You are on page 1of 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Tenaga Listrik
Sebelum membahas mengenai sistem tenaga listrik, perlu diketahui
terlebih dahulu pengertian dari sistem. Sistem merupakan seluruh unsur (baik
alat maupun manusia) yang secara terstruktur saling berhubungan dan bekerja
sama sehinggadapat menghasilkan sesuatu hal. Sistem tenaga listrik adalah
salah satu dari alat-alat untuk mengubah dan memindahkan energi yang
mempunyai peranan penting dalam menghadapi beberapa tantangan terbesar
di dunia, diantaranya mampu mengembangkan dan menyediakan sumber
energi bagi kebutuhan manusia di dunia.
Menurut Stevenson, suatu sistem tenaga listrik secara umum terdiri dari 3
bagian utama yaitu pusat pembangkit tenaga listrik, saluran transmisi serta
sistem distribusi. Selain itu dalam beberapa referensi ditambahkan satu
bagian lagi yaitu Gardu Induk atau substation. Sistem tenaga listrik dimulai
dari pusat pembangkit listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTU, dan
pembangkit listrik tenaga lainnya yang bertugas memproduksi tenaga listrik.
Kemudian tegangan keluaran dari pembangkit dinaikkan terlebih dahulu
menggunakan transformator step-up sebelum disalurkan melalui saluran
transmisi. Setelah melalui saluran transmisi, tenaga listrik masuk ke Gardu
Induk (GI) yang selanjutnya diturunkan tegangannya menggunakan
transformator step-down menjadi tegangan menengah 20 kV. Tegangan 20
kV disebut sebagai tegangan distribusi primer. Setelah diturunkan menjadi 20

kV, tenaga listrik keluar dari GI menuju jaringan distribusi yang sistem
konfigurasinya bermacam-macam. Dari saluran distribusi primer, sebagian
tegangan diturunkan

kembali melalui transformator step-down yang

terpasang pada gardu-gardu distribusi menjadi tegangan rendah 220/380


volt. Selanjutnya dari jaringan tegangan rendah, listrik didistribusikan
kepada konsumen TR seperti rumah, ruko, dll. Untuk konsumen tegangan
tinggi dan menengah, sumber tenaga listrik langsung diambil dari incoming
atau outgoing GI.
Gambar 2.1. Single Line Diagram Sistem Tenaga Listrik
Suatu sistem tenaga listrik harus memiliki sistem yang aman dan handal

dalam melayani kebutuhan listrik para pelanggannya. Dalam artian sistem


tenaga listrik tersebut tidak membahayakan manusia dan lingkungan sekitar
serta mampu melayani pelanggan dengan memuaskan contohnya dalam segi
kontinuitas dan kualitas energi listrik yang disalurkan. Dari paparan diatas
dapat disimpulkan bahwa sistem tenaga listrik merupakan kolaborasi dari
beberapa unsur perangkat peralatan maupun manusia yang terdiri dari
pembangkitan, penyaluran, dan distribusi, dimana mereka saling berhubungan
antara satu dengan yang lain dan saling bekerja sama sehingga mampu

