You are on page 1of 16

HERBISIDA

Oleh :
Fajar Husen
Maretra Anindya P.
Rombongan
Kelompok
:1
Asisten

B1J013002
B1J013090
: II
: Latifah Ambarwati

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
I.

2015
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada


lahan

pertanian

untuk

menekan

atau

memberantas

tumbuhan

pengganggu yang menyebabkan penurunan jumlah gulma. Herbisida


digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian gulma. Herbisida
bekerja dengan mengganggu proses anabolisme senyawa penting seperti
pati, asam amino melalui kompetisi dengan senyawa yang normal dalam
proses tersebut. Herbisida menjadi kompetitor karena memiliki struktur
yang mirip dan menjadi kosubstrat yang dikenali oleh enzim yang
menjadi sasarannya (Moenandir, 1990).
Menurut aplikasinya herbisida terbagi menjadi dua tipe yaitu
herbisida pratumbuh (preemergence herbicide) dan herbisida pasca
tumbuh (postemergence herbicide). Herbisida

pratumbuh disebarkan

pada lahan setelah diolah namun sebelum benih disebarkan atau segera
setelah benih ditebar. Biasanya herbisida jenis ini bersifat nonselektif,
yang

berarti

membunuh

semua

tumbuhan

yang

ada.

Herbisida

pascatumbuh diberikan setelah benih memunculkan daun petamanya.


Herbisida jenis ini bersifat selektif memberantas tanaman pengganggu
dan bersifat tidak mengganggu tumbuhan pokoknya (Moenandir, 1990).
Zat

pengatur

tumbuh

tanaman

berperan

penting

dalam

mengontrol proses biologi dalam jaringan tanaman. Perannya antara lain


mengatur kecepatan pertumbuhan dari masing-masing jaringan dan
mengintegrasikan bagian-bagian
yang kita kenal

tersebut agar menghasilkan bentuk

sebagai tanaman. Aktivitas zat pengatur tumbuh di

dalam pertumbuhan tergantung dari jenis, struktur

kimia, konsentrasi,

genotip tanaman serta fase fisiologi tanaman (Lestari, 2011). Masingmasing pestisida memiliki kandungan zat aktif terte ntu, sesuai dengan
peruntukannya dalam pemberantasan hama

pertanian (Elvinawati,

2011).
Gulma merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman
yang juga memegang peranan penting dalam sistem produksi tanaman,
karena dapat memenangi persaingan dengan tanaman pokok untuk
mendapatkan kebutuhan unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh,
sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan produksi. Beberapa
spesies gulma menjadi inang bagi serangga hama maupun patogen
(penyebab penyakit) bagi tanaman pokok (Tjokrowardojo, 2010).

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mangetahui pangaruh
berbagai konsentrasi 2,4-D sebagai herbisida.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan zat pengatur tumbuh dalam kultur jaringan tanaman


sangat penting, yaitu untuk mengontrol organogenesis bagian tunas dan
akar serta pembentukan kalus. Ada dua golongan zat pengatur tumbuh
tanaman yang sering digunakan dalam kultur jaringan, yaitu sitokinin dan
auksin. Zat pengatur tumbuh yang termasuk golongan sitokinin antara
lain BA (benzil adenin), kinetin (furfuril amino purin), 2-Ip (dimethyl allyl
amino purin), dan zeatin. Zat pengatur tumbuh yang termasuk dalam
golongan auksin antara lain IAA (indole acetic acid), NAA (naphtalene
acetic acid), IBA (indole butiric acid), 2.4-D (2.4-dichlorophenoxy acetic
acid), dicamba (3,6-dicloro-o-anisic acid), dan picloram (4-amino-3,5,6tricloropicolinic acid) (Tjokrowardojo, 2010).
Auksin mempunyai peran ganda tergantung pada struktur kimia,
konsentrasi, dan jaringan tanaman yang diberi perlakuan. Auksin
umumnya digunakan untuk menginduksi pembentukan kalus, kultur
suspensi, dan akar dengan memacu pemanjangan dan pembelahan sel di
dalam jaringan kambium. Auksin dalam konsentrasi yang relatif tinggi
diperlukan untuk memacu pembentukan kalus embriogenik dan struktur
embrio somatik. Zat pengatur tumbuh tanaman berperan penting dalam
mengontrol proses biologi dalam jaringan tanaman. Perannya antara lain
mengatur kecepatan pertumbuhan dari masing-masing jaringan dan
mengintegrasikan bagian-bagian tersebut agar menghasilkan bentuk
yang kita kenal sebagai tanaman. Aktivitas zat pengatur tumbuh di dalam
pertumbuhan tergantung dari jenis, struktur kimia, konsentrasi, genotip
tanaman serta fase fisiologi tanaman (Lestari, 2011). Masing-masing
pestisida memiliki kandungan zat aktif terte
peruntukannya dalam pemberantasan hama

