Professional Documents
Culture Documents
DI SUSUN
OLEH :
SUBHAN
NIM 010030170 B
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui
Mahasiswa
Subhan
NIP. 14 00 72 113
NIM. 010030170 B
Pembimbing Ruangan
Pembimbing Akademik
NIP 14 00 85 759
LAPORAN PENDAHULUAN
CARSINOMA NASOFARING
Anatomi Nasofaring.
Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di
sebelah do sal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane.
Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan
kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang
mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Atas
: Basis kranii.
Bawah
: Palatum mole
Belakang
: Vertebra servikalis
Depan
: Koane
Lateral
: Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler
(resesus faringeus).
Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.
Pengertian Carsinoma Nasofaring
Karsinoma Nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa
nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT.
Sebagian besar kien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
Didapatkan lebih banyak pada pria dari pada wanita, dengan perbandingan 3 : 1 pada
usia / umur rata-rata 30 50 th.
Etiologi
Penyebab timbulnya Karsinoma Nasofaring masih belum jelas. Namun banyak yang
berpendapat bahwa berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologik dan
eksperimental, ada 5 faktor yang mempengaruhi yakni :
1. Faktor Genetik (Banyak pada suku bangsa Tionghoa/ras mongolid).
2. Faktor Virus (Virus EIPSTEIN BARR)
3. Faktor lingkungan (polusi asap kayu bakar, atau bahan karsinogenik misalnya
asap rokok dll).
4. Iritasi menahun : nasofaringitis kronis disertai rangsangan oleh asap, alkohol dll.
5. Hormonal : adanya estrogen yang tinggi dalam tubuh.
Pembagian Karsinoma Nasofaring
Menurut Histopatologi :
Well differentiated epidermoid carcinoma.
- Keratinizing
- Non Keratinizing.
Adenocystic carcinoma
Tipe WHO 2
-
Tipe WHO 3
-
Tipe WHO
1
2
3
Indonesia
29%
14%
57%
Cina
35%
23%
42%
Klasifikasi TNM
Menurut UICC (1987) pembagian TNM adalah sebagai berikut :
T1
= Tumor terbatas pada satu sisi nasofaring
T2
= Tumor terdapat lebih dari satu bagian nasofaring.
T3
= Tumor menyebar ke rongga hidung atau orofaring.
T4
= Tumor menyebar ke endokranium atau mengenai syaraf otak.
N1
= Metastasis ke kelenjar getah bening pada sisi yang sama, mobil, soliter dan
berukuran kurang/sama dengan 3 cm.
N2
= Metastasis pada satu kelenjar pada sisi yang sama dengan ukuran lebih dari
3 cm tetapi kurang dari 6 cm, atau multipel dengan ukuran besar kurang dari
6 cm, atau bilateral/kontralateral dengan ukuran terbesar kurang dari 6 cm.
N3
= Metastasis ke kelenjar getah bening ukuran lebih besar dari 6 cm.
M0
= Tidak ada metastasis jauh.
M1
= Didapatkan metastasis jauh.
Penentuan Stadium
Stadium I
T1
Stadium II
T2
Stadium III T3
T1 3
Stadium IV T4
Semua T
Semua T
N0
M0
N0
M0
N0
M0
N1
M0
N0 1 M0
N2 3 M0
Semua N
M1
Lokasi :
1 Fossa Rosenmulleri.
2 Sekitar tuba Eustachius.
3 Dinding belakang nasofaring.
4 Atap nasofaring.
Gejala Klinik
1. Gejala Setempat :
Gejala Hidung :
Pilek dari satu atau kedua lubang hidung yang terus-menerus/kronik.
Lendir dapat bercampur darah atau nanah yang berbau.
Epistaksis dapat sedikit atau banyak dan berulang.
Dapat juga hanya berupa riak campur darah.
Obstruksio nasi unilateral atau bilateral bila tumor tumbuh secara eksofilik
Gejala Telinga :
Kurang, pendengaran.
Tinitus
OMP.
2.
a.
b.
c.
d.
Ke atas :
Melalui foramen ovale masuk ke endokranium, maka terkena dura dan
timbul sefalgia/sakit kepala hebat, Kemudian akan terkena N VI, timbul
diplopia, strabismus. Bila terkena N V, terjadi Trigeminal neuralgi dengan
gejala nyeri kepala hebat pada daerah muka, sekitar mata, hidung, rahang
atas, rahang bawah dan lidah. Bila terkena N III dan IV terjadi ptosis dan
oftalmoplegi. Bila lebih lanjut lagi akan terkena N IX, X, XI dan XII.
Ke samping :
Masuk spatium parafaringikum akan menekan N IX dan X
: Terjadi
Paresis palatum mole, faring dan laring dengan gejala regurgitasi makanminum ke kavum nasi, rinolalia aperta dan suara parau.
