You are on page 1of 3

POTENSI PENATAAN BANTARAN DAN

KELESTARIAN SUNGAI. PENYELESAIAN


MASALAH LINGKUNGAN DENGAN
PARTISIPASI MASYARAKAT (SEBUAH
ALTERNATIF PEMIKIRAN)
TGL 31/10/2014.

PENDAHULUAN
Masyarakat yang tinggal disepanjang bantaran sungai sering kali dan selalu dituding sebagai penyebab
permasalahan lingkungan yang berdampak pada menurunnya kualitas air sungai. Kesimpulan ini
membawa kita, secara sadar atau tidak sadar, menentukan pola penyelesaian masalah yang cenderung
secara instan.Masyarakat dianggap sebagai penyebab timbulnya masalah sehingga dianggap tidak perlu
dilibatkan untuk menentukan solusi penyelesaian masalah atau dianggap tidak tahu cara menyelesaikan
masalah. Sehingga metode atau alat yang digunakan untuk menyelesaikan masalah datang dan dibawa
oleh pihak luar dalam waktu singkat, tanpa melibatkan atau melewati proses diskusi dan proses
pengambilan keputusan bersama masyarakat. Cara-cara penyelesaian masalah seperti ini justru
menimbulkan permasalahan baru, seperti beberapa contoh kasus yang pernah penulis jumpai di
pemukiman bantaran sungai di Yogyakarta. Beberapa IPAL yang dibangun di beberapa wilayah bantaran
sungai, yang awalnya dibangun dengan tujuan memperbaiki kualitas lingkungan di bantaran sungai,
mengalami kerusakan atau dibiarkan terbengkalai bahkan tidak dapat dioperasikan lagi karena
kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, selain itu juga karena kurangnya rasa memiliki atau rasa
tanggung jawab untuk terlibat menjaganya. Hal ini menimbulkan permasalahan lain, tidak adanya
keberlanjutan perbaikan kualitas lingkungan, walaupun sudah ada dana yang dikeluarkan untuk
menerapkan salah satu solusi, sungguh sangat disayangkan.
PENYELESAIAN MASALAH BERBASIS MASYARAKAT
Belajar dari pengalaman-pengalaman REKOMPAK JRF saat mendampingi masyarakat pasca bencana,
yang sudah diterbitkan dalam beberapa buku, masyarakat di tempatkan sebagai center. Masyarakat
secara berkesinambungan mendapatkan pengetahuan, pemahaman dan skill baru. Diskusi-diskusi
diantara penduduk dan konsultasi dengan pemerintah lokal dapat membantu memberikan informasi
terkait kepada masyarakat , tentang peraturan-peraturan yang ada dan berlaku saat ini serta
kemungkinan untuk mengintegrasikan dalam rencana pengembangan wilayah.
Education : like a Candle in the Dark, sebuah statement yang dibuat oleh Masroer Ch Jb dan Takibul
Fikri Niyartama (dalam buku the achiements belong to the community) mengingatkan kita tentang arti
penting suatu proses pembelajaran untuk kelompok masyarakat untuk turut serta dalam penyelesaian
masalah. Salah satu cara mengurangi efek yang ditimbulkan karena rendahnya kualitas lingkungan
suatu wilayah adalah lewat pendidikan dan berbagi informasi kepada masyrakat. Tidak hanya
pengetahuan tentang bagaimana mengatasi permasalahan lingkungan tetapi juga belajar tentang
faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas lingkungan dan cara untuk memperbaikinya.
Untuk dapat menerapkan cara tersebut di atas tentunya kita membutuhkan fasilitator. Peran serta
perguruan tinggi sangat diperlukan. Beberapa perguruan tinggi sudah banyak terlibat dalam programprogram penataan lingkungan suatu kawasan. Para mahasiswa berperan sebagai fasilitator yang terlibat
dalam proses pembelajaran bersama masyarakat. Selain Perguruan Tinggi, peran serta pemerintah juga
mempengaruhi keberhasilan suatu program.
Tingkat keterlibatan masyarakat yang tinggi menghasilkan tingkat kepuasan masyarakat sebagai
penerima manfaat yang luar biasa. Sudah saatnya kita melibatkan masyarakat sebagai penerima