ntu, sesuai dengan


pertanian (Elvinawati,

2011).
Gulma merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman yang
juga memegang peranan penting dalam sistem produksi tanaman, karena
dapat

memenangi

persaingan

dengan

tanaman

pokok

untuk

mendapatkan kebutuhan unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh,


sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan produksi. Beberapa
spesies gulma menjadi inang bagi serangga hama maupun patogen
(penyebab

penyakit)

bagi

tanaman

pokok

(Tjokrowardojo,

2010).

Delapan jenis gulma indikator, yang terdiri dari golongan rumput seperti

Setaria

plicata,

Paspalum

Axonopuscompressus.Golongan

teki

adalah

conjugatum
Cyperus

kyllingia

dan
dan

Cyperus rotundus. Golongan daun lebar Asystasiagangetica, Borreria


latifolia,dan Richardiabrasiliensis (Pratama et al., 2013).

III.

MATERI DAN METODE


A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah gelas ukur,
batang pengaduk, erlenmeyer, magnetic stirrer, patok, tali rafia, label
dan sprayer.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah gulma
berdaun lebar, 2,4-D dengan konsenterasi 0 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm,
3000 ppm dan akuades.
B. Metode
1. Tanah yang ditumbuhi gulma berdaun sempit dan berdaun lebar
disiapkan.
2. Tanah berukuran 30 cm x 30 cm dibuat dengan patok yang
ditempatkan disetiap sudut.
3. Patok yang sudah ditancapkan diikat dengan tali rafia pada bagian
atasnya.
4. Gulma berdaun sempit dan berdaun lebar yang ada didalam segi
empat dihitung dan dicatat.
5. Gulma disemprot dengan herbisida 2,4-D dengan konsenterasi 0 ppm
dan 3000 ppm selama 2 minggu, kemudian diamati perubahan yang
terjadi.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan melalui ANOVA


Sumbe
r
Variasi
MP

Galat
(a)
Sub
Total
SP

DB

JK

KT

Fhit

(72.222,22)

(72.222,22)

(21,2
2)

13.611,11

3.402,78

(58.611,11)

(11.722,22)

7,71

21,20

3,49

5,95

3,49

5,95

1.347.592,59

449.197,53

(19,6
9)

MPxSP

Total

F0.01

3,00

Galat
(b)

F0.0
5

3,00

(1.097.037,0
4)

(365.679,0
1)

12,0
0
23

(273.796,30)

(22.816,36)

