Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perbandingan hukum ialah suatu metode penyelidikan; bukan suatu cabang ilmu
hukum, sebagaimana seringkali menjadi anggapan sementara orang. Metode yang
dipakai ialah dengan membanding-bandingkan salah satu lembaga
hukum (legal
institution) dari system hukum yang satu dengan lambaga hukum, yang kurang lebih
sama dari system hukum yang lain. Dengan membanding-bandingkan itu kita dapat
menemukan unsur-unsur persamaan, tetapi juga unsur perbedaan dari kedua system
hukum itu.
Menurut J.G. Starke, hukum internasional adalah suatu sistem yang mengatur hak-hak
dan kewajiban-kewajiban negara.1
Dengan merujuk pada praktik internasional yang berlaku dan hukum positif, pada
umumnya pakar hukum berpendapat bahwa hukum internasional hanya mengatur
hubungan antar negara dan oleh karena itu individu tidak dapat dianggap sebagai subjek
hukum internasional.2
Sebaliknya ada juga yang berpendapat lain, terutama Prof. Georges Scelle, pakar
hukum ternama dari Prancis, bahwa hanya individu yang merupakan subjek hukum
internasional. Para pendukung doktrin ini berpandangan bahwa bukankah tujuan akhir
dari pengaturan-pengaturan konvensional adalah individu dan oleh karena itu para
individu mendapatkan perlindungan internasional. Sebagai contoh, suatu konvensi
internasional yang ditandatangani oleh sejumlah negara yang berisikan ketentuan bahwa
pelayaran atas suatu sungai internasional adalah bebas, tidak lain berarti pemberian
kebebasan kepada individu-individu agar dapat menggunakan sungai tersebut untuk
keperluan usaha mereka.3
2
3
Pada masa sekitar abad ke-18 dan 19, timbul kesadaran akan hak-hak asasi manusia
yang salah satu di antaranya adalah hak untuk hidup. Perjuangan untuk melindungi hakhak asasi manusia mencapai puncak pada abad ke-20. Deklarasideklarasi dan konvensi
internasional serta seruan-seruan tentang hak-hak asasi manusia mulai bermunculan baik
yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan organ-organnya
maupun oleh negara-negara secara kolektif dan individual. 4
Pada umumnya, sepanjang negara menjalankan kewajibannya berdasarkan hukum
nasional, bagaimana melakukannya tidak menjadi perhatian hukum internasional. Namun,
dalam beberapa hal negara-negara bersepakat untuk menjalankan kewajiban mereka
dengan cara tertentu. Inilah yang acapkali menjadi persoalan dalam bidang hak asasi
manusia.5
Seperti dalam hukum pidana, setiap negara berhak untuk menentukan berat atau
besarnya ancaman hukuman terhadap suatu tindak atau peristiwa pidana. 6 Namun,
hukuman itu memiliki berbagai gradasi. Pada umumnya, telah diakui bahwa hukuman
mati adalah merupakan jenis hukuman yang paling berat jika dibandingkan dengan jenisjenis hukuman lainnya yang dikenal di dalam berbagai sistem hukum pidana negaranegara di dunia sebab hukuman mati merupakan pencabutan nyawa yang dengan sengaja
dilakukan terhadap si terhukum untuk selama-lamanya. 7
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan hukum?
2. Apa yang dimaksud perbandingan Hukum?
C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
1. Agar kita bisa mengetahui apa itu perbandingan hukum;
2. Menambah pengetahuan untuk kita dalam memahami peranan hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
4
Namun, mungkin karena zaman telah berganti berulang kali, hukum seperti disebut
Cicero dan dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat oleh Ratu Sima, tak lagi linier dan
mudah dipahami. Hukum berkembang menjadi sulit dan mahal, bahkan sarat dengan
rekayasa.8
Gejala masyarakat yang universial; ubi societas, ibi ius, kata orang Romawi
(dimana terdapat
suatu
masyarakat,
disitu
pula akan
kebutuhan suatu
pengetahuan hokum dalam zaman modern dan di dalam abad XIX. Orang-orang inggris
menamakan Civil Law (satu dan lain hal karena pengaruh hokum Romawi dahulu, yakni
Corpus Juris Civilis dari Justinianus). Berlawanan dengan hokum mereka sendiri, yang
mereka namakan Common Law.
Tatanan Negara-negara Eropa (bagian Republik Federasi Jerman yang sampai 1990
membentuk Republik Demokrasi Jerman, Polandia, Hongaria, Cekoslawakia, Slovenia,
Kroasia, kedua republik bagian utara Slavia Selatan), termaksud kelompok ini sampai
bagian pertama abad XX, sampai mereka dawajibkan oleh Uni Soviet untuk bergabung
dengan apa yang sampai tahun 1989 disebut tatanan-tatanan hokum socialistis. Sejak
tahun 1989 negara ini secara berangsur-angsur kembali ke tradisi-tradisi hokum mereka
yang erat hubungannya dengan tatanan Romanistis-Germanistis setelah jatuhnya rezimrezim komunis.
