You are on page 1of 11

TUGAS TERSTRUKTUR BIOFARMASETIKA

DISOLUSI SEDIAAN IMMEDIATE RELEASE

Disusun Oleh:

1. Astri dea nuripah


2. Desmalira
3. Mutiara riski

G1F012003
G1F012013
G1F012083

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2014
BAB I

PENDAHULUAN
Disolusi obat adalah suatu proses hancurnya obat (tablet atau kapsul) dan
terlepasnya zat-zat aktif dari obat ketika dimasukkan ke dalam saluran pencernaan
dan terjadi kontak dengan cairan tubuh (Lachman, 1994).
Uji disolusi ditetapkan pada sediaan padat yang bertujuan untuk
mengukur dan mengetahui jumlah zat aktif yang dapat larut dalam media cair
yang sudah diketahui volumenya pada waktu tertentu, menggunakan alat tertentu
untuk menguji parameter disolusi. Uji disolusi itu sendiri adalah parameter yang
digunakan untuk mengetahui kelarutan obat dalam tubuh karena hal tersebut
adalah salah satu faktor fisika-kimia obat yang mempengaruhi kelarutan obat
dalam tubuh. Uji disolusi obat penting dilakukan oleh seorang formulator dalam
merancang suatu sediaan obat agar laju pelepasan obat tersebut dapat diketahui
karena laju pelepasan dapat berhubungan langsung dengan kemanjuran suatu obat
(Lachman, 1994).
Tablet lepas segera adalah sediaan obat yang memiliki waktu hancur
yang cepat dan dapat larut untuk melepaskan zat aktif dengan segera. Bentuk
sediaan obat lepas segera, hancur dengan cepat setelah pemberian. Obat lepas
segera dapat diterima jika memenuhi syarat farmasasetikseperti pengencer dan
pembawanya cocok, pengencer dan pembawanya tidak memperpanjang waktu
pelepasan, dalam jumlah yang cukup, dan pelepasan obat serta absorpsinya tepat.
Waktu hancur minimal 15 menit (Nyol and Gupta, 2013).
Kelebihan dari sediaan lepas segera antara lain harga lebih murah, lebih
mudah dalam menentukan dosis, tidak terjadi masalah penimbunan dosis dan
apabila terjadi keracunan, maka penanganan akan lebih mudah (Rishikesh, et al.,
2012).
Keterbatasan bentuk sediaan konvensional peroral adalah melepaskan
secara cepat seluruh kandungan dosis setelah diberikan, konsentrasi obat dalam
plasma dan ditempat aksi mengalami fluktuasi sehingga tidak mungkin untuk
mempertahankan konsentrasi terapetik secara konstan di tempat aksi selama
waktu pengobatan, fluktuasi konsentrasi obat dapat menimbulkan overdosis atau

underdosis jika nilai Cmax dan Cmin melewati jendela terapeutik obat. Obat
dengan t1/2 pendek membutuhkan frekuensi pemikiran lebih sering untuk
mempertahankan konsentrasi obat dalam jendela terapeutik, dan frekuensi
pemberian obat yang lebih sering dapat menyebabkan pasien lupa sehingga dapat
menyebabkan kegagalan terapi (Collet and Moreton, 2002).

