You are on page 1of 46

BAB I

STATUS PEDIATRIK
I. IDENTIFIKASI
Nama

: An. V

Umur

: 7 Bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Berat badan

: 7 kg

Panjang badan

: 67 cm

Lingkar Kepala

: 45 cm

Agama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

Alamat

: Dalam kota

MRS

: 21 November 2014 (14:18 WIB)

II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dilakukan tanggal 21 November 2014, diberikan oleh ibu pasien)
Keluhan utama

: Kaki dan tangan dingin

Keluhan tambahan : Gelisah, Demam


Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak enam hari SMRS pasien mengalami demam yang mendadak tinggi, terus
menerus, suhu diukur 39,6oC, kejang (-), batuk (+), pilek (+), sesak napas (-), mual (+),
muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAB dan BAK
tidak ada keluhan. Kemudian pasien dibawa berobat ke Sp.A, diberi obat racikan 1
macam, batuk dan pilek sembuh, namun demam tinggi masih ada. Demam dirasakan
terus menerus. Pasien masih mau makan dan minum.
Tiga hari SMRS pasien masih mengalami demam tinggi, kejang (-), batuk (+), pilek
(+), sesak napas (-), mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik
kemerahan di kulit (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien mulai tidak nafsu
makan, pasien kembali dibawa berobat ke Sp.A dan dilakukan pemeriksaan darah,
didapatkan hasil Hb: 13,1 gr/dl, Leukosit: 1.900/mm3, Trombosit: 73.000/l, Hematokrit:
39%. Pasien kemudian dirawat di RS Swasta selama 3 hari. Selama dirawat, pasien
1

mendapatkan terapi infus RL 2 kolf, Nacl 0,9% setengah kolf, Aminosteril 6% 100cc,
Ceftriaxone selama 2 hari, Sanmol sirup dan Vitamin. Hasil pemeriksaan darah terakhir
saat dirawat di RS Swasta yaitu Hematokrit 28%, Trombosit 42.000/L, IgM anti-Dengue
(+), dan IgG anti-Dengue (-).
Dua hari SMRS, pasien masih demam tinggi yang terus menerus dan mulai tampak
sesak napas. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, atau perubahan posisi.
Kejang (-), mual (+), muntah (-), bintik kemerahan di kulit (+) pada paha, gusi berdarah
(-), mimisan (-), BAB darah atau BAB hitam (-), tidak mau makan dan minum, pasien
mulai gelisah.
Lima jam SMRS kaki dan tangan pasien teraba dingin dan pucat, pasien tampak
gelisah. Orang tua pasien tidak ingat kapan pasien BAK terakhir. Kemudian pasien
dirujuk ke IGD RSMH Palembang.
Riwayat Penyakit Dahulu
o Riwayat sesak napas sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
o Riwayat penyakit DBD di dalam keluarga dan lingkungan sekitar ada
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan

: Aterm

Partus

: Spontan

Ditolong Oleh

: Bidan

Tanggal

: 09 April 2014

Berat badan

: 2800 gr

Panjang Badan

: 46 cm

Riwayat Makanan
ASI

: Sejak lahir hingga sekarang (12-15x/hari)

Susu Formula

: Belum diberikan

Bubur Susu

: Sejak usia 6 bulan hingga sekarang (3x/hari), satu mangkuk


kecil setiap kali makan

Lain-lain

: Belum diberikan
2

Kesan

: Asupan makanan cukup

Riwayat Vaksinasi
BCG

: Skar (+)

Polio

: (Polio 1, Polio 2, Polio 3)

DPT-HB

: (DPT-HB 1, DPT-HB 2, DPT-HB 3)

Campak

: (-)

Kesan

: Imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik


Pertumbuhan
BB/U

: 0 s/d -2SD

PB/U

: 0 s/d -2SD

BB/PB

: -1SD s/d -2SD

Kesan

: Status gizi baik

Perkembangan
Usia 4 bulan : Tengkurap
Usia 7 bulan : Duduk dengan bantuan
Kesan

: Pertumbuhan sesuai usia

III. PEMERIKSAAN FISIK


(Dilakukan tanggal 21 November 2014)
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum

: Tampak sakit berat

Kesadaran

: E3M4V4

Tekanan Darah

: 70/50 mmHg

Nadi

: 156 kali/menit, reguler, isi dan tegangan kurang

Pernapasan

: 68 kali/menit

Suhu

: 39,1 oC

Berat badan

: 7 kg

Tinggi badan

: 67 cm

Lingkar Kepala

: 45 cm

Keadaan Spesifik
Kepala
Mata

: mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,


refleks cahaya (+/+), pupil bulat, isokor, 3 mm/3 mm

Hidung

: sekret tidak ada, napas cuping hidung ada

Telinga

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Mulut

: Sianosis sirkumoral tidak ada

Tenggorok

: Dinding faring tidak hiperemis, T1-T1, tenang, tidak hiperemis

Leher

: perbesaran KGB tidak ada, JVP tidak meningkat, kaku kuduk tidak
ada, Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-)

Thorax
Paru-paru
Inspeksi

: Statis dan dinamis simetris, retraksi ada (intercostae)

Palpasi

: Strem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: Vesikuler (/ ), ronkhi basah halus (+/+) di basal, wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi

: Pulsasi, iktus cordis, dan voussour cardiaque tidak terlihat

Palpasi

: Thrill tidak teraba

Perkusi

: Jantung dalam batas normal

Auskultasi

: HR = 156 kali/menit, irama reguler, murmur dan gallop tidak ada,


bunyi jantung I dan II normal

Abdomen
Inspeksi

: Cembung

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Palpasi

: Lemas, hepar teraba 3 jari di bawah arcus costae, tepi tajam, permukaan
rata, konsistensi kenyal, lien tidak teraba, turgor kulit segera kembali

Perkusi

: Timpani

Lipat paha dan genitalia


Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Ekstremitas
Superior : Akral dingin (+), pucat (+), sianosis (-), edema (-), petechie (-), CRT < 2s
Inferior : Akral dingin (+), pucat (+), sianosis (-), edema (-), petechie (+), CRT < 2s
4

IV. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM


(21 November 2014 pukul 05:00 di RS Swasta)
Leukosit

: 13,2 x 10/mm

Ht

: 28 %*

Trombosit

: 42 x 103/mm3*

IgM anti-Dengue

: (+)*

IgG anti-Dengue

: (-)

(21 November 2014 pukul 20:31 di RSMH)


Hb

: 10,1 g/dl*

Kalsium

: 8,2 mg/dl*

Eritrosit

: 3,96 x 106/mm

Natrium

: 137 mEq/L

Leukosit

: 17,5 x 10/mm

Kalium

: 3,7 mEq/L

Ht

: 29 %*

Trombosit

: 107 x 103/mm3*

Hitung Jenis : 0/0*/0*/26*/42*/32*


V. DIAGNOSIS BANDING
Dengue Syok Sindrom
Syok Septik
VI.

DIAGNOSIS KERJA
Dengue Syok Sindrom

VII. RENCANA PEMERIKSAAN


Pemeriksaan darah (Hb, Ht, Trombosit serial/6 jam)
Uji serologis IgM dan IgG Anti-Dengue
Rontgen thorax AP
VIII. PENATALAKSANAAN
O2 kanul nasal 2 L/menit
Pemasangan NGT

RL 140 cc (20 cc/kgBB) secepatnya kocor; respons positif, TD: 80/50, nadi
135x/menit, isi dan tegangan cukup RL 70 cc (10 cc/kgBB/jam) selama 2 jam
70 gtt/menit (mikro)
Paracetamol 70 mg via NGT tiap 4-6 jam bila suhu 38,5oC
Dobutamin 35 g/menit
Observasi tanda vital dan diuresis/jam
Observasi tanda-tanda syok dan manifestasi perdarahan
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam


X. RESUME
Pasien an.V, usia 7 bulan, laki-laki dibawa ke IGD RSMH dengan keluhan kaki dan
tangan dingin disertai gelisah. Sejak enam hari SMRS pasien mengalami demam yang
mendadak tinggi, terus menerus, suhu diukur 39,6oC, kejang (-), batuk (+), pilek (+),
sesak napas (-), mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di
kulit (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Kemudian pasien dibawa berobat ke Sp.A,
diberi obat racikan 1 macam, batuk dan pilek sembuh, namun demam tinggi masih ada.
Demam dirasakan terus menerus. Pasien masih mau makan dan minum. Tiga hari SMRS
pasien masih mengalami demam tinggi, kejang (-), batuk (+), pilek (+), sesak napas (-),
mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAB
dan BAK tidak ada keluhan, pasien mulai tidak nafsu makan, pasien kembali dibawa
berobat ke Sp.A dan dilakukan pemeriksaan darah, didapatkan hasil Hb: 13,1 gr/dl,
Leukosit: 1.900/mm3, Trombosit: 73.000/l, Hematokrit: 39%. Pasien kemudian dirawat
di RS Swasta selama 3 hari. Selama dirawat, pasien mendapatkan terapi infus RL 2 kolf,
Nacl 0,9% setengah kolf, Aminosteril 6% 100cc, Ceftriaxone selama 2 hari, Sanmol
sirup dan Vitamin. Hasil pemeriksaan darah terakhir saat dirawat di RS Swasta yaitu
Hematokrit 28%, Trombosit 42.000/L, IgM anti-Dengue (+), dan IgG anti-Dengue (-).
Dua hari SMRS, pasien masih demam tinggi yang terus menerus dan mulai tampak sesak
napas. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, atau perubahan posisi. Kejang
(-), mual (+), muntah (-), bintik kemerahan di kulit (+) pada paha, gusi berdarah (-),
mimisan (-), BAB darah atau BAB hitam (-), tidak mau makan dan minum, pasien mulai
6

gelisah. Lima jam SMRS kaki dan tangan pasien teraba dingin dan pucat, pasien tampak
gelisah. Orang tua pasien tidak ingat kapan pasien BAK terakhir. Kemudian pasien
dirujuk ke IGD RSMH Palembang. Riwayat penyakit dahulu berupa riwayat sesak napas
sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit DBD di dalam keluarga dan lingkungan sekitar
ada. Riwayat kehamilan ibu normal dan riwayat kelahiran anak normal, ditolong bidan.
Riwayat makanan mendapat ASI sejak lahir hingga sekarang. Bubur susu usia 6 bulan
hingga sekarang. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan normal. Riwayat imunisasi
dasar belum lengkap. Status gizi baik. Hasil laboratorium tanggal 21 November 2014 di
RSMH adalah Hb 10,1 g/dl, Ht 29%, trombosit 107x 10/L.
XI. FOLLOW UP
Tanggal 22 November 2014
S : demam (+) hari ke-7, bebas syok 24 jam, anak mau makan dan minum
O : Sensorium

: compos mentis

TD

: 80/50 mmHg

: 140 x/menit (isi/tegangan cukup)

RR

: 40 x/menit

: 38,8oC

Kepala

: edema palpebra (-/-), napas cuping hidung (-),


konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), terpasang O2 kanul
nasal 1 L/menit, SpO2 99%

Thorax

: simetris, retraksi dada (-)

Cor

: ictus cordis tidak terlihat dan tidak teraba,


BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: vesikuler (+/+) normal, rhonki (+/+), wheezing (-/-).

