Professional Documents
Culture Documents
Otot yang melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari
musculus nasalis dan musculus depressor septum nasi.
Perdarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-cabang arteri facialis, arteri dorsalis
nasi cabang arteri opthalmika dan arteri infraorbitalis cabang arteri maxillris interna. Pembuluh
baliknya menuju vena facialis dan vena opthalmica. Sedangkan perdarahan untuk rongga hidung
terdiri dari arteri ethmoidalis anterior dan posterior, arteri sphenopalatina cabang maxillaris
interna, arteri palatina mayor dan arteri labialis superior. Dan vena-vena pada rongga hidung
akan membentuk plexus cavernosus yang terdiri dari vena sphenopalatina, vena facialis dan vena
ethmoidalis anterior dan berakhir di vena opthalmica.
Persarafan otot-otot hidung oleh nervus facialis pada bagian motoriknya. Kulit sisi medial
punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi oleh cabang-cabang infratrochlearis dan
nasalis externus nervus opthalmicus/ N. V.1; kulit sisi lateral hidung dipersarafi oleh cabang
infraorbitalis nervus maxillaris/ N. V. 2. Sedangkan untuk rongga hidung dipersarafi oleh nervus
1, nervus V, nervus ethmoidalis anterior, nervus infraorbitalis dan nervus canalis pterygoidei.
Kemoreseptor penghidu terletak di epitel olfaktorius/ N. 1 yaitu suatu daerah khusus dari
membran mukosa yang terdapat pada pertengahan kavum nasi dan pada permukaan chonca
nasalis superior. Epitel olfaktorius adalah epitel bertingkat torak bersilia yang terdiri atas 3 jenis
sel yaitu sel ofaktorius, sel penyokong dan sel basal. Dari nervus olfaktorius ini akan membentuk
bulbus olfaktorius dengan bersinaps pada dendrit-dendrit sel mitral membentuk glomerulus
olfaktorius dan akson sel mitral membentuk traktus olfaktorius. Dari traktus olfaktorius impuls
penghidu dihantarkan kepusat penghidu dikorteks serebri yaitu uncus dan bagian anterior gyrus
hipokampus dan terakhir kehipotalamus dan sistem limbik.
Anatomi
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh
septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Setiap kavum nasi
mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut
sebagai vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang memiliki banyak kelenjar sebasea dan
rambut-rambut yang disebut dengan vibrise
Septum Nasi
Dinding medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang rawan, dilapisi
oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang sedangkan
diluarnya dilapisi juga oleh mukosa hidung
dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang dinamakan dengan meatus. Tergantung dari
letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Dinding inferior
merupakan dasar hidung yang dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus
horizontal os palatum (Ballenger 1997; Hilger 1989).
Dinding superior atau atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasi,
prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap
hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filament-filamen n.olfaktorius yang berasal
dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan
permukaan kranial konka superior
Perdarahan
Bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sfenopalatina yang merupakan
cabang dari arteri maksilaris (dari arteri karotis eksterna). Septum bagian antero-inferior
diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang dari arteri maksilaris) yang masuk melalui
kanalis insisivus. Arteri labialis superior (cabang dari arteri fasialis) memperdarahi septum
bagian anterior mengadakan anastomose membentuk pleksus Kiesselbach yang terletak lebih
superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga Littles area yang merupakan
sumber perdarahan pada epistaksis
Arteri karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri etmoidalis
anterior dan superior
Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri maksilaris interna,
diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen
sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung
posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri
fasialis
Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior septum ke pleksus pterigoideus
dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada bagian superior vena etmoidalis
mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus sagitalis superior.
Persarafan
Bagian antero-superior septum nasi mendapat persarafan sensori dari nervus etmoidalis anterior
yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang berasal dari nervus oftalmikus (n.V1).
