You are on page 1of 10

339 : HUKUM TUJUH BULANAN ( TINGKEPAN )

PERTANYAAN
Rayate Lee Lampahan I

Assalamu 'alaikum wr wb..


siang saudara2 huda...
Mau tanya jika ibu hamil sudah mau menginjak umur 7
bulan,harus/wajibkah mengadakan
syukuran/tingkepan?
terima kasih..
JAWABAN
>> Alif Jum'an Azend
Deskripsi masalah
Sudah menjadi hal yang lumrah, bila kehadiran buah hati
adalah sesuatu yang sangat diharapkan oleh pasangan suami
istri, sehingga ketika sang istri tercinta hamil mereka
mengadakan acara-acara tertentu demi kebaikan sang buah
hati, diantaranya: acara 3 bulanan (neloni; Jawa) 4 bulanan
(ngupati:Jawa) dan 7 bulanan (mitoni: Jawa).
PP. LANGITAN Tuban
Pertanyaan
a. Adakah dasar dalam syariat tentang hal-hal di atas (acara
neloni,ngupati dan mitoni)?
Jawaban
a. Secara khusus tidak ditemukan dasar dalam syariat. Hanya

saja, dalam fikih disampaikan bahwa apabila dalam kegiatan


tersebut tidak terdapat hal-hal yang dilarang agama bahkan
merupakan kebajikan seperti sodaqoh, qiro'atul qur'an dan
sholawat kepada Nabi serta tidak meyakini bahwa penentuan
waktu itu adalah sunnah, maka hukumnya diperbolehkan
REFERENSI :
-

Qurrotul 'Ain hal. 158


Tafsir Ibnu Katsir juz 3 hal. 525
Fatawy al Fiqhiyyah al Kubro juz 2 hal. 7
I'anah al Thalibin juz 3 hal. 414
Bughyah al Mustarsyidin hal. 74

HASIL KEPUTUSAN
BAHTSUL MASAIL FMPP ke-23 SE-JAWA MADURA
di PP. Bahrul Ulum Tambakberas Jombang
Rabu-Kamis, 25-26 Mei 2011 M. / 22-23 J. Akhir 1432 H.
>> Masaji Antoro
Wa'alaikumsalam
Walimah al-Hamli bukan tergolong walimah yang disyariatkan
dalam Islam, selagi dalam pelaksanaannya tidak disertai halhal yang tercela maka tidak menjadi BIDAH yang QABIIH
(tercela).
......


PERTANYAAN
Bagaimana pendapat tuan tentang Walimah al-Haml ?
JAWABAN
Semoga Allah selalu memberikan taufiq pada kebenaran, sesungguhnya
walimah al-haml yang ditanyakan dalam soal diatas tidak tergolong

walimah-walimah yang diperlakukan oleh syariat Islam,


walimah tersebut termasuk bidah dan bahkan bisa menjadi
bidah yang jelek bila disertai dengan adat-adat yang tercela.
Qurrah al-Aiin Bi Fataawa as-Syaikh Ismail az-Zain Hal. 182








:
" :


















Imam as-Syafii berkata Walimah yang dikenal (dalam islam)
adalah walimah Urs dan setiap jamuan yang diadakan atas
dasar mendapatkan sesuatu, persalinan, khitanan atau
kebahagiaan yang baru diperoleh kemudian jamuan tersebut
dijadikan undangan maka nama walimah layak disematkan
padanya
Al-Haawy fii Fiqh as-Syaafii IX/555
ISTILAH-ISTILAH WALIMAH YANG DIKENAL DALAM ISLAM



Jamuan khitanan disebut IDZAAR , Jamuan kelahiran disebut AQIQAH
, jamuan terselamatkannya wanita dari jatuhnya talak disebut KHARS
namun pendapat lain menyatakan khars adalah jamuan untuk kelahiran anak,
Jamuan sampainya seseorang dari bepergian disebut
NAQIAH , Jamuan seusai membangun rumah disebut
WAKIIRAH , jamuan selamat dari bencana disebut
WADHIMAH , dan jamuan yang diadakan tanpa alasan
disebut MADABAH .
Raudhah at-Thoolibiin III/64






.


:


:









.

:
:

:
.








.
:















:









.