Abdomen

: datar, lemas, hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae, tepi tajam,
permukaan rata, konsistensi kenyal, lien tidak teraba,
BU (+) normal

Ekstremitas :

akral dingin (-), CRT <2 s, petechie (+) pada paha,


edema pretibial (-)

Diuresis

4 cc/kgBB/jam

Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
SGOT
SGPT

Pukul 11.00
9,6 gr/dL
27 %
117 x 103/L
5530 U/L
2397 U/L

A : Dengue Syok Sindrom post Resusitasi 24 jam


P : O2 kanul nasal 1 L/menit
IVFD RL 7 cc/kgBB/jam 50 gtt/menit (mikro)
Paracetamol 70 mg via NGT tiap 4-6 jam bila suhu 38,5oC
Tanggal 23 November 2014
S : demam (-), bebas syok 48 jam, anak mau makan dan minum
O : Sensorium

: compos mentis

TD

: 80/50 mmHg

: 132 x/menit (isi/tegangan cukup)

RR

: 38 x/menit

: 37,3oC

Kepala

: edema palpebra (-/-), napas cuping hidung (-),


konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), terpasang O2 kanul
nasal 1 L/menit, SpO2 97%

Thorax

: simetris, retraksi dada (-)

Cor

: ictus cordis tidak terlihat dan tidak teraba,


BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: vesikuler (+/+) normal, rhonki (+/+), wheezing (-/-).

Abdomen

: datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) normal

Ekstremitas :

akral dingin (-), CRT <2 s, petechie (+) pada paha,


edema pretibial (-)

Diuresis

3 cc/kgBB/jam

Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan

Pukul 00.00

Pukul 10.00

Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
SGOT
SGPT
Dengue IgM
Dengue IgG

8,8 gr/dL
26 %
185 x 103/L
-

8,3 gr/dL
24 %
172 x 103/L
3041 U/L
1999 U/L
Positif
Positif

A : Dengue Syok Sindrom post Resusitasi 48 jam


P : O2 kanul nasal 1 L/menit
IVFD RL 5 cc/kgBB/jam 35 gtt/menit (mikro)
Paracetamol 70 mg via NGT tiap 4-6 jam bila suhu 38,5oC
Furosemid 2 x 3,5 mg IV
Tanggal 24 November 2014
S : demam (-), bebas syok 96 jam, anak mau makan dan minum
O : Sensorium

: compos mentis

TD

: 80/50 mmHg

: 148 x/menit (isi/tegangan cukup)

RR

: 40 x/menit

: 36,7oC

Kepala

: edema palpebra (-/-), napas cuping hidung (-),


konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), terpasang O2 kanul
nasal 1 L/menit, SpO2 98%

Thorax

: simetris, retraksi dada (-)

Cor

: ictus cordis tidak terlihat dan tidak teraba,


BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen

: datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) normal

Ekstremitas :

akral dingin (-), CRT <2 s, edema pretibial (-)

Diuresis

3 cc/kgBB/jam

A : Dengue Syok Sindrom post Resusitasi 96 jam


P : O2 kanul nasal 1 L/menit
IVFD RL 3 cc/kgBB/jam 20 gtt/menit (mikro)
Paracetamol 70 mg via NGT tiap 4-6 jam bila suhu 38,5oC
9

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dengue Shock Syndrome
2.1.1 Definisi
Dengue shock syndrome (DSS) adalah sindrom syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue.
Dengue Shock Syndrome bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan
masyarakat yang menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan suatu
permasalahan klinis, karena 30-50% penderita demam berdarah dengue akan mengalami
renjatan dan berakhir dengan kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.
2.1.2 Etiologi
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang
berbeda antigen.Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan
seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga
seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali
seumur hidupnya. Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor resiko
penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas,
dan predisposisi genetis.
Virus dengue yang matur terdiri dari single stranded RNA genom (ssRNA) yng
mempunyai polaritas positif. Genom ini dikelilingi oleh Nucleocapsid icosahedral dengan
diameter 30 nm. Nucleocapsid ini ditutupi oleh suatu lipid envelope yang tebalnya 10 nm.
Genom virus mengandung 3 protein struktural dan 7 protein non struktural. Protein struktural
termasuk kapsul protein yang kaya arginine dan lisin serta protein prM nonglycosylated.
Sedangkan protein non struktural dikenal sebagai NS1-7 yang mempunyai fungsi yang
berbeda.

11

2.1.3 Insiden
Suatu penelitian di Jakarta oleh Sumarmo (1973-1978) mendapatkan bahwa
penderita DSS terutama pada golongan umur 1-4 tahun (46,5%), sedang wong (1973) dari
singapura melaporkan pada umur 5-10 tahun dan di Manadoterutama dijumpai pada umur 6-8
tahun kemudian pada tahun 1983 didapatkan terbanyak pada umur 4-6 tahun. Tidak terdapat
perbedaan antara jenis kelamin tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak
perempuan daripada anak laki-laki.
Jumlah penderita DBD/DHF yang mengalami renjatan berkisar antara 26-65%,
dimana Sumarmo dkk. (1985) mendapatkan 63%, Kho dkk. (1979) melaporkan 50%,
Rampengan (1986) melaporkan 59,4% sedangkan WHO (1973) melaporkan 65,45% dari
seluruh penderita demam berdarah dengue yang dirawat.
2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi pada Dengue Shock Syndrom ialah tejadinya peninggian permeabilitas
dinding pembuluh darah yang mendadak dengan akibat terjadinya perembesan plasma dan
elekrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk kedalam ruang interstitial,
sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi cairan ke
rongga serosa.
Pada penderita dengan renjatan berat maka volume plasma dapat berkurang sampai
kurang lebih 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan hipovolemi ini bila tidak
segera diatasi maka dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, sehingga
terjadi pergeseran ion kalium intraseluler ke ekstraseluler. Mekanisme ini diikuti pula dengan
penurunan kontraksi otot jantung dan venous pooling, sehingga lebih lanjut akan
memperberat renjatan.
Sebab lain kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang
biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi adekuat.
Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh :
a.

Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa


demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan.

b.

Gangguan fungsi trombosit

c.

Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa


protrombin memanjang sedangkan sebagian besar penderita
didapatkan masa thrombin norma. Beberapa factor pembekuan
menurun, termasuk factor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen.
12

d.

Pembekuan intravaskuler yang meluas (Disseminated Intravascular


Coagulation-DIC).

2.1.5 Manifestasi Klinis


Dengue Shock Syndrome (DSS) menurut klasifikasi WHO (1975) merupakan
demam berdarah dengue derajat III dan IV atau demam berdarah dengue dengan tanda-tanda
kegagalan sirkulasi sampai tingkat renjatan.
Terjadinya renjatan pada DBD biasanya terjadinya pada saat atau setelah demam
menurun yaitu antara hari ke-3 dan ke-7, bahkan renjatan dapat terjadi pada hari ke-10.
Manifestasi klinik renjatan pada anak terdiri atas :
a.

Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan
dan hidung.

b.

Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat-laun ksadaran


menurun menjadi apati, spoor dan koma.

c.

Peubahan nadi baik frekuensi maupun amplitudonya.

d.

Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.

e.

Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.

f.

Oligouri sampai anuria.

2.1.6 Diagnosis
Hingga kini diagnosis DBD/DSS masih berdasarkan atas patokan yang telah
dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2 kriteria
laboratorik dengan syarat bila criteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria
klinik (satu diantaranya ialah panas) seperti yang telah diuraikan diatas.
Derajat I dan II disebut DHF/DBD tanpa renjatan sedang derajat III dan IV disebut
DHF/DBD dengan renjatan atau DSS. Wong dkk. (1973) juga mengemukakan beberapa tanda
dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnosis klinik penderita dengue shock syndrome,
yaitu :
1.
2.
3.
4.

Clouding of sensorium
Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun
Nyeri perut
Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis, hematemesis,

melena, hematuri, dan hemoptisis


5. Trombositopenia berat
6. Adanya pleural efosion pada toraks foto
7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG
13

Diagnosa (Kriteria WHO):


Klinis:
1.
2.
3.
4.

Panas 2 7 hari
Tanda-tanda perdarahan, paling tidak tes RL yang positif
Adanya pembesaran hepar
Gangguan sirkulasi yang ditandai dengan penurunan tekanan darah, nadi meningkat
dan lemah serta akral dingin

Laboratorium:
1. Terjadi hemokonsentrasi (PCV meningkat > 20 %)\
2. Thrombocytopenia (Thrombocyte <100.000/cmm)
Dengan merujuk kepada pengertian dari DHF Shock (DSS), yaitu demam berdarah
dengue yang disertai dengan gangguan sirkulasi, terdiri dari, maka dapat diperoleh pula
kriteria klinis DSS sebagai berikut
DHF grade III :
1.
2.
3.
4.

Tekanan darah sistolik < 80 mmHg


Tekanan nadi < 20 mmHg
Nadi cepat dan lemah
Akral dingin

DHF grade IV :
1. Shock berat
2. Tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba
2.1.7 Penatalaksanaan
Pada dasarnya bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai
akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DB dapat
berobat jalan,sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus
DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis pada umunya terjadi pada
hari ke-3.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan
muntah. Pasien perlu diberi minum banyak, 50ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air
teh dengan gula, sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi,
berikan cairan rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hiperpireksi dapat diatasi
dengan antipiretik, dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan alkohol
14

70%.Parasetanol

direkomendasikan

untuk

mengatasi

demam

dengan

dosis

10-

15mg/kgBB/kali.
Segera beri infus kristaloid (Ringer Laktat atau NaCl 0,9%) 20 ml/kgBB secepatnya
(diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 liter/menit. Untuk DSS berat (DBD
derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur, diberikan ringer laktat 20 mg/kgBB
bersama koloid). Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6
jam. Periksa elektrolit dan gula darah.
Apabila dalam waktu 3 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat belum
dilanjutkan 20 ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (dekstran 40)
sebanyak 10-20 ml/kgBB, maksimal 30 ml/kgBB (koloid diberikan pada jalur infus yang
sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya. Observasi keadaan umum, tekanan darah,
keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit
dan gula darah.
2.1.8 Komplikasi
1. Perdarahan massif
2. Kegagalan pernapasan akibat udema parau atau kolaps paru
3. Ensefalopati dengue
4. Kegagalan jantung
2.1.9 Indikasi Memulangkan Pasien
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik


Nafsu makan membaik
Tampak perbaikan secara klinis
Hematokrit stabil
Jumlah trombosit > 50.000/ml
Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
minimal tiga hari setelah syok teratasi

2.1.10 Pencegahan
Pengembangan vaksin untuk dengue sangat sulit karena keempat jenis serotipe virus
bisa mengakibatkan penyakit. Perlindungan terhadap satu atau dua jenis serotipe ternyata
meningkatkan resiko terjadinya penyakit yang serius.
Saat ini sedang dicoba dikembangkan vaksin terhadap keempat serotipe sekaligus.
sampai sekarang satu-satunya usaha pencegahan atau pengendalian dengue dan dhf adalah
dengan memerangi nyamuk yang mengakibatkan penularan. A. aegypti berkembang biak
terutama di tempat-tempat buatan manusia, seperti wadah plastik, ban mobil bekas dan
15

tempat-tempat lain yang menampung air hujan. nyamuk ini menggigit pada siang hari,
beristirahat di dalam rumah dan meletakkan telurnya pada tempat-tempat air bersih
tergenang.
Pencegahan dilakukan dengan langkah 3M:
1. menguras bak air
2. menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak nyamuk
3. mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air.
Di tempat penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh
larva nyamuk seperti abate. Hal ini bisa mencegah perkembangbiakan nyamuk selama
beberapa minggu, tapi pemberiannya harus diulang setiap beberapa waktu tertentu. di tempat
yang sudah terjangkit dhf dilakukan penyemprotan insektisida secara fogging, tapi efeknya
hanya bersifat sesaat dan sangat tergantung pada jenis insektisida yang dipakai. Di Samping
itu partikel obat ini tidak dapat masuk ke dalam rumah tempat ditemukannya nyamuk
dewasa. Untuk perlindungan yang lebih intensif, orang-orang yang tidur di siang hari
sebaiknya menggunakan kelambu, memasang kasa nyamuk di pintu dan jendela,
menggunakan semprotan nyamuk di dalam rumah dan obat-obat nyamuk yang dioleskan.
2.1.11 Prognosis
Prognosa penderita tergantung dari beberapa faktor :
1. Sangat erat kaitannya dengan lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, adekuat
tidaknya penanganan
2. Ada tidaknya rekuren syok yang terutama terjadi dalam 6 jam pertama pemberian
infuse dimulai
3. Panas selama renjatan
4. Tanda-tanda serebral
2.2 Syok pada Anak
Syok adalah syndrome gawat akut akibat ketidakcukupan perfusi dalam memenuhi
kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan metabolik (kebutuhan
oksigen) atau penurunan pasokan metabolik. Ketidakcukupan akan pasokan oksigen
mengakibatkan tubuh merespon dengan merubah metabolisme energi sel menjadi anaerobic,
akibatnya dapat terjadi asidosis laktat. Jika perfusi oksigen ke jaringan terus berkurang maka
respon system endokrin, pembuluh darah, inflamasi, metabolisme, seluler dan sistemik akan
muncul dan mengakibatkan pasien menjadi tidak stabil.