Sebagian kecil septum nasi pada antero-inferior mendapatkan persarafan sensori dari nervus
alveolaris cabang antero-superior. Sebagian besar septum nasi lainnya mendapatkan persarafan
sensori dari cabang maksilaris nervus trigeminus (n.V2). Nervus nasopalatina mempersarafi
septum bagian tulang, memasuki rongga hidung melalui foramen sfenopalatina berjalan berjalan
ke septum bagian superior, selanjutnya kebagian antero-inferior dan mencapai palatum durum
melalui kanalis insisivus
besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka
udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan
pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu
pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
Mekanisme sistem respirasi merupakan sebuah sistem kerja pernapasan pada manusia.
Secara umum, respirasi terdiri dari 2 proses yaitu proses respirasi eksternal dan respirasi internal.
Respirasi eksternal meliputi pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida) antara cairan
interstisial tubuh dengan lingkungan luar. Tujuan dari respirasi eksternal adalah untuk memenuhi
kebutuhan respirasi sel. Respirasi internal adalah proses absorpsi oksigen dan pelepasan karbon
dioksida dari sel. Proses respirasi internal ini disebut juga respirasi selular, terjadinya di
mitokondria.
Tahapan-tahapan dalam respirasi eksternal:
1. Ventilasi pulmoner atau bernapas, melibatkan perpindahan udara secara fisik keluar
masuk paru-paru.
2. Difusi gas, melewati membran respiratori antara ruangan alveolar dan kapiler alveolar
serta melewati kapiler alveolar dan kapiler jaringan.
3. Transportasi oksigen dan karbon dioksida; antara kapiler alveolar dan kapiler jaringan.
Dalam mekanisme sistem respirasi manusia ini, udara yang terhisap tidaklah murni. Akan ada
beberapa zat-zat lain selain oksigen, seperti debu. Debu dan zat-zat lain ini kemungkinan akan
mengganggu sistem respirasi manusia
Diafragma terdiri atas 3 bagian: bagian kostal, dibentuk oleh serat otot yang bermula dari
iga iga sekeliling bagian dasar rongga toraks, bagian krural, dibentuk oleh serat otot yang
bermula dari ligamentum sepanjang tulang belakang, dan tendon sentral, tempat bergabungnnya
seratserat kostal dan krural. Serat serat krural melintasi kedua sisi esophagus. Tendon sentral
juga mencakup bagian inferior pericardium. Bagian kostal dank rural diafragma dipersarafi oleh
bagian lain dari nervbus prenicus dan dapat berkontrkasi secara terpisah. Sebagai contoh, pada
waktu muntah dan bersendawa, tekanan intraabdominal meningkat akibat kontrkasi serat kostal
diafragma, sedangkan seratserat krural tetap lemas, sehingga memungkina bergeraknya
berbagai bahan dari lambung ke dalam esophagus.
Otot inspirasi penting lainya adalah muskulus interkostalis eksternus yang berjalan dari
iga ke iga secara miring kearah bawah dan kedepan. Iga- iga berputar seolah olah bersendi di
bagian punggung, sehingga ketika otot interkostalis eksternus berkontraksi, iga-iga dibawahnya
akan terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan memperbesar diameter
anteroposterior rongga dada. Diameter transversal boleh dikatakan tidak berubah. Masing
masing otot interkostalis eksternus maupun diafragma dapat mempertahankan interkasi yang
kuat pada keadaan istirahat. Potongan melintang medulla spinalis di atas segmen servikalis
ketiga dapat berakibat fatal bila tidak diberikan pernapasan buatan, namun tidak demikiannya
halnya bila dilakukan pemotongan di bawah segmen servikalis ke lima, karena nerfus frenikus
yang mempersarafi diafragma tetap ututh, nerfus frenikus yang memersarafi diafragma tetap
utuh, nervus frenicus timbul dari medulla spinalis setinggi segmen servikal 3-5. Sebaliknya, pada
penderita dengan paralisis bilateral nervus frenikus yang mempersarafi diafragma tetap utuh,
pernapasan agak sukar tetapi cukup adekuat untuk mempertahankan hidup. Muskulus skalenus
dan sternokleidomastoideus di leher merupakan otot otot inspirasi tambahan yang ikut
membantu mengangkat yang sukar dan dalam.