16,03

(81.851,85)
Foto Data Hasil Pengamatan

Gambar 1. Gulma Sebelum Perlakuan 2,4 D


Setelah Perlakuan 2,4 D

Gambar 2. Gulma

B. Pembahasan
Hasil yang didapatkan adalah F hitung > F table sehingga
signifikan. Hal ini berarti pemberian herbisida berpengaruh nyata
terhadap gulma. hal ini berarti herbisida 2,4-D efektif untuk mematikan
gulma berdaun lebar dan sempit. Hal ini sesuai dengan pernyataan
menurut Rukmana dan Sugandi (1999) bahwa herbisida jenis 2,4 D
sangat toksik pada gulma berdaun lebar. Mekanisme 2,4-D sebagai
herbisida di dalam tumbuhan adalah dengan cara penyerapan daun dan
akar, kemudian ditranslokasikan dan akan terakumulasi pada jaringanjaringan muda (jaringan meristem) pada pucuk dan akar.
Penggunaan zat pengatur tumbuh dalam kultur jaringan tanaman
sangat penting, yaitu untuk mengontrol organogenesis bagian tunas dan
akar serta pembentukan kalus. Ada dua golongan zat pengatur tumbuh
tanaman yang sering digunakan dalam kultur jaringan, yaitu sitokinin dan
auksin. Zat pengatur tumbuh yang termasuk golongan sitokinin antara
lain BA (benzil adenin), kinetin (furfuril amino purin), 2-Ip (dimethyl allyl
amino purin), dan zeatin. Zat pengatur tumbuh yang termasuk dalam
golongan auksin antara lain IAA (indole acetic acid), NAA (naphtalene
acetic acid), IBA (indole butiric acid), 2.4-D (2.4-dichlorophenoxy acetic
acid), dicamba (3,6-dicloro-o-anisic acid), dan picloram (4-amino-3,5,6tricloropicolinic acid).
Menurut aplikasinya, herbisida terbagi menjadi dua tipe, yaitu
herbisida pra-tumbuh (preemergence herbicide) dan herbisida pasca
tumbuh (postemergence herbicide). Herbisida

pra-tumbuh disebarkan

pada lahan setelah diolah namun sebelum benih disebarkan atau segera
setelah benih ditebar. Biasanya herbisida jenis ini bersifat non selektif,
yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Herbisida pasca
tumbuh

diberikan

setelah

benih

memunculkan

daun

pertamanya.

Herbisida jenis ini bersifat selektif memberantas tanaman pengganggu


dan bersifat tidak mengganggu tumbuhan pokoknya (Sofnie et al., 2000).
Saat ini, sejumlah herbisida pra dan pasca tumbuh digunakan dalam
ladang gandum untuk mengendalikan gulma dan untuk meningkatkan
hasil maksimum pada gandum (Shehzad et al., 2012).
Herbisida 2.4-D (2.4-dichlorophenoxy acetic acid), merupakan jenis
herbisida cair dan termasuk herbisida sistemik. Mekanisme 2,4-D sebagai
herbisida di dalam tumbuhan adalah dengan cara penyerapan daun dan

akar, kemudian ditranslokasikan dan akan terakumulasi pada jaringanjaringan muda (jaringan meristem) pada pucuk dan akar. Herbisida 2,4 D
bekerja sebagai penghambat pertumbuhan. Bentuk garam diserap oleh
akar, sedangkan bentuk esternya diserap oleh daun (Djojosumarto,
2005). Menurut Joshi et al., (2012) bahwa sejumlah herbisida telah
banyak

digunakan

untuk

mengontrol

diklorophenoksiasetat)mengandung
digunakan

sebagai

herbisida

gulma.

senyawa
pada

2,4-D

(asam

fenoksi

konsentrasi

2,4-

diklorinasi

tinggi

untuk

mengendalikan berbagai jenis gulma berdaun lebar di rumput, kebun,


sawah pertanian dan kehutanan. Herbisida 2,4-D bekerja secara sistemik
dan selektif, terserap melalui daun dalam bentuk ester dan juga dapat
terabsorpsi lewat akar dalam bentuk garam, sehingga dapat mematikan
gulma (Ngawit, 2007).

Chairul et al., (2000) menjelaskan bahwa

efektifitas 2,4-D sebagai herbisida tersebut harus diserap oleh tanaman


gulma.
2,4-dichlorophenoxy acetic acid (2,4-D) merupakan salah satu ZPT
dari golongan auksin. Pemakaian 2,4-D biasanya digunakan dalam jumlah
kecil dan dalam waktu yang singkat karena auksin jenis ini merupakan
auksin kuat dan tidak dapat diuraikan dalam tubuh tanaman (Werner,
2015). 2,4-D mempunyai sifat fitotoksisitas yang tinggi sehingga dapat
bersifat herbisida. Bagian tanaman yang umum digunakan sebagai
eksplan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Jaringan
tanaman yang masih muda mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, selselnya masih aktif membelah diri dan relatif lebih bersih, mengandung
lebih sedikit kontaminan (Yenisbar, 2013).
Contoh herbisida berdaun lebar dan sempit amenurut Widianto
(1999) adalah:
Putri Malu atau Mimosa pudica (gulma berdaun sempit) adalah
tumbuhan dengan ciri daun yang menutup dengan sendirinya saat
disentuh dan membuka kembali setelah beberapa lama. Tanaman berduri
ini termasuk dalam klasifikasi tanaman berbiji tertutup (angiospermae)
dan terdapat pada kelompok tumbuhan berkeping dua atau dikotil.
Tumbuhan berdaun majemuk menyirip dan daun bertepi rata ini memiliki
letak daun yang behadapan serta termasuk dalam suku polongpolongan.Klasifikasi
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom

: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)


Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Rosidae

Ordo

: Fabales

Famili

: Fabaceae (suku polong-polongan)

Genus

: Mimosa

Spesies

: Mimosa pudica Duchass. & Walp

Contoh gulma berdaun sedang atau lebar adalah Amaranthus


spinosus. Klasifikasinya adalah sebagai berikut:
Kingdom
Subkingdom

: Plantae (Tumbuhan)
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)


Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Hamamelidae

Ordo

: Caryophyllales

Famili

: Amaranthaceae (suku bayam-bayaman)

Genus

: Amaranthus

Spesies

: Amaranthus spinosus L

Rumput atau alang-alang, berumur panjang (perenial), tumbuh


berumpun, tinggi 30 180 cm. Akar rimpang, menjalar, berbuku-buku,
keras dan liat, berwarna putih. Batang berbentuk silindris, diameter 2-3
mm, beruas-ruas. Daun berwarna hijau, bentuk pita (ligulatus), panjang
12-80 cm, lebar 2-5 cm, helaian daun tipis tegar, ujung meruncing
(acuminatus), tepi rata, pertulangan sejajar (parallel), permukaan atas
halus, permukaan bawah kasap (scaber)
Klasifikasinya menurut Ngawit (2007) adalah:
Imperata cylindrica L ( Alang-Alang)
Kingdom
Subkingdom

: Plantae (Tumbuhan)
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)


Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas

: Commelinidae

Ordo

: Poales

Famili

: Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus

: Imperata

Spesies

: Imperata cylindrica (L.) Beauv

Contoh gulma berdaun lebar menurut Ngawit (2007) lainnya adalah


Enceng gondok, dengan klasifikasi ilmiahnya yaitu:
Kingdo

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)


Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas

: Alismatidae

Ordo

: Alismatales

Famili

: Butomaceae

Genus

: Eichornia

Spesies

: Eichornia crassipes (Mart.) Solms

Contoh gulma berdaun sempit lainnya adalah Krisan, dengan daun


tunggal, bertangkai, tersusun berjejal di atas akar (roset akar), warna
hijau, panjang 7 25 cm, bentuk bulat telur (ovata), ujung meruncing
(acuminatus),

pangkal

meruncing

(acuminatus),

tepi

rata

(tidak

bergerigi), permukaan mengkilat (nitidus), tangkai menggelembung.


Bunganya adalah tipe majemuk dan bentuk bulir (spica). Klasifikasi
ilmiahnya menurut Rukmana (1999) adalah:
Kingdom

: Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi

: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub-divisi

: Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas

: Dycotiledonae (biji berkeping dua)

Ordo

: Asterales (compositae)

Famili

: Asteraceae

Genus

: Chrysanthemum

Spesies

: Chrysanthemum Morifolium Ramat

Faktor yang mempengaruhui keberhasilan pemberian herbisida


adalah jenis gulma yang diberi herbisida, karena gulma dari spesies yang
sama terkadang memberikan respon yang berbeda terhadap herbisida
tertentu. Apalagi antar jenis gulma walaupun dalam satu golongan

tertentu, respon yang ditunjukkan sering berbeda. Setiap golongan gulma


memiliki respon yang berbeda atas penerimaan herbisida. Herbisida
memiliki efektivitas yang beragam berdasarkan cara kerjanya (Pratama et
al.,