Kendatipun inggris dan irlandia menganut system Common Law maka skotlandia
sampai dengan penggabungannya kedalam mahkota kerajaan inggris (1707) banyak
mengalami pengaruh tatanan hokum Romanistis continental Eropa walaupun sejak itu
hokum Skotlandia juga sangat dipengaruhi oleh Common Law Inggris, namun betapa
juga Skotlandia tetap mempertahankan suatau tatanan hokum tersendiri.
Tatanan-tatanan hokum Romanistis-Germanistis telah mengalami penyebaran
keseluruh dunia karena proses kolonisasi tersebut; hokum-hukum Spanyol dan Protugal
di Amerika Latin, hokum-hukum Prancis, Belgia dan Portugal di Afrika, hokum Prancis
di Lousiana Amerika Serikat dan di provinsi Quibec,
Indonesia dan Suriname.
maka di Eropa Timur
republik Eropa Selatan, Slavia Selatan, Rumania, Bulgaria, dan Yunani) dijumpai pula
tatanan-tatanan hokum yang termaksud tradisi hokum Byzantium. Tradisi hokum ini pada
hakikatnya masih serumpun dengan tatanan-tatanan hokum Romanistis-germanistis
tersebut, oleh karena itu telah memasukkan unsur-unsur Romawi melalui hokum gereja
dalam versi Byzantium-Orthodoks, maupun melalui resepsi langsung tatanan-tatanan
hokum Eropa Barat di Zaman modern tersebut.
Pada sisi lain ia mempunyai cirri-ciri khas tersendiri oleh karena untuk waktu yang
cukup lama ia diputuskan dari proses perkembangan aliran-aliran total pada abad XIII
sampai XV dan kemudian oleh karena ia mengikuti perkembangan sendiri dari Negara5
negara EropaTenggara sebagai akibat dominisi bangsa Turki dan baru terlepaskan pada
abad XIX. Ciri adanya ikatan erat antara nasionalisme dan agama (Kristen-Ortodoks) di
dalam peperangan melawan dominasi asas itu dan pengaruh pandangan-pandangan
otokrasi Byzantium dalam bidang hubungan antara penguasa dan kaula-kaula Negara,
karena hokum terlambat diselenggarakan sebagai sebuah ilmu pengetahuan berlainan
dengan di Eropa Barat dan Tengah dimana hokum romawi dan hokum gereja telah
dipelajari di universitas-universitas sejak abad pertengahan, maka terjadilah pertalian
dengan Rusia apa yang oleh David disebut Kelemahan tradisi yuridis, antara lain
disebabkan oleh pencampuran antar hokum dan pemerintahan yang berlangsung berabadabad sehingga hokum tidak memberikan perlindungan sebagaimana mestinya terhadap
birokrasi dan karenanya tidak mendapatkan perhatian dan penilaian besar dari
kesadaran panduduk.
2. Sistem Hukum Anglo-Saxon
Sistem Hukum Anglo-Saxon berkembang dari inggris menyebar ke Negara-negara
Amerika Serikat, Canada, Australia, dan sebagainya. Dalam system hokum Amerika
Serikat sendi utamanya adalah pada Yurisprudensi. Berkembang dari kasus-kasus konkrit
tersebut lahir berbagai kaidah dan asas hokum. Karena itu lah system hokum Amerika
Serikat sering disebut sebagai hokum yang berdasarkan kasus (Case Law system).
Perbedaan yang mendasar antara system hokum continental dengan system hokum
Amerika Serikat adalah pada system hokum Anglo-Saxon pada dasarnya Yurisprudensi
sangat penting sebagai sumber hukum.
Sedangkan pada system hukum continental dasarnya peraturan perundang-undangan
sangat penting sebagai sumber hukum. Dalam system hukum continental ada Pemeo,
hakim adalah mulut undang-undang, dalam system Anglo-Saxon hakim adalah mulut
Precedent yang mewajibkan hakim dalam perkara-perkara yang identik untuk mengikuti
putusan yang terdahulu. Anglo-Saxon adalah suatu system hukum yang didasarkan pada
yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terlebih dahulu yang kemudian menjadi
dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris,
Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada dan Amerika Serikat. Selain Negaranegara tersebut beberapa Negara lain juga menerapkan system Hukum Anglo-Saxon
Campuran, misalnya Pakistan, India, dan Higeria, yang menerapkan sebagian besar
system hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan Hukum Adat dan Hukum
6
Agama. Anglo-Saxon mulai berkembang di Inggris pada abad 16, dan sering disebut
Common Law.