16

Syok adalah proses yang progresif, dimana apabila tubuh tidak mampu mentoleransi
maka dapat mengakibatkan kerusakan irreversible pada organ vital dan dapat menyebabkan
kematian. Syok memiliki pola patofisiologi, manisfestasi klinis, dan pengobatan berbeda
tergantung pada etiologinya. Hypovolemic dan septic syok adalah syok yang paling sering
dijumpai pada anak- anak, cardiogenik syok dijumpai pada neonatus yang memiliki kelainan
jantung congenital juga pasca bedah kelainan jantung congenital syok bisa terjadi pada anak
yang lebih dewasa.
Syok sering menimbulkan sindrom respon inflamasi sistemik dan sindrom kegagalan
multiorgan. Kegagalan kardiovaskular diakibatkan oleh kekurangan kardiak output (CO),
sistemik vascular resistance (SVR), atau keduanya. CO adalah hasil dari heart rate dan stroke
volume. Stroke volume ditentukan oleh tekanan pengisian ventrikel kiri dan kontraksi
miokard. SVR menggambarkan tahanan ke ejeksi ventrikel kiri (afterload). Di dalam kamus
"shock," yang didominasi vasokonstriksi di klasifikasikan sebagai "cold shock" dan yang
didominasi oleh vasodilatasi disebut "warm shock." Pengenalan dan manajemen yang dini
dari berbagai tipe dan kegagalan sirkulasi adalah sangat krusial untuk mengembalikan perfusi
jaringan yang adekuat sebelum kerusakan organ menjadi irreversible.
2.2.1 Epidemiologi
Kejadian syok pada anak dan remaja sekitar 2% pada rumah sakit di Amerika serikat,
dimana angka kematian sekitar 20-50% kasus. Hampir seluruh pasien tidak meninggal pada
fase hipotensi tapi karena hasil dari satu atau lebih komplikasi akibat syok. Disfungsi
multiple organ meningkatkan resiko kematian( satu organ 25% kematian, dua organ 60%
kematian, tiga organ atau lebih >85%)Angka kematian syok pada anak menurun sebanding
dengan tingkat edukasi yang baik, dimana pengenalan awal syok dan management yang baik
dan cepat memberi kontribusi lebih.
2.2.2 Patofisiologi
Metabolisme aerobic sel bisa menghasilkan 36 Adenosin Triphosphate, sedangkan
pada sel yang kekurangan oksigen (syok) sel akan merubah system metabolisme aerobic
menjadi anaerobic, yang mana hanya menghasilkan 2 ATP molekul tiap molekul glukosa dan
hasil pembentukan dan penimbunan asam laktat. Akhirnya metabolisme sel tidak cukup
menghasilkan energi homeostasis sel, sehingga mengakibatkan gangguan pertukaran ion
melalui membrane sel. Dimana terjadi akumulasi sodium didalam sel dengan pengeluaran
potassium dan penumpukan cytosolic calsium. Sel menjadi membengkak, membrane sel
17

hancur, dan terjadilah kematian sel. Kematian yang luas dari sel menghasilkan kegagalan
pada banyak organ, jika irreversible maka pasien meninggal. Kekacauan metabolic sel
mungkin terjadi dari kekurangan oksigen yang absolute (hipoksia syok) atau kombinasi
hipoksia dan kekurangan substrat khususnya glukosa, disebut sebagai iskemic syok.
Anak-anak bukan orang dewasa yang kecil. Kalimat ini harus dipahami dengan benar
ketika membicarakan distribusi total cairan tubuh dan respon kompensasi kardiovaskular
pada anak-anak selama keadaan insufisiensi sirkulasi yang progresif. Gejala dan tanda syok
yang dapat dengan mudah dilihat pada orang dewasa mungkin tidak akan terlihat pada anak,
mengakibatkan terlambatnya pengenalan dan mengabaikan keadaan syok yang parah.
Walaupun anak lebih besar persentase total cairan tubuhnya tapi untuk melindungi mereka
dari kolaps kardiovaskular, peningkatan sisa metabolik rata-rata, peningkatan insensible
water loss, dan penurunan renal concentrating ability biasanya membuat anak lebih mudah
terjadi hipoperfusi pada organ. Gejala dan tanda awal dari berkurangnya volume dapat tidak
diketahui pada anak-anak, tapi sejalan dengan perkembangan penyakit, penemuan gejala dan
tanda menjadi dapat ditemukan sama seperti orang dewasa.
PRELOAD

CONTRACTILI
TY

HEART
RATE

AFTERLOAD

STROKE
VOLUME
SYSTEMIC VASCULAR
RESPONSE

CARDIAC OUTPUT

BLOOD
PRESSURE
Syok septik

Syok
hipovolemik

Syok
kardiogenik

Mediator

Kebocoran

Preload

Vasodilator

Depresi
Kontraktilitas
18

CO
Terkompensasi

Tekanan darah

Pengeluaran
simpatetik

CO dan tekanan
darah membaik
Iskemia jaringan

Vasokonstriksi
denyut jantung

CO

Pelepasan
mediator
Fungsi sel
Hilangnya
autoregulasi

Kematian sel
Kematian

Respon kompensasi kardiovaskular pada anak dengan keadaan penurunan ventrikular


preload, melemahkan kontraksi miokard, dan perubahan dalam pembuluh darah berbeda dari
yang terjadi pada dewasa. pada pasien anak, CO lebih tergantung pada heart rate daripada
stroke volume oleh karena kekurangan massa otot ventrikel. Takikardi adalah yang terpenting
pada anak untuk mempertahankan CO yang adekuat pada kondisi penurunan ventricular
preload, kelemahan kontraksi miokard, atau kelainan jantung congenital yang digolongkan
oleh anatomi left-to-right shunt. Stroke volume tergantung oleh pengisian ventrikel (preload),
ejeksi ventrikel (afterload), dan fungsi pompa intrinsik (myocardial contractility).
Tambahan pada CO, pengatur utama dari tekanan darah adalah SVR. Anak
memaksimalkan SVR untuk mempertahankan tekanan darah yang normal, pada keadaan
penurunan CO yang signifikan. Peningkatan SVR oleh karena vasokontriksi perifer yang
dipengaruhi system saraf simpatis dan angiotensin. Hasilnya, aliran darah diredistributsi dari
pembuluh nonessential seperti kulit, otot skelet, ginjal dan organ splanknik ke otak, jantung,
19

paru-paru dan kelenjar adrenal. Sesuai pengaturan dari pembuluh darah, endogen atau
eksogen melalui zat-zat vasoaktif, dapat menormalkan tekanan darah tanpa tergantung dari
CO. Karena itu, pada pasien anak, tekanan darah merupakan indicator yang jelek dari
hemostatis kardiovaskular. Evaluasi heart rate dan perfusi end-organ, termasuk capillary
refill, kualitas dari denyut perifer, kesadaran, urine output, dan status asam-basa, lebih
bernilai daripada tekanan darah dalam menentukan status sirkulasi anak.
Pada dasarnya, syok merupakan suatu keadaan dimana tidak adekuatnya suplai
oksigen dan substrat untuk memenuhi kebutuhan metabolic jaringan. Akibat dari kekurangan
oksigan dan substrat-substrat penting, maka sel-sel ini tidak dapat mempertahankan produksi
O2 aerobik secara efisien.
Pada keadaan normal, metabolisme aerobik menghasilkan 6 molekul adenosine
trifosfat (ATP) tiap 1 molekul glukosa. Pada keadaan syok, pengiriman O 2 terganggu,
sehingga sel hanya dapat menghasilkan 2 molekul ATP tiap 1 molekul glukosa, sehingga
terjadi penumpukan dan produksi asam laktat. Pada akhirnya metabolisme seluler tidak lagi
bisa menghasilkan energi yang cukup bagi komponen hemostasis seluluer, sehingga terjadi
kerusakan pompa ion membran dan terjadi penumpukan natrium intraseluler, pengeluaran
kalium dan penumpukan kalsium sitosol.
Sel membengkak, membran sel rusak, dan akhirnya terjadi kematian sel. Kematian sel
yang luas menyebabkan gagal multi sistem organ dan apabila ireversibel, dapat terjadi
kematian.
Kerusakan metabolik ini dapat disebabkan karena defisiensi absolut dari transpor
oksigen (syok hipoksik) atau disebabkan karena defisiensi transport substrat, biasanya
glukosa (syok iskemik). Yang paling sering terjadi adalah kombinasi dari kedua hal diatas
yaitu hipoksik dan iskemik. Atas dasar hal tersebut diatas, maka sangatlah penting untuk
memberikan oksigen pada keadaan syok.
Pengiriman oksigen (Oxygen Delivery = DO2) adalah jumlah oksigen yang dibawa ke
jaringan tubuh permenit. DO2 tergantung pada jumlah darah yang dipompa oleh jantung
permenit (Cardiac Output = CO) dan kandungan O2 arteri (CaO2), sehingga didapatkan
persamaan sebagai berikut:
DO2 = CO (L/menit) x CaCO2 (ml/mL/cc)
CaCO2 tergantung pada banyaknya O2 yang terkandung di Hb (Saturasi O2 = SaO2), sehingga
didapatkan persamaan:
CaO2 = Hb (g/100ml) x SaO2 x 1,34 ml O2/g

20

Keadaan syok dapat terlihat secara klinis apabila terdapat gangguan pada CaCO 2, baik
karena hipoksia, yang dapat menyebabkan penurunan SaO 2 maupun karena anemia yang
menyebabkan penurunan kadar Hb sehingga menurunkan kapasitas total pengiriman O2.
Cardiac output tergantung pada 2 keadaan, yaitu jumlah darah yang dipompa tiap denyut
jantung (Stroke Volume = SV) dan laju jantung (Heart Rate = HR). Stroke volume
dipengaruhi oleh volume pengisian ventrikel akhir diastolik (ventricular preload),
kontaktilitas otot jantung dan afterload. Tiap variabel yang mempengaruhi cardiac output
diatas, pada keadaan syok, dapat mengalami gangguan atau kerusakan.

