, dan Tyco.
Kasus lainnya yakni skandal keuangan yang terjadi pada Olympus
Corporation, sebuah perusahaan produsen kamera dan peralatan kesehatan
asal Jepang, yang terungkap pada akhir tahun 2011. Olympus Corporation,
telah menyembunyikan kerugian dengan menganggapnya sebagai aset sejak
tahun 1990-an.
Kasus Penyimpangan Akuntansi Perusahaan Olympus | 1

B. Ruang Lingkup Pembahasan


a. Profil Olympus
b. Sejarah Singkat Kasus Olympus
c. Pihak-Pihak yang Terkait
d. Kasus Penyimpangan Akuntansi yang Terjadi di Olympus
e. Pelanggaran Kode Etis Akuntansi Manajemen Olympus
f. Dampak Penyimpangan Akuntansi yang Dilakukan Oleh Olympus

B AB I I
PE M B AH AS AN
A. Profil Olympus
Olympus Corporation adalah sebuah perusahaan Jepang yang bergerak di
bidang optik dan gambar seperti pembuatan kamera, mikroskop, termometer,
kartu memori, dan lensa kamera. Olympus didirikan pada tanggal 12 Oktober
Kasus Penyimpangan Akuntansi Perusahaan Olympus | 2

1919 di Tokyo, Jepang. Sedangkan, markas mereka di Amerika berada di


Allentown, Pennsylvania dan di Eropa bermarkas di Hamburg, Germany.
Produk pertama yang diproduksi oleh Olympus adalah mikroskop yang
diperkenalkan di Jepang pada tahun 1920. Sejak itu, Olympus telah menjadi
penyedia mikroskop presisi dan sistem mikroskop untuk laboratorium klinik,
ilmu pengetahuan, teknik, pendidikan, pangan, pertanian, perikanan,
peternakan dan industri penelitian.
Teknologi bioimaging Olympus membantu berbagai penelitian-penelitian
ilmiah terbaru dalam biologi dan kedokteran yang dapat membantu
menentukan generasi dunia kesehatan berikutnya. Olympus juga
berkontribusi dalam penemuan penjelasan fungsi otak, mekanisme
pembentukan kanker dan metastasis, kerja obat dan mekanisme kekebalan,
dan sel iPS teknologi.
Olympus mempertahankan keunggulannya dalam tiga kelompok produk :
kelompok produk imaging, yang meliputi kamera digital, kamera, dan tape
recorder microcassette; kelompok produk medis, yang menawarkan
endoskopi medis, penganalisis klinis dan peralatan medis lainnya, serta
endoskopi industri dan instrumen inspeksi lainnya.
Produk perangkat sistem dan informasi terpadu yang meliputi mikroskop
dan alat ukur, serta printer, perangkat pengolahan data barcode, magnetooptik disk drive dan produk-produk perangkat informasi lainnya. Perusahaan
ini akan terus memberikan teknologi dan produk yang menawarkan nilai baru
dalam kehidupan sehari-hari orang di seluruh dunia.
Dalam misinya, Olympus mencoba untuk membuat dunia sedikit lebih
baik di setiap harinya, dan suatu tempat menjadi lebih sehat, lebih aman dan
lebih baik bagi manusia untuk ditinggali. Perusahaan ini berkomitmen untuk
mengembangkan teknologi dan produk baru, serta pelayanan yang sesuai
dengan standar industri dan menawarkan peningkatan keselamatan,
keamanan, kualitas dan produktivitas kepada pelanggan mereka.
B. Sejarah Singkat Kasus Olympus
Pada akhir tahun 2011 kasus Olympus Corporation terungkap, Olympus
telah menyembunyikan kerugian dengan menganggapnya sebagai aset sejak
tahun 1990-an. Kasus ini mencuat setelah dewan Olympus memecat CEO
mereka, Michael C. Woodford, yang baru menjabat selama enam bulan,
karena terus mendesak dilakukannya penyelidikan internal terkait transaksi
mencurigakan biaya advisory (penasihat keuangan) sebesar 687 juta dollar AS
atas transaksi akuisisi senilai 2,2 miliar dollar AS. Setelah dipecat, Woodford
membeberkan dokumen yang mengungkap besarnya biaya penasihat
keuangan yang dibayar Olympus untuk mengakuisisi perusahaan alat
kesehatan asal Inggris, Gyrus, pada 2008 lalu. Reuters mencatat biaya 687
juta dollar AS atau sekitar 6 triliun rupiah itu sebagai biaya penasihat
Kasus Penyimpangan Akuntansi Perusahaan Olympus | 3