2013). Tanggapan

gulma terhadap

herbisida memang sangat

tergantung pada jenis herbisidanya serta fase pertumbuhan gulma juga


sangat berpengaruh (Rukmana, 1999).
Keberhasilan penggunaan herbisida sangat ditentukan oleh dosis
herbisida, waktu aplikasi yang tepat dan cara pemberian herbsida yang
tepat untuk menjamin pestisida tersebut mencapai sasaran yang
dimaksud, dengan kata lain tidak ada herbisida yang dapat berfungsi
dengan baik kecuali jika diaplikasikan dengan tepat. Aplikasi herbisida
yang

tepat

dapat

didefinisikan

sebagai

aplikasi

herbisida

yang

semaksimal mungkin terhadap sasaran dan ditentukan pada saat yang


tepat, dengan liputan hasil semprotan yang merata dari jumlah herbisida
yang telah ditentukan sesuai dengan anjuran dosis. Cara pemakaian
herbisida yang sering dilakukan oleh petani, salah satunya adalah dengan
penyemprotan (spraying). Cara ini merupakan metode yang paling
banyak digunakan (Wudianto,1999).

V.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas

dapat disimpulkan bahwa

Asam

2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) 4-D merupakan jenis herbisida yang


bersifat sistemik dan selektif, herbisida ini terserap melalui daun dalam
bentuk ester dan juga dapat terabsorpsi lewat akar dalam bentuk garam
dengan cara ditranslokasikan pada akar dan daun hingga terakumulasi
pada jaringan-jaringan muda (jaringan meristem) pada pucuk dan akar,
sehingga dapat menghambat pertumbuhan gulma melalui penghambatan
proses metabolisme.
B. Saran
Sebaiknya praktikan lebih rajin dalam melakukan pengamatan dan
mencatat data semua supaya tidak bingung pada saat pengumpulan
data.

DAFTAR REFERENSI
Chairul, S. M., Mulyadi dan Idawati. 2000. Translokasi herbisida 2,4-D-14C
pada tanaman gulma dan padi pada sistem persawahan. Meida
press, Jakarta.
Djojosumarto, P. 2005. Panduan Lengkap Pestisida dan Aplikasinya.
Agromedia, Jakarta.
Elvinawati.
2011.
Ozonolisis
untuk
degradasi
asam
2,4Diklorofenoksiasetat (2,4-D) dalam pestisisda santamin 865 SL.
Jurnal Exacta. 9(2), pp. 32-37.
Joshi., S.C, Tibrewal., P, Sharma., A, dan Sharma., P. 2012. Evaluation Of
Toxic Effect Of 2,4-D (2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid) On Fertility
and Biochemical Parameters Of Male Reproductive System Of
Albino Rats. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. 4(3), pp. 338-342.
Lestari, E.G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan
Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen. 7(1), pp. 6366.
Moenandir, J. 1990. Pengantar Ilmu Pengendalian Gulma. Rajawali Press.
Jakarta.
Ngawit, I.K. 2007. Efikasi Beberapa Jenis Herbisida Terhadap Tanaman
Penutup Tanah Legumenosa di Jalur Tanaman Kopi Muda. Jurnal
Agroteksos. 17(2), pp. 104-113.
Pratama., A.F, Susanto., H, dan Sembodo., D.R.J. 2013. Respon Delapan
Jenis Gulma Indikator Terhadap Pemberian Cairan Fermentasi Pulp
Kakao. Jurnal Agrotek Tropika. 1(1), pp. 80-85.
Rukmana, R dan Suganda. 1999. Gulma dan Teknik Pengendaliannya.
Kanisius, Yogyakarta.
Sofnie, M, Mulyadi, Idawati. 2000. Translokasi herbisida 2,4-D-14C pada
Tanaman Gulma dan Padi pada Sistem Persawahan. Erlangga,
Jakarta.
Tjokrowardojo., A.S, Maslahah., N, dan Gusmini. 2010. Pengaruh Herbisida
Dan Fungi Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi
Tanaman Produksi. Jurnal Bul.Littro. 21(2), pp. 103-116.
Werner, David, James A. Garratt & Geoffrey Pigott. 2015. Sorption of 2,4-D
and other phenoxy herbicides to soil, organic matter, and minerals
in Journal soils sediments. 13(1), pp. 129-139.
Wudianto. 1999. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Kanisius, Yogyakarta
Yenisbar, Yarni, Rizki Amelia. 2013. Multipikasi Tunas Tanaman Inggu
(Ruta angsutifolia (L.) PERS.) Secara IN VITRO dengan Penambahan

Benzyl Adenin. National University Journal of Multipikasi. 1(1), pp.


1-6.

You might also like