manfaat saat kita merencanakan suatu program. Methode seperti ini juga merupakan potensi untuk
menata pemukiman di bantaran sungai untuk mencapai kualitas lingkungan yang lebih baik.
Pemecahan permasalahan lingkungan dengan pemberdayaan masyarakat artinya, masyarakat dilibatkan
selama proses penyelesaian masalah, sejak tahap perencanaan, pemilihan alternatif penyelesaian
masalah sampai penerapan hingga perawatan. Pendekatan berbasis masyarakat meningkatkan rasa
memiliki masyarakat terhadap proses rekonstruksi karena penerima manfaat mengambil tanggung
jawab dalam merekronkruksi kehidupan mereka
Model kemitraan antara perguruan tinggi (yang banyak tersebar di Yogyakarta) , lembaga-lembaga
pemerintah terkait dan masyarakat,dengan menempatkan masyarakat sebagai pembuat keputusan,
serta para fasilitator yang memilki peran sebagai pendukung dan katalisator. Model ini menempatkan
secara penuh kepercayaan pada masyarakat untuk dapat mengambil keputusan keputusan yang tepat
yang nantinya akan berdampak pada kehidupan mereka sehari-hari dan lingkungan sekitar.
Pendekatan memberdayakan masyarakat untuk mengambil keputusan dan untuk mengorganisasi
pemulihan permukiman mereka, memberikan mereka suatu perasaan bahwa mereka memiliki kendali
atas masa depan mereka. Seringkali kita memandang mereka sebagai orang-orang tak berdaya tanpa
kapasitas yang memerlukan sumbangan. Sebaliknya orang-orang ini memiliki kapasitas bahwa mereka
benar-benar ingin turut serta dalam proses perbaikan kehidupan mereka.
Perjumpaan dengan masyarakat di pemukiman bantaran salah satu sungai di Yogyakarta menunjukan
adanya keterbukaan dan keinginan untuk belajar dan berdiskusi dalam rangka perbaikan kualitas
lingkungan di wilayah tempat tinggal mereka. Ini merupakan salah satu aset berharga yang dimiliki
masyarakat tersebut. Mereka, walau mungkin hanya memiliki financial capital yang rendah tetapi
masih mempunyai human capital yang besar. Hal ini dapat kita gunakan sebagai modal untuk
program penataan kawasan tempat tinggal mereka.
Komunikasi yang baik yang dibangun secara terus menerus akan membangun rasa saling percaya dan
memperkuat kemitraan . Hal ini akhirnya akan berujung terciptanya sikap mandiri dari masyarakat dan
terbentuknya tingkat keterlibatan masyarakat yang tinggi. Jika masyarakat diletakan sebagai pemeran
utama dalam proses perbaikan kualitas lingkungan di wilayah tempat tinggalnya, kesinambungan
kualitas lingkungan yang baik akan tetap terjaga karena keterlibatkan masyarakat dalam proses
perbaikan lingkungan menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab. Karena mereka selalu terlibat
dalam pengambilan keputusan.
Program penataan lingkungan tidak harus selalu membutuhkan biaya besar dan dengan bahan baku
yang sulit didapatkan. Kearifan lokal suatu kelompok masyarakat di suatu wilayah dapat digali dan
diterapkan sebagai metode alternatif . Kita bisa memulainya dengan mencari tahu apa yang masyarakat
punya dan apa yang masyarakat ketahui lewat diskusi-diskusi kelompok bersama masyarakat. Proses
seperti yang saya paparkan ini memang membutuhkan waktu untuk sampai pada suatu keputusan,
tetapi belajar dari beberapa pengalaman, proses ini dapat menjamin kesinambungan hasil suatu
program.
Untuk menutup tulisan ini, saya ingin berbagi suatu pepatah yang ditulis oleh penyair china Lao Tsu,
pepatah ini sering disitir sebagai inti dari suatu pelayanan kepada masyarakat khususnya
memberdayakan masyarakat. (Haryati Bawole Sutanto-Staf Pengajar Fakultas Bioteknologi ,Universitas
Kristen Duta Wacana).
Go to the people, Live among them, Learn from them, Love them.
Start with what they know, Build on what they have,
But of the best leaders, When their task is done,

The people will remark, we have done it our selves


Referensi :
1.BawoleP. & Guiness P., 2011. Strengthening the Environmental Quality of Urban Kampung-YKFS II.
Duta Wacana University Press.
2.Green, Moore & OBrien,2009. When People Care Enough to act. Inclusion Press.
3. JRF, 2012. Dari Inovasi hingga Praktik Teladan.Java Rekronstruksi Fund.
4. Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2010.Pengalama REKOMPAK JRF di
Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Bara. Bank Dunia JRF.
5. Kementerian Pekerjaan Umum, 2012 (first edition). The Achievements Belong to the Community.
The Directorate General of Human Settlements, Jakarta.
6. Rekompak, 2012. Membangun kembali Masyarakat Indonesia Pascabancana. Bank Dunia, Jakarta.

You might also like