keuangan terbesar yang pernah ada. Jumlah biaya penasihat keuangan yang
dikeluarkan Olympus itu mencapai sepertiga dari total nilai akuisisinya, atau
hampir 30 kali lipat dari biaya advisory yang biasanya berlaku di pasar
modal, sekitar 1 hingga 5 persen. Diketahui kemudian bahwa kesepakatan itu
dilakukan untuk menyembunyikan kerugian (indonesiafinancetoday.com,
2011; koran-jakarta.com, 2011).
Auditor Olympus pada 1990-an adalah Arthur Andersen afiliasi Jepang,
yang dulu adalah salah satu dari perusahaan akuntan Big Five. Setelah
Andersen runtuh pada 2002, KPMG mengakuisisi unit perusahaan ini di
Jepang, kemudian berganti nama menjadi Asahi & Co. Sejak saat itu, audit
Olympus diambil alih oleh Asahi & Co. KPMG masih menjadi auditor hingga
2009. Olympus kemudian beralih ke Ernst & Young pada akhir tahun tersebut
(indonesiafinancetoday.com, 2011).
Financial Times bulan Oktober 2011 melaporkan ada yang janggal dengan
opini KPMG terkait pembukuan Olympus. Tidak ada perselisihan antara
KPMG dan Olympus yang diungkap ke publik, namun kemudian terkuak
dalam artikel 4 November 2011 di Daily Telegraph. Begitu pula dengan opini
Ernst & Young yang tidak mengungkap terjadi masalah. Laporan audit
terbaru yang ditandatangani pada 28 Juni 2011 menyebutkan laporan
keuangan yang sudah diaudit hanya untuk tahun fiskal 2010 dan 2011.
Sementara laporan keuangan 2009 diaudit oleh auditor lain
(indonesiafinancetoday.com, 2011).
C. Pihak-Pihak yang Terkait
Pihak-Pihak yang terkait dalam kasus penyimpangan akuntansi Olympus :
1. Michael C. Woodford
Menurut situs Olympus, Woodford adalah lulusan Millbank College of
Commerce, bergabung di unit peralatan medis Olympus Corporation, pada
tahun 1981. Ia menjadi Managing Director pada usia 30 tahun. Pada tahun
2008, ia menjadi Executive Managing Director of Olympus Europa
Holding GmbH dan anggota dewan direksi Olympus. Pada bulan Februari
2011, ia diangkat menjadi Presiden Olympus Corporation. Pada 30
September 2011, Woodford diangkat menjadi Chief Executive Officer,
pengangkatan ini dilakukan pada tanggal 1 Oktober. Ia mulai gelisah
dengan akuisisi yang mencurigakan sebesar US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp
11 triliun, kemudian ia mendesak dewan direksi Olympus untuk
menjelaskannya. Namun akibatnya ia dipecat dari jabatannya sebagai
Presiden dan CEO pada tanggal 14 Oktober 2011.
2. Tsuyoshi Kikukawa
Kikukawa bergabung dengan Olympus Corporation pada bulan
Oktober 1964. Pada Juni 1993, ia menjadi Managing Director yang
bertanggung jawab atas Humas & Advertising Dept. Pada bulan Februari
Kasus Penyimpangan Akuntansi Perusahaan Olympus | 4