menghasilkan tenaga listrik yang dapat tersalur secara aman dan handal
sampai ke pelanggan.
2.2 Saluran Transmisi
Saluran transmis merupakan rantai penghubung antara pusat pembangkit
listrik dengan sistem distribusi dan melalui hubungan-hubungan antar-sistem
dapat pula menuju ke sistem-sistem tenaga yang lain (Stevenson, 1996: 1).
Saluran transmisi di Indonesia, terutama pada PLN P3B (Transmisi) Jawa
Bali, menggunakan tegangan pengenal sebesar 70 kV, 150 kV, dan 500 kV.
Untuk macam saluran transmisi berdasarkan letak pemasangan dan besar
tegangan yang ada pada sistem tenaga listrik Jawa Bali antara lain :
a. Saluran Udara
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kV
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTETI) 500 kV
b. Saluran Kabel
Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 70 kV
Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 150 kV
Saluran Kabel Laut Tegangan Tinggi (SKLTT) 150 kV
Untuk saluran kabel sangat jarang digunakan karena biaya pembangunan
yang mahal dan pemeliharaannya sulit. Tetapi untuk saluran kabel laut
digunakan, contohnya untuk menghubungkan ke Pulau Bali dan Pulau
Madura.
Tegangan Transmisi dibuat lebih tinggi dengan mempertimbangkan
kemampuan transmisi (transmission capability) suatu saluran transmisi yang
dinyatakan dalam megavolt-ampere (MVA). Namun kemampuan transmisi
ini tidak dapat ditetapkan dengan pasti pada suatu saluran yang memiliki
tegangan tertentu, karena kemampuan ini masih tergantung pada batasan-

batasan termal dari penghantar, drop tegangan yang diijinkan, keterandalan


serta kestabilan sistem. Tegangan transmisi yang sangat tinggi dilakukan
karena dengan tegangan yang lebih tinggi dan daya yang ditransmisikan sama
akan menyebabkan beberapa hal (Hermawan, 2008: 4), yaitu:
1. Losses (rugi-rugi) jaringan akan lebih rendah.
2. Dengan luas penampang konduktor yang sama, maka akan mampu
menyalurkan daya yang lebih besar.
3. Tegangan jatuh semakin kecil.
4. Lebih andal terhadap gangguan seperti pohon, petir, dll.
5. Lebih ekonomis
2.3 Parameter Saluran Transmisi
Suatu saluran transmisi tenaga listrik memiliki empat parameter yang
mempengaruhi kemampuan saluran transmisi dalam fungsinya sebagai bagian
dari suatu sistem tenaga (Stevenson, 1996: 36), yaitu: resistansi, induktansi,
kapasitansi, dan konduktansi.
2.3.1 Resistansi
Resistansi penghantar saluran transmisi merupakan penyebab rugi
daya (power loss) pada saluran transmisi. Resistansi efektif suatu
penghantar adalah:
Rugi daya dalam penghantar
R=
()
(I)2
Semakin panjang penghantar pada saluran transmisi, maka
resistansi penghantar tersebut akan semakin besar. Hal ini
ditunjukkan melalui rumus resistansi arus searah:
l
Ro= ( )
A
2.3.2
2.3.3

Induktansi
Kapasitansi
Kapasitansi suatu saluran transmisi adalah akibat beda potensial
antara

penghantar

(konduktor);

kapasitansi

menyebabkan

penghantar tersebut bermuatan seperti yang terjadi pada pelat


kapasiotor bila terjadi beda potensial diantaranya. (Stevenson,
1996: 65). Biasanya untuk saluran transmisi yang pendek (kurang
dari 80 km), kapasitansi tidak terlalu berpengaruh sehingga dapat
diabaikan. Untuk saluran transmisi yang lebih panjang serta
tegangan yang semakin tinggi, kapasitansi menjadi semakin
penting. Kapasitansi dapat mempengaruhi drop tegangan sepanjang
sepanjang saluran transmisi, efisiensi saluran transmisi dan faktor
daya serta kestabilan sistem di mana saluran tersebut merupakan
2.3.4

salah satu bagiannya.


Konduktansi

2.4 Rangkaian Pengganti Saluran Transmisi


Berdasarkan panjang saluran, saluran transmisi dapat dibagi menjadi 3
kategori, yaitu:
a. Saluran transmisi jarak pendek (short line) memiliki panjang saluran
kurang dari 80 km atau 50 mil.
b. Saluran transmisi jarak menengah (medium line) memiliki panjang
antara 80 sampai 160km.
c. Saluran transmisi jarak pendek (short line) memiliki panjang diatas
2.4.1