2.2.3 Stadium
Secara klinis, syok terbagi ke dalam 3 fase, yaitu :
Gejala Klinis
Kehilangan Darah %
Frekuensi Jantung
Volume Nadi
Pengisian Kapiler
Kulit
RR
Tingkat Kesadaran

Kompensasi
25%
Takikardia +
Normal/Menurun
Normal/Meningkat
Dingin, pucat
Takipnue +
Agitasi ringan

Dekompensasi
25-40%
Takikardia ++
Menurun +
Meningkat +
Dingin, mottled
Takipnue ++
Berkooperasi

Irreversibel
>40%
Takikardia/Bradikardi
Menurun ++
Meningkat -Pucat mati
Sighing respiration
Bereaksi hanya pada
21

rasa sakit atau tidak


responsive
2.2.4 Klasifikasi dan Etiologi
Tipe

Septik

Kardiogenik

Distributif

Hipovolemik

Obstruktif

Syok
Karakteristik

Infeksi

Kegagalan

1.Kelainan

Menurunnya

CO

organisme

jantung dalam

saraf:

jumlah

sianosis;

melepaskan

memompa

Mengganggu

cairan

tekanan

toksin

darah untuk

keseimbangan

menurunkan

nadi rendah

yang

memenuhi

cairan

CO;

mempengar

kebutuhan

sehingga

asidosis

uhi

tubuh

memudahkan

metabolic

distribusi

terjadinya

membuat

darah,

asidosis

volume

cardiac

2.Overdosis

intravaskuler

output

dosis obat

berkurang

dan lainnya

yang

dan perfusi

mengganggu

ke jaringan

distribusi

menurun;

cairan

gangguan

rendah;

keseimbangan
Etiologi

Bakteri

Kardiomio-

Anafilaksis

elektrolit
Enteritis

Virus

pati

Toxin

Perdarahan

pneumotorax

jamur

Kongenital

Reaksi

Luka bakar

Pericardial

Heart disease

Alergi

Diabetes

tamponade

Ischemic

insipidus

insult

Defisiensi

Tension

Adrenal
2.2.5 Tanda dan Gejala
1. Sistem Kardiovaskuler

22

a. Gangguan sirkulasi perifer mengakibatkan pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya


pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.
Nadi cepat dan halus.
b. Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya
mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.
c. Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
d. CVP rendah.
2. Sistem Respirasi
a. Pernapasan cepat dan dangkal.
3. Sistem saraf pusat
a. Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah
sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar.
Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya
pasien memang karena kesakitan.
4. Sistem Saluran Cerna
a. Bisa trjadi mual dan muntah.
5. Sistem Saluran kemih
a. Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60
ml/jam (0,5-1 ml/kg/jam). Pada anak 1-2ml/kg/jam.

2.3 Syok Hipovolemik


Ini adalah syok yang paling umum ditemui, terjadi karena kekurungan volume
sirkulasi yang disebabkan karena kehilangan darah dan juga cairan tubuh. Kehilangan darah
dibagi menjadi dua yaitu perdarahan yang tampak dan tidak tampak. Perdarahan yang tampak
misal perdarahan dari luka dan hematemesis, sedangkan perdarahan yang tak tampak misal
perdarahan pada saluran cerna seperti perdarahan tukak duodenum, cedera limpa, patah
tulang. Kehilangan cairan terjadi pada luka bakar yang luas dimana terjadi kehilangan cairan
pada permukaan kulit yang hangus atau terkumpul didalam kulit yang melepuh. Muntah
hebat dan diare juga mengakibatkan kehilangan banyak cairan intrvaskuler. Obstruksi ileus
juga bisa menyebabkan banyak kehingan cairan, juga pada sepsis berat dan peritonitis bisa
menyebabkan kehingan cairan.
2.3.1 Tanda dan Gejala
23

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Anxietas, lemas, gangguan mental karena menurunya perfusi k eotak


HIpotensi karena menurunya volume sirkulasi
Nadi cepat, lemah karena penurunan aliran darah
Kulit dingin dan lembab karena vasokontriksi dan stimulasi kelenjar keringat
Oligouria karena vasokonstriksi arteri renalis
Pernafasan cepat dan dalam karena stimulasi saraf simpatis dan asidosis
Hipotermi karena menurunya perfusi dan penguapan keringat
Haus dan mulut kering karena kekurangan cairan
Lemah dan lelah karena inadekuat oksigenasi
2.3.2 Jenis cairan yang hilang

1. Darah
2. Plasma
3. Cairan ekstrasel
2.3.3 Penyebab
1.
2.
3.
4.
5.

perdarahahn
luka bakar
cedera yang luas
dehidrasi
kehilangan cairan pada muntah, diare, ileus
2.3.4 Patofisiologi
Syok hipovolemik yaitu syok yang terjadi karena kekurangan sirkulasi didalam

pembuluh darah oleh berbagai sebab, berkurangnya sirkulasi ini mengakibatkan darah yang
kembali ke jantung melalui vena akan berkurang. Akibatnya darah yang masuk ke atrium
kanan juga menurun, sebagai kompensasi atas hal ini frekuansi jantung akan meningkat untuk
menyesuaikan agar perfusi sistemik dapat dipenuhi. Gejalanya akan tampak tekanan darah
sistolik menurun dan denyut nadi yang cepat.
Menurunya perfusi sistemik mengakibatkan organ mengalami iskemia, sehingga akan
merubah siklus metabolic dari aerobic menjadi anaerobic dimana siklus ini menghasilkan
residu asam laktat, asam amino dan asam fosfat di jaringan. Hal ini menimbulkan asidosis
metabolic yang menyebabkan pecahnya membrane lisosom sehingga menimbulkan kematian
sel. Hipoksia dan asidosis metabolic juga menyebabkan vasokonstriksi arteri dan vena
pulmonalis, hal ini menimbulkan peninggiian tahanan pulmonal yang mengganggu perfusi
dan pengembangan paru. Akibatnya dapat terjadi kolaps paru, kongesti pembuluh darah paru,
edema interstisial dan alveolar. Maka pada penderita dengan syok hipovolemik terlihat
gangguan pernafasan. Iskemia pada otak akan menimbulkan edema otak dengan segala
akibatnya. Pada ginjal, iskemia ini akan menyebabkan gagal ginjal.

24

Sebagai mekanisme kompensasi terhadap hipovolemia, cairan interstisial akan masuk


kedalam pembuluh darah sehingga hematokrit menurun. Karena cairan interstisial jumlahnya
berkurang akibat masuknya cairan tersebut kedalam ruang intraseluler, maka penambahan
cairan sangat mutlak diperlukan untuk memperbaiki gangguan metabolik dan hemodinamik
ini. Pada syok juga terjadi peninggian sekresi kortisol 5-10 kali lipat. Kortisol mempunyai
efek inotrofik positif pada jantung dan memperbaiki metabolism karbohidrat, lemak dan
protein. Sekresi renin dari sel-sel juksta glomerulus ginjal meningkat sehingga pelepasan
angiotensin I dan II juga meningkat. Angiotensin II ialah vasokonstriktor yang kuat dan
merangsang pelepasan kalium oleh ginjal.
Meningginya sekresi norepinefrin akan mengakibatkan vasokonstriksi, selain itu juga
mempunyai sedikit efek inotropik positif pada miokardium. Efineprin disekresikan hampir
tiga kali lipat daripada norepinefrin, terutama menyebabkan peninggian isi sekuncup dan
denyut jantung. Kerja kedua katekolamin ini dipotensiasi oleh aldosteron. Peninggian sekresi
hormone antidiuretik (ADH) dari hipofisis posterior mengakibatkan resorpsi air ditubulus
distal meningkat.

2.4 Syok Distributif


Syok distributif adalah syok yang terjadi karena kekurangan volume darah yang
bersifat relative, dalam artian jumlah darah didalam pembuluh darah cukup namun terjadi
dilatasi pembuluh darah sehingga seolah-olah volume darah didalam pembuluh darah
berkurang. Syok distributive ada 3 bentuk:
1. Syok septik: disebabkan karena infeksi yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah.
Contoh infeksi karena bakteri gram negative seperti Escherichiacoli.
Tanda dan gejala shock septic:
Gejala sama dengan syok hipovolemik, namun untuk tahap syok septik diawali dengan:
a. demam atau suhu yang rendah, disebabkan oleh infeksi bakteri
b. vasodilatasi dan peningkatan cardiac output
2. Syok anafilaktik: disebabkan karena reaksi anfilaktik terhadap allergen, antigen, obat,
benda asing yang menyebabkan pelepasan histamine yang menyebabkan vasodilatasi. Juga
memudahkan terjadinya hipotensi dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Tanda dan gejala syok anafilaktik :
a. erupsi kulit dan
b. edema local terutama pada muka
25

c. nadi cepat dan lemah


d. batu dan sesak nafas karena penyumbatan jalan nafas dan radang tenggorok
3. Syok neurogenik : ini adalah shock yang jarang terjadi. Disebabkan oleh trauma pada
medulla spinalis, terjadi kehilangan mendadak pada reflek otonom dan motorik dibawah lesi.
Tanpa adanya stimulasi simpatis, dinding pembuluh darah vasodilatasi yang tak terkontrol,
hasilnya penurunan resistensi pembuluh darah perifer sehingga menyebabkan vasodilatasi
dan hypotensi. Tanda dan gejala syok neurogenik sama dengan syok hipovolemik.
2.5 Syok Obstruktif
Terdapat penyumbatan yang menyebabkan aliran darah terganggu, pada beberapa
kondisi hal ini bisa menyebabkan timbulnya syok.
Contoh syok obstruktif
1. Cardiac tamponade : biasanya terjadi karena pericarditis yang menyebabkan
penimbunan cairan didalam rongga pericardium, cairan yang banyak menekan jantung
sehingga venus return menurun. Hal ini menyebabkan jantung tak mampu mensuplai
darah sesuai kebutuhan tubuh. Akibatnya tubuh bisa kekurangan oksigen, terutama
pada organ sehingga bisa menimbulkan shock
2. Tension pneumotorax : peningkatan tekanan intratorak sehingga venous return
terhambat, cardic output pun berkurang syok
3. Emboli massive paru : mengurangi aliran darah dari paru ke jantung, cardiac output
menurun syok
4. stenosis aorta : sebabkan aliran darah keluar dari ventrikel terhambat perfusi
berkurang syok
5. Tanda dan gejala sama dengan shock hypovolemic tapi ditambah dengan
6. peningkatan JVP
7. pulsus paradoksus karena tamponade jantung
2.6 Syok Kardiogenik
Syok tipe ini adalah syok yang terjadi karena kagagalan efektivitas fungsi pompa
jantung. Hal ini disebabkan karena kerusakan otot jantung, paling sering yaitu infark pada
myocard. Syok kardiogenik juga bisa disebabkan aritmia. Syok ini jarang terjadi pada anakanak.
Tanda dan gejala syok kardiogenik sama dengan syok hipovolemik ditambah dengan:
1. Takikardi dengan nadi yang sangat lemah
2. Hepatomegali
3. Gallop
26

4.
5.
6.
7.
8.
9.