BAB II
ISI
Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan analisis
yang penting dalam pengujian mutu untuk sediaan-sediaan obat. Analisis disolusi
telah masuk persyaratan wajib USP untuk persyaratan tablet dan kapsul, sejak
tahun 1960. Berbagai studi telah berhasil dalam korelasi disolusi invivo dengan
disolusi invitro. Namun, disolusi bukan merupakan suatu peramal koefisien terapi,
tetapi disolusi lebih merupakan parameter mutu yang dapat memberikan informasi
berharga tentang ketersediaan hayati dari suatu produk (Voigt, 1995).
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut
dan memberikan efek terapi di dalam tubuh. Kecepatan absorbs obat tergantung
pada pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan frekuensi
pemberian obat (Syamsuni, 2007). Uji disolusi merupakan suatu prosedur
pengendalian mutu tetap dalam praktik Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Alat uji disolusi berfungsi melepaskan dan melarutkan zat aktif dari sediaannya.
Pada dasarnya alat ini berfungsi mengekstraksi zat aktif dari sediaannya dalam
satuan waktu di bawah antar permukaan cairan solid, suhu, dankomposisi media
yang dibakukan. Pada prinsipnya, ala tuji disolusi terdiri atas bejana dan tutup,
yang berfungsi sebagai wadah yang mendisolusi zat aktif; pengaduk, motor
pemutar pengaduk; termometer; penangas air yang dilengkapi dengan thermostat
(Siregar, 2010).
Ada beberapa metode uji disolusi menurut USP, yaitu metode USP
apparatur 1 (basket), USP apparatur 2 (paddle), USP apparatur 3 (reciprocating
cylinders), USP apparatur 4 (flwthrough-cell), USP apparatur 5 (paddle-overdisk),
USP apparatur 6 (cylinder) dan USP apparatur 7 (reciprocating holders)
(Technical Brief 2010 Volume 5). Metode uji disolusi yang paling umum
digunakan adalah metode keranjang(basket) (Aparatur 1) dan metode dayung
(paddle) (Aparatur 2) (Shah 1989).
Uji disolusi tipe dayung biasanya digunakan untuk sediaan immediate
release dan extended release. Sedangkan uji disolusi tipe keranjang umumnya
digunakan untuk sediaan floating kapsul atau tablet (Technical Brief 2010 Volume

5). Uji disolusi dilakukan dalam kondisi fisiologis. Pemilihan kondisi pengujian
harus berdasarkan karakteristik fisikokimia zata ktif obat dan eksipiennya dan
kondisi lingkungan yang mungkin dilalui sediaan obat setelah pemberian secara
oral. Volume media disolusi yang umumnya digunakan adalah 500, 900, atau 1000
ml. Pengujian diharapkan dalam kondisi Sink. Media yang digunakan merupakan
air dengan kisaran pH 1,2-6,8 (kekuatan buffer ionic sama seperti di USP). Untuk
bahan aktif yang memiliki kelarutan rendah dalam media air, dapat ditambahkan
surfaktan. Surfaktan yang dianjurkan yaitu seperti natrium laurel sulfat (Shah,
1989,1995). Untuk mensimulasikan cairan usus, dilakukan media dengan pH 6,8.
Sedangkan untuk mensimulasikan cairan lambung, dilakukan pada media dengan
pH 1,2 (FDA, 1997).
Uji disolusi untuk sediaan immediate release diuji pada suhu 370.5C.
Ala tuji dapat menggunakan alat keranjang atau alat gayung. Pada tahap awal, uji
dilakukan pada pH 1,2. Kemudians etelah 30 menit, dapat ditambahkans ejumlah
buffer untuk meningkatkan pH sampai 6,8. Selain itu, jika diinginkan penambahan
enzim dapat ditambahkan setelah uji awal dilakukan (tanpaenzim) (FDA, 1997).
Untuk uji menggunakan alat keranjang, tablet dijaga dalam keranjang dengan
kecepatan 50-100 rpm (Shah et al., 1992).Sampel sebanyak 5 ml di ambil dari
medium disolusi padas etiap interval waktu (5, 10, 15, 20, 30, 45, 50 dan 60
menit) dan 5 ml medium yang baru dimasukkan bersamaan setiap waktu
pengambilan sampel. Setiap sampel difiltrasi dan diambil 1ml kemudian di add
sampai 10 ml. Selain menggunakan alat keranjang, uji dapat dilakukan
menggunakan alat dayung, dengan kecepatan50-75 rpm. Kemudian setiap interval
waktu tersebut, sampel diambil 10ml dari medium dan digantikan dengan 10 ml
medium baru. Lalu sampel difiltrasi danf iltratnya diambil 1 ml dan di add sampai
10 ml (Rishikeshet al., 2013).
Farmakope Indonesia Ed. IV menyatakan, kecuali dinyatakan lain dalam
masing-masing monografi, persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut
dari sediaan yang diuji sesuai dengan table penerimaan (Siregar, 2010). Pengujian
dilanjutkan sampai tiga tahap, Pada tahap 1 (S 1 ), 6 tablet diuji. Bila pada tahap
ini tidak memenuhi syarat, maka akan dilanjutkan ketahap berikutnya yaitu tahap
2 (S 2). Pada tahap ini 6 tablet tambahan diuji lagi. Bila tetap tidak memenuhi