160 km.
Saluran Transmisi Pendek
Pada saluran transmisi pendek tidak terdapat cabang paralel, sehingga

besar arus pada ujung pengirim (IS) sama dengan arus pada ujung penerima
(IR).
IS = IR
Dan tegangan pada ujung pengirim adalah
VS = VR + IRZ
Dimana Z merupakan impedansi seri keseluruhan saluran transmisi.
Sedangkan regulasi tegangan suatu saluran transmisi adalah kenaikan

tegangan pada ujung penerima, yang dinyatakan dalam persentase tegangan


beban penuh jika beban penuh dengan faktor daya tertentu dilepaskan
sedangkan tegangan di ujung pengirim tetap.
VR . FL
VR. NLVR . FL
P ersen regulasi=
Gambar Rangk. Ekivalen
Gambar Diagram Phasor
2.4.2 Saluran Transmisi Menengah
Dalam perhitungan saluran jarak menengah, perlu dimasukkan
admitansi shunt yang merupakan kapasitansi murni. Apabila semua
admintansi shunt dibagi dua sama besar dan diletakkan masing-masing pada
ujung pengirim dan penerima, maka rangkaian tersebut dinamakan suatu
nominal.
Gambar Rangkaian nominal suatu sistem transmisi jarak menengah
Untuk memperoleh angka Vs, kita tahu bahwa arus dalam kapasitansi
ujung penerima adalah VRY/2 dan arus pada cabang seri adalah IR + VRY/2.
Sehingga
Vs = (VRY/2+Ir)Z+Vr
Vs = (ZY/2+1)Vr+Zir
Untuk menurunkan Is perlu diperhatikan bahwa arus dalam
kapasitansi shunt pada ujung pengirim adalah VsY/2 yang ditambahkan pada
arus dalam cabang seri memberikan
IS = VS Y/2 + VRY/2 +IR
2.4.3 Saluran Transmisi Panjang
Untuk saluran transmisi jarak panjang diperlukan penyelasian dengan
ketelitian yang tinggi, kita harus melihat rangkaian parameter tersebar secara
merata di sepanjang saluran, tidak terpusat menjadi satu.
Gambar Diagram skema saluran transmisi...
2.5 Sistem Jaringan Interkoneksi
Dalam saluran transmisi, sistem jaringan dapat dibedakan menjadi 3,
yaitu: sistem jaringan radial, sistem jaringan ring atau loop, dan sistem

jaringan interkoneksi. Untuk saluran transmisi Jawa-Bali menggunakan


sistem jaringan interkoneksi. Sistem interkoneksi merupakan gabungan dari
pusat pembangkit tenaga listrik melalui jaringan transmisi. Sistem
interkoneksi

memiliki

beberapa

keuntungan

diantaranya

kontinuitas

pelayanan lebih baik, handal, serta pusat pembangkit tidak perlu bekerja
secara optimal. Tetapi dalam pembangunan sistem jaringan interkoneksi
dibutuhkan biaya yang besar karena menghubungkan beberapa pusat
pembangkit.
Gambar Sistem Interkoneksi
2.6 Gardu Induk
2.7 Aliran Daya Reaktif
2.7.1 Beban RLC
Dalam sistem tenaga listrik AC terdapat 3 unsur beban atau yang biasa

disebut dengan beban RLC. Untuk menghitung besarnya daya nyata yang
diserap untuk kebutuhan beban, dapat menggunakan rumus berikut ini:
a. Beban resistif (Resistor)

P=V I R =V x

V V2
= (Watt )
R R

Berdasarkan segitiga daya, maka daya nyata yang diserap sebuah resistor

murni bernilai

PR =

V2
(Watt ) , dan tidak menyerap daya reaktif,
R

QR =0(VAR ) .

b. Beban Induktif (Induktor)