2011, Kikukawa menyerahkan gelar presidennya kepada Michael


Woodford, ia tetap menjabat sebagai ketua dewan dan CEO. Kikukawa
tetap menjadi ketua saat Woodford dipromosikan menjadi CEO pada 30
September 2011. Kikukawa kembali menjadi presiden dan CEO dua
minggu kemudian setelah Woodford digulingkan. Kikukawa
mengundurkan diri sebagai ketua, presiden, dan CEO pada 26 Oktober
2011. Menjelang pertemuan dewan pada 25 November 2011, Kikukawa
mengumumkan pengunduran dirinya. Pada tahun 2013, ia dijatuhi
hukuman tiga tahun penjara. Kikukawa tidak terbukti telah melakukan
atau terlibat dalam skema tersebut.
3. Hisashi Mori
Hisashi Mori adalah Executive Vice President of Olympus
Corporation sampai pengunduran dirinya pada bulan November 2011.
Mori bergabung dengan Olympus pada bulan April 1981. Ia menjadi
General Manager, Divisi Keuangan sejak Juli 2001. Mori menjabat
sebagai direktur utama Olympus Corporation sejak Juni 2006. Pada tahun
2013, ia dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara, akibat skandal di dalam
perusahaan.
4. Hideo Yamada
Hideo Yamada adalah seorang auditor internal Olympus sampai
November 2011. Kemudian Yamada mengundurkan diri. Pada tahun 2013,
ia dijatuhi hukuman 3 tahun penjara. Auditor internal Olympus ini
bertanggung jawab sebagai pihak yang menutup-nutupi skandal Olympus.
5. Shuichi Takayama
Shuici Takayama menjadi Chief Executive Officer dan presiden
Olympus dan menduduki posisi eksekutif atau setingkat direktorat pada
anak perusahaan Olympus lainnya. Ia mengundurkan diri dari semua
posisi dan menyatakannya pada rapat umum di bulan April 2012.
Takayama menuding bahwa Tsuyoshi Kikukawa, yang mundur dari
jabatan Presiden dan Komisaris Olympus pada 26 Oktober lalu sebagai
pihak yang bertanggung jawab atas skandal olympus ini. Sedangkan,
Wakil Presiden Direktur Hisashi Mori dan auditor internal Hideo Yamada
bertanggung jawab sebagai pihak yang menutup-nutupi skandal olympus.
Auditor :
1. KPMG
Pada bulan Oktober 2011 Financial Times melaporkan bahwa terdapat
kejanggalan pada opini KPMG terkait pembukuan Olympus. Sebelumnya,
auditor perusahaan Olympus pada tahun 1990-an adalah Athur Andersen
yang dulu adalah salah satu dari perusahaan akuntan Big Five. Setelah
Kasus Penyimpangan Akuntansi Perusahaan Olympus | 5

Athur jatuh pada tahun 2002, KPMG mengakuisisi unit perusahaan ini di
Jepang, kemudian berganti nama menjadi Asahi & Co. KPMG masih
menjadi auditor hingga tahun 2009. Selama 8 tahun KPMG melakukan
audit, perusahaan akuntan ternama itu tidak mengungkapkan terjadinya
masalah dalam pemberian opini atas laporan keuangan selama mengaudit
perusahaan Olympus.
2. Ernst & Young
Opini Ernst & Young juga yang tidak mengungkap terjadi masalah.
Perantara :
Akio Nakagawa dan Nobumasa Yokoo
Mantan bankir, Akio Nakagawa dan Nobumasa Yokoo dan dua orang
lainnya dicurigai membantu menyembunyikan kerugian investasi besar
D. Kasus Penyimpangan Akuntansi yang Terjadi di Olympus
Olympus, produsen kamera asal Jepang mengaku telah
menyembunyikan kerugian investasi di perusahaan sekuritas selama puluhan
tahun atau sejak era 1990-an. Selama ini, Olympus menutupi kerugiannya
dengan menyelewengkan dana akuisisi. Pengumuman ini merupakan buntut
dari tuntutan mantan CEO Olympus, Michael Woodford yang dipecat pada 14
Oktober 2011. Woodford meminta perusahaan yang berumur 92 tahun ini
menjelaskan transaksi mencurigakan sebesar US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp
11 triliun. Presiden Direktur Olympus Shuichi Takayama menuding Tsuyoshi
Kikukawa, yang mundur dari jabatan Presiden dan Komisaris Olympus pada
26 Oktober lalu, sebagai pihak yang bertanggung jawab. Sementara Wakil
Presiden Direktur Hisashi Mori dan auditor internal Hideo Yamada
bertanggung jawab sebagai pihak yang menutup-nutupi. Keduanya
menyatakan siap jika dituntut hukuman pidana.
Dalam pembukuan Olympus ditemukan sejumlah dana mencurigakan
terkait akuisisi produsen peralatan medis asal Inggris, Gyrus, pada tahun 2008
lalu senilai US$ 2,2 miliar (Rp 18,7 triliun), yang juga melibatkan biaya
penasihat US 687 juta (Rp 5,83 triliun) dan pembayaran kepada tiga
perusahaan investasi lokal US$ 773 juta (Rp 6,57 triliun).
Dana-dana tersebut ternyata digunakan untuk menutupi kerugian
investasi di masa lalu tersebut. Hal itu terlihat sangat gamblang ketika dalam
beberapa bulan kemudian, pembayaran kepada tiga perusahaan investasi lokal
itu dihapus dari pembukuan Olympus. Kasus ini dipastikan akan menyeret
Olympus, beserta para direksi dan akuntannya kena tuntutan pidana untuk
pasal manipulasi laporan keuangan dari para pemegang sahamnya. Banyak
analis yang kini mempertanyakan masa depan perusahaan yang dibentuk pada
1919 sebagai produsen mikroskop itu.