Macam Walimah yang dikenal dalam Islam ada enam
Walimah Urs : Walimah yang diadakan atas dasar pertemuan dua insan
dalam membentuk rumah tangga
Walimah Khurs : Walimah yang diadakan atas dasar lahirnya seorang
anak
Walimah Idzaar : Walimah yang diadakan atas dasar
khitanan
Walimah Wakiirah : Walimah yang diadakan atas dasar
membangun rumah
Walimah Naqiiah : Walimah yang diadakan atas dasar
kedatangan seseorang dari bepergian
Walimah Madabah : Walimah yang diadakan atas dasar
tanpa sebabBila undangan walimah tersebut mencakup
semua lapisan masyarakat dinamakan JAFLAA, bila hanya
sebatas kalangan tertentu saja dinamakan NAQRAA.
Al-Haawy fii Fiqh as-Syaafii IX/555
Wallaahu A'lamu Bis showaab
http://www.piss-ktb.com/2012/03/1355-walimah-al-hamlmitoni-neloni.html
Pertanyaan :
Assalamu'alaikum ...
Tanya serius, adakah dalil tentang mitoni (7 bulan ibu mngandung)?
apa kanjeng nabi juga mitoni anak-anaknya ?
Mohon dijawab juga sertakan ta'bir.
( Dari : Kang Sodrun )
Jawaban :
Wa'alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh
Acara 7 bulanan kehamilan dalam adat jawa disebut dengan "mitoni", acara disebut
juga dengan "tingkepan", berasal dari bahasa jawa : sing dienti-enti wis mathuk jangkep
(yang ditunggu-tunggu sudah hampir sempurna) karena pada masa ini umur

kandungan sudah mendekati masa kelahira. Disebagian daerah acara ini disebut
dengan "kabba" yang berarti membalik, karena pada usia kandungan ini, janin yang
berada dalam kandungan terbalik, kepalanya dibawah setelah sebelumnya diatas. Dan
biasanya pada acara tersebut disuguhkan makanan-makanan tertentu yang
dihidangkan bagi para tamu yang diundang.
Dalam pandangan fiqih, segala bentuk jamuan yang disuguhkan dan dihidangkan
dalam waktu-waktu tertentu, seperti saat pernikahan, khitan, kelahiran atau atau hal-hal
lain yang ditujukan sebagai wujud rasa kegembiraan itu dinamakan walimah, hanya
saja kata walimah biasanya diidentikkan dengan hidangan dalam acara pernikahan
(walimatul 'arus).
Semua ulama' sepakat bahwa selain walimatul 'arusy hukumnya tidak wajib, namun
menurut madzhab syafi'i mengadakan perjamuan/hidangan selain untuk walimatul
arusy hukumnya sunat, sebab hidangan tersebut dimaksudkan untuk menampakkan
nikmat Alloh dan sebagai wujud rasa syukur atas nikmat tersebut, dan disunatkan pula
untuk menghadiri undangan jamuan tersebut untuk menyambung hubungan baik
sesama muslim dan menampakkan kerukunan dan persatuan . Rosululloh shollallohu
'alaihi wasallam bersabda:

Seandainya aku diundang untuk jamuan makan sebesar satu satu paha belakang
(kambing), pasti akan aku penuhi." (Shohih Bukhori, no.5178)
Dari sudut pandang ini, acara 7 bulanan hukumnya boleh, bahkan sunat karena
termasuk dalam walimah yang bertujuan untuk menampakkan rasa gembira dan syukur
akan nikmat Alloh berupa akan lahirnya seorang bayi. Terlebih lagi apabila hidangan
tersebut disuguhkan dengan mengundang orang lain dan diniati untuk sedekah sebagai
permohonan agar ibu yang mengandung dan bayi yang dikandungnya terhindar dari
mara bahaya. Para ulama' menyatakan bahwa hukum sedekah adalah sunat, apalagi
jika dilakukan pada saat-saat penting dan genting, seperti pada bulan romadhon, saat
terjadi gerhana, saat sakit, dan lain-lain. Dalam satuh hadits diriwayatkan :



"Besedekah itu bisa menutup tujuh puluh macam pintu keburukan". (Mu'jam Kabir LitThobroni, no.4402).
Untuk pertanyaan kedua, memang benar tidak ditemukan bahwa nabi pernah
mengerjakan acara seperti ini, karena memang ini adalah budaya suatu daerah, namun
hal ini tidak serta merta menjadikan acara ini dihukumi bid'ah sayyi'ah/qobihah (bid'ah
yang buruk). Karena bid'ah yang dianggap buruk apabila bertentangan dengan ajaran
dan aturan dalam agama islam, sedangkan apabila tidak melanggar, atau bahkan
malah mendapatkan payung hukum dari agama, maka termasuk dalam bid'ah hasanah
(bid'ah yang baik). Jadi, selama dalam prosesi acaranya tidak terdapat hal-hal yang

bertentangan dalam agama, acara ini tidak bisa dikategorikan dalam bid'ah
sayyi'ah/qobihah.
Imam Asy-Syafi'i rohimahulloh berkata:



"Hal-hal

yang

baru

yang

menyalahi

Alqur'an

As-sunnah,Ijma'(kesepakatan

Ulama'),atau atsar maka itu bid'ah yang menyesatkan .Sedangkan suatu hal yang baru
yang tidak menyalahi salah satu dari keempatnya maka itu(bid'ah)yang terpuji".
Kesimpulan akhirnya, acara 7 bulanan atau tingkipen itu memang tak ada dalil
khususnya dan tidak pernah dikerjakan oleh Nabi, namun boleh dikerjakan, bahkan
hukumnya sunat apabila dikerjakan untuk menampakkan rasa gembira dan syukur atas
nikmat Alloh, apalagi bila disertai dengan sedekah.Dan tentu saja acara ini
diperbolehkan selama tidak terdapat hal-hal yang dilarang dalam prosesi acara
tersebut.

Wallohu

a'lam.

( Dijawab oleh : Zulfi Abdillah, Siroj Munir, Adi Reza

dan Kang Zalid )

Referensi
1.

Al

Umm,

2.

Nihayatul

3.

Al

Bayan,

4.

Al

Majmu',

Juz

Mathlab,

5.

Roudhotut

6.

Faidhul

7.

Hasyiyah

:
Juz

Juz
Tholibin,

Qodhir,
I'anatut

6
:

13

Juz

9
:

Tholibin,

Hal

Juz

480-481
:

Hal
Hal
1

187

:
Hal

159

Hal

16

Juz
Juz

Hal

Hal

392
:

341

236
:

313

Di kalangan masyarakt jawa khususnya yang ada di pedesaan masih


dilestarikan suatu tradisi apabila si perempuan hamil maka keluarganya
mengadakan

selamatan/walimahan,

mereka

menyebutnya

sementara para santri menyebutnya walimatul hamli.

tingkepan,

Kata tingkepan/tingkep berasal dari bahasa daerah/jawa : sing dientienti wis mathuk jangkep(yang ditunggu-tunggu sudah hampir sempurna).
Waktu pelaksanaan selamatan tingkepan ini antara daerah satu dengan
daerah lain tidak sama. Di sebagian daerah dilaksanakan pada saat usia
janin empat bulan, sedangkan di daerah lain dilaksanakan pada saat usia
janin tujuh bulan. Dalam upacara tingkepan yang mereka anggap sakral itu
dihidangkan beberapa jenis menu makanan khas, di samping itu disajikan
juga secama sesajen yang beraneka ragam.
Apakah upacara tingkepan (walimatul hamli) ini termasuk salah satu
amalan sunnah atau tidak? Ada dalil dari hadits nabi atau pendapat ulama
salaf atau tidak? Persoalan inilah yang menjadi faktor penyebab timbulnya
pro dan kontra antara kelompok muslim yang satu dengan kelompok muslim
yang lain. Sebagian dari kelompok muslim di Indonesia ada yang apriori,
tidak mau malakukan bahkan ada yang bersikap ekstrim menolak dan
berusaha untuk memberantasnya. Mereka berargumentasi bahwa tradisi
tersebut termasuk adat istiadat jahiliyah (salah satu peninggalan Budha
klasik). Oleh karena itu tidak pantas hal tersebut diamalkan oleh umat
muslim. Mereka mengemukakan sebuah dalil berupa hadits Nabi saw. :







. .
5
Artinya :
Manusia yang paling dibenci oleh Allah ada tiga :
1. Orang yang melakukan pelanggaran di tanah haram;
2. Orang yang sudah memeluk Islam, akan tetapi masih mengamalkan tradisi kaum jahiliyah;
3. Orang yang menuntut darah orang lain agar orang lain itu dialirkan darahnya (yakni
menuntut hukum bunuh tanpa alasan yang benar).
Adapun kelompok sunni (umumnya warga nahdliyin) menyikapi budaya tingkepan ini
dengan

fleksibel/lentur,

mau

menerima

tidak

apriori

mau

melakukan

bahkan

melestarikannya, namun tidak serta-merta menerimanya secara total, akan tetapi bertindak
selektif, yang dilihat bukan tradisi atau budayanya tetapi nilai-nilai yang dikandungnya.
Sebagaimana di sebut di awal bahwa dalam upacara tingkepan -biasanya dilakukan
oleh orang awam- itu ada hidangan khusus dan ada lagi sajian lain. Jika hal itu tidak