Menekan N XI
: Gangguan fungsi otot sternokleido mastoideus dan
otot trapezius.
Menekan N XII
: Terjadi Deviasi lidah ke samping/gangguan menelan
Gejala karena metastasis melalui aliran getah bening :
Terjadi pembesaran kelenjar leher yang terletak di bawah ujung planum
mastoid, di belakang ungulus mandibula, medial dari ujung bagian atas
muskulus sternokleidomastoideum, bisa unilateal dan bilateral. Pembesaran
ini di sebut tumor colli.
Gejala karena metastasis melalui aliran darah :
Akan terjadi metastasis jauh yaitu paru-paru, ginjal, limpa, tulang dan
sebagainya.
Sebagai pedoman :
Ingat akan adanya tumor ganas nasofaring bila dijumpai TRIAS :
A. Tumor colli, gejala telinga, gejala hidung.
B. Tumor colli, gejala intrakranial (syaraf dan mata), gejala hidung dan telinga.
C. Gejala Intrakranial, gejala hidung dan telinga.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
: Wajah, mata, rongga mulut dan leher.
Pemeriksaan THT:
- Otoskopi
: Liang telinga, membran timpani.
- Rinoskopia anterior :
o Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin
hanya banyak sekret.
o Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung,
tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
- Rinoskopia posterior :
o Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak
menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
o Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
- Faringoskopi dan laringoskopi :
Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek
muntah dapat menghilang.
- X foto
: tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan
Pemeriksaan tambahan
- Biopsi :
Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/daerah yang dicurigai.
Dilakukan dengan anestesi lokal.
Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan), melalui
rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi
posterior.
Bila perlu Biopsi dapat diulang sampai tiga kali.
Bila tiga kali Biopsi hasil negatif, sedang secara klinis mencurigakan
dengan karsinoma nasofaring, biopsi dapat diulang dengan anestesi umum.
Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan bila klien trismus atau keadaan
umum kurang baik.
Biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarum halus dilakukan
bila terjadi keraguan apakah kelenjar tersebut suatu metastasis.
Penatalaksanaan :
Terapi utama : Radiasi/Radioterapi ditekankan pada penggunaan megavoltage
dan pengaturan dengan komputer (4000 6000 R)
Terapi tambahan : diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, inferferon,
Sitostatika/Kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus
Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan
kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi ajuvan (tambahan). Berbagai
macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi
dengan Cis-platinum sebagai inti. Pemberian ajuvan kemoterapi Cis-platinum,
bleomycin dan 5-fluorouracil sedang dikembangkan di bagian THT Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga dengan hasil sementara yang cukup
memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi
praradiasi dengan efirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang
cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik.
PATOFISIOLOGI
Gangguan pertumbuhan sekunder /
sel epitel nasopharing
Telinga
Pendengaran berkurang
Hidung
Pilek kronis
Sakit kepala/pusing
Hidung buntu (terasa)
Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala
:
- Kelemahan dan / atau kelelahan.
- Perubahan pada pola istirahat / jam tidur karena keringat berlegih,
nyeri atau ansietas.
2. Integritas Ego :
Gejala
:
- Faktor stress (perubahan peran atau keuangan).
- Cara mengatasi stress (keyakinan/religius).
- Perubahan penampilan.
3. Makanan/cairan
Gejala
: Kebiasaan diet buruk (Bahan Pengawet)
4. Neurosensori
Gejala
: Pusing atau sinkope
5. Pernafasan
Gejala
: Pemajanan bahan aditif
6. Interaksi sosial
Gejala
: Kelemahan sistem pendukung
7. Pembelajaran
Gejala
: Riwayat kanker pada keluarga
Prioritas Keperawatan
1. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2. Meningkatkan kenyamanan.
3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
4. Mencegah komplikasi.
5. Memberi informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
Tujuan Pemulangan
1. Klien menerima situasi dengan realistis.
2. Nyeri berkurang/terkontrol.
3. Homeostasis dicapai.
4. Komplikasi dicegah/dikurangi
5. Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan aturan dipahami.
Diagnosa Keperawatan
1. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan
pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas,
efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
dialami dan dirasakan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
5.
2.
3.
3.
4.
5.
4.
Evaluasi
A. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
B. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
C. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.
Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process
Approach. 2 nd Edition : WB Sauders.
Lab. UPF Ilmu Penyakit THT FK Unair. (1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi
Lab/UPF Ilmu Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetom
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.
Makalah Kuliah THT. Tidak dipublikasikan
Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta
Rothrock, C. J. (2000). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC :
Jakarta.
Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.
Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT. Edisi kekempat. FKUI : Jakarta.
Sri Herawati. (2000). Anatomi Fisiologi Cara Pemeriksaan Telinga, Hidung,
Tenggorokan. Laboratorium Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya.