Kasus Penyimpangan Akuntansi Perusahaan Olympus | 6

Pengumuman yang mengejutkan ini juga membuat saham Olympus


jatuh 29% ke posisi terendahnya dalam 16 tahun terakhir. Perusahaan ini
sudah kehilangan 70% nilai pasarnya, setara Rp 5,1 triliun, sejak ditinggal
Woodford, yang terus mempertanyakan investasi bodong tersebut. Pihak
Olympus mengaku masih akan menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut
sebelum menyatakan apakah ada pihak lain yang ikut terlibat. Mori sudah
dipecat pada hari yang sama, sementara auditor internal sudah meminta
pengunduran diri.
Kasus yang menimpa Olympus ini langsung menjadi perhatian media
lokal karena merupakan skandal penipuan perusahaan terbesar di Jepang
sejak serangkaian skandal broker di era 1990-an, salah satunya adalah broker
terbesar keempat di Jepang, Yamaichi Securities pada 1997. Olympus
mengaku menyelewengkan sejumlah dana akuisisi tersebut dengan disalurkan
ke banyak perusahaan investasi supaya tidak mudah terdekteksi. Praktik yang
lazim dilakukan perusahaan-perusahaan Jepang setelah krisis ekonomi Jepang
tahun 1990 lalu.
E. Pelanggaran Kode Etis Akuntansi Manajemen Olympus
Skandal Olympus merupakan salah satu yang terbesar dalam sejarah
korporasi di Jepang, dimana kasus manipulasi laporan keuangan yang mereka
lakukan benar-benar merugikan bukan hanya perusahaan Olympus, tapi
merusak citra perusahaan-perusahaan di Jepang.
Seperti yang diketahui, Jepang memiliki budaya yang sangat kental
akan kecintaan terhadap bangsa sendiri, budaya tersebut juga mengakar
kepada perusahaan asli Jepang termasuk Olympus. Kebanyakan pegawai atau
bagian dari manajemen perusahaan memiliki loyalitas dan kecintaan yang
tinggi terhadap perusahaan. Tetapi loyalitas tersebut disalahartikan dengan
menutup-nutupi kebobrokan perusahaan. Berikut pelanggaran kode etis
akuntansi manajemen yang dilakukan oleh Olympus :
1. Tata Kelola Perusahaan yang Buruk
Berbeda dengan perusahaan Barat (MNCs), Olympus dalam struktur
tata kelola perusahaannya menempatkan Komite Audit pada level yang
sama dengan Dewan Direksi, dimana Dewan Direksi juga memiliki
wewenang untuk mengamati kinerja Komite Audit, padahal seharusnya
Komite Audit dan Dewan Direksi merupakan bagian yang terpisah, dan
Komite Audit bekerja secara independen untuk mengamati dan mengawasi
kinerja Dewan Direksi beserta manajemen apakah sudah sesuai dengan
kontrol internal perusahaan atau tidak, bukan malah sebaliknya diawasi
oleh Dewan Direksi.
Olympus juga tidak menempatkan eksekutif maupun non-eksekutif
independen dalam jajaran direksinya, dalam hal ini bukan hanya Olympus
tapi hampir semua perusahaan di Jepang tidak bisa menerima perubahan
Kasus Penyimpangan Akuntansi Perusahaan Olympus | 7

