Professional Documents
Culture Documents
Diameter Hambatan
(mm)
kloramfenikol
24,25
Diameter Hambatan
(mm)
Tetrasiklin
10
= 10 mm 6 mm
4 mm (Kurang Peka)
Antibiotik
Kloramfenikol
Antibiotik
Tetrasiklin
Keruh
Keruh
Keruh
Keruh
jernih
Keruh +
Keruh +
Keruh +
jernih
jernih
+
++
++
++
Seri Konsentrasi
Kontrol Negatif (Media)
Kontrol
Positif
(Media+
Bakteri)
Kloramfenikol A
Kloramfenikol B
Tetrasiklin A
Tetrasiklin B
Keterangan:
11 AB dan Kolom 12
12 EF
12 CD
12 GH
Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian penentuan kepekaan
mikroorganisme terhadap Antibiotika melalui penentuan Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) metode Difusi, Dilusi dan Mikro dilusi. Tujuan dari praktikum ini
adalah agar mahasiswa dapat melatih keterampilan dalam penentuan KHM
(konsentrasi Hambat Minimum) metode Difusi, Dilusi dan Mikro dilusi. Antibiotik
yang digunakan adalah Kloramfenikol dan Tetrasiklin lalu Bakteri yang digunakan
adalah bakteri E. Coli dan S.Aureus.
Penentuan kadar hambat minimum (KHM) Suatu antibiotika bertujuan untuk mengetahui
konsentrasi terkecil suatu antibiotika dapat menghambat pertumbuhan bakteri. KHM perlu dilakukan
dengan tujuan untuk mencegah terjadinya resistensi.
METODE difusi
Bakteri yang digunakan yaitu bakteri E. coli yang terdapat didalam Erlenmeyer dipipet sebanyak 0,1
ml lalu dimasukkan cairan agar yang masih hangat dan biarkan memadat. Setelah padat, letakkan 4 buah cakram dari konsentrasi yang berbeda.
Kertas cakram yang berbentuk seperti kertas saring yang berukuran lingkaran kecil (D=6mm) dicelupkan ke
dalam bahan antimikroba, lalu dipindahkan dengan menggunakan pinset ke dalam cawan petri. Penggunaan
pinset bertujuan untuk menghindari adanya lemak apabila tangan menyentuh kertas cakram secara
langsung, sehingga akan mempengaruhi perkembangan diameter. Biarkan kurang lebih 10 menit hingga kertas cakram
melakat kuat di permukaan agar. Setelah dirasa kertas cakram tidak akan jatuh bila dibalikkan, masukkan cawan petri ke dalam alat inkubasi dalam
Setelah di inkubasi selama 1x24 jam, akan muncul zona bening (zona antimikroba) yang
berbentuk menyerupai lingkaran yang memiliki diameter, lalu diameter tersbut akan diukur. Zona bening
tersebut adalah area perkembangan aktivitas bahan antimikroba terhadap bakteri yang ada di sekitarnya.
posisi terbalik
Pada saat pengamatan hasil, ukur diameter area respon bakteri terhadap antibiotik dari 4 penjuru lalu dicari rata-ratanya. Hasil yang sesuai adalah
apabila semakin tinggi konsentrasi, diameternyapun semakin besar .
Hasil pengamatan diperoleh KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) untuk kedua Antibiotik
Kloramfenikol dan Tetrasiklin yaitu pada konsentrasi 1000 ppm karena pada konsentrasi 1,10 dan 100 ppm
tidak menunjukan adanya daya hambat. Pada kloramfenikol diameter daya hambatnya setelah perhitungan
yaitu 18,25 mm yang berarti memiliki kepekaan dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli.
Sedangkan pada antibiotik tetrasiklin diameter daya hambatnya setelah perhitungan yaitu 4 mm yang
berarti kurang peka dalam menghambat pertumbuhan bakteri E.coli.
Metode Dilusi dan Mikrodilusi
Metode selanjutnya dilakukan uji potensi antimicrobial menggunakan metode dilusi dan mikrodilusi.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pada kadar berapa antibiotic masih efektif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri. Antibiotic yang digunakan adalah kloramfenikol dan tetrasiklin. Bakteri yang
digunakan pada metode dilusi adalah S. aureus dan pada metode mikro dilusi menggunakan bakteri E. coli.
Metode dilusi dibagi menjadi 2 yaitu metode dilusi cair dan metode dilusi padat. Metode dilusi yang
digunakan pada praktikum yaitu dilusi cair. Metode dilusi cair dilakukan dengan membuat seri pengenceran
agen antimiroba pada medium cair Nutrient Broth yang ditambahkan dengan mikroba uji. Sedangkan
metode mikrodilusi adalah menggunakan media cair Nutrient Broth dengan wellplate steril yang terdiri atas
12 kolom dan 8 baris (A-H). pada mikro dilusi volume sampel yang digunakan sedikit karena menggunakan
skala mikro. Prinsipnya sama dengan metode dilusi jadi tiap wellplate dianggap sebagai tabung namun
dalam skala mikro sehingga dalam pengerjaannya harus lebih teliti dengan menggunakan mikropipet.
Sementara metode dilusi dibutuhkan volume sampel yang banyak.
Pada pengujian metode dilusi Pertama disiapkan 5 tabung steril, media cair (Nutrient Broth),
antibiotic dan suspense bakteri. Pada tabung pertama dituang media cair 9ml ke masing-masing tabung .
pada tabung 1(konsentrasi 1000ppm), ditambahkan Antibiotik 1 ml dan 100l suspensi bakteri lalu
dihomegenkan dengan vortex lalu diambil 1 ml dimasukan ke tabung 2 ((konsentrasi 100ppm), lau dari
tabung ke-2 diambil 1 ml dimasukan ke tabung 3 (konsentrasi 10 ppm), dari tabung ke-3 diambil 1 ml
dimasukan ke dalam tabung 4(konsentrasi 1 ppm ). Pada tabung ke-5 ditambahkan Antibiotik kloramfenikol.
Setiap pencampuran selalu dihomgenkan setelahnya dengan menggunakan vortex kemudian semua tabung
di masukan ke dalam incubator dan diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 37c untuk menumbuh
kembangkan bakteri pada media dan keesokan harinya diamati kekeruhannya dengan cara mengocok
tabung lalu diamati dan dicatat datanya. Untuk perlakuan terhadap antibiotic kloramfenikol pun sama
dengan prosedur diatas.
Berdasarkan data pengamatan dari kedua antibiotic kloramfenikol dan tetrasiklin diperoleh hasil
bahwa kekeruhan terjadi pada tabung 2,3dan 4 dimana konsentrasinya secara berturut-turut 100, 10 dan 1
ppm. Sedangkan pada control negative (tabung 5) dan tabung 1 (1000ppm) jernih. Sehingga konsentrasi
hambat minimum kedua antibiotic tersebut pada konsentrasi 1000ppm.
Pada pengujian metode mikrodilusi yang pertama dilakukan adalah disiapkan wellplate steril
(terdiri atas 12 kolom dan 8 baris ), media cair Natrium Broth (NB), Antibiotik. Suspense bakteri dan
mikropipet. Disiapkan NB 10 ml dalam tabung steril kemudian dipipet 100l ke tiap wellplate pada
kolom 1 (control negative). Pada kolom 2 dimasukan 100 l media ditambah bakteri (control positif).