Murmur
Rasa berat di precordial
Kardiomegali
Hipertrofi jantung
Distensi V. Jugularis, dan peningkatan JVP
ECG abnormal

2.7 Evaluasi Klinik


Untuk mengkategorikan dan menentukan penatalaksanaan yang tepat, pertama-tama
harus ditentukan tekanan darah sentral. Tujuan pengukuran tekanan darah adalah untuk
mengetahui perfusi organ-organ penting (otak dan jantung). Kebutuhan tekanan darah
minimum dapat ditentukan dengan mengetahui persentil kelima dari tekanan darah sistolik
pada anak sehat dan perfusi baik. American Heart Association dengan PALS (Pediatric
Advance Life Support) menentukan persentil kelima dari tekanan darah anak-anak adalah
sebagai berikut :
Tabel 1. Tekanan darah sistolik pada anak (persentil kelima)
Umur
Neonatus
Bayi (1 bulan-1 tahun)
Anak-anak (>1 tahun)

Persentil kelima tekanan darah sistolik


60 mmHg
70 mmHg
70+2x(umur dalam tahun)

Anak dengan perfusi yang buruk dan tekanan darahnya di bawah parameter seperti
tabel 1, dapat dikatakan menderita syok yang tidak terkompensasi. Keadaan ini apabila tidak
cepat ditangani maka akan mengarah kepada kerusakan organ dan terjadi syok ireversibel
bahkan kematian. Pada anak-anak dengan tekanan darah sistoliknya masih adekuat, namun
keadaan klinisnya syok, maka ini disebut sebagai syok yang terkompensasi. Sehingga,
apabila perfusi pada organ-organ vital seperti jantung dan otak masih adekuat, namun organ
vital lainnya mengalami hipoperfusi dan rentan akan kerusakan, apabila tidak segera
diberikan terapi maka keadaan ini akan berlanjut menjadi syok yang tidak terkompensasi.
Maka dalam menegakkan diagnosis diperlukan banyak indikator untuk menentukan
keadaan syok, antara lain :
1. Denyut jantung
Cardiac output dapat dipengaruhi oleh stroke volume dan heart rate, sehingga apabila
terjadi penurunan stroke volume maka tubuh akan berusaha mempertahankan cardiac output

27

dengan cara meningkatkan heart rate. Namun, ada keadaan-keadaan tertentu dimana heart
rate tidak daat meningkat, yaitu pada blokade farmakologik dan kerusakan neurologik.
Pasien pada tahap awal syok akan mengalami takikardi. Namun tanda ini tidak
signifikan pada anak-anak, karena anak-anak dapat mengalami takikardi pada keadaan lain,
seperti demam, nyeri dan agitasi. Namun demikian, diluar pengecualian keadaan-keadaan
tersebut, takikardi biasa muncul pada tahap awal dan merupakan temuan yang penting pada
syok yang terkompensasi maupun yang tidak terkompensasi.
2. Perfusi kulit
Kulit dapat dianggap sebagi bagian yang non vital. Pasien yang memiliki kemampuan
untuk mengkompensasi penurunan DO2 dengan menarik darah dari organ yang non vital
(selain otak dan jantung), menunjukkan tanda-tanda penurunan perfusi kulit. Hal ini dikenali
dengan adanya tanda-tanda denyut nadi distal yang menghilang, kulit akan teraba dingin dan
pengisian ulang kapiler memanjang (>5 detik), yang pada keadaan normal biasanya dapat
terisi dalam 2-3 detik. Cara pengukuran pengisian ulang kapiler ini yaitu dengan menekan
ujung jari(kuku) hingga pucat (kurang lebih selama 5 detik), kemudian dilepas dan dihitung
waktunya pada saat ujung jari(kuku) menjadi merah kembali. Pada pasien dengan fase awal
syok distributif (anafilaksis, sepsis) akan terjadi vasodilatasi, sehingga kulit akan teraba
hangat, denyut nadi akan teraba kuat dan terdapat pengisian ulang kapiler yang cepat (1-2
detik). Pada keadaan ini, perfusi kulit tidak dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosis,
sehingga harus dicari gangguan metabolik lain seperti lactoacidosis, hal ini dapat mendukung
bahwa telah terjadi gangguan DO2.
3. Fungsi sistem organ lain
Pada ginjal dengan perfusi normal, dapat mengeluarkan 1-2 ml urin/kgBB/jam atau
lebih. Kerusakan ginjal dapat disebabkan karena kerusakan awal pada keadaan iskemikhipoksik, sehingga terjadi acute tubular necrosis (ATN). Sehingga dapat dikatakan bahwa
output urin tidak spesifik untuk menentukan kelayakan perfusi dan volume intravaskuler.
4. Status asam basa
Adanya asidosis metabolik atau penurunan serum bikarbonat dapat membatu untuk
mendiagnosa syok. Asidosis metabolik dapat timbul karena hilangnya serum bikarbonat
seperti pada diare, yang dapat terjadi bersamaan dengan syok dan dehidrasi. Dengan
dilakukannya pengukuran level serum laktat, maka dapat diketahui kehilangan bikarbonat
akibat asidosis laktat karena syok
2.8 Monitoring
28

Monitoring yang dilakukan pada syok meliputi monitoring hemodinamik respirasi dan
metabolik. Yang harus di ketahui pada syok:
1. PaO2 diperlukan monitoring terutama pada PaO2 karena oksigenasi jaringan
2. Asam Laktat asam laktat meniggi pada sepsis hiperdinamik dan kelainan enzim
piruvat dehidrogenase. Asam laktat ini meninggi 12 jam setelah terjadinya syok dan
juga indikasi terjadinya MOSF
3. Indeks transport O2 dapat di catat dengan mengetahui kardiak indeks DO2 dan VO2
yang harus di pertahankan di atas 2,1 l/mnt/m tubuh
4. Tekanan Vena sentral (CVP) penting untuk mengevakuasi syok sedini
mungkin.peninggian CVP dapat terjadi karena peninggian volume intravaskuler,
peninggian vasomotor, peninggian tekanan torakis dan peninggian compliance dari
ventrikel kanan
5. Tekanan darah evaluasi tekanan darah per satu jam (atau lebih sering) lebih
bermakna dari pada hanya sekali mengukur tekanan darah
6. Produksi urin produksi urin normal pada org dewasa 0,5 cc/kg/jam, pada anak 1-2
cc/kg/jam
7. Pulse oksimeter Oksigenasi jaringan di tentukan oleh perfusi , kadar Hb dan
saturasi oksigen yang dapat di monitor dengan pulse oksimeter, digunakan secara
rutin untuk menilai syok.
Monitoring yang dilakukan :
1. Non Invasif : yakni memonitor tanda tanda vital, tekanan darah, nadi , PaO 2, jumlah
urin, ECG, intake serta output.
2. Invasif : monitoring meliputi kateterisasi arteri,CVP, dan kateter pulmonalis.
3. Metabolik : asam laktat
2.9 Tatalaksana Syok
Pengenalan awal akan syok membutuhkan pemahaman tentang kebiasaan anak yang
normal dan keadaan anak yang memang menderita shock. Pucat ringan, ekstremintas dingin,
mengantuk ringan atau acuh terhadap sekitar, takikardia yang taksesuai dan factor lain seperti
cemas, demam dan hal lain yang penting sering terabaikan. Oliguria adalah tanda yang
penting, anak dengan trauma berat atau sepsis membutuhkan pemasangan kateter untuk
menghitung secara cermat cairan yang keluar dan kebutuhancairan secara akurat. Nilai
normal nadi dan tekanan darah berbeda untuk tiap umur, terkadang nilai normal sering tak
sesuai dengan panduan ketika anak mengalami distress.

29

Pada tahap awal, syok memerlukan penanganan yang segera untuk mempertahankan
hidup, bagaimanapun penanganan shock tergantung seberapa cepat untuk bisa mendapat
pertolongan di rumah sakit.
Pertolongan awal syok:
1. Segera beri pertolongan, jika pasien masih sadar tempatkan dengan nyaman
2. Jika pasien sendiri, cari pertolongan, atau meminta seseorang mencari pertolongan
3.
4.
5.
6.
7.

dan seseorang menjaga pasien


Pastikan jalan nafas dan pernafasan baik.
Lindungi pasien dengan jaket tapi jangan terlalu rapat agar tidak terjadi vasodilatasi
Jangan beri minum
Siapkan untuk cardiopulmonary resuscitation
Berikan banyak informasi ketika ambulan datang
Tatalaksana syok dimulai dengan tindakan umum untuk memulihkan perfusi jaringan

dan oksigenasi sel. Tindakan ini tidak tergantung pada penyebab syok. Diagnosa harus segera
dibuat sehingga dapat diberikan pertolongan sesuai dengan kausa.
Tujuan utama adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi terutama di otak, jantung
dan ginjal. Tanpa memandang etiologi syok, oksigenasi dan perfusi jaringan dapat diperbaiki
dengan memperhatikan 4 variabel ini:
1. Ventilasi dan oksigenasi ( Airway dan Breathing )
a. Memperbaiki jalan napas, ventilasi buatan dan oksigen 100%
b. Akses vena dan pemberian cairan diberikan bersamaan dengan oksigen 100%.
2. Curah jantung dan volume darah di sirkulasi ( Cirkulasi ). Resusitasi cairan dan
pemberian obat vasoaktif merupakan metode utama untuk meningkatankan curah
jantung dan mengembalikan. Perfusi organ vital.
a. Resusitasi cairan:
1) Pada syok hipovolemik apapun penyebabnya, resusitasi cairan dimulai dengan
cairan kristaloid (Rl atau garam fisiologis) sebanyak 20 ml/kg secepatnya. Bila
tidak terlihat perbaikan (frekuensi jantung masih tinggi, perfusiperifer jelek,
kesadaran belum membaik) dan dicurigai masih terjadi hipovolemia diberikan
lagi cairan yang sama sebanyak 20 ml/kg dan pasien dievaluasi kembali. Syok
kardiogenik dan obstruksi harus dipertimbangkan apabila tidak ada perbaikan
setelah resusitasi cairan. Sebagian besar pasien dengan syok hipovolemik akan
menunjukkan perbaikan terhadap pemberian cairan 40 ml/kg.
2) Pada syok septik, resusitasi cairan berguna untuk mengembalikan volume
intravaskular. Jenis cairan masih konroversial, cairan kristaloid dapat
menyebabkan edema paru akibat penurunan tekanan onkotik intravaskular dan
memperberat kebocoran kapiler. Sedangkan cairan koloid, walaupun dapat
30

mempertahankan tekanan onkotik pada akhirnya dapat merembes ke ruang


interstisial akibat hilangnya integritas vaskular. Resusitasi pada syok septik
memerlukan kombinasi cairan kristaloid dan koloid untuk mengembalikan
perfusi yang adekuat.
3) Pada syok distributif, pemberian cairan kristaloid yang cepat telah terbukti
menyelamatkan jiwa pasien.
4) Pada syok endokrin gangguan

yang

terjadi

diperbaiki.

Hipotiroid

membutuhkan levothyroxine, pada hyperthyroid produksi hormon thyroid


dihambat oleh sitostatika seperti methimazole (tapazole) atau PTU
(propylthiouracil).

