Professional Documents
Culture Documents
DENGAN IMPETIGO
I. DEFINISI
Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit
(Djuanda, 56:2005). Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan
kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis,
Skabies, Infeksi jamur, dan pada insect bites (Beheshti, 2:2007).
II. SINONIM
Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontangiosa, impetigo vulgaris, atau
impetigo Tillbury Fox. Impetigo bulosa juga dikenal sebagai impetigo vesikulo-bulosa atau
cacar monyet (Djuanda, 56-57:2005).
III. ETIOLOGI
Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik
Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan pathogen primer pada
impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007).
Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif dengan ukuran 1 m, berbentuk
bulat, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, kokus tunggal,
berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga bisa didapatkan. Staphylococcus dapat
menyebabkan penyakit berkat kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas
ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan
tersebut adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai
enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin,
lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. (Brooks,
317:2005).
Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai
karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Lebih dari 20
produk ekstraseluler yang antigenic termasuk dalam grup A, (Streptococcus pyogenes)
diantaranya adalah Streptokinase, streptodornase, hyaluronidase, eksotoksin pirogenik,
disphosphopyridine nucleotidase, dan hemolisin (Brooks, 332:2005).
IV. EPIDEMIOLOGI
Impetigo terjadi di seluruh Negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat
dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat Impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang
dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada
daerah tenggara Amerika (Provider synergies, 2:2007). Di Inggris kejadian impetigo pada
anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun.
Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa (Cole, 1:2007).
Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah
menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat
penitipan anak atau juga pada tempat dengan hygiene buruk atau tempat tinggal yang padat
penduduk (Cole, 1:2007).
V. FAKTOR PREDISPOSISI
o
Kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo
Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm. Kemudian
segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan meninggalkan erosi. Cairan
serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna kekuningan yang memberi
gambaran karakteristik seperti madu (honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm,
disertai lesi satelit disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi
yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005).
2). Impetigo Bulosa
Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung.
Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit
berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada
kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi
cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan
meninggalkan gambaran collarette pada pinggirnya. Krusta varnishlike terbentuk pada
bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla
yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai
dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau tersebar,
seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau
lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi. (Yayasan Orang
Tua Peduli, 1:2008).
Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang
sekali disetai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang. (Yayasan Orang Tua Peduli,
1:2008).
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk
menyingkirkan diagnosis banding dengan gangguan infeksi gram negative. Bisa
dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara Staphylococcus
dan Streptococcus (Brooks, 332:2005).
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang
paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis, Staphylococcal scalded skin syndrome, radang
pembuluh limfe atau kelenjar getah bening (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008).
X.PENATALAKSANAAN
1.Terapi nonmedikamentosa
Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai
mengelupaskan krusta dengan handuk basah
Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah yang
lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak
Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh
Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik untuk
mencegah penyebaran local
Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada impetigo
krustosa.
Lakukan pencegahan seperti yang disebutkan pada point XI di bawah
2.Terapi medikamentosa
a. Terapi topikal
Pengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik sebaiknya krusta sedikit
dilepaskan baru kemudian diberi salep antibiotik. Pada pengobatan topikal impetigo
bulosa bisa dilakukan dengan pemberian antiseptik atau salap antibiotik (Djuanda,
57:2005).
1). Antiseptik
Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan impetigo terutama
yang telah dilakukan penelitian di Indonesia khususnya Jember dengan menggunakan
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah triklosan 2%. Pada hasil
penelitian didapatkan jumlah koloni yang dapat tumbuh setelah kontak dengan triklosan
2% selama 30, 60, 90, dan 120 adalah sebanyak 0 koloni (Suswati, 6:2003).
Sehingga dapat dikatakan bahwa triklosan 2%mampu untuk mengendalikan penyebaran
penyakit akibat infeksi Staphylococcus aureus (Suswati, 6:2003).
peptidil transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri
(Buck, 1:2007).
Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien impetigo yang berusia
diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2 atau >2% luas
dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada pasien tersebut didapatkan
82% dengan infeksi Staphylococcus aureus. Pada pasien-pasien tersebut diberi
ratapamulin sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari terapi. Evaluasi dilakukan mulai hari
ke dua setelah hari terakhir terapi, dan didapatkan luas lesi berkurang, lesi telah
mengering, dan lesi benar-benar telah membaik tanpa penggunaan terapi tambahan.
Pada 85,6% pasien dengan menggunakan ratapamulin didapatkan perbaikan klinis dan
hanya hanya 52,1% pasien mengalami perbaikan klinis yang menggunakan plasebo
(Buck, 1:2007).
Dicloxacillin
Penggunaan dicloxacillin merupaka First line untuk pengobatan impetigo, namun
akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai tergeser oleh penggunaan ratapamulin
topikal karena diketahui ratapamulin memiliki lebih sedikit efek samping bila
dibandingkan dengan dicloxacillin. Penggunaan dicloxacillin sebagai terapi topical
pada impetigo sebagai berikut:
(Sumber: Primary Clinical Care Manual 2007)
b.Terapi sistemik
1). Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu)
a.Penicillin G procaine injeksi
Dosis: 0,6-1,2 juta IU im 1-2 x sehari
Anak: 25.000-50.000 IU im 1-2 x sehari
b.Ampicillin
Dosis: 250-500 mg per dosis 4 x sehari
Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis4x sehari ac
c.Amoksicillin
4. Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat
mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
5. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan
bersih
6. Jauhkan diri dari orang dengan impetigo
7. Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lainnya.
Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang
panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
8. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi
dan cuci tangan setelah itu.
9. (Sumber: Northern Kentucky Health Department, 1:2005).
XII.PROGNOSIS
Pada umumnya baik.
LAPORAN KASUS
SMF PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
I.IDENTITAS PENDERITA
Nama
:-
Jenis Kelamin
:-
Umur
:-
Suku
:-
Agama
:-
Pekerjaan
:-
Alamat
:-
II.Keluhan
Utama
Menurut Mbah pasien mulai 10 hari yang lalu pasien mengeluhkan gatal pada regio lumbal
posterior dekstra, tanpa adanya keluhan gatal di daerah lain.
Awalnya muncul vesikel, karena gatal, lalu digaruk oleh pasien kemudian vesikel pecah dan
menimbulkan kerak. Vesikel-vesikel semakin lama semakin bertambah banyak dan menyebar.
Pasien sudah dibawa berobat ke dokter, diberi salep dan tablet namun keluhan tidak berkurang.
Akhirnya pasien berobat ke RSUD dr. SOEBANDI Jember.
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
1. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga yang tinggal bersama pasien saat ini tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.
1. Riwayat Pengobatan
Pernah berobat ke dokter umum, lalu diberi salep dan tablet, namun keluhan tidak berkurang.
1. Riwayat Alergi
Pasien tidak punya riwayat alergi obat maupun makanan, dan pasien tidak pernah melakukan
pemeriksaan alergi sebelumnya.
III.PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Kesadaran: komposmentis
Keadaan Umum: baik
Kepala/Leher: dalam batas normal
Thorak
Cor: S1S2 tunggal, lain-lain dalam batas normal
Pulmo: Vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, lain-lain dalam batas normal
Abdomen: Soepel, bising usus (+), lain-lain dalam batas normal
Ekstremitas: dalam batas normal
Genitalia: dalam batas normal
1. Status Lokalis
Lokasi : regio lumbal dekstra bagian posterior
Efloresensi : Pada pemeriksaan didapatkan lesi kulit berupa papula berisi cairan keruh, tidak
dikelilingi daerah eritematus, selain itu juga ditemukan bekas bula yang pecah berupa kulit
yang eritematus dengan krusta tipis kecoklatan pada bagian tepi.
IV.RESUME
Seorang anak laki-laki 16 bulan, dating dengan keluhan utama adanya luka garukan di regio
lumbal dekstra bagian posterior.
Awalnya muncul vesikel, karena gatal, lalu digaruk oleh pasien kemudian vesikel pecah dan
menimbulkan kerak. Vesikel-vesikel semakin lama semakin bertambah banyak dan menyebar.
Pasien sudah dibawa berobat ke dokter, diberi salep dan tablet namun keluhan tidak berkurang.
Akhirnya pasien berobat ke RSUD dr. SOEBANDI Jember.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis di region lumbal dekstra bagian posterior, didapatkan lesi
kulit berupa papula berisi cairan keruh, tidak dikelilingi daerah eritematus, selain itu juga
ditemukan bekas bula yang pecah berupa kulit yang eritematus dengan krusta tipis kecoklatan
pada bagian tepi.
V.DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis kontak
2. Varicella
3. Karbunkel
4. Furunkel
VI.DIAGNOSIS KERJA
Impetigo Bulosa
VII.USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bila diperlukan dapat melakukan pemeriksaan isi vesikel dengan pengecatan gram, lalu bias
dilakukan uji katalase.
VIII.PENATALAKSANAAN
1. Nonmedikamentosa
Menjaga kebersihan, yaitu dengan :
-. Mandi teratur dengan sabun mandi
-. Pakaian, handuk, sprei, sering diganti dan dicuci air panas
-. Pakaian, handuk, sebaiknya hanya digunakan oleh satu orang (tidak untuk digunakan
beramai-ramai)
-. Kontrol setelah 5-7 hari
2. Medikamentosa
Sistemik : Eritromisin sirup 250 mg, 3 DD I ct
Topikal : Asam Fusidat
IX.PROGNOSIS
Pada umumnya baik, pada pasien ini 5-7 hari kemudian tidak kontrol mungkin saja sudah tejadi
perbaikan sehingga menurut keluarga pasien tidak perlu kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Beheshti, 2007, Impetigo, a brief review, Fasa-Iran: Fasa Medical School.
Buck, 2007, Ratapamulin: A New Option of Impetigo, Virginia USA: University of Virginia
Childrens Hospital.
Cole, 2007, Diagnosis and Treatment of Impetigo, Virginia:University of Virginia School of
Medicine.
Djuanda, 2005, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Goldfarb,Randomized Clinical Trial of Topical Mupirocin Versus Oral Eyitromycin for
Impetigo, Ohio: University School of Medicine.
NN, 2007, Primary Clinical Care Manual 2007,
Northern Kentucky Health Department, 2005, Impetigo, Kentucky: Epidemiology Services,
Northern Kentucky Health Department.
Provider synergies, 2007, Impetigo Agents, Topical Review, Ohio: Intellectual Property
Department Provider Synergies LLC.
Suswati. E, 2003, Efek Hambatan Triklosan 2% Terhadap Pertumbuhan Methicillin Resistant
Staphylococcus Aureus (MRSA), Jember: Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
Yayasan Peduli Orang Tua, 2007, Impetigo, Jakarta Selatan: Yayasan Peduli Orang Tua.