V V2
Q L =V I L =V x
= (VAR )
XL XL

Untuk beban induktif tidak menyerap daya nyata

sedangkan daya reaktif yang diserap sebanyak

QL =

PL =0 (Watt) ,

V2(
VAR ) .
XL

Pada rangkaian AC, daya aktif didapatkan dengan mengalikan tegangan


dan arus yang sefasa. Pada beban induktif murni (L) ya ng dihubungkan
dengan sumber tegangan (V), maka arus yang dihasilkan tertinggal sejauh

90 terhadap V, atau biasa disebut arus lagging. Berikut ini merupakan


gambar rangkaian dan diagram phasor dari beban induktif.
Gambar
c. Beban Kapasitif (Kapasitor)

QC =V I C =V x

V
V2
= (VAR )
XC XC

Untuk beban kapasitif juga tidak menyerap daya nyata

PC =0 (Watt) ,

sedangkan daya reaktif yang diserap bernilai negatif, sebanyak

V 2 (
QC =
VAR ) . Atau dengan kata lain, sebuah kapasitor mengirimkan
XC
daya reaktif.
Beban kapasitif murni (C) yang dihubungkan dengan sumber tegangan
(V), maka arus yang dihasilkan merupakan kebalikan dari beban induktif,

yaitu mendahului sejauh 90 terhadap V, atau biasa disebut arus leading.

Berikut ini merupakan gambar rangkaian dan diagram phasor dari beban
kapasitif.
Gambar
2.7.2

Daya Listrik
Pada rangkaian AC, daya terbagi menjadi 3 macam:
a. Daya aktif (P)
P=VIcos (watt )
b. Daya reaktif (Q)
Q=VIsin(VA )
c. Daya semu (S)
Daya semu merupakan daya total pada sebuah rangkaian. Apabila
tegangan dalam suatu rangkaian diketahui persamaan fasornya sebesar

V =|V |

dan arusnya sebesar

I =|I| ,

maka hasil

perkalian tegangan dan conjugate dari arus merupakan daya


kompleks atau daya semu atau total power dari suatu rangkaian yang
biasa ditulis sebagai S.
S=|V| x|I | S=|V| .|I | ( )

S=|V| .|I |cos ( ) + j |V |.|I|sin ( )


Karena

( )

merupakan sudut fasa antara tegangan dan arus,

maka:
S=P+ jQ
Daya reaktif Q bernilai positif jika > , yang berarti juga bahwa
arus tertinggal terhadap tegangan (lagging), dan Q bernilai negatif jika
> , yang juga berarti arus mendahului tegangan (leading).

2.7.3 Segitiga Daya


Gambar
Segitiga daya menunjukkan hubungan dari ketiga daya, yaitu daya nyata,
daya reaktif, dan daya semu. P atau daya nyata harus digambar pada
sumbu mendatar. Untuk beban induktif, Q digambar vertikal ke atas
karena nilai daya reaktifnya bertanda positif. Jika bebannya kapasitif,
maka Q digambar vertikal ke bawah karena nilainya bertanda negatif.
S= P2 +Q 2 (VA )
2.7.4 Power Factor (PF)
Power factor atau yang biasa disebut dengan faktor daya, merupakan
cosinus dari sudut fasa

di antara tegangan dan arus. Pada segitiga

daya, cosinus dari sudut yang diapit P dan S juga merupakan faktor daya
suatu rangkaian atau sistem.
P (KW )
Q
P
= 2 2 =
P P +Q S ( KVA)
PF=cos=cos tan
Apabila beban induktif maka PF lagging, dan jika beban kapasitif, maka
PF bersifat leading.
2.7.5 Perbaikan Power Faktor
Daya reaktif bisa dengan mudah disediakan oleh kapasitor yang
ditempatkan pada pusat beban. Berdasarkan penjelasang mengenai faktor
daya di atas, dapat dilihat bahwa daya reaktif berpengaruh terhadap nilai
PF. PF yang baik jika memiliki nilai mendekati 1. Oleh karena itu, jika
suatu rangkaian memiliki power faktor yang jelek, dapat diperbaiki dengan
menambah shunt capacitor. Kapasitor akan memberikan daya Qc, yang
menyebabkan penurunan daya reaktif dan daya total yang juga berarti
memperkecil sudut , sehingga cos meningkat mendekati 1.
Gambar