Insufisiensi

adrenal

diobati

dengan

suplemen

kortikosteroid.
b. Obat vasoaktif
Ada beberapa obat yang dapat digunakan sebagai penunjang dalam penanganan
syok bila resusitasi cairan belum cukup untuk menstabilkan system kardiovaskular.
Obat

inotropik

meningkatan

kontraktilitas

miokard

dan

obat

kronotropik

meningkatkan frekuensi jantung. Obat vasoaktif yang paling banyak digunakan adalah
golongan amin simpatomimetik yaitu golongan katekolamin, epinefrin, norepinefrin,
dopamine endogen, dobutamin, dan isoproternol sintetis. Obat ini bekerja merangsang
adenilsiklase yang menyebabkan terjadinya sintetis AMP siklik, aktifasi kinase
protein, fosforilasi protein intrasel, dan peningkatan kalsium intrasel. Obat tersebut
bekerja memperbaiki tekanan darah dengan konsekuensi peningkatan resistensi
vaskuler dan penurunan aliran darah. Obat vasoaktif ini diberikan bila pemberian
cairan danoksigenasi alveolar telah maksimal.
Beberapa obat vasoaktif yang dapat diberikan berikut dosisnya dapat dilihat dalam
tabel dibawah ini.
Dosis dan efek klinis beberapa obat vasoaktif
Obat

Dosis

Efek klinis

Dobutamin

2-20 g/kg/menit

Memperbaiki konraktilitas miokard

Dopamine

2-20 g/kg/menit

Berguna pada gagal jantung dengan syok


Dosis
rendah
(4-5
g/kg/menit):
memperbaiki aliran darah ginjal
Dosis tinggi: efek
Memperbaiki kontraktilitas miokard bila
dosis ditingkatkan
31

Efinefrin

0,05-1 g/kg/menit

Dosis rendah: efek


Dosis tinggi: efek
Berguna

bila

dikombinasi

Norefinefrin

0,05-1 g/kg/menit

dopamine dosis rendah


Efek sangat kuat

Amrinon

0,75-4 mg/kg/kali

Hipotensi refrakter
Kombinasi dengan katekolamin

Milrinon

5-20 g/kg/menit
50-75 g/kg/kali

Memperbaiki fungsi miokard


Kombinasi dengan katekolamin

0,5-1 g/kg/kali

Memperbaiki fungsi miokard

dengan

Kapasitas angkut oksigen


1. Sebagian besar anak dengan syok tidak memerlukan transfusi darah, tetapi kapasitas
angkut oksigen diruang intravaskular harus cukup untuk memenuhi kebutuhan
oksigen jaringan.
2. Transfusi darah dipertimbangkan apabila tidak ada perbaikan setelah pemberian
cairan isotonik sebanyak 60mL/kg
3. Transfusi darah harus diberikan berdasarkan penilaian klinis an tidak berdasarkan
kadar hemoglobin
4. Pada anak dengan anemia kronis (anemia defisiensi) darah harus diberikan dengan
hati-hati. Pemberian tidak boleh melebihi 5-10mL/kg dalam 4 jam untuk mencegah
gagal jantung kongestif, kecuali bila proses kehilangan darah masih berlangsung.
Kelainan yang mendasari
1. Pasien dengan syok septik memerlukan antibiotik segera
2. Pasien dengan syok hipovolemik dievaluasi terhadap kehilangan cairan melalui
saluran cerna atau perdarahan.
3. Syok kardiogenik mungkin memerlukan terapi farmakologis untuk menurunkan
afterload atau intervensi bedah untuk mengatasi obstruksi
4. Syok anafilaktik memerlukan epinefrin, eliminasi penyebab dan antihistamin.
2.10 Terapi cairan
Dalam tubuh , faal sel tergantung pada keseimbangan cairan dan elektrolit. Jumlah air
dalam tubuh harus di pertahankan dalam batas batas tertentu untuk berlangsungnya
metabolisme tubuh dengan baik. Tubuh manusia terdiri atas :
1. Lean body mass (tubuh tanpa lemak), yaitu air (73%), tulang, jaringan bukan lemak.
2. Jaringan lemak
32

Cairan tubuh (60%) terdiri atas:


1. Cairan intraseluler 40%
2. Cairan ekstra seluler 20% :
a. cairan interstisial 15%
b. plasma darah 5%
Air masuk ke dalam tubuh terutama melalui penyerapan dari saluran pencernaan. air
meninggalkan tubuh terutama sebagai air kemih yang dikeluarkan dari ginjal. ginjal bisa
mengeluarkan sampai beberapa liter air kemih dalam sehari atau dapat menahannya dengan
membuang kurang dari 0,5 l air kemih dalam sehari. Sekitar 1 liter air juga dibuang setiap
harinya melalui penguapan dari kulit dan paru-paru. keringat yang berlebihan (misalnya
karena latihan berat atau cuaca panas), bisa meningkatkan jumlah air yang hilang melalui
penguapan.
Dalam keadaan normal, sedikit air dibuang melalui saluran pencernaan. Pada muntah
yang berkepanjangan atau diare yang berat, sebanyak 3,84 l air bisa hilang melalui saluran
pencernaan. Bila asupan cairan sesuai dengan cairan yang hilang, cairan tubuh akan tetap
seimbang. Untuk menjaga keseimbangan cairan, orang sehat dengan fungsi ginjal yang
normal dan tidak berkeringat berlebihan, harus minum sedikitnya 1 l cairan/hari. Untuk
mencegah dehidrasi dan pembentukan batu ginjal, dianjurkan untuk minum cairan sebanyak
1,5-2 l/hari. Bila otak dan ginjal berfungsi dengan baik, tubuh dapat mengatasi perubahan
yang ekstrim dalam asupan cairan. Seseorang biasanya dapat minum cairan yang cukup untuk
menggantikan kehilangan air yang berlebihan dan mempertahankan volume darah dan
konsentrasi dari garam-garam mineral yang terlarut (elektrolit) dalam darah. Jika seseorang
tidak dapat minum air yang cukup untuk menggantikan kehilangan air yang berlebihan
(seperti yang terjadi pada muntah berkelanjutan atau diare hebat), maka bisa mengalami
dehidrasi.
Jumlah air dalam tubuh berkaitan erat dengan jumlah elektrolit tubuh. konsentrasi
natrium darah merupakan indikator yang baik dari jumlah cairan dalam tubuh. Tubuh
berusaha untuk mempertahankan jumlah total cairan tubuh sehingga kadar natrium darah
tetap stabil. Jika kadar natrium terlalu tinggi, tubuh akan menahan air untuk melarutkan
kelebihan natrium, sehingga akan timbul rasa haus dan lebih sedikit mengeluarkan air kemih.
Sedangkan jika kadar natrium terlalu rendah, ginjal mengeluarkan lebih banyak air untuk
mengembalikan kadar natrium kembali ke normal.
2.11 Pemberian cairan
33

2.11.1 Cairan Kristaloid


Cairan kristaloid yang di gunakan biasanya NaCl 0,9% dan ringer laktat. Cairan
kristaloid akan menyebar cepat ke ekstraseluler. Menurut Dillon kehilangan 1cc darah harus
di gantikan 3cc kristaloid. Akan tetapi menaiknya permeabilitas kapiler pada syok juga dapat
menyebabkan cairan kristaloid keluar dari pembuluh darah. Pemberian cairan kristaloid
dalam jumlah besar ini mempunyai maksud :
1. larutan kristaloid dapat mengurangi gagal ginjal
2. larutan kristaloid dapat mengurangi menurunnya fungsi paru secara progresif secara
cepat dari intravaskuler dan interstitial volume dari kristaloid 2-4 kali lebih tinggi dari
koloid yang di butuhkan untuk mempertahankan hemodinamik , namun CVP ( central
venous pressure ) menjadi berkurang dan cairan berkumpuldi interstitial
sehinggamenghambat oksigenasi jaringan, memperlambat penyembuhan luka,
mengurangi gerakan gastrointestinal dan daya obstruksi. Pada syok hipovolemik
cairan berkumpul, intra vascular, dan pemberian cairan kristaloid dapat mengatasi
deficit cairan, karena itu lebih banyak di gunakan kristaloid daripada koloid karena di
perlukan cairan terus menerus.
Cairan

Na+

K+

Cl-

Ca++

HCO3

Tekanan

(mEq/L)

(mEq/L)

(mEq/L)

(mEq/L)

(mEq/L)

osmotik

Ringer

130

109

28*

(mOsm/L)
273

Laktat
Ringer

130

109

28:

273

Asetat
NaCl 0.9% 154

154

308

2.11.2 Cairan Koloid


Cairan koloid yang dapat di gunakan pada syok adalah hemasel, gelofusin, dekstran
70, hespan, albumin 4,5% dan albumin 20%. Penggunaan cairan koloid yang lebih besar di
butuhkan untuk mempertahankan volume plasma untuk meningkatkan fungsi kardiovaskuler
dan oksigen konsumsi, begitu pula dengan cairan koloid dapat di kurangi pengumpulan
cairan interstitial dan cairan intravaskular.
Apabila permeabilitas cairan bertambah zat ini keluar dari intravascular dan
menyebabkan meningginya tekanan onkotik interstitialdan menyebabkan terjadinya udem. Di
34

samping itu koloid juga menghambat diuresis oleh karena itu masih menjadi pertanyaan
penggunaan cairan koloid karena bahayanya terutama bila permeabilitas kapiler bertambah.
Dalam keadaan kritis cairan koloid harus di berikan sebanyak kristaloid , yang dapat
merupakan cairan :
1. Albumin
2. Dekstran
3. Hemasel
4. HAS ( Human Albumin Solution )
1. Albumin
Albumin terdapat sebagai donor plasma. Albumin sama dengan osmotic koloid plasma
dengan masa tengah 10 15 hari. Dapat terjadi reaksi anafilaktoid walaupun jarang dan tidak
rutin di gunakan. Keadaan hipoalbuminemi dapat bersamaan dengan hipovolemi, edema, dan
ascites di berikan albumin 20%.
2. Dekstran
Dekstran merupakan polimer polisakarida dalam dekstrosea 5% atau NaCl 0,9% dengan berat
molekul 40.000. dekstran dengan cepat di keluarkan oleh ginjaldan dapat membentuk
kompleks dengan fibrinogen sehingga menyebabkan koagulopati. Dua bentuk dekstran :
dekstran 40 dan dekstran 70. Dekstran 40 lebih sering di gunakan dan terdapat kemungkinan
alergi.
3. Hemasel
Hemasel mengandung kalsium 10kali lebih banyak 6,3 mmol/l, dan kalium 5,1mmol/l.
pemberian dalam jumlah banyak tidak di anjurkan karena menyebabkan defek koagulasi dan
tidak mempengaruhi fungsi ginjal. Pemberian dalam jumlah besar dalam bentuk gelatin
kompleks dapat menyebabkan kebocoran pada kapiler dan menyebabkan edema paru.
4. HAS ( Human Albumin Solution )
HAS di bebaskan melalui ginjal melalui hidrolisis dengan amylase.HAS juga tersimpan
dalam RES.