dengan menempatkan eksekutif atau non-eksekutif asing dalam jajaran


direksinya.
2. Manipulasi Laporan Keuangan Teroganisir
Tobashi dalam bahasa Jepang berarti "to make fly away : untuk
membuatnya hilang" - mengacu pada teknik akuntansi yang digunakan
oleh perusahaan untuk menyembunyikan kerugian investasi, biasanya
dengan mentransfer kerugian menjadi aset untuk perusahaan sekutu atau
perusahaan anak (Soble, 2011). Meskipun tobashi skema muncul di
Jepang, perilaku seperti itu tidak asing lagi bagi skandal yang dialami
perusahaan lainnya, termasuk Enron dan Lehman Brothers. Dalam
menyembunyikan kredit macet, skema tobashi membuat perusahaan
terlihat lebih baik. Dengan menjual aktiva bermasalah atau pinjaman ke
perusahaan dummy, kerugian dapat dicegah untuk muncul di laporan
keuangan (WSJ, 2011). Tobashi itu sah di Jepang sampai akhir 1990-an,
dan tidak diizinkan untuk dipraktekan lagi ketika aturan diperketat.
Dalam kasus Olympus, tobashi dipraktekkan dari 1990-an,
mengabaikan aturan Jepang terhadap skema tersebut. Dengan cara yang
berbelit-belit, Olympus memberikan pinjaman kepada bank investasi
asing, yang kemudian melanjutkan untuk membeli produk yang paling
tidak menguntungkan dari produksi dari mereka. Pinjaman tersebut
dilakukan sebagai upaya untuk menyembunyikan sekuritas Olympus atas
kerugian investasi terkait. "Produk tobashi itu tidak merupakan
pelanggaran terang-terangan terhadap hukum Jepang pada waktu itu, tapi
perilaku itu tetap dianggap tidak pantas (Jiji, 2011)."
Dengan skema Tobashi, Olympus telah melakukan penipuan atas
laporan keuangan perusahaan selama 20 tahun. Sekalipun skema Tobashi
sebenarnya dilegalkan di Jepang sampai akhir 1990-an, tapi dalam praktik
manajemen hal ini seharusnya tidak pantas dilakukan oleh manajemen
sekalipun tidak melanggar hukum melalui praktek merger dan akuisisi
yang kompleks, Olympus telah memanipulasi laporan keuangannya dan
menyembunyikan kerugian investasi mereka. Padahal seharusnya, harus
ada transparansi atas kinerja manajemen yang dilaporkan atau
dipertanggungjawabkan dalam laporan keuangan.
Hal ini bukan dilakukan per individu melainkan teroganisir secara
keseluruhan dalam badan organisasi Olympus. Baik dari manajemen level
atas sampai level bawah telah bekerjasama dengan sangat baik selama
hampir 20 tahun untuk menutupi kerugian tersebut. Kepemimpinan
keuangan seluruh perusahaan berkolusi dengan satu sama lain,
memungkinkan bahwa semua transaksi mencurigakan bisa luput di bawah
pengawasan auditor internal Olympus. Auditor Internal Olympus, Hideo
Yamada secara sengaja membantu menutup-nutupi kerugian investasi yang
Kasus Penyimpangan Akuntansi Perusahaan Olympus | 8