syarat, maka pengujian dilanjutkan lagi ketahap 3 (S 3). Pada tahap ini 12 tablet
tambahan diuji lagi (Lachman, 1994).
Tabel 1. Tabel Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut, seperti yang tertera dalam
masing-masing monografi, dinyatakan dalam persen dari jumlah yang tertera pada
etiket. Angka 5% dan 15% adalah persen dari jumlah yang tertera pada etiket
sehingga mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali ditetapkan lain dalam
masing-masing monografi, persyaratan umum untuk penetapan satu titik tunggal
ialah terdisolusi 75% dalam 45 menit dengan menggunakan alat keranjang pada
100 rpm atau alat dayung pada 50 rpm (Siregar, 2010).
Bentuk sediaan obat lepas segera (Immediate Release IR)
diformulasikan agar obat memungkinkan untuk terdisolusi secara bebas dalam
saluran cerna, dengan tidak menunda (delay) atau memperpanjang (prolong)
disolusi / absorpsi dari pemberian obat tersebut. Disolusi sediaan IR dapat terjadi
secara cepat atau perlahan, tergantung dari kecepatan disolusi (kelarutan) suatu
obat. Untuk sediaan yang terdisolusi dengan cepat, lebih dari 85% dari API
(active pharmaceutical ingredient) diharapkan dapat terlarut dalam waktu 30
menit dengan menggunakan USP apparatus I (basket) atau II (padle) dalam 900
ml medium berair. Jika obat dengan kelarutan rendah, laju disolusinya lambat,
maka akan mempunyai waktu disolusi yang lebih lama, meskipun laju disolusinya

dapat dipercepat dengan menggunakan medium dan kondisi buatan yang berbeda
(Qiu et al, 2009).
Berikut merupakan parameter yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
metode disolusi:
-

Pemilihan media disolusi


Berdasarkan kelarutannya, obat diklasifikasikan dalam Bio Klasifikasi
farmasi System (BCS) menjadi empat kategori.
I.
II.
III.
IV.

Zat yang memiliki kelarutan dan permeabelitas tinggi


Zat yang kelarutannya kecil tetapi permeabelitas tinggi
Zat yang kelarutannya tinggi tetapi permeabelitasnya kecil
Zat yang kelarutan dan permeabelitasnya kecil
Untuk formulasi immediate release yang zat aktifnya diklasifikasikan

dalam kelas I dan kelas III, medium disolusi yang digunakan yaitu HCl 0,1 N.
Sedangkan untuk formulasi immediate release yang zat aktifnya diklasifikasikan
dalam kelas II dan kelas IV, medium disolusi yang digunakan yaitu buffer pH 6,8.
Untuk sediaan yang termasuk kelas II dan kelas IV, karena kelarutannya
kecil maka perlu menggunakan surfaktan (yaituSodium laurilsulfat) untuk
meningkatkan kelarutan obat dalam media disolusinya. Konsentrasi surfaktan
yang dapat digunakan yaitu 0,5-2,0%. Namun jika laju disolusinya tidak
memberikan hasil yang memuaskan dalam waktu yang ditentukan, maka media
disolusinya dapat ditambah buffer Tris pH-9,0.
-

Pemilihan RPM
Pemilihan RPM tergantung pada jenis formulasi, karakteristik kelarutan
suatu zat aktif dan alat yang digunakan untuk uji disolusi. Untuk kapsul
(baik cangkang lunak atau cangkang keras) menggunakan USP aparatus I
(basket) dengan kecepatan 50 sampai 75 RPM. Untuk tablet menggunakan

USP aparatus II (dayung) dengan kecepatan 75 sampai 100 RPM.


Pemilihan interval waktu
Interval waktu disolusi didefinisikan sebagai waktu dalam menit pada
jumlah maksimum (+80% dari yang tertera dalam label) dari obat yang
terdisolusi. Untuk bentuk sediaan lepas segera, interval waktu dari 30

menit sampai 60 menit atau bisa lebih tinggi untuk beberapa kasus yaitu
-

90 menit sampai 120 menit.