2.11.3 Kontroversi Kristaloid versus Koloid


Pertanyaan apakah kristaloid atau koloid yang terbaik untuk resusitasi terus
merupakan bahan diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah di kaji untuk resusitasi cairan

35

,antara lain : NaCl 0,9%, larutan Ringer laktat, NaCl hipertonik , albumin, fraksi protein
murni, plasma beku segar, hetastarch, pentastarch dan dekstran 70.
a. Penganut resusitasi koloid berkilah bahwa tekanan onkotik yang meningkat karena
penggunaan zat zat ini adalah mengurangi edema paru. Namun , vaskulatur paru
memungkinkan aliran zat dalam jumlah besar, termasuk protein ,di antara ruang
iintravaskular dan interstitial.Di pertahankannya tekanan hidrostatik paru pada <15 mmHg
tampaknya merupakan factor lebih penting dalam mencegah edema paru.
b. Alasan lain adalah dengan koloid lebih sedikit jumlah yang di butuhkan untuk
meningkatkan volume intravascular. Infus Ringer laktat sebanyak 1 L hanya menambah
volume intravaskular sebesar 194 ml. Banyak kajian membenarkan hal ini.
c. Resusitasi dengan koloid saja akan mengencerkan protein plasma dan dengan mengurangi
tekanan onkotik memudahkan filtrasi cairan dari intravaskular ke interstitial. Edema perifer
bisa mengurangi secara mencolok konsumsi O2 karena jarak antara sel dan kapiler menjadi
bertambah. Walaupun demikian perbedaan prognosis belum di tunjukkan antara kristaloid
dan koloid.
d. Larutan sintetik,seperti Hetastarch, pentastarch, dan dekstran 70 memiliki beberapa
keunggulan di bandingkan koloid ilmih seperti fraksi protein murni, plasma beku segar,dan
albumin. Mereka memiliki sifat ekspansi volume sama, tetapi karena struktur dan berat
molekulnya yang tinggi, zat zat koloid ini hamper seluruhnya tetap di ruang intravascular,
sehingga mengurangi edema interstitial. Walaupun ada keunggulan teoritis, kajian kajian
telah gagal memperlihatkan perbedaan dalam parameter parameter ventilasi, hasil tes paru,
lama penggunaan ventilator, masa rawat inap dan kelangsungan hidup
e. Kombinasi NaCl hipertonik dan dekstran juga telah di kaji karena bukti terdahulu bahwa
kombinasi ini dapat memperbaiki kontraktilitas jantung dan sirkulasi.Segera setelah infuse
kombinasi NaCl 7,5% dan 6% dekstran 70, ekspansi volume plasma adalah 7kali dari volume
infus. Efek cairan masih di perdebatkan. Kajian kajian di Amerika dan Jepang telah
gagalmembuktikan adanya perbedaan bila kombinasi ini di bandingkan dengan NaCl isotonic
atau Ringer laktat. Jadi, sekalipun banyak tersedia cairan resusitasi, rekomendasi mutakhir
masih menganjurkan penggunaan NaCl 0.9% atau Ringer laktat.

Keunggulan

Kristaloid
1. lebih mudah tersedia dan murah
2. komposisi serupa dengan
plasma (Ringer asetat / Ringer

Koloid
1. ekspansi volume plasma tanpa
ekspansi interstitial
2. ekspansi volume lebih besar
36

laktat )

3. durasi lebih lama

3. bisa disimpan di suhu kamar

4. oksigenasi jaringan lebih baik

4. bebas dari reaksi anafilaktik

5.gradien oksigen leveolar

5. komplikasi minimal

arterial lebih sedikit insiden


6. edema paru dan / atau edema

Kekurangan

1. edema bisa mengurangi


ekspansibilitas dinding dada

sistemik lebih rendah


1. anafilaksis
2. koagulopati

2. oksigenasi jaringan terganggu

3. albumin bisa memperberat

karena bertambahnya jarak

depresi miokard pada pasien

kapiler dan sel

syok (mungkin dengan mengikat

3. memerlukan volume 4 kali lebih


Banyak

kalsium, mengurangi kadar ion


kalsium)

2.12 Terapi Farmakologi


Obat-obatan inotropik dapat meningkatkan kontraktilitas miokard dan memiliki
berbagai macam efek pada resisten vaskular perifer. Obat-obatan inotropik antara lain adalah
vasokonstriktor (misalnya, epinefrin, norepinefrin), vasodilator (misalnya, dobutamine,
milrinon). Indikasi penggunaan obat-obatan ini adalah apabila pasien memerlukan perbaikan
fungsi kontraksi atau pada pasien dengan syok yang tidak terkompensasi yang tidak respon
hanya dengan terapi cairan.
1. Dopamin
Dopamin sering digunakan pada pasien dengan syok septik, baik hanya dopamin saja
maupun dikombinasi dengan obat inotropik lainnya. Dopamin berguna dalam fungsi
vasodilatornya untuk perfusi end-organ seperti pembuluh darah di ginjal maupun di intestinal
dengan dosis rendahnya (2-5 mcg/kg/min IV). Pada dosis intermediet (5-10 mcg/kg/min IV)
obat ini dapat meningkatkan kontraktilitas miokard bersama dengan efek obat agonis-beta1.
Pada dosis tinggi (10-20 mcg/kg/min IV), obat ini dapat meningkatkan vasokonstriksi perifer
dan meningkatkan tekanan darah sentral.
2. Epinefrin
Epinefrin menstimulasi kedua reseptor alfa dan beta, sehingga dapat meningkatkan
kontraktilitas miokard dan meningkatkan vasokonstriksi perifer. Dosis pemberian biasanya
diawali dengan 0.1 mcg/kg/min IV. Pada kasus berat, pasien dapat menerima 2-3 mcg/kg/min
IV atau lebih.
37

3. Dobutamin
Dobutamin merupakan agen inotropik murni, dengan efek beta-1 agonis yang dapat
meningkatkan kontraktilitas jantung. Obat ini juga dapat memberikan efek beta-2 ringan,
yaitu vasodilatasi perifer yang akan mengurangi tahanan vaskuler sistemik dan afteload, juga
dapat meningkatkan perfusi jaringan. Karena itu, dobutamin merupakan obat yang cukup
baik bagi pasien dengan syok kardiogenik dengan tujuan untuk meningkatkan kontraktilitas
otot jantung. Dobutamin jarang menyebabkan disritmia ventrikular dibandingkan dengan
epinefrin. Dosis pemberian awal adalah 5 mcg/kg/menit IV dan dapat ditingkatkan perlahanlahan hingga 20 mcg/kg.menit IV.
4. Norepinefrin
Norepinefrin merupakan agonis alfa yang dapat memberikan efek vasokonstriksi
perifer dan meningkatkan tahanan vaskular perifer. Efek utamanya adalah sebagai pressor
agent untuk meningkatkan tekanan darah di sekitar muka pada keadaan syok setelah
diberikan terapi cairan.
Beberapa ahli menyarankan untuk mengkombinasi norepinefrin dengan dobutamin
untuk mendapatkan efek vasokonstriksi melalui reseptor alfa dan mendapatkan efek
peningkatan kontraktilitas otot jantung. Penggunaan norepinefrin diawali dengan dosis 0.1
mcg/kg/menit IV.
Table 3. Vasoactive Drugs in Sepsis and Usual Hemodynamic Responses
Drug

Dose

Cardiac

Blood

Systemic Vascular

Dopamine

2.5-20

Output
+

Pressure
+

Resistance
+

Norepinephrine

mcg/kg/min
0.05-2

++

++

Epinephrine

mcg/kg/min
0.05-2

++

++

mcg/kg/min
Phenylephrine

2-10

++

++

Dobutamine

mcg/kg/min
2.5-10

+/-

mcg/kg/min
5. Glukosa
Bayi dan anak-anak memiliki simpanan glikogen yang terbatas yang dapat cepat
berkurang pada keadaan syok sehingga terjadi hipoglikemia. Karena glukosa merupakan
38

substrat yang penting, maka harus segera dilakukan pemeriksaan kadar glukosa pada pasien
syok. Apabila didapatkan kadar gula yang rendah maka berikan dextrosa IV. Dosis pemberian
dextrose adalah 0.5-1 gr/kg IV. Dextrosa sangat baik diberikan secara IV.
6. Sodium Bikarbonat
Penggunaan sodium bikarbonat dalam penatalaksanaan syok masih kontroversial. Dalam
keadaan syok, terjadi asidosis yang akan mengganggu kontraktilitas miokardium dan fungsi
optimal dari katekolamin. Namun, pemberian bikarbonat akan memperburuk keadaan
asidosis intraselular karena sodum bikarbonat hanya mengkoreksi asidosis serum. Hal ini
disebabkan karena ion bikarbonat tidak dapat melewati membran sel semipermiabel.
Sehingga, asidosis dalam serum ditambah dengan bikarbonat akan menyebabkan produksi
karbondioksida dan air, seperti yang terdapat pada persamaan Henderson-Hasselbach.
Apabila karbondioksida yang meningkat tidak dikeluarkan melalui ventilasi, maka
karbondioksida ini akan masuk ke dalam sel dan terjadi reaksi Henderson-Hasselbach namun
dalam arah yang sebaliknya dan meningkatkan asidosis intraselular. Asidosis intraselular ini
akan menyebabkan penurunan kontraktilitas otot jantung.
Selain

itu,

pemberian

bikarbonat

akan

menyebabkan

hipernatremia

dan

hiperosmolalitas. Oleh karena itu, asidosis yang terjadi pada keadaan syok dapt dikoreksi
dengan meningkatkan perfusi dengan pemberian cairan tambahan dan penggunaan obatobatan kardiotropik dibarengi dengan ventilasi yang optimal. Pada pasien dengan syok
persisten dengan kehilangan bicarbonat yang terus menerus (misalnya pada diare), pemberian
bikarbonat secara hati-hati dapat diindikasikan. Pemberian bikarbonat dapat dihitung sebagai
berikut: HCO3-(mEq) = Defisit basa x berat badan pasien (kg) x 0,3
Jumlah pemberian awal merupakan setengah dari hasil hitungan di atas dan dapat
diulangi sambil memantau perkembangan pasien. Atau, bikarbonat dapat juga diberikan 0.5-1
mEq/kg/dosis IV selama 1-2 menit. Penelitian pada pasien dengan cardiovascular arrest,
gagal untuk menunjukkan perbaikan setelah diberikan terapi bikarbonat.
7. Kalsium
Kalsium merupakan mediator coupling reaksi eksitasi-kontraksi dalam sel, termasuk
sel jantung. Syok dapat menyebabkan perubahan dalam kadar ion kalsium serum. Pemberian
produk darah (yang mengandung sitrat) dapat mengikat kalsium bebas, sehingga dapat
menyebabkan penurunan kadar kalsium. Karena itu, pemberian kalsium berguna pada pasien
syok dengan hipkalsemia. Pemberian kalsium juga diindikasikan untuk pasien syok yang
disebabkan oleh aritmia akibat hiperkalemia, hipermagnesemia, atau toksisitas calcium
channel bloker. Kalsium dapat diberikan dalam bentuk kalsium glukonat atau kalsium
39

klorida. Kalsium klorida merupakan obat terpilih pada kasus syok, karena kalsium klorida
memiliki efek yang dapat lebih meninggikan dan mempertahankan kadar kalsium dalam
darah. Dosis yang direkomendasikan adalah 10-20mg/kg (0,1- 0,2 ml/kg kalsium klorida
10%) IV, dimasukan bersama cairan ifus dengan kecepatan tetesan tidak lebih dari
100mg/menit IV.

40

BAB III
ANALISIS KASUS
Dilaporkan, kasus an. V/Laki-laki /7 bulan dengan diagnosis Dengue Syok Sindrom
(DSS). Pada saat di IGD, dilakukan Pedriatric Assessment Triangle (PAT) pada pasien
dimana didapatkan:
1. Appeareance
Tonus
: Pasien tidak bisa bergerak secara spontan
Interactiveness : Pasien gelisah, kurang memberikan
respons ke lingkungan sekitar
Consolability
: Pasien tampak gelisah.
Look/Gaze
: Kontak mata (-) dengan pemeriksa.
Speech/Cry
: Menangis.
2. Work of Breathing
Abnormal airway sounds : Snoring (-), Muffled (-), Stridor (-),
Grunting (-), Wheezing (-).
Abnormal Positioning
: Sniffing position (-), Tripoding (-),
Prefers seated posture (-).
Retractions
: Supraclavicular (-), intercostae (+),
substernal (-), head bobbing (-).
Flaring
: (+)
3. Circulation to Skin
Pallor
: (+)
Mottling
: (-)
Sianosis
: (-)
Dari pemeriksaan PAT yang dilakukan, didapatkan gangguan pada tampilan umum di
mana tampak penurunan kesadaran, pasien gelisah, sesak napas, dan gangguan pada sirkulasi
kulit, di mana pasien tampak pucat. Setelah pemeriksaan PAT secara umum, dilakukan
pemeriksaan survey primer seperti berikut:
1.