3. Sistem Hukum Islam
Pengertian Hukum Islam (Syari'at Islam) - Hukum syara menurut ulama ushul ialah
doktrin (kitab) syari yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang
bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf secara perintah atau diperintahkan
memilih atau berupa ketetapan (taqrir). Sedangkan menurut ulama fiqh hukum syara ialah
efek yang dikehendaki oleh kitab syari dalam perbuatan seperti wajib, haram dan
mubah.9
Hukum Islam adalah hukum kaum muslimin, artinya persekutuan orang Mukmin
dalam agama Islam. Ia adalah hukum keagamaan oleh karena ia terdiri dari aturan-aturan
hidup yang diturunkan dari Kitab Suci AL-QURAN, Hukum ALLAH, ia adalah
hukum yang mengikat pada individu, yang berlaku bagi semua kaum Mukmin di mana
saja mereka itu berada.
Hukum Islam ini terutama dibangun dari Ijmak, artinya penafsiran para Ulama
dalam abad VIII dan IX. Sejak abad X Hukum Islam secara teoritis tidak pernah berubah
pada hakikatnya telah membantu menyebabkan kemunduran Negara-negara yang tidak
memahami ajaran Islam lebih mendalam, satu dan lain karena kurang menyesuaikan diri
dengan evolusi ekonomi di dunia.
Hukum Islam tetap diterapkan di wilayah-wilayah yang sangat luas Afrika Utara
dengan suatu tendensi penting penyebaran ke Afrika Hitam, Asia (antara lain Negara
Arab, Turki, Iran, Afganistan, Pakistan, Indonesia, dan sebagian Fhilipina), yang
mewakili lebih dari 900 juta orang. Dinegara-negara Islam sedang berlangsung suatu
pertentangan antara kaum tradisional (atau kaum Fundamentalis yang ingin
mempertahankan kemurnian Islam terhadap pengaruh-pengaruh barat dan unsur-unsur
lebih Moderat (yang serba permisif) yang berhasrat mengedepankan modernisasi antara
lain dengan jalan menerima unsur-unsur tatanan dan pandangan Hukum Barat.
4. Hukum adat
Hukum adat adalah hukum non statutair dimana sebagian besar adalah hukum
kebiasaan dan sebagian kecil hukum islam. Hukum adat memang tidak diberlakukan
secara tertulis seperti halnya undang-undang, namun keberadaab hukum adat sendiri
memang diakui sebagi suatu aturan yang berlaku didalam sebuah masyarakat tertentu dan
dilindungi keberadaannya oleh undang-undang. Hukum adat ditemukan pertamakali oleh
tiga orang yang berkebangsaan belanda yang dikenal dengan trio penemu hukum adat
yaitu:
1.
mula diburu, kemudian di Gorontalo dan minahasa barat, selanjutnya di sipirok dan
mandailing. Di semua daerah itu ia membukukan segala sesuatu yang dilihatnya, seperti
tentang hak hutan diburu, tentang hak tanah hakullah di sipirok. Pada wilken hukum adat
itu merupakan suatu bahan mandiri, meskipun ia tetap memelihara hubunganya dengan
kebiasaan dan religi rakyat. Karena Wilken memberi tempat tersendiri kepada hukum
adat itu, maka ia tidak mencampur adukkan hukum agama dengan hukum penduduk asli
yang di sana-sini menunjukkan penyimpangan karena unsur-unsur agama islam atau
agama hindu.
2.
Ialah Snouck Hurgronje seorang sarjana sastra yang menjadi politkus. Pada tahun
1884-1885 ia mengembara di tanah Arab sebagai mahasiswa,di Mekkah ia bertemu
dengan orang Indonesia (Aceh dan Jawa) sehingga ia mengenal hukum adat.Tahun 1891
8
PENUTUP
KESIMPULAN
Melalui perbandingan hukum kita dapat mendalami dan memperluas bidang
ilmu pengetahuan hukum antara lain;
1. Dapat mengetahui bahwa dalam system hukum yang berbeda melahirkan
lembaga-lembaga hukum yang berbeda pula;
2. Dapat mengetahui adanya serta sebab-sebab dari persamaan dalam system
hukum yang sama sekali berbeda;
3. Melalui perbandingan hukum dapat mendalami bidang-bidang filsafat
hukum, sosiologi hukum dan sejarah hukum sekaligus.
Daftar Pustaka
10
http://drh.chaidir.net/kolom/167-Ubi-Societas-Ibi-Ius---Dimanaada-masyarakat,-di-situ-ada-hukum.html
http://www.wikipedia.cim
http://google.co.id
http://pendalamanilmu92.blogspot.com/2011/10/sistem-hukumindonesia.html
http://www.slideshare.net/septianraha/makalah-sistem-hukumdan-peradilan-internasional
11