10
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn A. B. Tanjung
No. Regester :
Umur
: 64 Tahun/Bulan
Jenis Kelamin
: Laki-laki.
Suku/Bangsa
: Dayak/Indonesia
Agama
: Kristen
Status Marieta
: Kawin
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SLTA
Bahasa yang digunakan
: Indonesia
Alamat
: Jl. Sethaji 4/54 Kab.Kuala Kapuas Kalimantan Tengah
Kiriman dari
: dokter praktek
Tanggal MRS
: 12 April 2002 Jam... WIB.
Cara Masuk
: Lewat Instalasi Rawat Darurat/Poliklinik RSUD Dr.
Soetomo Surabaya
Diagnosa Medis : Ca Nasofaring + Diabetes Melitus + Hipertensi
Alasan Dirawat
: Ingin menjalani kemoterapi
Keluhan Utama
: Telinga kiri terasa buntu/hingga peradangan. Timbul
benjolan di leher kanan dan kiri sejak 3 bulan yang lalu.
Upaya yang telah dilakukan : Berobat ke dokter praktek.
Terapi/operasi yang pernah dilakukan :...
2.
3.
11
3) Body Systems
(1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Pernafasan melalui hidung. Frekuensi 20 x/menit, Irama teratur,
tidak terlihat gerakan cuping hidung, tidak terlihat Cyanosis, tidak
terlihat keringat pada dahi, tidak terdengar suara nafas tambahan,
dentuk dada simetris.Hasil foto Thorax PA Cor/pulmo tidak ada
kelainan.
(2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Nadi 90 X/menit kuat dan teratur, tekanan darah 140/90 mmHg,
Suhu 36,8 0C, perfusi hangat. Cor S1 S2 tunggal reguler, ekstra
sistole/murmur tidak ada
(3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Tingkat kesadaran (GCS) Membuka mata : Spontan (4)
Verbal : Orientasi baik (5)
Motorik : Menurut perintah (6)
Compos Mentis : Pasien sadar baik
Persepsi Sensori :
Pendengaran
:
Penciuman
:
Pengecapan
:
Penglihatan
:
Peradaan
:
(4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Jumlah urine 1200 cc/24 jam, warna urine kuning
(5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Mulut dan tenggorokan normal, Abdomen normal, Peristaltik
normal, tidak kembung, tidak terdapat obstipasi maupun diare,
Rectum normal, klien buang air besar 1 X/hari.
(6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Kemampuan pergerakan sendi bebas/terbatas
Parese ada/tidak, Paralise ada/tidak, Hemiparese ada/tidak,
Ekstrimitas
:
Atas :
Bawah :
Tulang Belakang :
Warna kulit
:
Akral
:
Turgor
:
Tidak terdapat kontraktur maupun dikubitus.
Tidak terdapat kontraktur maupun dikubitus
(7) Sistem Endokrin
Terapi hormon
:
Karakteristik sex sekunder
:
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik :
Hipoglikemia
Polidipsi
Poliphagi
Poliuri
Postural hipotensi
12
kelemahan
Pola aktivitas sehari-hari
(1) Pola Persepsi Dan Tata Laksana Hidup Sehatan
Pada pasien diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap
dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya
penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
(3) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan lancar,
Jumlah urine 1200 cc/24 jam, warna urine kuning. Pada eliminasi
alvi relatif tidak ada gangguan. Klien buang air besar 1 X/hari.
(4) Pola tidur.dan Istirahat
Adanya poliuri dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola
tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan. Klien
kurang tidur baik pada waktu siang maupun malam hari. Klien
tampak terganggu dengan kondisi ruang perawatan yang ramai.
(5) Pola Aktivitas dan latihan
Adanya diabetik dan Ca. nasofaring menyebabkan penderita tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal,
penderita mudah mengalami kelelahan. Klien biasanya bekerja
diluar rumah, tapi saat ini klien hanya beristirahat di Rumah Sakit
sambil menunggu rencana operasi.
(6) Pola Hubungan dan Peran
Ca nasofaring yang sukar sembuh menyebabkan penderita malu dan
menarik diri dari pergaulan.
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pasien dengan diabetes cenderung mengalami neuropati / mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien
mampu melihat dan mendengar dengan baik, klien tidak
mengalami disorientasi.
(8) Pola Persepsi Dan Konsep Diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem). Klien mengalami cemas karena
13
14
Bilirubin Direk
Bilirubin Total
Alkali Phospatase
Cholesterol Total
Trigliserida
HDL Cholesterol
LDL Cholesterol
Ureum/BUN
Serum Creatinin
Uric Acid
Glukosa puasa
Glukosa 2 jam pp
: 0,31
: 1,01
: 148
: 148,8
: 81,4
: 30
: 101
: 13,8 mg/dl
: 1,16 mg/dl
: 4,1
: 300 mg/dl
: 463 mg/dl
( 0,25)
( 1,00)
( 200)
( 200)
( 35
( 130)
(10 20)
(L : 0,9 1,5 P : 0,7 1,3)
(L : 3,4 7,0 P : 2,4 5,7)
( 126 mg/dl)
( 140 mg/dl)
15
16
II.