dialami oleh Olympus dan memberikan opini wajar atas kondisi internal
Olympus. Bahkan dalam salah satu catatan investigasi atas Olympus
disebutkan, salah satu mantan Direktur Operasional Olympus secara
sengaja menyarankan penggantinya untuk tidak membuka mulut dan
menutupi manipulasi yang dilakukan oleh Olympus. Ini menunjukkan
kinerja manajemen yang tidak independen dan terlalu kolektif.
F. Dampak Penyimpangan Akuntansi yang Dilakukan Oleh Olympus
Skandal manipulasi yang dilakukan oleh manajemen Olympus,
membuat Olympus hampir dihapuskan dari Tokyo Stock Exchange, Olympus
telah mendapat ancaman akan dihapuskan dari STE, jika mereka tidak
memberikan penjelasan tertulis atas kondisi perusahaan.
Laporan pertanggungjawaban Olympus yang tertuang dalam Report
for 144th Term akhirnya menjelaskan kondisi Olympus yang sebenarnya
kepada pihak yang berkepentingan pada April 2012. Pada laporan keuangan
yang telah diaduit tersebut, terjadi penurunan nilai aset dari 966 miliar
menjadi tersisa hanya 605 miliar, sebagai akibat kerugian investasi yang
tidak dilaporkan oleh Olympus.
Report for 144th Terms seperti pengakuan dosa Olympus terhadap
khalayak ramai akan penipuan besar yang telah mereka lakukan, memecat 7
jajaran direksi, dan menata ulang manajemen perusahaan dengan
memasukkan orang-orang baru untuk mengisi BoD Olympus. Nilai
perusahaan juga turun drastis yaitu hampir 75% dari nilai sebelumnya sebagai
dampak penurunan kepercayaan investor terhadap manajemen Olympus,
akhirnya Olympus harus menjual sahamnya kepada Sony agar tidak gulung
tikar. Sony kini menjadi pemilik Olympus atas kepemilikan saham sebesar
51%.

BAB I I I
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam kasus yang terjadi pada perusahaan Olympus, terlihat beberapa
pelanggaran etika akuntan manajemen, dalam keberlangsungan perusahaan
selama 20 tahun. Manajemen dalam perusahaan ini telah melanggar semua
standar akuntansi manajemen sehingga dalam penyampaian output ataupun
Kasus Penyimpangan Akuntansi Perusahaan Olympus | 9

laporan keuangan bagi pengguna internal maupun eksternal tidak


mencerminkan hal yang terjadi dalam perusahaan. Manajemen secara khusus
tidak mematuhi standar kompetensi dan objektifitas dengan memberikan
laporan keuangan palsu. Hal ini berdampak pada ketidakpercayaan investor,
sehingga harga saham langsung terjun bebas yaitu hampir 75%.
B. Saran
Sebaiknya, Olympus harus mempertimbangkan untuk menerapkan
tata kelola perusahaan yang lebih ke Barat dimana Komite Audit dan Dewan
Direksi dipisahkan, dan Komite Audit bekerja secara independen untuk
mengamati dan mengawasi kinerja Dewan Direksi beserta manajemen, bukan
malah sebaliknya diawasi oleh Dewan Direksi.
Manajemen Olympus harus mengimplementasikan budaya
independensi dan keterbukaan atas informasi yang terjadi pada perusahaan
dengan memasukkan orang-orang yang non-Jepang,
Manajemen Olympus perlu menanamkan budaya anti penyuapan dan
kebijakan perlu diperketat. Semua dewan direksi harus diberikan pelatihan
kepatuhan tahunan dan setiap tahunnya mengakui kode etik tambahan khusus
selain kode biasa yang mengatur direksi untuk memiliki standar yang lebih
tinggi.

D AFTAR PU S TAK A
http://id.wikipedia.org/wiki/Olympus_Corporation
http://profil.merdeka.com/mancanegara/o/olympus/
http://koranjakarta.com/index.php/detail/view01/74727
http://www.indonesiafinancetoday.com/read/16661/Olympus-Skandal-KorporasiBaru-di-Jepang
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_people_involved_in_the_Olympus_scandal
Kasus Penyimpangan Akuntansi Perusahaan Olympus | 10

Tania Kautsarrahmelia.2013.Skripsi Pengaruh Independensi, Keahlian,


Pengetahuan Akuntansi dan Auditing serta Skeptisme Profesional Auditor
Terhadap Ketepatan Pemberian Opini Audit Oleh Akuntan Publik.Jakarta:
UIN Syarifhidayatullah.
http://finance.detik.com/read/2011/11/08/153440/1763010/4/2/skandal-penipuankorporasi-terbesar-jepang-oleh-olympus
http://apbusinessethic.blogspot.com/2014/03/tugas-1-kelas-b-ppak-2014kasus.html

Kasus Penyimpangan Akuntansi Perusahaan Olympus | 11

You might also like