Evaluasi tanda vital

2.

Penilaian Airway

3.

Penilaian Breathing

4.

Penilaian Circulation

: TD 70/50, Nadi 156 x/menit dengan isi/tegangan


kurang, frekuensi napas 68 x/menit,
suhu tubuh 39,1 C.
: Bebas, tidak ada obstruksi jalan napas, bunyi
napas abnormal seperti stridor (-)
: Nafas spontan (+), sesak (+), napas cuping hidung
(+), retraksi iga/Intrasternal (+), dada simetris,
bunyi paru vesikuler (+/+) meningkat, ronkhi basah
halus (+/+) pada basal paru, wheezing (-/-).
: Nadi teraba lemah, teratur, kualitas kurang,
frekuensi 156 x/menit, perdarahan (-), akral
dingin (+), CRT < 2 detik.
41

5.
6.

Penilaian Disability
Penilaian Exposure

: PCS (pediatric coma scales) 11 (E3M4V4).


: Luka di ekstremitas (-).

Dari survey primer, didapatkan situasi di mana pasien mengalami syok. Secara klinis,
syok terbagi ke dalam 3 fase, yaitu :
Gejala Klinis
Kehilangan Darah
Frekuensi Jantung
Volume Nadi
Pengisian Kapiler
Kulit
RR
Tingkat Kesadaran

Kompensasi
25%
Takikardia +
Normal/Menurun
Normal/Meningkat
Dingin, pucat
Takipnue +
Agitasi ringan

Dekompensasi
25-40%
Takikardia ++
Menurun +
Meningkat +
Dingin, mottled
Takipnue ++
Berkooperasi

Irreversibel
> 40%
Takikardia/Bradikardi
Menurun ++
Meningkat ++
Pucat mati
Sighing respiration
Bereaksi hanya pada
rasa sakit atau tidak
responsive

Berdasarkan gejala klinisnya, anak ini telah mengalami syok fase kompensasi yang
membutuhkan penatalaksanaan segera untuk mencegah terjadi perburukan. Tatalaksana syok:
O2 2 L/menit via nasal kanul
IVFD RL 20 cc/kgBB 140 cc dalam dua line IVFD, dalam waktu
secepatnya, kocor kemudian evaluasi, respon (+) TD: 80/50, nadi
135x/menit, isi dan tegangan cukup lanjutkan dengan IVFD RL 10
cc/kgBB/ selam 2 jam 70 cc/jam (35 tetes/menit, mikro) evaluasi
ulang tanda-tanda vital, kemudian resusitasi cairan diturunkan bertahap

sesuai kondisi
Paracetamol 70 mg via NGT tiap 4-6 jam bila suhu 38,5oC
Observasi tanda vital dan diuresis/jam
Cek Hb, Ht, Trombosit, PT, apTT, SGOT, SGPT, CRP, ureum, kreatinin,

elektrolit
Cek Rontgen Thorax ap/lateral

Setelah dilakukan tatalaksana awal, maka dilakukan secondary survey di mana


didapatkan: dari anamnesis, diketahui bahwa sejak enam hari SMRS pasien mengalami
demam yang mendadak tinggi, terus menerus, suhu diukur 39,6oC, kejang (-), batuk (+), pilek
(+), sesak napas (-), mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di
kulit (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Kemudian pasien dibawa berobat ke Sp.A, diberi
obat racikan 1 macam, batuk dan pilek sembuh, namun demam tinggi masih ada. Demam
dirasakan terus menerus. Pasien masih mau makan dan minum. Tiga hari SMRS pasien masih
mengalami demam tinggi, kejang (-), batuk (+), pilek (+), sesak napas (-), mual (+), muntah
42

(-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAB dan BAK tidak ada
keluhan, pasien mulai tidak nafsu makan, pasien kembali dibawa berobat ke Sp.A dan
dilakukan pemeriksaan darah, didapatkan hasil Hb: 13,1 gr/dl, Leukosit: 1.900/mm3,
Trombosit: 73.000/l, Hematokrit: 39%. Pasien kemudian dirawat di RS Swasta selama 3
hari. Selama dirawat, pasien mendapatkan terapi infus RL 2 kolf, Nacl 0,9% setengah kolf,
Aminosteril 6% 100cc, Ceftriaxone selama 2 hari, Sanmol sirup dan Vitamin. Hasil
pemeriksaan darah terakhir saat dirawat di RS Swasta yaitu Hematokrit 28%, Trombosit
42.000/L, IgM anti-Dengue (+), dan IgG anti-Dengue (-). Dua hari SMRS, pasien masih
demam tinggi yang terus menerus dan mulai tampak sesak napas. Sesak napas tidak
dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, atau perubahan posisi. Kejang (-), mual (+), muntah (-),
bintik kemerahan di kulit (+) pada paha, gusi berdarah (-), mimisan (-), BAB darah atau
BAB hitam (-), tidak mau makan dan minum, pasien mulai gelisah. Lima jam SMRS kaki dan
tangan pasien teraba dingin dan pucat, pasien tampak gelisah. Orang tua pasien tidak ingat
kapan pasien BAK terakhir. Kemudian pasien dirujuk ke IGD RSMH Palembang. Riwayat
penyakit dahulu berupa riwayat sesak napas sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit DBD
di dalam keluarga dan lingkungan sekitar ada. Riwayat kehamilan ibu normal dan riwayat
kelahiran anak normal, ditolong bidan. Riwayat makanan mendapat ASI sejak lahir hingga
sekarang. Bubur susu usia 6 bulan hingga sekarang. Riwayat pertumbuhan dan
perkembangan normal. Riwayat imunisasi dasar belum lengkap. Status gizi baik. Hasil
laboratorium tanggal 21 November 2014 di RSMH adalah Hb 10,1 g/dl, Ht 29%, trombosit
107x 10/L.
Berdasarkan gejala-gejala yang timbul pada anak tersebut, mengindikasikan bahwa
anak tersebut mengalami Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO, yaitu:
1. Demam akut terus menerus selama 2-7 hari pada pasien selama 6 hari
2. Adanya minimal satu dari manifestasi perdarahan (uji torniquet positif, ekimosis,
purpura, petechie, perdarahan pada mukosa, hematemesis, melena) pada
pasien ditemukan petechie pada paha
3. Pembesaran hati pada pemeriksaan fisik ditemukan hepar yang teraba 3 jari di
bawah arcus costae
4. Syok, yang ditandai oleh nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan
tekanan nadi ( 20 mmHg), penurunan tekanan darah hingga tidak terukur, akral
dingin, kulit lembab, CRT > 2 detik, dan pasien tampak gelisah pada pasien

43

ditemukan keadaan umum gelisah, lethargi, nadi cepat (156 x/menit) dan lemah,
serta akral dingin.
5. Kriteria laboratorium:

Trombositopenia (< 100.000/mm3) pada pasien Trombosit 42.000/mm3

Hemokonsentrasi (> 20%) pada pasien Ht tertinggi adalah 39%, Ht


terendah adalah 24%, maka Ht pasien adalah 62,5%
Berdasarkan kriteria WHO, pada pasien terdapat 2 gejala klinis dan 1 gejala
laboratorium, maka dapat ditegakkan diagnosis kerja DBD. Berdasarkan derajat penyakitnya,
pasien ini masuk kriteria DBD Derajat 3, atau termasuk dalam Dengue Shock Syndrome
(DSS), berdasarkan kriteria berikut:
Derajat I

Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya menifestasi


perdarahan ialah uji bendung

Derajat II

Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau perdarahan


lainnya.

Derajat III

Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, sianosis di


sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, serta anak tampak gelisah.

Derajat IV

Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah
tidak terukur.

Berdasarkan derajat penyakitnya, pasien termasuk ke dalam DBD Derajat III atau
termasuk ke dalam Dengue Shock Syndrome (DSS). Pada pasien dilakukan resusitasi dan
dirawat inap hingga kondisi pasien stabil. Adapun komplikasi yang bisa terjadi pada pasien
ini adalah perdarahan massif, edema paru, kegagalan jantung dan ensefalopati dengue.
Diagnosis banding pada pasien ini adalah syok septik. Tanda-tanda syok septik adaah
sebagai berikut:
1. Demam dengan suhu > 38C atau < 36C.
2. Denyut jantung > 90 kali/menit.
3. Respirasi > 20 kali/menit, atau PaCO2 < 32 mmHg.
4. Leukosit > 12.000 sel/mm3, atau < 4.000 sel/mm3, atau >10% neutrofil imatur.
5. Minimal 2 gejala di atas (SIRS) ditambah sumber infeksi yang diketahui.
6. Kelainan perfusi organ.
7. Hipotensi yang menetap walaupun telah dilakukan resusitasi yang adekuat.
44

Berdasarkan kriteria tersebut, keadaan syok membaik setelah dilakukan resusitasi dengan RL
sebanyak 20 cc/kgBB dalam waktu cepat, yang artinya syok bukan diakibatkan oleh sepsis,
dan diagosis banding syok septik bisa disingkirkan.
Prognosa pada pasien DSS tergantung dari beberapa faktor, berdasarkan pemantauan
yang dilakukan pada pasien ini, prognosisnya dubia ad bonam.
Pasien dirawat selama 4 hari, dan diperbolehkan pulang atas indikasi berikut:
1. Bebas demam selama 24 jam tanpa antipiretik.
2. Nafsu makan kembali membaik.
3. Tampak perbaikan secara klinis.
4. Hematokrit stabil.
5. Tiga hari setelah syok teratasi.
6. Jumlah trombosit > 50.000/L.
7. Tidak dijumpai distress pernapasan (akibat efusi pleura atau asidosis).

45

DAFTAR PUSTAKA
1.

Noisakran, S and Perng, G.C. 2008. Alternate hypothesis on the pathogenesis of


dengue hemorrhagic fever (DHF)/dengue shock syndrome (DSS) in dengue virus

2.

infection. Exp Biol Med,.233(4):401-8.


Tantracheewathorn, T and Tantracheewathorn, S. 2007. Risk factors of dengue shock

3.

syndrome in children. J Med Assoc Thai.,90(2):272-7.


WHO. 2013. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome In

4.
5.

The Context of Integrated Management of childhood Illness. WHO/FCH/CAH/05.13.


Wahono TD., dkk., Demam Berdarah Dengue. Available at ; http://www.dkk-bpp.com
Rampengan T.H., Laurentz I.R., Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku

6.
7.

Kedokteran EGC. Jakarta. 1997. p.136-157


Demam Berdarah Dengue. Available at ; www.medicastore.com
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku
Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

8.

Universitas Indonesia. Jakarta. 1985. p.607-21.


Behrman RE., et.al. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition.Saunders,

9.

Philadelphia.2004
Diktat Penyakit Infeksi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

10.

Hasanuddin Makassar. 2003. p. 39-57.


Pedoman Diagnosa dan Terapi Berdasarkan Gejala dan Keluhan. Prosedur Tetap

11.

Standar Pelayanan Medis IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1997.


Soegijanto S, et all. Demam Berdarah Dengue. Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF

12.
13.

Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1994.


Soegijanto S, et all. Seminar Sehari Demam Berdarah Dengue. Surabaya. 1998.
Http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.htm

46

You might also like