Apabila otot ekspirasi berkontrakasi, terjadi penurunan volume intratorakal dan ekspirasi
paksa. Kemampuan ini dimiliki oleh otot otot interkostalis internus karena otot ini berjalan
miring ke arah bawah dan belakang dari iga ke iga, sehingga pada waktu berkontrkasi akan
menarik rongga dada ke bawah, kontrkasi otot dinding abdomen anterior juga ikut membantu
proses ekspirasi dengan cara menarik iga iga ke bawah dan ke dalam serta dengan
meningkatkan tekanan intra abdominal yang akan mendorong diafragma ke atas.
3. Pengaturan Pusat Pernafasan
Pusat kontrol pernapasan yang terdapat di batang otak menghasilkan pola napas yang
berirama. Pusat control pernapasan primer, pusat respirasi medulla, terdiri dari beberapa agregat
badan saraf ke otot otot pernapasan. Selain itu, dua pusat pernapasan lain terletak lebih tinggi
di batang otak di pons pusat pneumostatik dan pusat apneustik. Kedua pusat di pons ini
mempengaruhi sinyal kluar dari pusat pernapasan di medulla. Di sini dijelaskan bagaimana
berbagai region ini berinterkasi untuk menghasilkan irama pernapasan. Neuron Inspirasi dan
ekspirasi terdapat di pusat medula.
Kita menghirup dan menghembuskan napas secara ritmis karena kontrakasi dan relaksasi
bergantian otot otot inspirasi yaitu diafragma dan otot interkostal eksternal, yang masing
masing disarafi oleh saraf frenikus dan saraf interkostal. Badan badansel dari serat serat saraf
yang membentuk saraf ini terletak di medulla spinalis. Impuls yang berasal dari pusat di medulla
berakhir di badan badan sel neuron motorik ini. Ketika neuron motorik diaktifkan maka neuron
tersebut sebaliknya mengaktifkan otot otot pernapasan, menyebabkan inspirasi; ketika neuronneuron ini tidak menghasilkan impuls maka otot inspirasi melemas dan berlangsunglah ekspirasi.
Pusat pernapasan medulla terdiri dari dua kelompok neuron yang dikenal sebagai
kelompok repiratorik dorsal dan kelompok repiratorik ventral.
Kelompok respiratorik dorsal (KRD) terutama terdiri dari neuron inpiratorik yang
serat serat desendens berakhir di neuron motorik yang menyarafi otot inspirasi.
Ketika neuron neuron KRD ini melepas muatan maka terjadi inspirasi, ketika
mereka tidak menghasilkan sinyal terjadilah ekspirasi. Ekspirasi diakhiri karena
neuron neuron inpiratorik kembali mencapai ambang dan melepaskan muatan.
Tekanan Parsial Udara atmosfer adalah campuran gas : udara kering tipikal
mengandung 79% nitrogen (N2) dan 21% O2 , dengan presentasi CO2, uap H2O, gas
gas lain dan polutan hampir dapat diabaikan. Secara keseluruhan, gas gas ini
menimbulkan tekanan atmosfer total sebesar 760 mmHg di permukaan laut.
Tekanan total ini sama dengan jumlah tekanan yang disumbangkan oleh masing
masing gas dalam campuran. Tekanan yang ditimbulkan oleh gas tertentu
berbanding lurus dengan presentasi gas tersebut dalam campuran udara total.