Pemilihan parameter lain (volume media, suhu dan lain-lain)
Volume media disolusi idealnya adalah 900 ml, namun jika dalam label
tertera kurang dari 5 mg dan zat aktif memiliki absorpsi yang kecil pada
panjang gelombang yang dipilih maka volume media dapat dikurangi
menjadi 500 ml. Suhu media disolusi adalah tetap yaitu 37 ( 0,5) C.
Sebelum memulai uji disolusi, pastikan alat uji melewati tes kalibrasi yang
dapat dilakukan secara berkala untuk memastikan akurasi dan presisi yang
sama.
(Karuppiah, 2012).
Contoh uji disolusi sediaan lepas segera, uji disolusi tablet ivabradine

hydrochloride immediate release:


Aparatus

: aparatus II (dayung)

Media

: 0.1 M HCl; 900 ml

Interval waktu : menit ke 5, 10, 15, 20, 30, dan 45


Kecepatan

: 50 RPM

Suhu

: 37C 0,5C
(Karuppiah, 2012).

BAB III
PENUTUP
Bentuk sediaan obat lepas segera (Immediate Release IR) diformulasikan
agar obat tersebut memungkinkan untuk terdisolusi secara bebas dalam saluran
cerna, dengan tidak menunda (delay) atau memperpanjang (prolong) disolusi /
absorpsi dari pemberian obat tersebut. Yang perlu diperhatikan untuk metode uji
disolusi dari sediaan lepas segera yaitu medium disolusi, aparatus, RPM, interval
waktu, suhu, volume dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Collet, J, and Moreton, C, 2002, Modified Release Per Oral Dosage Form. In
Aulton, M.E, (ed). Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design,
2nd Edition, Churchill Livingstone, Edinburg.
FDA, 1997, Guidance for Industry, Dissolution Testing of Immediate Release
Solid Oral Dosage Forms, U.S, Center for Drug Evaluation and
Research (CDER), Department of Health and Human Services, Food and
Drug Administration.
Karuppiah S.P., 2012, Analytical Method Development for Dissolution Release of
Finished Solid Oral Dosage Forms, International Journal of Current
Pharmaceutical Research, 4(2): 48-53.
LachmanL, Lieberman HA, Kanig JL., 1994,Teori dan Praktek Farmasi Industri
II, Universitas Indonesia-press, Jakarta.
Nyol, Sandeep, and Gupta M. M., 2013Immediate Drug Release Dosage Form A
Review, Journal of Drug Delivery and Therapeutics 3(2) : 155-161,
Jaipur Collage of Pharmacy India
Qiu Y, Chen Y, Zhang G.G.Z., Liu L, Porter W.R., 2009, Developing Solid Oral
Dosage Forms: Pharmaceutical Theory and Practise, Academic Press,
USA.
Rishikesh, Bhuyian M. A., Dewan I., Ghosh, D.R.,

and Islam A., 2013,

Immediate Release Drug Delivery System (Tablets), Int J Pharm Sci


Res, 4(1); 124-131.
Rishikesh, Bhuyian, M.A., Dewan I., Ghosh, D.R., and Islam, A., 2012,
Immediate Release Drug Delivery System (Tablets), Internasional
Research Journal of Pharmaceutical and Applied Science 2 (5) : 88-94.

Shah, V. P., et al., 1989, In Vitro Dissolution Profile of Water Insoluble Drug
Dosage Forms in the Presence of Surfactants, Pharmaceutical Research,
6:612-618.
Shah, V. P., et al., 1995, In Vivo Dissolution of Sparingly Water Soluble Drug
Dosage Forms, International Journal of Pharmaceutics, 125:99-106.
Siregar, C.J.P. dan Wikarsa, S, 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: DasarDasarPraktis, EGC, Jakarta.
Syamsuni, H A, 2007, IlmuResep, EGC, Jakarta.
Voigt, 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Universitas Gadjah Mada
Press, Yogyakarta.

You might also like