dipenuhi -menurut kepercayaan mereka- akan timbul dampak negatif bagi ibu yang sedang
hamil atau janin yang dikandungnya. Hidangan atau sajian dimaksud antara lain :
1. Nasi tumpeng;
2. Panggang ayam;
3. Buceng/nasi bucu tujuh buah;
4. Telur ayam kampung yang direbus tujuh butir;
5. Takir pontang yang berisi nasi kuning;
6. Nasi liwet yang masih dalam periok;
7. Rujak, yang bahannya dari beraneka ragam buah-buahan;
8. Pasung yang dibungkus daun nangka;
9. Cengkir (buah kelapa gading yang masih muda).
10. Sehelai daun talas yang diberi air putih;
11. Seser (alat jaring untuk menangkap ikan);
12. Sapu lidi;
13. Pecah kendi di halaman rumah;
14. Dan lain-lain.
Dengan melihat praktek dalam acara tingkepan yang demikian itu, maka wajarlah
kiranya ada kelompok yang besikeras, seratus persen menolaknya.
Bagi kelompok yang setuju, tidak langsung menolaknya, akan tetapi dengan sikap
selektif dan akomodatif, mereka menerima pelaksanaan acara selamatan tingkepan asalkan
di dalamnya tidak ada hal-hal yang berseberangan dengan syariat (hal yang haram) dan
tidak pula merusak akidah (berbau syirik).
Shahibul walimah seharusnya mengerti bahwa :
1. Semua yang dihidangkan, baik yang berupa makanan yang dimakan di tempat atau yang
berupa berkatan jangan diniati yang bukan-bukan, akan tetapi berniatlah menjamu para
tamu dan bersedekah dengan harapan semoga dengan wasilahshadaqah ini, Allah SWT.
memberikan keselamatan kepada segenap anggota keluarga, khususnya janin yang berada
dalam kandungan serta sang suami dan isteri yang sedang mengandung (selameto ingkang
dipun kandut, selameto ingkang ngandut lan selameto ingkang ngandutaken).
Bagi kita semua pasti sudah sama-sama faham bahwa yang namanya shadaqah dengan
segala macam bentuknya asalkan dengan niat yang ikhlas dan bahan-bahannya halal,
secara umum

Rasulullah

SAW. sangat

fadlilahnya, sebagaimana sabda beliau :

menganjurkannya

dan

beliau

jelaskan

pula

a. Hadits riwayat Imam Rafii :

).
(264 :
Artinya :
Setiap sesuatu itu ada alat pencucinya, pencuci untuk rumah/tempat tinggal adalah
menjamu para tamu. (HR. Imam Rafii).
b. Hadits riwayat Imam Thabarani :

Artinya :
Besedekah itu bisa menutup tujuh puluh macam pintu keburukan. (HR. Imam Thabarani).
c. Hadits riwayat imam Khatib :

Artinya :
Bersedekah itu bisa menolak tujuh puluh macam mala petaka/bala. (HR. Imam Khatib)
2. Walimatul hamli/selamatan tingkepan adalah salah satu wujud tahadduts bin nimahyakni
memperlihatkan rasa syukur atas kenikmatan/ kegembiraan yang dianugerahkan oleh Allah
SWT. berupa jabang bayi yang berada dalam janin yang selama ini menjadi dambaan
pasangan suami dan isteri.
Ulama salaf memfatwakan : setiap ada suatu kenikmatan/kegembiraan disunatkan
mengadakan

selamatan/bancaan

mengundang

sanak

tetangga

dan

teman-teman

sebagaimana yang ditulis oleh syaikh Abd. Rahman Al-Juzairi dalam kitabnya al-fiqhu alal
madzahibil arbaah juz II hal. 33 :

:
.

Artinya :
Ulama Syafiiyyah (pengikut madzhab Syafii) berpendapat : disunatkan membuat
makanan dan mengundang orang lain untuk makan-makan, sehubungan dengan datangnya
suatu

kenikmatan/kegembiraan,

baik

itu

acara

temantenan,

khitanan,

datang

dari

bepergian dan lain sebagainya.


Wal-hasil, para warga yang hendak mengadakan walimatul hamli sudah barang tentu harus
menata hatinya dengan niatan yang benar dan mempunyai sikap arif dan bijak dalam
memilih dan memilah di antara beberapa hidangan dan sajian tersebut, mana yang bisa

diselaraskan dengan syariat dan mana yang tidak, mana yang masih dalam koridor akidah
islamiyah dan mana yang tidak.

You might also like