Setiap molekul gas, berapapun ukurannya, menimbulkan tekanan yang sama;
sebagai contoh, sebuah molekul N2 menimbulkan tekanan yang sama dengan
sebuah molekul O2. Karena 79% udara terdiri dari N2, maka 79% dari 760 mmHg
tekanan atmosfer, atau 600 mmHg, ditimbulkan oleh molekul molekul N 2 ,
demikian juga, karena O2 membentuk 21% atmosfer, maka 21% dari 760 mmHg
tekanan atmosfer, atau 160 mmHg, ditimbulkan oleh O2. Tekanan ayng
ditimbulkan secara independen oleh masing - masing gas dalam suatu campuran
gas yang disebut gas parsial, yang dilambangkan oleh P gas, Karena itu, tekanan
parsial O2 dalam udara atmosfer , PO2 , normalnya 160 mmHg. Tekanan parsial
CO2 atmosfer, PCO2, hampir dapat diabaikan (0.23 mmHg). Gas-gas yang larut
dalam cairan misalnya darah / cairan tubuh lain juga menimbulkan tekanan
parsial. Semakin besar tekanan parsial suatu gas dalam cairan, semakin banyak
Komposisi udara alveolus tidak sama dengan komposisi udara atmosfer karena dua
alasan. Pertama, segere setelah udara atmosfer masuk ke saluran napas, perjalanan ke saluran
napas yang lembab menyebabkan udara tersebut jenuh dengan H 2O. Seperti gas lainnya, uap air
adalah 47 mmHg.
Humidifikasi udara yang dihirup ini pada hakekatnya mengencerkan tekanan parsial gas gas
inspirasi sebesar 47 mmHg. Karena jumlah tekanan tekanan parsial harus sama dengan 760
mmHg. Dalam udara lembab, PH2O = 47 mmHg, PN2 = 53 mmHg dan PO2 = 150 mmHg.
Kedua PO2 alveolus juga lebih rendah daripada PO2 atmosfer karena udara segar yang
masuk bercampur dengan sejumlah besar udara lama yang tersisa dalam paru dan dalam ruang
rugi pada akhir ekspirasi sebelumnya. Pada akhir inspirasi, kurang dari 15% udara di alveolus
adalah udara segar. Akibatnya pelembapan dan logis jika kita berpikir bahwa PO 2 akan
meningkat selama inspirasi karena datangnya udara segar dan menurun selama ekspirasi. Namun
fluktuasi yang terjadi kecil saja karena dua sebab. Pertama, hanya sebagian kecil dari udara
alveolus total yang dipertukarkan setiap kali bernapas. Volume udara inpirasi kaya O 2 yang
relative lebih kecil cepat bercampur dengan volume udara alveolus yang tersisa dengan jumlah
yang jauh lebih banyak. Karena itu, O2 udara inspirasi hanya sedikit meningkatkan kadar PO2
alveolus total. Bahkan peningkatan PO2 yang kecil ini berkurang oleh sebab lain. Oksigen secara
terus menerus berpindah melalui difusi pasif menuruni gradien tekanan parsialnya dari alveolus
ke dalam darah. O2 yang tiba di alveolus dalam udara yang baru diinpirasikan hanya mengganti
O2 yang berdifusi keluar alveolus masuk ke kapiler paru. Karena itu, PO 2 alveolus relative
konstan pada setiap 100 mmHg sepanjang siklus pernapasan. Karena PO 2 darah paru seimbang
dengan PO2 alveolus, maka PO2 darah yang meninggalkan paru juga cukup konstan pada nilai
yang sama ini. Karena itu, jumlah O2 dalam darah yang tersedia ke jaringan hanya bervariasi
sedikit selama siklus pernapasan.
Situasi serupa namun terbalik terjadi pada CO2. Karbon dioksida yang secara . secara
tetap ditambahkan ke darah di tingkat kapiler sistemik. Di kapiler paru, CO 2 berdifusi menuruni
gradient tekanan parsialnya dari darah ke dalam alveolus dan kemudia dikeluarkan dari tubuh
sewaktu ekspirasi. Seperti O2, PCO2 alveolus relative tetap konstan sepanjang siklus pernapasan
tetapi dengan nilai yang lebih rendah yaitu 40 mmHg.