D AT A
ETIOLOGI
Klien kurang tidur Rasa nyeri pada
baik pada waktu kepala.
siang
maupun
malam hari. Klien
tampak
terganggu
dengan
kondisi
ruang
perawatan
yang ramai.
O:
Kurangnya
S:
pengetahuan
Klien mengatalakn tentang
cemas
karena penyakitnya.
Kurangnya
pengetahuan tentang
sifat
penyakit,
pemeriksaan
diagnostik
dan
tujuan tindakan yang
diprogramkan.
Lamanya perawatan,
banyaknya
biaya
perawatan
dan
pengobatan
dan
gangguan
peran
pada keluarga (self
esteem).
Klien mengatakan
sedikit
stress
menghadapi
tindakan kemoterapi/
sitostatika.
karena
kurangnya
pengetahuan.
O:
Kurangnya
S:
informasi.
Klien mengatakan
kurang mengetahui
tentang
proses
penyakit, perawatan
maupun pengobatan
serta
kurangnya
pengetahuan tentang
dampak
diabetuk
dan diet.
O:
Intake makanan
Klien
mengalami yang kurang.
muntah 2 X
S:
Klien
mengeluh
selalu mual dan
selalu ingin muntah
DIAGNOSA KEPERAWATAN
MASALAH
Ganguan
pola
tidur
PARAF
Cemas
Kurangnya
pengetahuan
tentang
proses
penyakit,
diet,
perawatan
dan
pengobatan
Gangguan
pemenuhan nutrisi
kurang
dari
kebutuhan tubuh
17
1.
2.
3.
4.
18
PERENCANAAN INTERVENSI
NO
1.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan pola tidur berhubungan
dengan rasa nyeri pada kepala.
Cemas
berhubungan
kurangnya
pengetahuan
penyakitnya.
TUJUAN
Tujuan : Gangguan pola tidur
pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien mudah tidur dalam
waktu 30 40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah
segar.
3. Pasien mengungkapkan
dapat beristirahat dengan
cukup.
1.
2.
3.
4.
PERENCANAAN INTERVENSI
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan 1.
tenang.
Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di 2.
rumah.
Kaji adanya faktor penyebab gangguan 3.
pola tidur yang lain seperti cemas, efek
obat-obatan dan suasana ramai.
Anjurkan pasien untuk menggunakan 4.
pengantar tidur dan teknik relaksasi.
5.
1.
2.
3.
4.
pemenuhan 5.
untuk 2
3
RASIONAL
Lingkungan yang nyaman dapat membantu
meningkatkan tidur/istirahat.
Mengetahui perubahan dari hal-hal yang
merupakan kebiasaan pasien ketika tidur
akan mempengaruhi pola tidur pasien.
Mengetahui faktor penyebab gangguan pola
tidur yang lain dialami dan dirasakan
pasien.
Pengantar tidur akan memudahkan pasien
dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi
akan mengurangi ketegangan dan rasa
nyeri.
Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya
kebutuhan tidur pasien akibat gangguan
pola tidur sehingga dapat diambil tindakan
yang tepat
Untuk menentukan tingkat kecemasan yang
dialami pasien sehingga perawat bisa
memberikan intervensi yang cepat dan
tepat.
Dapat meringankan beban pikiran pasien.
Agar terbina rasa saling percaya antar
perawat-pasien sehingga pasien kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
Informasi yang akurat tentang penyakitnya
dan keikutsertaan pasien dalam melakukan
19
6.
7.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
Gunakan
gambar-gambar
memberikan penjelasan (jika
memungkinkan).
2.
dalam 5.
ada /
20
4.
1.
4.
21
3.
J AM
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
08.00
08.10
08.20
1.
2.
3.
08.30
4.
08.40
5.
08.00
08.10
1.
2.
08.20
08.30
3.
4.
08.40
5.
08.50
6.
09.00
7.
08.00
1.
08.10
08.20
2.
3.
EVALUASI (SOAP)
TANDA
TANGAN
S:
Pasien mengungkapkan dapat beristirahat
dengan cukup.
O:
1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 40
menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
A : Tujuan Berhasil
P : Intervensi dihentikan
S:
O:
1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab
kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
A : Tujuan Berhasil
P : Intervensi dihentikan
22
pengobatan
berhubungan
dengan kurangnya
informasi.
4.
08.30
4.
08.40
5.
08.00
08.10
1.
2.
08.20
08.30
08.40
3.
4.
5.
23