Q2

Q
P 2+

PF2=cos 2=

P P
=
S2

2.7.6 Drop Tegangan


Drop tegangan untuk suatu jaringan dapat dihitung menggunakan rumus:
V =IRcos + IXsin
Dimana:
V = drop tegangan L-N (V)
I = arus yang mengalir pada penghantar (A)
R = resistansi penghantar (ohm)

X = reaktansi penghantar (ohm)


cos = faktor daya beban
Jika pada suatu saluran diketaui jarak atau panjangnya sebesar L dalam
satuan km, maka drop tegangan dapat dicari dengan rumus sebagai
berikut:
V ( tiap fasa )=I L . { L ( Rcos+ Xsin ) }
Jika diprosentasekan, maka :
I . { L ( Rcos+ Xsin ) }
V ( )= L
x 100
Vnominal

2.8 Kompensasi Reaktif Saluran


Menurut Marsudi, ada 3 cara untuk mengompensasi daya reaktif, yaitu:
a. Mengontrol tegangan pada bus generator
b. Mengatur tap trafo
c. Memasang kompensator daya reaktif
Kinerja dari saluran transmisi menengah dan panjang dapat diperbaiki
dengan kompensasi reaktif baik jenis seri maupun paralel. Kompensasi
seri merupakan suatu capacitor bank yang dihubungkan seri dengan setiap
penghantar fasa saluran. Sedangkan kompensasi paralel (shunt) adalah
induktor ditempatkan antara saluran per phasa dengan netral, tujuannya
untuk mengurangi sebagian atau menghilangkan susseptansi shunt saluran
tegangan tinggi. Hal ini penting saat keadaan sedikit beban di mana
tegangan ujung penerima dapat menjadi sangat tinggi jika tidak
dikompensasi.
2.9 Kapasitor
2.10 Shunt Capacitor Bank

Salah satu cara penting dalam mengatur

profil tegangan pada bus adalah

penempatan shunt capacitor bank pada bus-bus, baik pada sistem transmisi
ataupun distribusi, dipasang di sepanjang saluran, atau pada substation dan beban.
Pada dasarnya kapasitor adalah suatu alat untuk mencatu var pada titik
pemasangannya (Stevenson, 1996: 200). Shunt capacitor dapat dihubungkan
secara permanen, tetapi jika digunakan sebagai pengatur tegangan, shunt
capacitor dapat dioperasikan (dihubungkan dan diputuskan) dari sistem melalui
switching yang disesuaikan dengan perubahan permintaan beban. Proses
switching kapasitor dapat dioperasikan secara manual maupun otomatis, baik
diatur berdasarkan waktu (timer) atau sebagai respon terhadap permintaan
tegangan atau daya reaktif.
Apabila kapasitor terhubung paralel dengan beban yang memiliki faktor daya
lagging, maka kapasitor merupakan sumber dari beberapa atau mungkin seluruh
daya reaktif beban. Jadi kapasitor berfungsi memperkecil arus pada saluran yang
dibutuhkan untuk mencatu beban, mengurangi jatuh tegangan pada saluran, serta
memperbaiki faktor daya. Untuk generator, kapasitor mengurangi kebutuhan
reaktifnya,sehingga output daya nyata dari generator semakin besar.
Vektor sebelum dan sesudah dipasang kapasitor paralel
V R 1=V S I 1 ( cos sin ) ( R+ jX )

V R 2=V S ( I 1 ( cos sin )( R+ jX ) j I C X )

Drop tegangan sisi kirim=V R 2V R 1= j I C X

Gambar 2.10 Vektor Tegangan dan Arus Sebelum dan Sesudah Dipasang
Kapasitor Paralel (Robandi: 2006)
2.11

You might also like