Faktor yang Mempengaruhi
Terdiri atas Kurva disosiasi oksihemoglobin dan difusi sebagai berikut :
a. Kurva disosiasi oksihemoglobin
Oksihemoglobin adalah struktur terikatnya oksigen dan hemoglobin. Heme pada unit
hemoglobin adalah kompleks yang terbentuk dari porfirin dan satu atom besi ferro
(Fe). Masing-masing atom besi dapat berikatan secara reversibel dengan satu molekul
O2. Besi tersebut berbentuk ferro sehingga reaksinya adalah aksigenasi bukan
oksidasi. Jika satu heme menangkap O2 maka heme lainnya pun dengan cepat
mengikat O2 (heme-heme effect). Efek tersebut bermanfaat karena menciptakan
efisiensi transportasi di dalam alveoli. Pada transpor O2 dan CO2, viskositas dan
tekanan osmotik bersifat tetap. Hemoglobin yang mengangkut hanya bagian O2
(reduced Hb) dapat menyebabkan afinitas hemoglobin terhadap O 2 rendah sehingga
dengan mudah O2 dilepaskan.
Pengaruh PaO2 terhadap oksihemoglobin tidak digambarkan dengan fungsi lurus. Hal
tersebut berarti pengaruh tekanan oksigen dalam pembuluh darah tidak bersifat
langsung atau proporsi bukan perbandingan 1 : 1.
Terdapat tiga faktor penting yang mempengaruhi kurva ikatan (disosiasi)
oksihemoglobin yaitu pH, suhu, dan konsentrasi 2,3 difosfogliserrat (2,3 DPG).
Penurunan pH atau kenaikan suhu dapat menggeser kurva ke kanan. Bila kurva
bergeser ke arah kanan maka diperlukan PO 2 lebih tinggi yang memungkinkan
hemoglobin dapat berikatan dengan O2 yang diperlukan. Sebaliknya, kenaikan pH
atau penurunan suhu akan mengeser kurva ke arah kiri dan diperlukan PO 2 yang lebih
rendah untuk berikatan dengan O2.
b. Difusi
Stadium kedua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran
antara alveolus-kapiler yang tipis (< 0,5 mm). Kekuatan pendorong untuk
pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan O2
dalam atmosfer sama dengan tekanan laut yakni 149 mmHg (21% dari 760 mmHg).
Pada waktu O2 diinspirasi dan sampai pada alveolus =, tekanan parsial ini mengalami
penurunan sampai sekitar 103 mmHg sebagai akibat dari udara yang tercampur
dengan ruang rugi anatomis pada saluran udara dan dengan uap air.
Faktor-faktor yang menentukan kecepatan difusi gas melalui membran paru-paru
adalah :
a. Semakin besar perbedaan tekanan pada membran maka semakin cepat kecepatan
difusi
b. Semakin besar area membran paru-paru maka semakin kecil besar kuantitas gas
yang dapat berdifusi melewati membran dalam waktu tertentu
c. Semakin tipis membran maka semakin cepat difusi gas melalui membran tersebut
ke bagian yang berlawanan.
d. Koefisien difusi secara langsung barbanding terbalik terhadap kemampuan
terlarut suatu gas dalam cairan membran paru-paru dan berbanding terbalik
terhadap ukuran molekul. Molekul kecil berdifusi lebih tinggi atau cepat daripada
ukuran gas besar yang kurang dapat larut. Nilai koefisien difusi O2 = 1; Nitrogen
=0,53; dan CO2 =20,3. Perbandingan nilai koefisien tersebut menggambarkan
bahwa CO2 paling mudah larut dan N2 yang paling kurang dapat larut.
Kesimpulan
Respirasi yang dilakukan setiap saat meliputi proses inspirasi, ekskresi dan di pengaruhi
oleh organ-organ yang terkait, otot-otot pernapasan dan juga perbedaan tekanan. Semuannya
harus terkoordinasi dengan baik agar mekanisme pernapasan dapat dilakukan dengan baik.
Apabila salah satu komponen diatas ada yang terganggu, maka mekanisme pernapasan bisa
terganggu pula. Saat kita menelan makanan ada organ yang harus terkoodinasi dengan baik agar
makanan tidak masuk kedalam saluran pernapasan, yaitu faring. Jadi semua komponen system
pernapasan haruslah terkoodinasi dengan baik agar mekanisme pernapasan dapat berjalan terus
menerus.